KEUANGAN PEMERINTAH
B. Belanja Daerah
Realisasi belanja daerah DKI Jakarta mulai membaik pada triwulan III 2015. Kendala realisasi belanja APBD yang terjadi sejak awal tahun mulai
teratasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Realisasi belanja APBD DKI Jakarta pada triwulan III 2015 mencapai Rp9,36 triliun atau 14,7% dari anggaran (Tabel III.2). Realisasi tersebut membaik dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya (12,3%) dan periode yang sama tahun sebelumnya (12,2%)(Grafik III.5). Namun, realisasi belanja secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2015 baru mencapai 27,9% dari pagu anggaran. Pencapaian tersebut masih berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir yang mencapai 41,1% (Grafik III.6). Sementara itu, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan belanja sebesar 18,6%. 9.5 22.3 40.1 85.3 8.7 26.8 43.3 90.0 10.6 29.5 49.1 85.1 5.4 23.0 40.1 84.6 3.1 15.4 27.6 60.7 0.8 13.1 27.9 0 20 40 60 80 100 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% Rp miliar Total Realisasi Belanja Daerah
Persentase Realisasi Total Belanja (rhs)
Sumber : Pemprov. DKI Jakarta, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Rata-rata Tw III: 41,0%
Grafik III.5 Realisasi Belanja Triwulanan
DKI Jakarta
Grafik III.6 Realisasi Belanja Kumulatif DKI
Belanja operasional meningkat, di tengah minimnya belanja modal.
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan III 2015, masih terkonsentrasi pada belanja operasional yaitu belanja pegawai dan belanja barang. Realisasi belanja pegawai mengalami peningkatan terkait pencairan gaji ke-13 PNS. Sementara itu, belanja barang yang meningkat didorong oleh berbagai upaya percepatan realisasi belanja APBD yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Proses pengadaan barang dan jasa mengalami percepatan. Hingga bulan September 2015, sebanyak 1.663 paket proyek senilai Rp 3,53 triliun telah selesai lelang. Namun, realisasi belanja modal masih minim, yaitu baru mencapai 7,2% pada triwulan laporan. Minimnya belanja modal di antaranya terkait masih terbatasnya realisasi pembangunan proyek-proyek konstruksi pada triwulan III 2015.
Tabel III.2 Pendapatan dan Belanja APBD DKI Jakarta Triwulan III 2015 (Rp Miliar)
Penyerapan % Penyerapan % Penyerapan %
- Pegawai 21,097.4 136.7 0.9 3,856.6 18.3 8,452.2 40.1 - Barang Jasa 16,659.1 114.8 0.7 2,718.9 16.3 5,443.9 32.7 - Modal 20,444.0 0.0 0.0 269.1 1.3 1,475.1 7.2 - Hibah Bantuan 5,335.9 253.8 6.5 1,519.6 28.5 2,713.0 50.8 - Tak Terduga 67.5 0.0 0.0 0.5 0.7 0.5 0.7 - Bunga 46.1 1.8 3.9 1.8 3.9 5.5 11.9 Total Belanja 63,650.1 507.1 0.8 8,366.6 13.1 17,729.2 27.9 Triwulan III-2015
Kategori Belanja Alokasi
2015
Triwulan I-2015 Triwulan II-2015
Sumber : Pemprov. DKI Jakarta, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus melakukan upaya untuk mengakselerasi penyerapan anggaran APBD. Pada triwulan III 2015,
Pemprov DKI Jakarta meneruskan program percepatan penyerapan APBD yang telah dikeluarkan pada triwulan sebelumnya. Selain itu, upaya akselerasi penyerapan APBD juga dilakukan melalui percepatan proses lelang, pembelian lahan, dan penerapan sanksi bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang realisasi belanjanya rendah. Berbagai program prioritas juga terus ditempuh melalui percepatan program prioritas, di antaranya penambahan armada Transjakarta, pembangunan Light Rail Transit (LRT), pembangunan rumah susun, dan pembebasan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 28
C. Pembiayaan
Sejak triwulan II 2015 belum terdapat transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran pembiayaan. Dalam APBD 2015, sumber
pembiayaan terbesar berasal dari Sisa Lebih Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) yaitu sebesar 96,6%, sementara sisanya berasal dari penerimaan pinjaman daerah. Realisasi penerimaan pembiayaan hanya terjadi pada triwulan I 2015 yaitu sebesar Rp8,79 triliun yang berasal dari SILPA (Tabel III.4). Sementara, pengeluaran pembiayaan yang telah terealisasi juga hanya terjadi pada triwulan I 2015 sebesar Rp4,1 miliar untuk pembayaran pokok utang. Secara keseluruhan, APBD DKI Jakarta masih mencatatkan surplus. Pada triwulan III 2015 terdapat surplus sebesar Rp4,2 triliun atau 6,7% dari total anggaran. Surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp3,9 triliun (Grafik III.7).
Tabel III.3 Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi DKI Jakarta
Realisasi (miliar Rp) Penyerapan (%) Total Realisasi (miliar Rp) Total Penyerapan (%) Realisasi (miliar Rp) Total Penyerapan (%) Total Realisasi (miliar Rp) Total Penyerapan (%) PENDAPATAN 64,715.7 13,174.8 20.4 31,415.0 48.3 63,201.7 13,585.1 21.5 36,111.7 57.1 PAD 39,559.4 10,579.8 26.7 23,096.0 58.1 40,355.9 11,400.9 28.3 24,182.1 59.9 Pajak Daerah 32,500.0 9,354.4 28.8 20,094.6 61.8 36,079.1 10,242.3 28.4 21,252.4 58.9 Retribusi Daerah 1,760.1 104.6 5.9 288.4 16.4 600.0 138.5 23.1 315.4 52.6 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1,000.0 165.0 16.5 338.5 33.8 600.0 196.3 32.7 237.7 39.6 Lain-Lain PAD 4,299.3 955.7 22.2 2,374.5 55.2 3,076.8 823.8 26.8 2,376.7 77.2
PENDAPATAN TRANSFER 17,770.0 2,414.2 13.6 7,393.2 41.6 15,519.5 2,180.6 14.1 7,943.8 51.2
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 17,770.0 2,414.2 13.6 7,393.2 41.6 12,760.5 1,932.8 15.1 5,886.4 46.1 Dana Bagi Hasil Pajak 17,434.0 2,299.6 13.2 7,109.1 40.8 12,660.0 1,917.8 15.1 5,750.8 45.4 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 250.0 93.6 37.4 220.1 88.0 100.5 14.9 14.9 135.5 134.9 Dana Alokasi Umum 86.0 21.5 25.0 64.5 75.0 - - - - -Dana Alokasi Khusus - - - - - - - - - -Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya - - - - - 2,759.0 247.9 9.0 2,057.5 74.6
Dana Otonomi Khusus - - - - - - 247.9 - 1,026.1
-Dana Penyesuaian - - - - - 2,759.0 - 1,031.4 37.4
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 7,386.3 180.9 2.4 925.9 12.3 7,326.4 3.5 0.0 3,985.7 54.4
Pendapatan Hibah 7,386.3 - - - - 4,566.9 3.5 0.1 3,740.5 81.9 Pendapatan Dana Darurat - - - - - - - - - -Pendapatan Lainnya - 180.9 - 925.9 - 2,759.5 - - 253.2 9.2 BELANJA 64,882.7 7,893.3 12.2 17,903.1 28.1 62,710.1 9,363.2 14.9 17,729.4 28.3 BELANJA OPERASI 35,767.7 7,353.7 20.6 16,900.5 44.4 42,198.6 8,157.3 19.3 16,254.2 38.5 Belanja Pegawai 14,784.8 3,780.9 25.6 8,525.5 53.4 21,097.4 4,596.0 21.8 8,452.7 40.1 Belanja Barang 17,104.0 2,561.5 15.0 6,790.9 37.5 16,659.1 2,725.0 16.4 5,443.8 32.7 Belanja Bunga 4.4 0.5 11.8 1.2 27.7 46.1 3.7 8.0 5.5 11.9 Belanja Hibah 2,617.2 339.4 13.0 911.5 33.6 1,681.9 586.7 34.9 1,149.7 68.4 Belanja Bantuan Sosial 1,221.0 671.4 55.0 671.4 55.0 2,312.9 6.8 0.3 963.4 41.7 Belanja Bantuan Keuangan 36.4 - - - - 401.2 239.1 59.6 239.1 59.6
BELANJA MODAL 29,036.4 538.5 1.9 1,000.9 3.9 20,444.0 1,205.9 5.9 1,474.8 7.2
Belanja Tanah - - - - 5,435.0 435.4 8.0 471.6 8.7
Belanja Peralatan dan Mesin - - - - 3,134.0 113.5 3.6 150.7 4.8
Belanja Gedung dan Bangunan - - - - 5,334.0 200.7 3.8 305.2 5.7
Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan - - - - 6,435.0 454.8 7.1 544.5 8.5 Belanja Aset Tetap Lainnya - - - - 107.0 1.5 1.4 2.7 2.5
BELANJA TIDAK TERDUGA 78.6 1.1 1.4 1.7 2.5 67.5 - - 0.5 0.7
Belanja Tidak Terduga 78.6 1.1 1.4 1.7 2.5 67.5 - - 0.5 0.7
SURPLUS/DEFISIT (167.0) (3,207.4) 4,221.9 13,627.5
PEMBIAYAAN NETO 167.0 - - - - 3,207.4 8,782.4 273.8
Penerimaan Pembiayaan Daerah 7,284.4 - - - - 8,843.7 8,786.5 99.4
Pengeluaran Pembiayaan Daerah 7,117.4 - - - - 5,636.3 4.1 0.1
Tw III Total (Tw I s.d Tw III) Anggaran (miliar Rp) Anggaran (miliar Rp) Total (Tw I s.d Tw III) APBD 2014 Tw III APBD 2015 U R A I A N
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 30
INFLASI
Sejalan dengan menurunnya tekanan inflasi nasional, inflasi Jakarta menurun dari 7,59% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,24% (yoy) pada triwulan III 2015. Perkembangan ini juga sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia pada triwulan sebelumnya yang memandang bahwa potensi penurunan inflasi masih akan terjadi dalam beberapa triwulan ke depan, terkait dengan masih lemahnya daya beli masyarakat. Penurunan inflasi juga dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas global, terutama harga minyak dunia yang berdampak pada penyesuaian harga BBM dan transportasi di dalam negeri. Namun, perkembangan inflasi di Jakarta pada triwulan ini diwarnai oleh meningkatnya pergerakan harga pada komoditas daging dan biaya pendidikan secara signifikan sehingga menahan penurunan inflasi yang lebih dalam. Hal ini berimplikasi pada kembali meningkatnya perbedaan antara inflasi Jakarta dengan nasional yang pada triwulan ini hanya mencapai 6,38%.
Tekanan inflasi Jakarta pada triwulan III 2015 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan III 2015
tercatat sebesar 7,24% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2015 yang tercatat 7,59% (yoy). Perkembangan ini sejalan dengan masih lemahnya daya beli masyarakat sehingga dorongan inflasi dari tekanan permintaan sangat minimal. Penurunan juga disumbang oleh tajamnya penurunan inflasi kelompok administered prices akibat penyesuaian harga beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM), menyusul turunnya harga minyak dunia. Kondisi ini selanjutnya berdampak pada penyesuaian tarif terutama pada moda transportasi udara.
Akan tetapi, penurunan inflasi yang terjadi di Jakarta tidak sedalam penurunan inflasi yang terjadi di wilayah lainnya di Indonesia. Hal ini
tercermin pada perkembangan inflasi nasional yang pada periode ini turun mencapai 6,38% (yoy), cukup dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,26% (yoy) (Grafik IV.1). Tidak dalamnya penurunan inflasi di Jakarta pada triwulan ini disebabkan oleh kenaikan pada inflasi inti dan inflasi
volatile food. Peningkatan inflasi inti terdorong oleh meningkatnya biaya
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 32
pendidikan, terutama pada biaya sekolah mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Biaya sekolah di Jakarta pada tahun ini meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan biaya sekolah di wilayah lainnya di Indonesia. Perkembangan yang sama terjadi pula pada harga daging, baik daging sapi maupun ayam ras di Jakarta. Penghentian impor daging sapi di tengah suplai domestik yang tidak mencukupi mengakibatkan harga daging sapi meningkat secara signifikan, terutama di Jakarta. Hal ini mengingat 70% daging sapi secara nasional dikomsumsi oleh Jakarta. Sebagai komoditas yang tergolong dalam kelompok volatile food, kenaikan harga daging tersebut menjadi pendorong utama meningkatnya inflasi volatile food pada triwulan ini.
Sumber: BPS
Grafik IV.1 Inflasi Jakarta dan
Nasional
Sumber: BPS
Grafik IV.2 Inflasi Jakarta dan Nasional
QtoQ
Kelompok inflasi inti masih menunjukkan tren peningkatan hingga triwulan III 2015, di tengah lemahnya tekanan permintaan. Tren pelemahan
rupiah sejak awal tahun yang belum tertransmisikan sepenuhnya merupakan faktor utama terus mendorong meningkatnya kelompok inflasi inti, terutama pada barang-barang dengan konten impor yang tinggi. Selain itu, masuknya tahun ajaran baru selama triwulan laporan juga menjadi faktor pendorong tambahan meningkatnya tekanan inflasi kelompok inti. Akan tetapi, lemahnya tekanan permintaan menjadi faktor penahan tren peningkatan inflasi inti yang lebih tinggi.
Sumber: BPS
Grafik IV.3 Disagregasi Inflasi Jakarta
Sumber: BPS
Grafik IV.4 Inflasi Berdasarkan Kelompok
Barang
Pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah sejak awal 2015 terus mendorong peningkatan kelompok inflasi inti. Pelemahan rupiah yang
terjadi sejak awal tahun tetransmisikan secara lambat ke harga-harga konsumen berkenaan dengan lemahnya daya beli masyarakat. Kondisi ini menyempitkan ruang bagi pedagang atau produsen untuk melakukan penyesuaian harga secara cepat. Akibatnya inflasi inti mengalami tekanan yang secara perlahan meningkat. Tekanan biaya produksi yang terus meningkat ini mendorong produsen menaikkan harga jual untuk mempertahankan marginnya. (Grafik IV.5).
Sumber: BPS
Grafik IV.5 Pergerakan Inflasi Inti dan Nilai Tukar
Subkomoditas pendidikan juga menjadi pendorong tekanan inflasi inti pada triwulan III 2015. Salah satu faktor penyebab peningkatan ini adalah
masuknya tahun ajaran baru sekolah dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi selama triwulan laporan. Komoditas pendidikan seperti taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi/akademi memberikan andil yang cukup signifikan terhadap inflasi inti. Hal ini juga didorong oleh tekanan biaya penyelenggaraan pendidikan yang sudah terjadi sejak awal tahun.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 34
Selain subkomoditas pendidikan, kelompok lain yang juga turut mendorong meningkatnya inflasi inti pada triwulan III 2015 yaitu makanan jadi. Dalam rangka persiapan Lebaran tahun 2015 permintaan masyarakat
terhadap makanan jadi juga meningkat. Makanan jadi yang mengalami kenaikan harga, terkait dengan persiapan hari raya Lebaran 2015, yaitu ayam bakar, nasi dengan lauk, soto, dan sop. Kenaikan harga pada komoditas-komoditas tersebut tidak terlepas dari meningkatnya harga bahan baku yang dibutuhkan oleh komoditas tersebut, yaitu daging ayam ras dan daging sapi. Selain makanan yang berbahan dasar daging, komoditas kue kering juga cenderung meningkat, seiring tingginya permitaan dalam rangka persiapan menyambut hari raya Lebaran.
Tabel IV.1 Kontribusi Komoditas pada Inflasi Inti
Sumber: BPS
Walau demikian, lemahnya permintaan seiring dengan perlambatan ekonomi menjadi penahan laju inflasi inti. Tingkat permintaan masyarakat
akan suatu komoditas berpengaruh terhadap pergerakan harga. Tingkat permintaan yang rendah juga tercermin dari konsumsi rumah tangga sebagai salah satu komponen PDRB yang tumbuh stabil dibandingkan triwulan sebelumnya, akan tetapi melambat jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu.
Sumber: BPS
Grafik IV.6 Pergerakan Inflasi Inti dan Konsumsi RT
Komoditas Kontribusi (%. mtm) Komoditas Kontribusi (%. mtm) Komoditas Kontribusi (%. mtm)
Pemeliharaan/service 0.022 Sekolah Menengah Atas 0.074 Akademi/perguruan tinggi 0.091
Ayam bakar 0.021 Nasi dengan lauk 0.072 Emas perhiasan 0.066
Tutup kepala/topi 0.018 Sekolah Menengah Pertama 0.072 Mie 0.021
Bubur 0.016 Sekolah Dasar 0.055 Sewa rumah 0.018
Parfum 0.012 Mie 0.047 Upah pembantu RT 0.016
Sop 0.008 Soto 0.023 Sepatu 0.014
Susu bubuk 0.007 Kontrak rumah 0.020 Tas tangan wanita 0.012
Taman kanak-kanak 0.007 Sop 0.015 Stoples 0.010
Sandal kulit 0.007 Telepon seluler 0.014 Kontrak rumah 0.009
Core Inflation
Tren penurunan harga emas global turut menahan laju inflasi kelompok inti. Pergerakan harga emas internasional sangat besar pengaruhnya pada
kondisi harga emas perhiasan di Jakarta. Sehingga tren penurunan harga emas global, direspons dengan penurunan harga emas perhiasan di Jakarta. Sepanjang triwulan III 2015 komoditas emas perhiasan di Jakarta mengalami deflasi dalam dua bulan pertama yaitu pada bulan Juli dan Agustus 2015, masing-masing 0,69% (mtm) dan 1,57 (mtm). Namun pada akhir triwulan III 2015 komoditas emas perhiasan mengalami inflasi sebesar 3,56% (mtm), yang menahan laju penurunan inflasi inti lebih lanjut. Pergerakan harga emas global, dan nilai tukar rupiah akan memengaruhi dinamika inflasi harga emas perhiasan di Jakarta.
Grafik IV.3 Pergerakan Harga Emas Internasional
Sementara itu, permasalahan kuota impor daging sapi memicu peningkatan Inflasi Volatile Food pada triwulan III 2015. Pembatasan kuota
impor daging sapi oleh pemerintah menjadi hanya 50.000 ekor menjadi penyebab naiknya harga daging sapi karena feedloter cenderung menahan pasokan sapi menjelang hari raya Idul Adha yang juga jatuh pada triwulan laporan. Kelangkaan daging sapi di pasaran dipicu oleh aksi mogok berjualan oleh para pedagang daging sapi karena harga sapi yang terlalu tinggi dari tingkat feedloter. Selain daging sapi, kelangkaan daging ayam ras pasca-Lebaran karena belum normalnya proses produksi, menyebabkan kenaikan harga yang cukup tinggi pada awal hingga pertengahan triwulan III 2015.
Tingginya harga daging sapi mendorong pemerintah DKI Jakarta menyelenggarakan operasi pasar khusus komoditas daging sapi. Akan
tetapi pada realisasinya, penyerapan daging sapi operasi pasar sangatlah minim. Faktor utama minimnya penyerapan operasi pasar dan rendahnya dampak terhadap pergerakan harga adalah karena pola konsumsi masyarakat yang lebih suka mengonsumsi daging hangat (fresh cut) daripada daging beku yang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 36
digunakan dalam operasi pasar, meski dari sisi kesehatan daging beku memiliki tingkat higienis yang lebih tinggi daripada daging fresh cut. Hal ini disebabkan oleh masih minimnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan daging sapi dan proses penyimpanan daging sapi yang benar.
Selain daging dan hasil-hasilnya, komoditas lainnya yang perlu mendapatkan perhatian adalah beras. Tren meningkatnya inflasi beras perlu
terus diawasi dengan baik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya harga gabah dari petani sebagai akibat dari kekeringan pada beberapa sentra produksi serta ekspektasi pelaku pasar mengenai dampak anomali cuaca El-Nino. Walau demikian, menjelang akhir triwulan III 2015, beberapa harga komoditas bahan pangan mulai terkoreksi, antara lain bumbu-bumbuan, seperti bawang merah dan cabai merah, serta daging ayam ras, seiring dengan pasokan yang kembali normal.
Tabel IV.3 Komoditas dengan Kontribusi Volatile Foods
Sumber: BPS
Grafik IV.5 Pasokan dan Harga Cabai
Merah di Pasar Induk Kramat Jati
Grafik IV.6 Perkembangan Harga Daging
Ayam, Telur Ayam, dan Daging Sapi
Komoditas Kontribusi (%. mtm) Komoditas Kontribusi (%. mtm) Komoditas Kontribusi (%. mtm)
Daging ayam ras 0.075 Daging ayam ras 0.076 Beras 0.065
Cabai merah 0.066 Beras 0.044 Telur ayam ras 0.017
Daging sapi 0.027 Cabai merah 0.037 Tempe 0.014
Cabai rawit 0.021 Cabai rawit 0.018 Udang basah 0.012
Kelapa 0.020 Daging sapi 0.016 Wortel 0.010
Kembung/gembung 0.015 Telur ayam ras 0.014 Kembung/gembung 0.008
Petai 0.013 Sawi Hijau 0.008 Bandeng/bolu 0.006
Kacang panjang 0.013 Buncis 0.007 Sawi putih 0.006
Anggur 0.012 Jeruk 0.007 Bawang putih 0.005
Volatile Foods
Grafik IV.7 Pasokan dan Harga Beras Di
Pasar Induk Beras Cipinang
Grafik IV.8 Pasokan dan Harga Bawang
Merah di Pasar Induk Kramat Jati
Berbeda dengan dua kelompok sebelumnya, inflasi kelompok administered prices pada triwulan III 2015 menurun tajam akibat penyesuaian harga BBM. Pada triwulan laporan, harga bensin (pertamax) dan avtur mengalami
penyesuaian, menyusul berlanjutnya penurunan harga minyak dunia. Penyesuaian tersebut, terutama terjadi pada Agustus dan September 2015, dan menjadi penyumbang perlambatan inflasi kelompok administered prices pada triwulan laporan. Penyesuaian harga ini selanjutnya juga berpengaruh terhadap penyesuaian harga pada subkomoditas transpor.
Grafik IV.4 Pergerakan Harga Minyak Dunia
Menghadapi Hari Raya Lebaran dan penyesuaian harga BBM, komoditas transportasi mengalami gejolak harga. Pada bulan Juli 2015, komoditas yang
mengalami peningkatan yang tinggi adalah tarif angkutan udara dan angkutan antarkota, seiring dengan meningkatnya aktivitas perjalanan masyarakat dalam rangka mudik Lebaran. Selain Lebaran, meningkatnya aktivitas perjalanan juga didorong oleh masa libur sekolah akhir tahun ajaran. Peningkatan harga pada kedua komoditas tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode lebaran tahun sebelumnya. Pada hari Raya Lebaran tahun 2015, komoditas angkutan udara dan angkutan antarkota mengalami peningkatan sebesar 31,7% (mtm) dan 12,69% (mtm), jauh lebih tinggi dari periode Lebaran pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar 11,40% (mtm) dan 6,16% (mtm).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 38
Namun koreksi harga pasca-Lebaran dan adanya penyesuaian harga BBM, tarif transportasi kemudian menurun tajam. Berbagai komoditas
transportasi, terutama angkutan udara dan angkutan antarkota mengalami penurunan harga yang cukup dalam pada bulan-bulan setelah periode Lebaran (Agustus dan September 2015), seiring dengan berakhirnya aktivitas mudik. Penurunan lebih tajam terjadi pada tarif angkutan udara yang mengalami pengurangan biaya operasional menyusul diturunkannya harga avtur.
Tabel IV.2 Komoditas dengan Kontribusi Administered Prices
Sumber: BPS Komoditas Kontribusi (%. mtm) Komoditas Kontribusi (%. mtm) Komoditas Kontribusi (%. mtm)
Angkutan Udara 0.353 Tarip jalan tol 0.016 Mobil 0.028
Angkutan antar kota 0.129 Tarip listrik 0.016 Bahan bakar rumah tangga 0.017
Tarip kendaraan travel 0.008 Rokok kretek filter 0.006
Administered prices