• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Dukungan

Dalam dokumen Pengembangan Keterlibatan Warga Negara C (Halaman 102-107)

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Bagan 4 Bentuk Dukungan

anaknya serta ekspektasi yang berbeda antara anak dan orang tua. Orang tua mereka memiliki pemahaman bahwa segala kegiatan di luar perkuliahan lebih baik jika dapat menghasilkan uang, bukannya menghabiskannya tanpa mendapatkan hal yang setimpal.

Saat program Bantu Baca dilaksanakan, keluarga terdekat menjadi salah satu sumber utama pendanaan yang berhasil digalang, misalkan dari orang tua, paman dan saudara yang lainnya dari para volunteer Isbanban. Mengingat Isbanban mempunyai sekitar kurang lebih 347 volunteer, membuat area terdekat dari masing-masing individu tersebut sangat potensial dan ternyata terbukti benar jika dilihat dari hasil akhir yang didapat oleh proyek Bantu Baca di Kitabisa.com. Keluarga dekat juga berperan untuk menyebarkan informasi mengenai proyek ini ke jaringan terdekatnya, misalnya tetangga atau rekan bisnis. Dengan itu, maka pergerakan informasi mengenai proyek bantu baca bisa organik secara offline.

Berlanjut pada kategori selanjutnya, yaitu lingkungan. Dalam hal ini cakupan lingkungan dimulai dari tetangga dan teman bermain dalam satu daerah domisili. Seperti disinggung sebelumnya, bahwa faktor terdekat dari keluarga juga ikut andil untuk kategori ini dari segi penyebaran informasi. Untuk pola dan bentuk dukungan kurang lebih sama dengan pada kategori pertama, yaitu keluarga.

Kategori terakhir untuk dimensi Masyarakat, yaitu dukungan dari kampus terkait proyek crowdfunding. Perihal ini, secara institusional belum banyak perhatian dari kampus untuk crowdfunding, sesuai pernyataan AFT, “Untuk kampus lebih pada organik saja, misalkan saya menjadi pembicara pada sebuah acara mengenalkan crowdfunding. Belum ada kerjasama yang konkrit sejauh ini”. Sementara itu, kampus juga menjadi sumber pendanaan yang cukup menjanjikan untuk crowdfunding, misalkan seperti yang dikatakan oleh MRP bahwa dirinya telah melakukan pendekatan pada pihak jurusannya dalam mempublikasikan proyek Bantu Baca tersebut. Ternyata pihak jurusan menyambut baik proyek tersebut, dengan meminta ybs untuk menyiapkan materi untuk audiensi dengan pihak jurusan. Disana ia memperlihatkan semua

87

materi kampanye dan deskripsi organisasi serta programnya. Berangkat dari hal itu, pihak jurusan menindaklanjutinya dengan melanjutkan informasi tersebut pada pihak dekanat. Dari hal itu, tergalang beberapa sumbangan buku dan dana. Hampir mirip dengan pengakuan dari MRP, bahwa melalui komunikasi dengan dosen secara personal, ia bisa mendapatkan sumbangan berupa buku dari dosennya tersebut. Maka, kampus berperan dalam mendukung proyek ini dengan memberi dukungan moral, material serta akses birokratis.

Untuk pemerintahan, sejauh ini perhatian untuk crowdfunding secara nasional sudah mulai diperhatikan. AFT menceritakan bahwa dirinya sering diajak untuk ikut berdiskusi dengan pemerintah, dan ternyata Kemenpankraf mempunyai concern yang tinggi untuk crowdfunding, karena disebut sebagai sumber alternatif pendanaan, karena di negara lain industri kreatif sangat maju dengan crowdfunding. Menurutnya pula, sejauh ini pemerintah secara praktis tidak terlalu banyak bantu, kecuali FGD yang dilakukan tadi. Dari hasil pertemuan dengan OJK, Bank Mandiri, BI, Kemenparkraf, mengashilkan output, yaitu crowdfunding tidak dilarang maupun tidak diatur, terutama donation-based.

Hal menarik yang disampaikan oleh AFT, yaitu tentang opininya mengenai pola yang semestinya crowdfunding lalui, ialah:

“Saya percaya bahwa crowdfunding harus tumbuh dari komunitas, tidak bisa top down. Beda dengan startup lain seperti e-commerce, anda bisa buat website menarik lalu orang beli ads (iklan), orang jualan disana, banyak pembelinya, attraction anda naik. Tapi beda dengan crowdfunding harus dimulai dari bawah. Buktinya saat saya approach BPPT, mereka punya ratusan inventor diseluruh indonesia, kita sudah MoU, tetapi tidak efektif sama sekali, pertama mereka tidak mempunyai jangkauan yang cukup kuat, kedua, binaan-binaan mereka rata-rata produknya makanan, non komersil dan non konsumer produk. Menurut saya ini perlu ditemukan sendiri, karena Kickstarter ini sendiri tidak menjalin kerjasama dengan pemerintah, justru ia menemukan sendiri siapa local makers nya.”

Jadi justru menurutnya crowdfunding tidak terlalu memerlukan dukungan dari pemerintah.Cukup regulasi dan aspek legal formalnya saja. Untuk Isbanban sendiri, dalam proyek crowdfunding ataupun kegiatan lainnya, mereka tidak pernah mengajukan proposal kegiatan pada pemerintah, karena konsep mereka sendiri adalah bisa berdaya tanpa campur tangan pemerintah, Mereka hadir dengan konsep taman baca pun untuk membantu pemerintah yang kewalahan untuk mengelola pendidikan di desa seluruh pelosok Banten.

b. Model Keterlibatan Mahasiswa Pada proyek Crowdfunding

Pada setiap proyek crowdfunding yang dilaksanakan di platform Kitabisa, keterlibatan terlihat setidaknya pada tiga posisi, yang pertama posisi sebagai pemilik proyek, kedua sebagai donatur dan terakhir sebagai penggalang dana. Pada temuan di lapangan, keterlibatan mahasiswa terlihat pada ketiga posisi tersebut.

Tentu dalam penelitian ini, posisi pertama dilakoni oleh Isbanban yang diwakili oleh project leadernya, yaitu Panji Aziz Pratama sebagai project owner . Di sini perannya antara lain sebagai pihak yang mengurusi birokrasi dan penanggung jawab proyek. Mengingat profil Panji Aziz Pratama yang tercatat di website Kitabisa. Selain itu ia pun menjadi koordinator untuk kampanye dan hal lain yang bersangkutan dengan otoritasnya sebagai pemilik proyek. Kedua, sebagai donatur, dari 50 donatur yang tertera, 14 donatur teridentifikasi dengan jelas identitasnya, di dalamnya juga ada mahasiswa, sedangkan 36 donatur lainnya memilih tidak mencantumkan namanya. Dan yang terakhir sebagai sebagai penggalang dana, terlihat hanya ada satu orang sebagai penggalang dana.

Di luar hal tersebut, posisi lain yang terlihat diperankan oleh mahasiswa dalam proyek crowdfunding adalah sebagai pelaku kampanye, beberapa usaha yang terlihat antara lain membagikan link di sosial media, mulai dari Facebook, Twitter Instagram, dsb. Usaha ini masuk pada kriteria

89

kampanye di dunia maya, kontennya pun digital. Posisi lainnya sebagai pelaku kampanye di dunia nyata atau offline, dengan cara tradisional, yaitu dari pintu ke pintu, dari orang terdekat dan yang mereka kenal ataupun pada donatur potensial dengan mengajukan proposal kegiatan dan informasi kampanye crowdfunding di Kitabisa. Sesuai dengan pengakuan RL “saya juga melakukan pendekatan pada mereka (Pihak Jurusan di Kampus), dengan memberi segala informasi mengenai Isbanban, lalu memperlihatkan video marketing dan link untuk info lebih lanjut mengenai penggalangan dana. Dan jurusan pun akhirnya memanggil saya kembali untuk audiensi dan menjelaskan hal yang berkaitan dengan aktivitas penggalangan dana”. Maka dengan berperan sebagai tim kampanye proyek, mahasiswa mencoba untuk membuka komunikasi sekaligus jaringan dengan berbagai kalangan, dari lingkaran terdekat sampai stake holder di lembaga kampus

3. Relasi Civic Engagement dan Social Responsibility dalam proyek Crowdfunding

Relasi atau hubungan antara Civic Engagement dan Social Responsibility dalam proyek crowdfunding terlihat pada temuan di lapangan dan terdeskripsikan pada wawancara serta FGD yang telah dilaksanakan. Sifat dari relasi ini ialah resiprokal atau timbal balik, dan reaksi tersebut menurunkan tiga hal, yaitu volunteering, enterpreneurship dan komitmen yang terangkum dalam dimensi online movement.( Lihat Bagan 5)

Dalam dokumen Pengembangan Keterlibatan Warga Negara C (Halaman 102-107)