• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara maritim sekaligus negara agraris yang memiliki sumber daya alam melimpah untuk dikelola. Laut yang luas menjadikan Indonesia kaya akan hasil laut. Iklim Indonesia yang tropis juga mendukung untuk melakukan usaha tani, baik pertanian tanaman pangan, hortikuktura, maupun tanaman perkebunan.

Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki berbagai potensi alam, mulai dari tanah yang subur, iklim dan cuaca yg mendukung untuk bertani, serta tersedianya perairan tawar dan laut bagi para nelayan. Oleh karena itu, petani dan nelayan merupakan sumber mata pencaharian yang banyak ditekuni oleh masyarakat di Sumatera Utara.

Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang memiliki potensi di bidang pertanian dan perikanan. Namun tidak semua petani dan nelayan memiliki hidup yang berkecukupan. Pendapatan dari usaha tani dan melaut belum tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kurangnya pendapatan petani dan nelayan bisa disebabkan oleh keterbatasan modal, minimnya lahan, kurangnya teknologi, dan lain lain.

Salah satu karakteristik ketenagakerjaan yang dapat menggambarkan adanya perbedaan antara rumah tangga miskin dan tidak miskin adalah lapangan usaha atau sektor yang menjadi sumber penghasilan rumah tangga. Profil orang miskin

seringkali melekat dengan mereka yang bekerja di sektor pertanian, seperti petani gurem, nelayan, buruh tani dan perkebunan serta pencari kayu dan madu

(Badan Pusat Statistik, 2012).

Keterbatasan lahan merupakan salah satu penyebab minimnya pendapatan petani. Petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar disebut petani gurem. Keadaan pelaku usaha pertanian tersebut setiap tahun makin bertambah jumlahnya dengan tingkat kesejahteraan yang masih rendah (http://els.bappenas.go.id)

Suntoro (1989) beranggapan bahwa kemiskinan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya. Faktor eksternal adalah faktor di luar jangkauan individu yang menghambat seseorang untuk meraih kesempatan. Artinya, bukan karena seseorang tidak mau bekerja tetapi struktur yang ada yang menjadi hambatan.

Petani berlahan sempit dapat diidentikkan dengan petani miskin di pedesaan. Artinya, rumah tangga petani berlahan sempit dan rumah tangga petani yang tidak mempunyai lahan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Anggota masyarakat lapisan bawah ini disertai oleh berbagai keterbatasan, antara lain aksesibilitas terhadap peluang-peluang ekonomi sebagai sumber pendapatan (Nurmanaf,dkk. 2002).

Petani berlahan sempit pada dasarnya menghadapi permasalahan yang dicirikan tidak hanya oleh tingkat pendapatan yang rendah tapi juga tidak stabilnya pendapatan yang mereka terima. Dengan perkataan lain, disamping memang menerima pendapatan yang rendah, pendapatan yang diperolehnya pun hanya pada waktu-waktu tertentu (Nurmanaf, 2003).

Berdasarkan hasil sensus pertanian 2013, di Kabupaten Serdang Bedagai terdapat 46538 rumah tangga petani gurem, yang menempati posisi keempat pada jumlah petani gurem terbanyak setelah Kabupaten Simalungun, Langkat, dan Deli Serdang (Badan Pusat Statistik, 2013)

Selain petani, golongan yang seringkali dikatakan miskin adalah nelayan. Nelayan menurut Undang-Undang Perikanan nomor 45 Tahun 2009, merupakan orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan paling besar berukuran lima gross ton (GT). Batasan ini mengindikasikan bahwa kehidupan nelayan tergantung pada hasil laut (Mulyadi, 2005).

Nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penengkapan yang sederhana. Secara lebih rinci, ciri ciri nelayan tradisional adalah (1) teknologi penangkapan yang digunakan bersifat sederhana dengan ukuran perahu yang kecil, daya jelajah terbatas, daya muat perahu sedikit, daya jangkau alat tangkap terbatas, dan perahu dilajukan dengan layar atau mesin ber- PK kecil; (2) besaran modal usaha terbatas; (3) jumlah anggota organisasi penangkapan kecil antara 2-3 orang dengan pembagian bersifat kolektif (nonspesifik) dan umumnya berbasis kerabat, tetangga dekat, dan atau teman dekat; (4) orientasi ekonomisnya terutaa diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Kusnadi, 2003).

Salah satu komunitas bangsa Indonesia yang teridentifikasi sebagai golongan miskin saat ini adalah nelayan, dimana sedikitnya 14,58 jiwa atau sekitar 90% dari

16,2 juta jumlah nelayan di Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan (Martadiningrat dalam Antara, 2008)

Kusnadi (2002) menyatakan kemiskinan yang diderita oleh masyarakat nelayan bersumber dari faktor-faktor sebagai berikut : pertama, faktor alamiah, yakni yang berkaitan dengan fluktuasi musim-musim penangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Kedua, faktor non-alamiah, yakni berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam bagi hasil, dan tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran dan belum berfungsinya lembaga koperasi nelayan yang ada serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang telah berlangsung sejak seperempat abad terakhir.

Kehidupan mereka (nelayan) sungguh memprihatinkan karena sebagai nelayan tradisional yang tergolong ke dalam kelopmpok masyarakat miskin mereka seringkali dijadikan objek eksploitatif oleh para pemilik modal. Harga ikan sebagai sumber pendapatannya dikendalikan oleh para pemilik modal atau para pedagang/tengkulak, sehingga distribusi pendapatan menjadi tidak merata. Gejala modernisasi perikanan tidak banyak membantu bahkan membuat nelayan terpinggirkan, seperti munculnya kapal tangkap berukuran besar dan teknologi modern. mereka mampu menangkap ikan lebih banyak dibanding nelayan tradisional yang hanya menggunakan teknologi tradisional (Musawwir, 2009).

Desa Pekan Tanjung Beringin merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, didalamnya terdapat petani dan nelayan seperti pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Nelayan dan Petani di Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

No Dusun Jumlah Nelayan Jumlah Petani

1 Amaliun 345 261 2 Kelapa Sawit 113 54 3 Rimba Sekampung 10 505 4 Buantan 57 220 5 Jl. Mesjid 5 982 6 Jl. Kapten W Rahmad 20 673 7 Jl. Pahlawan Pemuda 3 107 8 Jl. Merdeka 11 57 9 Jl. Ksatria Nelayan 4 539 10 Gang Damai 8 39 11 Jl. Sena 7 76 12 Jl. Pejuang Pahlawan 10 96 13 Gang rukun 76 348 14 Gang Remaja 1,2 285 99 15 Gang Remaja 3 368 90

(Sumber :Kantor Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin)

Sumber penghasilan utama rumah tangga menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan yang diharapkan dapat mencerminkan kondisi sosial ekonomi suatu rumah tangga. Cerminan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dari status miskin atau tidak miskin suatu rumah tangga yang ditentukan dari rata- rata pengeluaran per kapita suatu rumah tangga (Badan Pusat Statistik, 2012).

Hingga saat ini petani dan nelayan masih tetap menjalankan usahanya meskipun memiliki keterbatasan baik dalam modal maupun teknologi. Dari uraian tersebut, penulis ingin menganalisis pendapatan yang diperoleh oleh petani dan nelayan serta membandingkan keduanya. Penulis ingin menganalisis ketimpangan pendapatan yang terjadi antara petani dan nelayan serta melihat kemiskinan antar keduanya di Desa Pekan Tanjung Beringin Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

Dokumen terkait