KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN
REGIONAL
Provinsi DKI Jakarta
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi DKI Jakarta
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai-nilai tukar yang stabil.
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta
mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia
Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu Trust and Integrity, Profesionalism, Excellence, Public
Interest, Coordination and Teamwork.
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Menjadi kantor perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta
Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kata Pengantar
Pada triwulan III 2015 perekonomian DKI Jakarta tumbuh 5,96% (yoy), membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,15% (yoy). Membaiknya pertumbuhan terutama bersumber dari lapangan usaha informasi dan komunikasi serta dari lapangan usaha jasa-jasa terutama pada jasa keuangan, jasa pendidikan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa transportasi. Sementara, sektor utama ekonomi DKI Jakarta, yaitu lapangan usaha perdagangan seiring masih terbatasnya konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh pola masyarakat yang cenderung menahan dan menunda belanja mereka.
Di sisi eksternal, kinerja ekspor barang dan jasa membaik yang ditopang oleh pertumbuhan ekspor jasa. Sementara itu, kinerja impor masih mengalami kontraksi akibat pelemahan permintaan regional DKI Jakarta dan pelemahan nilai tukar rupiah. Di sisi perdagangan antarwilayah, pelemahan ekonomi nasional berdampak pada terkontraksinya kinerja perdagangan antarwilayah neto DKI Jakarta.
Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2015 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan tahun 2014 dan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yaitu di kisaran 5,2% - 5,7% (yoy). Lebih rendahnya angka pertumbuhan tersebut seiring dengan masih lemahnya pemulihan perekonomian global dan nasional sehingga berpengaruh pada masih terbatasnya kinerja ekspor ke luar negeri dan kinerja perdagangan antar daerah. Namun demikian, terdapat faktor positif yaitu dorongan konsumsi terkait Pilkada serentak, serta meningkatnya belanja Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat terutama untuk proyek-proyek infrastruktur strategis.
Sejalan dengan pelemahan ekonomi, Inflasi Jakarta pada tahun 2015 diprediksi berada di kisaran 3,0% - 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014. Kisaran angka perkiraan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya (4,3% 4,7%) yang disebabkan oleh daya beli masyarakat yang belum membaik sehingga mempengaruhi permintaan barang dan jasa serta kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga berbagai komoditas administered prices. Paparan lebih lengkap dan komprehensif mengenai perkembangan terkini dan prospek perekonomian Provinsi DKI Jakarta telah kami susun dalam publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi DKI Jakarta. Publikasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perumusan kebijakan moneter Bank Indonesia dan menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi Jakarta. Akhir kata, semoga kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya
dan melindungi kita dalam berkarya.
Jakarta, November 2015
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA
Doni P. Joewono Kepala Perwakilan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta ix
Daftar Isi
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI RINGKASAN UMUM TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
halaman halaman halaman halaman v vii ix xi
BAB I. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL halaman 1
BAB II. EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 7
A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta halaman 8
B. Dinamika Lapangan Usaha Utama Jakarta halaman
14
BAB III. KEUANGAN PEMERINTAH halaman 23
A. Pendapatan Daerah halaman 23
B. Belanja Daerah halaman 26
C. Pembiayaan halaman 28
BAB IV. INFLASI halaman 31
BAB V. PERBANKAN, SISTEM PEMBAYARAN, DAN PENGELOLAAN UANG halaman 39 A. Intermediasi Perbankan B. Risiko Kredit halaman halaman 39 46 C. Kinerja Keuangan D. Sistem Pembayaran E. Pengelolaan Uang halaman halaman halaman 47 48 50
BAB VI. PROSPEK PEREKONOMIAN JAKARTA
A. Pertumbuhan Ekonomi B. Inflasi halaman halaman halaman 53 53 60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Ringkasan Umum
Pada triwulan III 2015 perekonomian DKI Jakarta tumbuh 5,96% (yoy), membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,15% (yoy). Pendorong utama pertumbuhan yaitu meningkatnya belanja pemerintah, membaiknya ekspor jasa, berupa peningkatan kunjungan wisman, serta meningkatnya perdagangan antardaerah. Sebaliknya, kinerja ekspor barang mengalami pelemahan sejalan dengan masih lemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Sementara itu, kinerja impor masih melanjutkan tren pelemahan akibat pelemahan permintaan regional DKI Jakarta dan penguatan mata uang Dolar AS. Di sisi eksternal, kinerja ekspor barang dan jasa membaik yang ditopang oleh pertumbuhan ekspor jasa. Sementara itu, kinerja impor masih mengalami kontraksi akibat pelemahan permintaan regional DKI Jakarta dan pelemahan nilai tukar rupiah. Di sisi perdagangan antarwilayah, pelemahan ekonomi nasional berdampak pada terkontraksinya kinerja perdagangan antar wilayah DKI Jakarta.
Kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta, mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan III 2015. Secara kumulatif, prosentase penyerapan belanja di triwulan ini masih tetap jauh di bawah rata-ratanya dalam lima tahun terakhir namun sudah mampu menyamai pencapaian di periode yang sama 2014. Demikian pula pada sisi penerimaan, kinerja penerimaan pajak daerah yang menurun akibat pelemahan ekonomi sudah mulai menunjukan pertumbuhan yang meningkat di triwulan ini. Tekanan inflasi Jakarta pada triwulan III 2015 melemahdibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Realisasi inflasi Jakarta pada triwulan laporan tercatat sebesar 7,24% (yoy). Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,59% (yoy). Penurunan inflasi dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas global, terutama harga minyak dunia yang berdampak pada penyesuaian harga BBM dan transportasi di dalam negeri. Sementara itu, tekanan inflasi volatile food juga cenderung meningkat sehubungan dengan berkurangnya pasokan beberapa komoditas strategis akibat faktor cuaca El-Nino yang berlangsung selama periode laporan.
Kinerja perbankan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang di Provinsi DKI Jakarta mengalami sedikit penurunan di sisi fungsi intermediasi dan risiko kredit. Penurunan fungsi intermediasi sebagaimana tercermin pada turunya Loan to Deposit Ratio (LDR) terjadi karena masih adanya pesimisme terhadap perekonomian yang mengakibatkan masyarakat menunda konsumsi, dan memilih untuk menyimpan dana. Penurunan kinerja perbankan juga tercermin dari risiko kredit dengan NPL yang meningkat akibat masih lambatnya pertumbuhan ekonomi dan terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Namun depresiasi rupiah berdampak positif terhadap kinerja keuangan perbankan yang mampu memperoleh peningkatan laba khususnya dari keuntungan transaksi spot dan derivatif. Sementara itu, meski mengalami perlambatan, kinerja sistem pembayaran dan pengelolaan uang di Provinsi DKI Jakarta dapat turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui kemampuannya melayani permintaan transaksi nontunai dan penyediaan kualitas uang yang lebih baik untuk transaksi tunai.
Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2015 diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun 2014 dan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yaitu di kisaran 5,2% - 5,7% (yoy). Lebih rendahnya angka pertumbuhan tersebut seiring dengan masih lemahnya pemulihan perekonomian global dan nasional sehingga berpengaruh pada masih terbatasnya kinerja ekspor ke luar negeri dan kinerja
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan II 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta x
perdagangan antar daerah. Namun demikian, terdapat faktor positif yaitu dorongan konsumsi terkait Pilkada serentak, serta meningkatnya belanja Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat terutama untuk proyek-proyek infrastruktur strategis.
Sejalan dengan pelemahan ekonomi, Inflasi Jakarta pada tahun 2015 diprediksi berada di kisaran 3,0% - 3,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2014. Kisaran angka perkiraan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya (4,3% 4,7%) akibat daya beli masyarakat yang belum membaik sehingga mempengaruhi permintaan barang dan jasa serta kebijakan pemerintah dalam menurunkan harga berbagai komoditas administered prices. Namun demikian, kisaran angka prakiraan tersebut masih mendukung target pencapaian sasaran inflasi nasional sebesar 4% ± 1% (yoy). Meskipun lebih rendah dari tahun sebelumnya, terdapat sejumlah risiko yang masih akan membayangi pergerakan inflasi. Beberapa risiko inflasi yang dihadapi pada tahun 2015, terutama berasal lebih kuatnya dampak anomali cuaca El-Nino serta meningkatnya risiko pasar keuangan global yg berpotensi memperlemah nilai tukar rupiah.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Tabel Indikator Terpilih
Total Total Total I II III Ekonomi Makro RegionalProduk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* 6.53 6.11 5.95 5.08 5.15 5.96
Berdasarkan Lapangan Usaha:
1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.3 1.9 0.7 0.9 1.4 1.5
2 Pertambangan dan Penggalian -0.7 -0.2 -0.9 -1.1 -1.1 -0.1
3 Industri Pengolahan 2.4 5.5 5.5 2.9 3.3 3.8
4 Pengadaan Listrik dan Gas 5.3 1.0 1.8 4.6 2.4 1.8
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 4.1 3.7 3.8 1.1 0.9 1.4
6 Konstruksi 5.4 6.1 4.7 3.6 4.4 3.0
7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 6.8 5.3 5.0 3.8 3.3 3.2
8 Transportasi dan Pergudangan 6.9 7.1 13.7 7.5 9.3 7.6
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.3 6.5 5.8 4.0 5.7 6.2
10 Informasi dan Komunikasi 13.8 12.1 11.1 9.5 10.0 8.5
11 Jasa keuangan dan Asuransi 9.4 7.8 4.5 7.5 2.9 13.6
12 Real Estate 6.7 5.1 5.0 5.4 5.0 4.7
13 Jasa Perusahaan 7.0 8.2 9.0 7.3 7.7 8.1
14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib 1.4 -2.9 1.2 1.1 1.2 0.9
15 Jasa Pendidikan 6.0 3.5 3.7 3.5 8.7 8.7
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.4 5.8 6.9 7.5 8.7 8.6
17 Jasa Lainnya 8.7 7.6 8.5 7.9 8.1 8.3
Berdasarkan Permintaan:
1 Konsumsi 6.3 6.0 5.1 4.2 3.1 4.5
a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga 6.2 5.4 5.4 5.1 5.0 5.0
b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 9.4 5.8 16.9 -12.9 -12.7 3.7
c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.0 8.7 2.0 2.1 -3.1 2.1
3 PMTB 9.6 5.8 3.0 3.7 2.5 2.8
4 Perubahan Inventori 7.2 7.9 -16.3 4.8 -47.7 -15.0
5 Ekspor Barang dan Jasa 11.3 3.4 -0.5 -1.5 -2.9 0.4
6 Impor Barang dan Jasa 9.1 0.5 -1.2 6.2 -9.7 -5.8
7 Net Ekspor Antar Daerah 4.8 -5.8 0.6 -11.2 -14.8 -10.2
Ekspor
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 11,578 12,660 11,529 2,927 3,064 2,887
- Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 3,053 3,380 2,950 724 797 773
Impor
- Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 63,877 70,197 56,039 12,470 12,101 10,645
- Volume Impor Non Migas (ribu ton) 30,382 38,043 22,514 7,032 6,659 5,568
Indeks Harga Konsumen 133.58 144.27 118.77 119.43 120.58
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) 4.52 8.00 8.95 7.10 7.59
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 1,603 1,832 2,067 2,115 2,143 2,263
Kredit (Rp Triliun) 902 1,102 1,206 1,142 1,198 1,235
- Modal Kerja 516 651 691 644 689 707
- Investasi 225 286 337 330 337 357
- Konsumsi 161 165 178 168 172 171
Kredit UMKM (Rp Triliun) 91 93 110 115 115 112
Loan to Deposit Ratio (%) 56.30 60.15 58.33 53.96 55.91 54.58
NPL Gross (%) 1.61 1.21 1.60 1.81 1.78 2.00
Sistem Pembayaran Transaksi RTGS
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 86.3 95.8 108.6 105.5 104.0 92.9
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 23.5 25.7 25.1 15.3 15.9 15.4
Transaksi Kliring (Rp Triliun)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 2.4 2.6 2.6 2.4 2.3 2.2
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 60.1 57.5 54.3 50.4 48.8 44.0
Perbankan
PEREKONOMIAN
GLOBAL & NASIONAL
Dinamika perkembangan ekonomi global dan nasional turut mewarnai pergerakan perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III 2015. Berbagai indikator menunjukkan belum solidnya perbaikan perekonomian dunia, sebagaimana tercermin dari menurunnya permintaan terhadap barang-barang ekspor dunia, harga-harga komoditas dan harga minyak dunia. Perbaikan kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS) tidak sekuat yang diperkirakan. Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih lemah, tercermin dari kinerja ekspornya yang masih mengalami pertumbuhan negatif. Perkembangan ini berdampak kurang menguntungkan bagi kinerja ekspor Indonesia, dan kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Di samping itu, kondisi pasar keuangan global menunjukkan ketidakpastian yang masih kuat. Hal ini terutama disebabkan oleh ketidakjelasan kebijakan moneter yang dilakukan oleh AS terkait dengan rencana kenaikan Fed Fund Rate (FFR). Akibatnya, sepanjang triwulan III 2015 rupiah terdepresiasi cukup dalam yang berdampak pada menurunnya keyakinan pelaku usaha swasta. Sehingga pelaku usaha swasta cenderung menunggu, dan pemerintah menjadi satu-satunya motor penggerak perekonomian nasional.
Perkembangan ekonomi DKI Jakarta sampai dengan triwulan III 2015 dipengaruhi oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan nasional.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, pelemahan ekonomi global berpengaruh terhadap melemahnya kinerja ekspor barang. Sementara membaiknya ekonomi nasional mampu mendorong membaiknya kinerja perdagangan antar daerah dari Jakarta. Dampak global yang berasal dari penurunan harga komoditas, terutama minyak bumi, juga memengaruhi penurunan tekanan inflasi di DKI Jakarta melalui penyesuaian harga BBM di dalam negeri. Sementara itu, peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan dunia yang berdampak pada pelemahan rupiah berpengaruh signifikan terhadap kinerja perekonomian DKI Jakarta.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 2
Pemulihan ekonomi global masih belum merata, sementara tekanan di pasar keuangan global tetap perlu diwaspadai. Berbagai indikator
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS belum stabil. Di satu sisi kinerja ekspor AS tidak kunjung membaik, terkontraksi sejak awal tahun 2015. Kondisi tersebut berdampak pada tertahannya ekspnasi manufaktur AS. pertumbuhan ekonomi masih moderat terindikasi dari ekspansi manufaktur dan ekspor yang masih lemah. Di sisi lain, sektor tenaga kerja menunjukkan perbaikan, tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun, serta pertumbuhan gaji dan data non-farm payroll yang meningkat. Perkembangan yang positif di sektor tenaga kerja tersebut mendorong ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) akan terjadi dalam waktu yang dekat. Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih mengalami perlambatan, antara lain terindikasi oleh kontraksi PMI (Purchasing Manager Index) manufaktur, seiring
penurunan permintaan ekspor, sehingga mendorong dilakukannya
pelonggaran kebijakan moneter.
Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi Global
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 Dunia 3.3 3.8 3.1 3.6 3.3 3.8 3.2 3.5 3.3 3.8 3.1 3.5 Negara Maju 2.1 2.4 2.0 2.2 2.0 2.4 1.9 2.2 2.1 2.4 2.0 2.2 Amerika Serikat 2.5 3.0 2.6 2.8 2.4 2.8 2.5 2.6 2.5 3.0 2.6 2.7 Kawasan Eropa 1.5 1.7 1.5 1.6 1.5 1.8 1.5 1.7 1.5 1.7 1.5 1.6 Jepang 0.8 1.2 0.6 1.0 1.0 1.7 0.6 1.3 0.8 1.5 0.6 1.0 Negara Berkembang 4.2 4.7 3.9 4.5 4.5 5.2 4.3 4.8 4.2 4.9 4.0 4.5
Negara Berkembang Asia 6.6 6.4 6.5 6.4
Tiongkok 6.8 6.3 6.8 6.3 6.8 6.7 6.8 6.5 6.8 6.7 6.8 6.3 India 7.5 7.5 7.3 7.5 7.7 8.0 7.5 7.8 7.5 7.6 7.3 7.5 Agustus 2015 Nov-15 Bank Indonesia Juli 2015 Oktober 2015 WEO (IMF) Juli 2015 Oktober 2015 Consensus Forecast
Kondisi pasar keuangan global sepanjang triwulan III 2015 memberi tekanan pada nilai tukar rupiah. Sepanjang triwulan III 2015 rupiah
terdepresiasi cukup dalam. Rupiah terdepresiasi 5,35% (qtq), dan ditutup di level Rp 14.650/USD. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakpasitian kebijakan moneter AS untuk meningkatkan FFR. Federal Open Market Committee (FOMC) pada bulan Oktober 2015 mengindikasikan kemungkinan kenaikan FFR pada bulan Desember 2015.
Grafik I.1 Nilai Tukar Kawasan
Pertumbuhan ekonomi nasional membaik di tengah masih terbatasnya pemulihan ekonomi global. Perekonomian nasional pada triwulan III 2015
tumbuh sebesar 4,73%(yoy), membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 4,67% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh peran pemerintah yang meningkat signifikan yang bersumber dari tingginya konsumsi dan meningkatnya investasi sejalan dengan kemajuan proyek infrastruktur pemerintah. Sementara itu, Konsumsi Rumah Tangga masih kuat antara lain didukung oleh konsumsi terkait persiapan pelaksanaan Pilkada serempak. Di sisi eksternal, masih rendahnya harga komoditas dan masih lemahnya pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang menyebabkan ekspor masih terkontraksi lebih dalam. Selanjutnya, sejalan dengan perbaikan permintaan domestik, kontraksi impor pada triwulan III cenderung tertahan.
Dari lapangan usaha (LU), pertumbuhan ekonomi nasional terutama ditopang oleh sektor non-tradable sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada LU
konstruksi terkait meningkatnya progres pembangunan proyek infrastruktur pemerintah. Peningkatan juga terjadi pada LU transportasi khususnya angkutan udara dan komunikasi, sebagai respon terhadap konsumsi swasta yang masih kuat. Di sisi lain, beberapa LU tradable tumbuh terbatas sejalan dengan masih terbatasnya pemulihan ekonomi global. Kinerja LU pertambangan masih terus terkontraksi karena rendahnya permintaan dunia terhadap batubara yang diiringi dengan penurunan harga. Kinerja LU tradable lainnya yaitu manufaktur tumbuh stagnan, seiring dengan permintaan ekspor yang masih lemah di tengah permintaan domestik yang mulai meningkat
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 4
Secara spasial, belum solidnya perbaikan ekonomi dunia, yang disertai dengan penurunan harga-harga komoditas berdampak negatif bagi daerah-daerah yang bergantung pada keberadaan sumber daya alam.
Perbaikan kondisi perekonomian tertinggi di Jawa, sementara ekonomi Sumatera meski membaik namun masih relatif terbatas. Di sisi lain, ekonomi KTI kembali tumbuh melambat bahkan Kalimantan mencatat pertumbuhan negatif untuk pertamakalinya dalam sepuluh tahun terakhir. Kinerja investasi mengalami perbaikan di seluruh wilayah sejalan dengan mulai meningkatnya realisasi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Meskipun demikian, investasi swasta diperkirakan masih terbatas sebagaimana terindikasi dari impor barang modal yang tumbuh melambat. Konsumsi pemerintah mulai meningkat terutama di Sumatera dan Jawa didorong oleh realisasi belanja infrastruktur. Namun, secara keseluruhan penyerapan fiskal diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan penyerapan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga tumbuh melambat hampir di seluruh wilayah, dan secara umum lebih banyak dikontribusi oleh meningkatnya aktivitas terkait belanja menjelang Pilkada serentak.
Sementara itu, perekonomian Jawa mengalami peningkatan pertumbuhan yang didorong oleh investasi dan konsumsi Pemerintah.
Perekonomian Jawa pada triwulan III 2015 tumbuh meningkat pada level 5,39% karena dorongan investasi dan konsumsi Pemerintah. Meningkatnya investasi sejalan dengan meningkatnya realisasi proyek-proyek infrastruktur dan investasi swasta antara lain pembangunan pabrik dan peremajaan mesin. Masih meningkatnya inestasi swasta seiring dengan membaiknya permintaan domestik. Sementara, faktor pendorong pertumbuhan dari sisi penawaran adalah industri pengolahan, konstruksi dan jasa keuangan. Secara spasial, sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari tingginya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur. Namun, pertumbuhan ekonomi Jawa yang meningkat belum diikuti dengan penambahan tenaga kerja. Hampir seluruh provinsi mengalami pengurangan tenaga kerja, tertinggi yaitu dari provinsi Banten dan Jawa Timur.
Gambar I.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II 2015
Perekonomian pada triwulan IV 2015 diperkirakan membaik didorong oleh membaiknya permintaan domestik ditengah terbatasnya perbaikan perekonomian global. Peran Pemerintah diperkirakan semakin kuat antara
lain melalui akselerasi pelaksanaan proyek infrastruktur Pemerintah yang mampu mendorong kinerja investasi yang lebih baik. Investasi swasta diharapkan juga akan meningkat sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah, termasuk berbagai deregulasi yang mendukung iklim investasi. Sementara itu, kinerja konsumsi diperkirakan membaik seiring dengan pelaksanaan Pilkada serentak pada bulan Desember 2015. Selain itu, pelonggaran kebijakan makroprudensial juga diperkirakan akan mulai memberikan dampak terhadap aktivitas ekonomi pada triwulan IV 2015.
Dari sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan III 2015 relatif lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Inflasi triwulan III 2015 tercatat sebesar 6,83%
(yoy). Perkembangan ini menunjukkan bahwa stabilitas harga terkendali. Deflasi kelompok volatile food didukung oleh pasokan komoditas bahan pangan yang membaik, antara lain akibat berlangsungnya musim panen beberapa komoditas pangan di beberapa sentra produksi. Sementara itu, deflasi kelompok administered prices terutama bersumber dari koreksi tarif angkutan udara pascalebaran serta penurunan harga bensin Pertamax dan Pertalite seiring dengan penurunan harga minyak dunia. Di sisi lain, kelompok inti mengalami inflasi bersumber dari kelompok makanan jadi, pendidikan, dan emas perhiasan.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 6
Sementara itu, stabilitas sistem keuangan tetap solid, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Walaupun mengalami tekanan yang meningkat, ketahanan
industri perbankan tetap kuat dengan risiko-risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Pada Agustus 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8%, yaitu sebesar 20,5%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,8% (gross) atau 1,4% (net). Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 10,9% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Agustus 2015 tercatat sebesar 13,2% (yoy). Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia, pertumbuhan kredit diperkirakan akan terus meningkat.
EKONOMI MAKRO
REGIONAL
Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III 2015 tumbuh mencapai 5,96% (yoy), melanjutkan peningkatan yang dicapai pada triwulan sebelumnya sebesar 5,15% (yoy). Angka pertumbuhan tersebut meningkat cukup signifikan dan berada di atas prakiraan sebelumnya. Peningkatan belanja baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah DKI Jakarta, peningkatan ekspor jasa berupa peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), dan peningkatan kinerja perdagangan antar daerah adalah faktor-faktor utama yang mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Jakarta di triwulan ini. Sebaliknya, kinerja ekspor barang mengalami pelemahan sejalan dengan masih lemahnya pertumbuhan ekonomi dunia.
Dari sektor swasta, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di DKI belum menunjukkan peningkatan pada periode ini, sebagaimana tercermin pula pada kinerja lapangan usaha perdagangan yang juga belum tumbuh meningkat. Kegiatan investasi pada triwulan ini juga belum menunjukkan peningkatan yang berarti, walaupun terhitung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Masih rendahnya belanja modal Pemerintah Daerah dan stagnannya pembangunan gedung perkantoran dan apartemen berdampak pada melemahnya investasi di sektor bangunan dan kinerja lapangan usaha konstruksi di triwulan ini. ,
Di sisi ketenagakerjaan, berjalannya kegiatan pembangunan ekonomi di DKI Jakarta masih mampu menyerap tenaga kerja dengan baik, sebagaimana tercermin pada terus turunnya tingkat pengangguran terbuka (TPT). Serapan tenaga kerja tersebut juga semakin berkualitas karena sebagian besar tambahan tenaga kerja berasal dari level pendidikan yang cukup tinggi yaitu berpendidikan di atas SMA. Dengan komposisi latar belakang pendidikan yang tinggi tersebut sebagian besar angkatan kerja semakin dapat diserap oleh sektor formal.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 8
A. Dinamika Sisi Permintaan Perekonomian Jakarta
Kinerja perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III 2015 menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan triwulan II 2015. Hal ini tercermin dari
capaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan III perekonomian Jakarta tumbuh 5,96% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 5,15% (yoy). Pendorong pertumbuhan terutama berasal dari peningkatan belanja pemerintah pusat, ekspor jasa berupa peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), den peningkatan kinerja perdagangan antardaerah.
Konsumsi rumah tangga, penopang utama perekonomian Jakarta, pada triwulan III 2015 masih belum menunjukkan perbaikan. Pada periode
laporan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 5,03% (yoy), relatif sama dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy). Pengaruh faktor seasonal hari raya Idul Fitri, masa liburan sekolah, dan persiapan tahun ajaran baru menjadi faktor yang memengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2015. Dorongan konsumsi juga dipengaruhi oleh telah cairnya tunjangan gaji ke-13 bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain itu, masuknya tahun ajaran baru juga mendorong masyarakat untuk membelanjakan pendapatan mereka, khususnya untuk kebutuhan sekolah.
Beberapa indikator mengonfirmasi masih terbatasnya perbaikan pada konsumsi rumah tangga. Salah satu indikator pertumbuhan konsumsi
rumah tangga adalah penyaluran kredit konsumsi. Pada triwulan III 2015 pertumbuhan kredit konsumsi mulai menunjukkan perbaikan, namun masih tumbuh dalam teritori negatif (Grafik II.1). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) triwulan III 2015, yang mencerminkan indeks penjualan eceran yang masih rendah. Beberapa indeks dari berbagai komponen survei penjualan eceran sudah mengalami pertumbuhan positif, namun relatif masih terbatas. Komponen indeks penjualan eceran yang tumbuh positif penjualan makanan dan minuman, penjualan suku cadang kendaraan, dan penjualan barang lainnya. Sementara komponen lainnya yaitu penjualan barang rekreasi, penjualan makanan dan minuman, serta penjualan barang rumah tangga masih menunjukkan pertumbuhan yang negatif (Grafik II.2).
Grafik II.1 Kredit Konsumsi Grafik II.2 Pertumbuhan Penjualan
Eceran
Masih belum solidnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari hasil survei keyakinan konsumen, yang masih berada pada level pesimis untuk semua komponennya (Grafik II.3). Hal tersebut
menunjukkan rumah tangga masih memiliki persepsi pesimis terhadap kemampuan belanja dan konsumsi mereka yang disebabkan oleh terbatasnya penghasilan dan kesempatan kerja. Pesimisme kemampuan belanja rumah tangga tersebut juga didorong oleh pesimisme terhadap kondisi perekonomian domestik, sehingga berakibat kepada pola masyarakat yang cenderung untuk menunda atau menahan konsumsi belanja mereka.
Grafik II.3 Perkembangan Indeks Keyakinan
Konsumen, Penghasilan Konsumen, dan Ketersediaan Lapangan Kerja
Dari kegiatan liaison1, beberapa contact mengakui pola masyarakat yang
menunda konsumsi rumah tangga telah berimbas pada penurunan penjualan. Hal ini digambarkan pada likert scale yang menunjukkan tren menurun (Grafik II.4). Sejalan dengan penurunan penjualan tersebut, beberapa contact memperkirakan bahwa tingkat penjualan pada periode
1Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui
wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.
-55.00 -45.00 -35.00 -25.00 -15.00 -5.00 5.00 15.00 25.00 35.00
I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
gPenjualan Suku Cadang Kendaraan gPenjualan Makanan Minuman
gPenjualan Barang Rumah Tangga gPenjualan Barang Rekreasi
gPenjualan Barang Lainnya gTotal Penjualan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 10
mendatang akan lebih rendah dari saat ini (Grafik II.5). Perkiraan bahwa pola masyarakat yang menahan dan menunda belanja masih akan berlanjut, seiring dengan ketidakyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi domestik, membuat para pelaku usaha menurunkan ekspektasi mereka terhadap perkiraan penjualan ke depan.
Grafik II.4 Likert Scale Penjualan Grafik II.2 Pertumbuhan Penjualan
Eceran
Beberapa kebijakan yang diambil pemerintah turut memengaruhi kemampuan konsumsi masyarakat. Kebijakan tersebut antara lain
diterapkannya kebijakan penurunan tarif tenaga listrik (TTL). Dengan diturunkannya TTL, maka masyarakat memilki ruang untuk meningkatkan konsumsinya.Sebaliknya, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menaikkan tarif Bea Balik Nama (BBN) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada akhir tahun 2014 cukup memukul penjualan kendaraan bermotor terutama pada semester I 2015 dan mulai membaik memasuki triwulan III 2015. (Grafik II.6).
Grafik II.6 Penjualan Kendaraan
Dari sisi pembiayaan, suku bunga kredit belum banyak berperan dalam memberikan insentif masyarakat untuk meningkat konsumsi. Rata-rata
suku bunga kredit konsumsi pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 17,05%, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 17,14%. Penurunan suku bunga kredit ini belum mampu mendorong penguatan konsumsi masyarakat secara signifikansebagaimana tercermin pada masih terbatasnya penyaluran kredit konsumsi. Kredit konsumsi pada periode laporan tercatat sebesar Rp171,4 triliun, tumbuh negatif 0,44% (yoy) namun membaik dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 1,82% (yoy) (Grafik II.8).
Grafik II.7 Rata-rata Tertimbang Suku
Bunga Kredit Konsumsi
Grafik II.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
Dari sisi konsumsi pemerintah, kinerja belanja pemerintah pada triwulan III 2015 mulai menunjukkan perbaikan. Pada periode laporan, konsumsi
pemerintah tumbuh sebesar 2,11% (yoy), meningkat cukup tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan negatif 3,14% (yoy). Kendala hambatan realisasi belanja APBD yang disebabkan oleh terlambatnya pengesahan APBD pada awal tahun mulai teratasi melalui berbagai langkah percepatan realisasi anggaran. Realisasi belanja pada triwulan III 2015 meningkat mencapai 14,7% dari pagu anggaran, lebih tinggi dari serapan anggaran periode sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 12,2%. Ditengah serapan belanja APBD yang mulai membaik tersebut, peningkatan belanja pemerintah pusat melalui Kementrian dan Lembaga yang ada di Jakarta juga berkontribusi signifikan pada meningkatnya total konsumsi pemerintah di DKI pada triwulan ini.
Investasi (PMTB) Jakarta menunjukkan akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada triwulan III 2015,
investasi Jakarta tumbuh sebesar 2,81% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,48% (yoy). Selain itu, akselerasi investasi di Jakarta juga didorong oleh investasi swasta yang mulai
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 12
direalisasikan. Peningkatan pertumbuhan investasi juga didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, meski masih melemah jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Grafik II.9). Lebih lanjut, pertumbuhan investasi di Jakarta juga terdorong oleh beberapa pembangunan infrastruktur di antaranya pengeboran terowongan jalur MRT, pembangunan Terminal Peti Kemas Kalibaru (New Priok), jalan tol akses Priok, jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta, serta pembangunan jalan layang Mampang-Ciledug untuk jalur bus TransJakarta.
Grafik II.9 Perkembangan Kredit Investasi
Ekspor luar negeri DKI Jakarta pada periode laporan secara keseluruhan lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor
luar negeri DKI Jakarta pada periode laporan tercatat tumbuh sebesar 0,44 (yoy), melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh 2,4% (yoy), namun lebih baik dari periode triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 2,88% (yoy). Pertumbuhan kinerja ekspor luar negeri ditopang oleh ekspor jasa yang
terakselerasi akibat meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara sebagai dampak positif dari pemberlakuan pembebasan visa kunjungan ke Indonesia bagi wisatawan mancanegara dari beberapa negara. Namun sebaliknya, ekspor barang mengalami kontraksi baik dari segi nilai maupun volume ekspor. Berdasarkan data pencatatan Bea dan Cukai, volume ekspor produk Jakarta pada triwulan ini hanya tumbuh 3,71% (yoy) menurun dari triwulan sebelumnya yang mencapai 15,19% (Grafik II.10). Penurunan tersebut merupakan dampak dari masih belum stabilnya pertumbuhan ekonomi global.
Grafik II.10 Pertumbuhan Ekspor Luar Negeri Jakarta
Sementara itu, kinerja impor DKI Jakarta pada triwulan III 2015 masih melanjutkan tren perlambatan. Kondisi ini terutama disebabkan oleh
masih lemahnya kondisi permintaan domestik dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin dalam. Nilai impor Jakarta pada triwulan laporan tercatat tumbuh negatif 22,29% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 20,15% (yoy). Lebih lanjut, volume ekspor Jakarta masih melanjutkan tren pelemahan dan tercatat tumbuh negatif 17,1% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh negatif 16,32% (yoy) (Grafik II.11). Penguatan nilai dolar Amerika terhadap rupiah yang mencapai titik tertinggi pada triwulan laporan juga berpengaruh besar terhadap turunnya kinerja impor Jakarta. Impor barang modal tercatat tumbuh negatif 30,14% (Grafik II.12). Berdasarkan informasi yang dihimpun dari kegiatan liaison, para pengusaha cenderung menunda kegiatan impor barang modal maupun bahan baku, sambil menunggu implementasi deregulasi dan debirokratisasi untuk memudahkan kegiatan investasi dan bisnis yang efektif mulai diberlakukan pada triwulan IV 2015.
Grafik II.11 Perkembangan Nilai dan
Volume Impor Jakarta
Grafik II.12 Perkembangan Nilai Impor Barang
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 14
B. Dinamika Lapangan Usaha Utama Jakarta
Lapangan usaha utama Jakarta secara umum mengalami pertumbuhan.
Struktur perekonomian Jakarta menurut lapangan usaha sampai dengan triwulan III 2015 didominasi oleh empat lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; industri
pengolahan; konstruksi; dan jasa keuangan2. Lapangan usaha industri
pengolahan mengalami akselerasi pertumbuhan jika dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan pertumbuhan pada lapangan usaha perdagangan dan reparasi kendaraan cenderung stagnan dan lapangan usaha konstruksi melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Lapangan Usaha Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi Jakarta pada triwulan III 2015 menurun dibandingkan dengan triwulan II 2015. Pada periode laporan, lapangan
usaha konstruksi tumbuh sebesar 3,01% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 4,43% (yoy). Pertumbuhan kinerja lapangan usaha konstruksi masih ditopang oleh berbagai pembangunan infrastruktur di Jakarta seperti pembangunan MRT yang telah memasuki fase pengeboran dua buah terowongan pada periode laporan, pembangunan jalan layang untuk jalur bus Transjakarta koridor XIII Ciledug Blok M, pembangunan jalur kereta api dwi ganda (double double track) Manggarai Cikarang sepanjang 35 km, dan pembangunan jalan tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu).
Kegiatan konstruksi sektor swasta melalui pembangunan properti masih relatif terbatas. Penjualan properti di pasar primer masih belum
terlalu bergairah, yang diakibatkan oleh masih lemahnya daya beli masyarakat. Hal tersebut menjadi penyebab pengembang dan pengusaha sektor properti menahan investasinya. Rendahnya aktivitas pada pembangunan properti tercermin dari konsumsi semen yang menunjukkan tren penurunan sejak triwulan I 2015 (Grafik II.13). Selain dari faktor daya beli, berlanjutnya pelemahan rupiah juga memicu meningkatnya harga bahan-bahan bangunan, dan mendorong peningkatan biaya produksi, sehingga kian menyurutkan rencana investasi yang ekspansif. Meski demikian tetap disadari bahwa kebutuhan rumah di Jakarta masih cukup
besar, dan keberadaan kelas menengah yang masih bertumbuh menyimpan potensi yang tinggi. Pelonggaran kebijakan Loan-to-Value untuk kepemilikan rumah sedikit memberi angin segar untuk tetap optimis, mengingat pasar perumahan di Jakarta masih cukup besar.
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik II.13 Konsumsi Semen di Jakarta
Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Lapangan usaha industri pengolahan Jakarta tumbuh meningkat. Sektor
industri pengolahan Jakarta mencatat pertumbuhan sebesar 3,79% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 3,25% (yoy). Perbaikan kinerja lapangan usaha industri pengolahan juga didukung oleh sisi pembiayaan, yang terindikasi dari kredit pada sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 7,8% (yoy) (Grafik II.14).
Grafik II.14 Perkembangan Kredit Sektoral
Pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan ditopang oleh pertumbuhan beberapa industri manufaktur, diantaranya industri pengolahan makanan dan industri pengolahan mesin dan barang logam.
Pemberlakuan tarif bea masuk impor terutama untuk berbagai barang olahan turut mendorong permintaan produk olahan lokal khususnya produk olahan makanan. Hal tersebut terindikasi dari industri pengolahan makanan yang tumbuh 16% (yoy). Selain itu, datangnya hari raya Idul Fitri memiliki korelasi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 16
positif terhadap peningkatan konsumsi rumah tangga. Momen tersebut ditangkap para produsen untuk menambah suplai produk ke pasaran, yang berdampak pada peningkatan produksi pada triwulan laporan.
Datangnya hari raya Idul Fitri juga meningkatkan frekuensi penggunaan kendaraan bermotor masyarakat dalam rangka perjalanan mudik. Perjalanan mudik yang menempuh jarak jauh tersebut menuntut kondisi kendaraan yang prima sehingga permintaan penggantian suku cadang dan komponen mesin baru bertambah. Peningkatan permintaan tersebut mendorong produsen untuk meningkatkan produksi yang berdampak pada pertumbuhan industri pengolahan mesin dan pengolahan barang logam. Hal tersebut terindikasi berdasarkan rilis BPS yang menyebutkan industri pengolahan mesin tumbuh sebesar 5,34% (yoy) dan industri pengolahan barang logam tumbuh sebesar 5,07% (yoy).
Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.
Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor belum menunjukkan perbaikan. Pada triwulan III 2015
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh sebesar 3,3% (yoy), tidak berbeda dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan konsumsi rumah tangga, yang pertumbuhannya juga belum cukup solid. Hasil Survei Konsumen menunjukkan indeks penghasilan konsumen pada triwulan laporan menunjukkan penurunan dan berada pada level pesimis. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan konsumsi masyarakat melemah.
Margin keuntungan produsen kendaraan bermotor mengalami penurunan. Hal tersebut terkonfirmasi berdasarkan hasil liaison dengan
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Menurunnya margin tersebut disebabkan oleh penjualan yang melemah dan juga peningkatan biaya produksi yang disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah yang meningkatkan biaya mpor bahan baku. Meskipun demikian, faktor seasonal hari raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan laporan menjadi penahan pelemahan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Menjelang hari raya Idul Fitri masyarakat meningkatkan konsumsi dan belanja, termasuk reparasi kendaraan bermotor sebagai persiapan melakukan perjalanan mudik.
Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi
Pada triwulan III 2015, lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi mencatat pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertumbuhan lapangan
usaha jasa keuangan dan asuransi tercatat tumbuh sebesar 13,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang hanya 2,93% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya laba bank pada periode laporan. Kinerja sektor ini pun juga didukung oleh kegiatan kredit yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik II.15).
Grafik II.15 Perkembangan Kredit di
Jakarta
Kinerja pasar modal pada triwulan III 2015 juga masih melanjutkan tren penurunan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi pada periode
akhir triwulan III 2015 (Grafik II.16). Pertumbuhan ekonomi makro yang masih terbatas serta masih tingginya ketidakpastian dunia usaha menciptakan persepsi negatif pasar dan menekan IHSG. Selain itu tekanan terhadap IHSG juga didorong oleh penguatan nilai tukar dolar Amerika terhadap rupiah (Grafik II.17) serta belum diberlakukannya paket kebijakan ekonomi pemerintah pada triwulan laporan sehingga persepsi pasar terhadap pertumbuhan ekonomi domestik masih berada pada level pesimis.
Grafik II.16 Indeks Harga Saham
Gabungan
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 18
Lapangan Usaha Lainnya
Selain sektor-sektor utama, perkembangan perekonomian Jakarta juga didukung oleh geliat di sektor seperti sektor Informasi dan Komunikasi, dan pada sektor jasa-jasa terutama pada Jasa Pendidikan, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, serta Jasa Transportasi. Sejalan dengan
meningkatnya kebutuhan informasi masyarakat, penggunaan telepon pintar, yang membantu dalam mengakses berbagai perkembangan dan informasi terkini semakin besar. Didorong oleh kebutuhan akan informasi yang cukup tinggi, mendorong perubahan pola komunikasi seluler masyarakat, yaitu dari pemakaian telepon (voice) dan short message services (SMS) menjadi pemakaian data. Tingginya permintaan masyarakat akan data yang lebih cepat, mendorong pelaku usaha untuk terus mengembangankan teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggannya.
Aktivitas ekonomi masyarakat turut berkontribusi terhadap pertumbuhan beberapa sektor lapangan usaha. Datangnya hari raya Idul
Fitri yang selalu disambut dengan maraknya kegiatan mudik dan pengiriman barang-barang ke berbagai daerah mendorong peningkatan permintaan masyarakat akan jasa transportasi. Kondisi ini diperkuat dengan hari libur anak sekolah yang datang bersamaan dengan periode Lebaran. Meningkatnya kebutuhan transportasi juga tercermin dari penambahan jadwal dan maskapai penerbangan di bandara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersial serta bertambahnya pengguna moda transportasi umum berbasis online (dalam jaringan). Dengan adanya aktivitas tersebut sektor Transportasi dan Pergudangan mencatat pertumbuhan positif sebesar 7,6% (yoy). Sementara itu, masuknya tahun ajaran baru mendorong peningkatan belanja pendidikan dan optimalisasi penggunaan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk belanja keperluan sekolah. Selain itu, meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara yang datang ke Jakarta telah mendongkrak aktivitas di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Hal ini tercermin dari meningkatnya tingkat hunian hotel, terutama hotel bintang lima.
C. Kondisi Tenaga Kerja DKI Jakarta
Angkatan kerja (usia kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi) provinsi DKI Jakarta pada Agustus 2015 menunjukkan peningkatan, sejalan
dengan bertambahnya penduduk yang memasuki usia kerja. Angkatan
kerja DKI Jakarta pada Agustus 2015 tercatat sebesar 5.092,22 ribu orang, atau meningkat 0,57% dibandingkan dengan Agustus 2014 yang sebesar 5.063,48 ribu orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, yang terserap menjadi tenaga kerja dalam perekonomian Jakarta sebesar 92,77%, dan sisanya, yaitu sebesar 7,23% menganggur. Kemampuan ekonomi Jakarta untuk menyerap suplai tenaga kerja di pasar tenaga kerja dari tahun ke tahun menunjukkan perbaikan (Grafik II.18). Aktivitas perekonomian DKI Jakarta yang masih lebih baik dibandingkan daerah lainnya, menyebabkan Jakarta mampu menyerap tenaga kerja cukup besar.
Meski demikian, jumlah penduduk usia kerja, yang terjun dalam kegiatan ekonomi, atau masuk ke pasar tenaga kerja menunjukkan tren yang menurun. Kondisi ini tercermin pada tingkat partisipasi angkatan kerja
yang terus turun sejak tahun 2013 (Grafik II.19). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penduduk Jakarta yang tidak langsung mencari kerja ketika sudah memasuki usia kerja (telah mencapai usia 15 tahun), dikarenakan antara lain ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dengan harapan akan memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan dengan imbalan yang sesuai. Dalam jangka panjang hal ini berdampak positif, yaitu tenaga kerja Jakarta akan semakin diwarnai oleh penduduk dengan latar belakang pendidikan yang semakin tinggi. Dengan kondisi ini, maka tenaga kerja Jakarta akan lebih mudah beradaptasi dengan berbagai hal baru, termasuk teknologi baru.
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik II.18 Penyerapan Tenaga Kerja
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik II.19 Partisipasi Angkatan Kerja
Latar belakang pendidikan penduduk yang bekerja di Jakarta relatif cukup tinggi, yaitu didominasi oleh pendidikan SMA Umum/SMK ke atas. Bahkan untuk yang berlatar pendidikan diploma/universitas cenderung
terus meningkat (Grafik II.20). Kondisi ini mengonfirmasi perkiraan, bahwa
88.6 87.4 87.8 87.9 88.9 89.2 90.1 91.4 91.5 92.8 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Persen
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 20
penduduk yang telah memasuki usia kerja menunda untuk masuk ke pasar tenaga kerja karena melanjutkan pendidikannya. Hal ini tercermin juga dari pangsa tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan diploma/universitas yang meningkat (Grafik II.21). Dengan latar pendidikan yang lebih tinggi akan diperoleh kualitas tenaga kerja yang baik, sehingga kesempatan untuk terserap dalam dunia kerja formal dan dengan penghasilan yang cukup menjadi lebih besar.
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik II.20 Bekerja dan Latar Belakang
Pendidikan
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Bekerja penuh waktu = waktu kerja 35+ jam dalam seminggu
Grafik II.21 Pangsa Bekerja
berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
Dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi, maka tidak mengherankan sektor formal mendominasi pekerja di Jakarta. Dominasi
pekerja di sektor formal tersebut semakin menguat dari tahun ke tahun (Grafik II.22). Hal ini dikonfirmasi juga oleh pertumbuhan penyerapan pekerja di sektor formal yang cenderung lebih tinggi dari sektor informal (Grafik II.23). Dengan besarnya komposisi pekerja di sektor formal, maka ketenagakarjaan di Jakarta akan sensitif terhadap berbagai perubahan kebijakan atau ketentuan ketenagakerjaan, terutama penetapan upah minimum.
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik II.22 Bekerja dan Latar
Belakang Pendidikan
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik II.23 Pangsa Bekerja berdasarkan
Latar Belakang Pendidikan
20 40 60 80 100 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 61.9 62.1 69.1 72.2 70.2 72.5 73.0 38.1 37.9 30.9 27.8 29.8 27.5 27.0 Persen Formal Informal (10) (5) 5 10 15 20 (100) (50) 50 100 150 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Persen, yoy Persen, yoy
Informal formal, skala kanan
500 1,000 1,500 2,000 2,500 2011 2012 2013 2014 2015 Ribu orang
SLTP ke bawah SMU/SMK Diploma/Universitas
20 40 60 80 100 2011 2012 2013 2014 2015 40 38 35 34 33 43 43 45 44 42 17 19 20 22 25 Persen
Pembangunan ekonomi DKI Jakarta cukup mampu membawa tingkat pengangguran terbuka terus menurun. Secara umum, tren penurunan
tingkat pengangguran terbuka (TPT) sudah terjadi sejak tahun 2008 (Grafik II.24). Dari sisi latar belakang pendidikan, penurunan TPT pada tahun 2015 terutama terjadi pada level SMP ke bawah (SD dan SMP). Turunnya TPT pada level ini disebabkan karena penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Jakarta cenderung tidak langsung masuk ke pasar tenaga kerja. Dengan fasilitas pendidikan yang disediakan oleh pemerintah, maka penduduk usia sekolah, terutama untuk level SD dan SMP (usia wajib belajar), mendapatkan kesempatan lebih besar untuk meneruskan sekolah. Namun, pengangguran untuk tingkat pendidikan SMA (umum dan kejuruan) serta pendidikan tinggi (diploma dan universitas) justru meningkat pada tahun 2015 (Grafik II.25). Lebih rendahnya aktivitas perekonomian Jakarta tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya ditengarai telah mendorong perumahan karyawan, kontrak kerja yang tidak diperpanjang, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Kegiatan konsumsi masyarakat yang menurun, memaksa pelaku usaha untuk menurunkan kapasitas produksinya, yang berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Permasalahan perkembangan ekonomi yang belum membaik signifikan, diperparah oleh keharusan meningkatkan upah minimum provinsi setiap tahun, sehingga beban biaya pengusaha semakin berat. Kelompok tenaga kerja dengan usia SMA ke atas merupakan kelompok yang paling terdampak dari kondisi pelemahan perekonomian Jakarta, mengingat kelompok tenaga kerja ini yang mendominasi pasar tenaga kerja DKI Jakarta
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik II.24 Pengangguran Terbuka
Sumber: BPS Jakarta, diolah
Grafik II.25 Pengangguran
Berdasarkan Pendidikan 2 4 6 8 10 12 14 (20) (15) (10) (5) 5 10 15 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Persen Persen, yoy
g. Pengangguran TPK (skala kanan)
0 2 4 6 8 10 12
SD ke bawah SLTP SMA Umum SMA Kejuruan Diploma /Universitas Persen
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 22
KEUANGAN
PEMERINTAH
Kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta, baik di sisi penerimaan maupun penyerapan anggaran, mulai menunjukkan perbaikan pada triwulan III 2015. Walaupun belum optimal, kinerja penyerapan di triwulan ini mulai terlihat lebih baik dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, didorong oleh berbagai program percepatan realisasi anggaran. Secara kumulatif, prosentase penyerapan belanja di triwulan ini masih tetap jauh di bawah rata-ratanya dalam lima tahun terakhir namun sudah mampu menyamai pencapaian di periode yang sama 2014. Demikian pula pada sisi penerimaan, kinerja penerimaan pajak daerah yang menurun akibat pelemahan ekonomi sudah mulai menunjukan pertumbuhan yang meningkat di triwulan ini. Secara keseluruhan, kinerja penerimaan pajak yang lebih baik dari penyerapan anggaran pada triwulan ini mengakibatkan bertambahnya akumulasi surplus sampai dengan triwulan III 2015. Penyerapan belanja pemerintah perlu terus didorong agar operasi keuangan pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berdampak kontraktif terhadap perekonomian Jakarta.
A. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan III 2015 mengalami perbaikan. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas
perekonomian, realisasi pendapatan pajak DKI Jakarta membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 17,0% menjadi 28,4%. Pencapaian tersebut meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 10,1% yoy (Tabel III.1). Secara kumulatif, pencapaian penerimaan pajak sampai dengan triwulan III 2015 baru mencapai 58,9% dari targetnya (Grafik III.2).
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 24
Tabel III.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak
Sumber: Pemprov. DKI Jakarta, Dinas Pendapatan Daerah
Penerimaan pajak mengalami peningkatan didorong oleh membaiknya aktivitas perekonomian DKI Jakarta. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) DKI Jakarta tumbuh meningkat pada triwulan III 2015, yang berpengaruh terhadap membaiknya penerimaan pajak (Grafik III.2). Pendorong membaiknya penerimaan pajak terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajak restoran, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Parkir, Pajak Hiburan, dan Pajak Air Tanah. Namun, penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) masih tumbuh negatif seiring masih terbatasnya aktivitas konsumsi rumah tangga terutama pembelian kendaraan bermotor.
Grafik III.1 Realisasi Peneriman Pajak Grafik III.2 Penerimaan Pajak dan PDRB
RealisasiPencapaian (%) Pertumbuhan (%, yoy) Realisasi Pencapaian (%) Pertumbuhan (%, yoy) Realisasi Pencapaian (%) Pertumbuhan (%, yoy)
Pajak Kendaraan Bermotor 7000.0 1469.7 21.0 13.0 1628.1 23.3 30.7 4356.8 62.2 16.9 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 6500.0 1229.4 18.9 -15.6 1093.2 16.8 -15.0 3517.4 54.1 -14.6 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 1400.0 310.6 22.2 5.2 297.0 21.2 4.2 910.1 65.0 5.9
Pajak Hotel 2301.0 364.4 15.8 10.4 213.1 9.3 -31.3 868.9 37.8 -10.1
Pajak Restoran 2768.1 494.1 17.8 11.9 725.7 26.2 54.6 1658.0 59.9 24.0
Pajak Hiburan 1000.0 133.4 13.3 7.4 146.0 14.6 10.9 401.4 40.1 9.7
Pajak Reklame 1800.0 163.8 9.1 -17.0 153.3 8.5 -29.2 481.7 26.8 -14.1
Pajak Penerangan Jalan 690.0 171.3 24.8 13.5 183.8 26.6 9.8 537.9 78.0 14.1
Pajak Air Tanah 120.0 24.7 20.6 8.8 24.5 20.4 23.0 72.2 60.1 9.4
Pajak Parkir 800.0 115.0 14.4 13.3 130.3 16.3 33.7 337.0 42.1 15.2
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 5500.0 715.2 13.0 -10.7 881.0 16.0 10.3 2100.3 38.2 1.0 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan 8000.0 856.4 10.7 23.1 4559.2 57.0 9.1 5710.6 71.4 12.5
Pajak Rokok 500.0 93.1 18.6 124.5 207.1 41.4 113.1 300.1 60.0 116.5
Total 36079.1 6140.9 17.0 3.1 10242.3 28.4 10.1 21252.4 58.9 11.1 Jenis Pajak Daerah
Kumulatif Triwulan II 2015 Triwulan III 2015
Target Pajak 2015
Grafik III.3 Rincian Penerimaan Pajak DKI
Jakarta
Grafik III.4 Pangsa Penerimaan Pajak
DKI Jakarta
Membaiknya penerimaan pajak juga didorong oleh berbagai program stimulus dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Berbagai upaya yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdampak pada meningkatkan penerimaan pajak. Penerimaan PKB terus mengalami peningkatan didorong oleh program penghapusan denda keterlambatan oleh Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta (Grafik III.3). Sementara itu, meningkatnya pajak restoran seiring dengan penerapan pemungutan pajak secara online di lapangan usaha tersebut turut menambah penerimaan pajak pemerintah DKI Jakarta. Selain itu, program penerapan parkir meter elektronik di beberapa ruas jalan di Jakarta mampu mendorong peningkatan pendapatan dari parkir. Langkah-langkah intensifikasi pajak melalui online dan elektronifikasi perlu terus ditingkatkan untuk lebih mempermudah wajib pajak dan meningkatkan transparansi perpajakan.
Tabel III.2 Pendapatan Transfer
Miliar Rp %, yoy Realisasi (miliar Rp) Penyerapan (%) %, yoy Realisasi (miliar Rp) Penyerapan (%) %, yoy Total Realisasi (miliar Rp) Total Penyerapan (%) %, yoy PENDAPATAN TRANSFER 15,519.5 (12.7) 5,510.0 178.5 10.7 2,180.6 14.1 (9.7) 7,943.8 51.2 7.4
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 12,760.5 (28.2) 3,953.6 150.3 (20.6) 1,932.8 15.1 (19.9) 5,886.4 46.1 (20.4) Dana Bagi Hasil Pajak 12,660.0 (27.4) 3,833.0 30.3 (20.3) 1,917.8 15.1 (16.6) 5,750.8 45.4 (19.1) Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 100.5 (59.8) 120.6 120.0 (4.7) 14.9 14.9 (84.0) 135.5 134.9 (38.4) Dana Alokasi Umum - (100.0) - (100.0) - - (100.0) - - (100.0) Dana Alokasi Khusus - - - - - - - - - -Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 2,759.0 N/A 1,556.4 28.2 N/A 247.9 9.0 N/A 2,057.5 74.6 N/A Dana Otonomi Khusus - N/A 778.2 - N/A 247.9 - N/A 1,026.1 - N/A Dana Penyesuaian 2,759.0 N/A 778.2 28.2 N/A - - N/A 1,031.4 37.4 N/A
Tw II Tw III
Anggaran Total (Tw I s.d Tw III)
APBD 2015
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Triwulan III 2015
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 26
Pendapatan transfer mengalami penurunan karena menurunnya pagu anggaran pada tahun 2015. Pada tahun 2015, pendapatan transfer hanya
sebesar Rp15,52 triliun, mengalami penurunan sebesar 12,7% dari tahun sebelumnya. Sebagian besar pendapatan transfer (81,6%) bersumber dari dana bagi hasil pajak. Pada triwulan III 2015, realisasi pendapatan transfer mencapai Rp2,43 triliun tumbuh 0,6% yoy. Sementara itu, realisasi pendapatan secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2015 mencapai Rp8,19 triliun atau 52,8% dari anggaran. Masih rendahnya realisasi pendapatan transfer bersumber dari menurunnya dana bagi hasil pajak (-19,1% yoy), seiring dengan menurunnya aktivitas perekonomian. Namun, terdapat tambahan pendapatan, yang berasal dari dana transfer pemerintah pusat lainnya sebesar Rp2,3 triliun, yang terdiri dari dana otonomi khusus dan dana penyesuaian.
B. Belanja Daerah
Realisasi belanja daerah DKI Jakarta mulai membaik pada triwulan III 2015. Kendala realisasi belanja APBD yang terjadi sejak awal tahun mulai
teratasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Realisasi belanja APBD DKI Jakarta pada triwulan III 2015 mencapai Rp9,36 triliun atau 14,7% dari anggaran (Tabel III.2). Realisasi tersebut membaik dibandingkan dengan realisasi triwulan sebelumnya (12,3%) dan periode yang sama tahun sebelumnya (12,2%)(Grafik III.5). Namun, realisasi belanja secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2015 baru mencapai 27,9% dari pagu anggaran. Pencapaian tersebut masih berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir yang mencapai 41,1% (Grafik III.6). Sementara itu, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi peningkatan belanja sebesar 18,6%. 9.5 22.3 40.1 85.3 8.7 26.8 43.3 90.0 10.6 29.5 49.1 85.1 5.4 23.0 40.1 84.6 3.1 15.4 27.6 60.7 0.8 13.1 27.9 0 20 40 60 80 100 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2010 2011 2012 2013 2014 2015
% Rp miliar Total Realisasi Belanja Daerah
Persentase Realisasi Total Belanja (rhs)
Sumber : Pemprov. DKI Jakarta, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
Rata-rata Tw III: 41,0%
Grafik III.5 Realisasi Belanja Triwulanan
DKI Jakarta
Grafik III.6 Realisasi Belanja Kumulatif DKI