• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat replika atau cetakan yang akurat dari jaringan keras maupun jaringan lunak rongga mulut.1 Salah satu bahan yang sering digunakan di kedokteran gigi untuk membuat cetakan yang akurat dan mampu menghasilkan cetakan gigi, jaringan mulut serta anatomi mulut yang diinginkan serta memiliki dimensi yang stabil adalah bahan cetak elastomer. Elastomer adalah bahan cetak yang bersifat elastis yang apabila digunakan dan dikeluarkan dari rongga mulut, akan tetap bersifat elastis dan fleksibel. Bahan ini biasanya digunakan dalam proses pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan, gigi tiruan imidiat, gigi tiruan mahkota, serta gigi tiruan penuh yang memerlukan cetakan yang akurat dan detail.2

Bahan cetak elastomer terdiri dari polisulfid, polieter dan silikon. Silikon terdiri dari silikon kondensasi dan silikon adisi. Silikon kondensasi terbentuk dari reaksi kondensasi yang menghasilkan etanol yang dapat menguap sehingga dapat mengakibatkan perubahan dimensi pada cetakan.3 Hal tersebut tidak terjadi pada silikon adisi, oleh karena itu, bahan cetak silikon adisi lebih banyak digunakan.4 Silikon adisi yang dikenal juga dengan sebutan polivinil siloksan (PVS) merupakan bahan cetak yang sangat akurat sehingga sangat cocok digunakan untuk mencetak pembuatan gigi tiruan cekat.4,5 Kekurangannya terletak pada harga dari PVS ini cenderung mahal dan sifatnya yang cenderung hidrofobik.4 Sifat yang hidrofobik menyebabkan saat penggunaan perlu diciptakan keadaan rongga mulut yang kering dan bebas dari air dan saliva. Hal tersebut sulit dilakukan sehingga seiring perkembangan bahan ini telah dimodifikasi dengan menambahkan surfaktan untuk meningkatkan hidrophilicity.3-5

Pada saat prosedur pengambilan cetakan dilakukan, saliva akan menempel pada hasil cetakan, yang merupakan sumber kontaminasi dan memungkinkan

berbagai mikroorganisme patogen dari rongga mulut melekat pada cetakan tersebut.2,6 Oleh sebab itu, terdapat risiko penularan infeksi ke dokter gigi maupun petugas laboratorium ketika pencetakan rahang pasien, melalui saliva pasien. Beberapa penyebab infeksi penularan yaitu : Streptococcus dan Staphylococcus species,

Bacillus species, Enterobacter species, virus Hepatitis, virus Herpes simpleks, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Salah satu studi menemukan bahwa 67% dari

bahan-bahan yang dikirim dokter gigi ke laboratorium kedokteran gigi terkontaminasi oleh bakteri patogen.7,8

Kontaminasi bakteri dapat dihindari dengan melakukan desinfeksi pada bahan cetak yang digunakan.7 Berdasarkan anjuran ADA (American Dental Association) membersihkan darah dan saliva dari hasil cetakan menggunakan larutan desinfektan sebelum dilakukan pengisian gipsum di laboratorium sangatlah penting.2,8 Cetakan harus dicuci dengan air untuk menghilangkan debris, darah, dan saliva karena berpotensi untuk infeksi dan penularan mikroorganisme dari cetakan, sehingga harus dilakukan desinfeksi dengan cara yang sesuai. Desinfeksi dapat dilakukan dengan tindakan fisik dan kimia. Tindakan fisik seperti dry heat pada suhu 160o - 180o selama 2 jam dan wet steam pada suhu 121o selama 15 menit (autoclaving) dapat mengakibatkan kenaikan suhu yang dapat menyebabkan kerusakan dalam cetakan. Desinfeksi bahan cetak menggunakan bahan kimiawi sangat dianjurkan.2

Bahan kimiawi yang paling sering digunakan sebagai larutan desinfektan adalah sodium hipoklorit, glutaraldehid, fenol, alkohol dan hidrogen peroksida.2,9 Pang SK (2006) menyatakan bahwa bahan desinfektan yang digunakan untuk desinfeksi hasil cetakan antara lain adalah sodium hipoklorit (77%), glutaraldehid (8%), alkohol (8%), hidrogen peroksida (4%), dan 3,8% menggunakan produk lain.10 Sodium hipoklorit merupakan desinfektan yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan diantaranya mudah diperoleh serta mempunyai kemampuan antimikrobial spektrum luas.2

Metode yang digunakan untuk mendesinfeksi hasil cetakan ada dua yaitu teknik penyemprotan dan perendaman.2,8 Penyemprotan menggunakan sodium hipoklorit 0,5% terbukti efektif untuk mencegah infeksi silang yang disebabkan

bakteri gram positif dan negatif.2 Menurut Merchant dkk (2004) larutan sodium hipoklorit dengan konsentrasi 0,5% sudah cukup untuk mendesinfeksi bahan cetak.6 Berdasarkan penelitian dari Santosh (2011) penyemprotan dalam waktu 1 menit dengan sodium hipoklorit yang dihitung dengan colony counter pada bakteri jenis S.

aureus dan S. viridans yang terdapat pada cetakan terjadi penurunan jumlah bakteri

100%. Selain itu, sodium hipoklorit memiliki efek desinfektan bakterisidal, virusidal dan fungisidal.2

Dewasa ini telah berkembang penggunaan obat tradisional sebagai alternatif dari bahan kimia.11,12 Indonesia mempunyai beraneka ragam jenis tanaman yang digunakan sebagai obat-obat tradisional.8 Obat-obat tradisional Indonesia umumnya menggunakan bahan-bahan yang relatif mudah didapat dan penggunaannya tidak membutuhkan biaya yang tinggi.11,12 Salah satu obat tradisional yang sering digunakan adalah daun sirih.8 Daun sirih (Piper betle Linn) sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, dan sekarang ini dimanfaatkan oleh masyarakat umum sebagai antiseptik.13

Jenis sirih yang sering digunakan masyarakat adalah sirih jawa. Kandungan sirih adalah minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estargiol, eugenol, metileugenol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan tanin.13 Daun sirih terkenal akan khasiatnya sebagai desinfektan karena memiliki kandungan kavikol. Kavikol mempunyai khasiat bakterisid lima kali lebih kuat daripada fenol biasa.7,8 Siswomihardjo (1994) menyebutkan bahwa air sirih 25% yang diolah dengan cara direbus menyebabkan bakteri tidak tumbuh.8

Sebagian besar penelitian tentang tanaman daun sirih telah membuktikan efek antibakterial terhadap Streptococcus mutans. Infusa daun sirih secara tidak langsung menghambat perlekatan dari Streptococcus mutans dengan membuat lingkungan menjadi tidak kondusif bagi Streptococcus mutans untuk melekat.8 Penelitian Vani K dkk (2011) menunjukkan bahwa daun sirih memiliki efek antimikroba dalam mengurangi mikroflora di dalam mulut.14 Soemiati dan Elya (2002) menyatakan bahwa kadar hambat minimum (KHM) daun sirih yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah sebesar 25%. Selain itu, infusa sirih juga dapat

menghambat pertumbuhan E. Coli, Staphylococcus koagulase positif, Salmonela

typhosa, bahkan Pseudomonas aeruginosa yang kerap kali resisten terhadap

antibiotik.8 PenelitianPraja H A (2009) menunjukkan bahwa perendaman resin akrilik polimerisasi panas dalam rebusan daun sirih 25% selama 5 menit berpengaruh terhadap pertumbuhan Candida albicans.15

Selain berfungsi sebagai desinfektan, bahan desinfeksi juga berpengaruh terhadap perubahan dimensi pada bahan cetak yang digunakan dalam kedokteran gigi.2 Perendaman bahan cetak dalam desinfektan secara klinis berpengaruh terhadap stabilitas dimensional.16 Menurut penelitian Iara C (2011) ketika menggunakan teknik perendaman dalam melakukan desinfeksi bahan cetak elastomer terdapat perubahan dimensi yang signifikan.2 Penelitian lain menyatakan pada bahan cetak elastomer yang direndam di dalam larutan desinfektan disimpulkan tidak ada perubahan klinis yang relevan. Hasil penelitian tidak semuanya sependapat karena terdapat perbedaan waktu perendaman, bahan desinfektan serta jenis bahan cetak yang digunakan.17

Menurut survei Kugel G dkk (2000), sebanyak 46% laboratorium di USA melakukan desinfeksi dengan teknik penyemprotan, 34% laboratorium melakukan desinfeksi dengan teknik perendaman, 23% lainnya menyatakan tidak mengetahui teknik mana yang sesuai.18 Silva dan Salvador (2004) serta Saber FS, dkk (2010) menyatakan bahwa metode desinfektan dengan teknik perendaman menunjukkan aktivitas antimikrobial yang sama dengan teknik penyemprotan.6,16,19 Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang penyemprotan dan perendaman infusa daun sirih 25% pada bahan cetak menyatakan bahwa desinfeksi cetakan dengan teknik penyemprotan menghasilkan perubahan dimensi yang lebih kecil dibandingkan teknik perendaman.8 Oleh karena itu, teknik penyemprotan dianggap sebagai metode yang efektif untuk mengurangi terjadinya risiko perubahan dimensi pada cetakan dibandingkan dengan teknik perendaman.6

Pertimbangan yang harus tetap diperhatikan dalam memilih metode desinfeksi bahan cetak adalah pengaruh larutan desinfektan terhadap efek mematikan bakteri dan menggurangi jumlah pertumbuhan bakteri serta stabilitas dimensi dan detail permukaan bahan cetak. Lamanya desinfeksi pada bahan cetak juga hal yang

berpengaruh pada saat dilakukan desinfeksi. Hal ini menjadi pertimbangan para dokter gigi dalam melakukan desinfeksi agar hasil cetakan yang dihasilkan dapat memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Cara efektif untuk mendesinfeksi bahan cetakan tersebut adalah menggunakan larutan desinfeksi selama 10-15 menit.2

Stabilitas dimensi pada hasil cetakan merupakan hal penting dalam keberhasilan pembuatan gigi tiruan.19 Efek pemakaian desinfektan pada akurasi dan stabilitas dimensi hasil cetakan sedang dipelajari secara luas.20 Menurut ketentuan spesifikasi ANSI/ADA penelitian tentang bahan cetak elastomer termasuk stabilitas dimensinya dapat dilakukan dengan mengukur jarak bukolingual, oklusogingival serta interpreparasi pada model yang dicetak dari model induk.21 Model merupakan reproduksi positif dari gigi dan jaringan mulut, yang diperoleh dengan mengisi gipsum keras pada hasil cetakan.22 Hasil penelitian Oderinu OH (2007) menyimpulkan bahwa penggunaan sodium hipoklorit 1% dengan teknik penyemprotan selama 10 menit pada alginat tidak terdapat perubahan dimensi yang signifikan pada model.20 Ongko DP (2012) melakukan penelitian tentang cetakan elastomer silikon adisi yang direndam dalam larutan sodium hipoklorit 0,5% dan 2%, menyimpulkan sodium hipoklorit 0,5% dapat menggantikan larutan sodium hipoklorit 2% sebagai desinfektan untuk bahan cetak.23 Ongo TA dkk (2014) menyatakan bahwa penggunaan teknik penyemprotan dengan sodium hipoklorit 0,5% selama 5, 10, dan 15 menit pada bahan cetak elastomer terdapat perbedaan signifikan stabilitas dimensi cetakan.2

Hasil penelitian Affandi A (2009), bahan cetak elastomer pada perendaman dalam larutan desinfektan daun sirih 25% selama 10, 20, 30, 40 dan 50 menit dibandingkan dengan yang tidak dilakukan perendaman terjadi perubahan dimensi hasil cetakan, perbedaan rata-rata diameter hasil pengukuran pada yang tidak direndam sebesar 0,6010, pada yang direndam 10 menit sebesar 0,6110, 20 menit sebesar 0,6130, 30 menit sebesar 0,6110, 40 menit sebesar 0,6130 dan yang 50 menit sebesar 0,6240.24 Sari RDAN dkk (2013) yang melakukan penelitian tentang desinfeksi cetakan alginat menyatakan cetakan yang disemprot infusa daun sirih 25% selama 10 menit terdapat perubahan dimensi yang signifikan.8 Berbeda dengan

penelitian Hasanah NY dkk (2014) yang menyatakan penyemprotan larutan daun sirih 80% pada bahan cetak alginat selama 5, 10 dan 15 menit tidak menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan.19

1.2 Permasalahan

Bahan cetak elastomer merupakan bahan yang sering digunakan di kedokteran gigi untuk membuat cetakan yang akurat dan mampu menghasilkan cetakan gigi, jaringan mulut serta anatomi mulut yang diinginkan serta memiliki dimensi yang stabil.Bahan cetak elastomer yang sering digunakan adalah polivinil siloksan (silikon adisi). Cetakan yang dihasilkan akurat namun bahan cetak ini mempunyai sifat yang hidrofobik sehingga saat penggunaan perlu menciptakan keadaan rongga mulut yang kering dan bebas dari air dan saliva. Hal tersebut sulit dilakukan sehingga seiring perkembangan bahan ini telah dimodifikasi dengan menambahkan surfaktan untuk meningkatkan hidrophilicity. Bahan cetak silikon adisi yang hidrofilik cenderung mempunyai wettability yang tinggi dibandingkan yang hidrofobik, hal ini membuat bahan cetak tersebut menyerap larutan desinfeksi sehingga menjadikannya lebih mudah untuk mengalami perubahan dimensi apabila didesinfeksi.

Menurut American Dental Association (ADA) hasil cetakan seharusnya dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir untuk menghilangkan saliva dan darah yang melekat pada hasil cetakan, kemudian didesinfeksi untuk menghindari terjadinya infeksi silang sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan kimiawi yang paling sering digunakan sebagai desinfektan adalah sodium hipoklorit. Bahan tradisional dari tanaman Indonesia juga sudah banyak digunakan sebagai desinfektan salah satunya adalah daun sirih. Salah satu metode yang digunakan untuk mendesinfeksi hasil cetakan yaitu teknik penyemprotan.

Permasalahan yang dapat timbul setelah tindakan desinfeksi adalah perubahan dimensi dari hasil cetakan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa tujuan desinfeksi hasil cetakan secara efektif adalah untuk membunuh mikroorganisme patogen tanpa merusak dan mengurangi keakuratan dimensinya. Belum ada penelitian yang membandingkan efek penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium

hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis. Hal ini sebagai upaya untuk mengetahui ada tidaknya perubahan dimensi hasil cetakan elastomer yang nantinya akan menentukan ketepatan pada pembuatan model selanjutnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan melakukan penelitian tentang pengaruh penyemprotan rebusan daun sirih 25% dan larutan sodium hipoklorit 0,5% pada cetakan elastomer terhadap perubahan dimensi model fisiologis.

Dokumen terkait