HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. Bentuk Partisipasi Masyarakat Pada Program Hutan Kemasyarakatan Bentuk partisipasi atau keterlibatan masyarakat pada program Hutan
Kemasyarakatan (HKm) dinilai berdasarkan 5 kriteria yang dijabarkan Huraerah (2008) yakni buah pikiran, tenaga, harta-benda, keterampilan dan sosial yang masing-masing diwakilkan dengan 1 bentuk partisipasi. Penilaian dilihat dari apakah responden ikut berpartisipasi atau tidak ikut berpartisipasi.
Berdasarkan hasil analisis terhadap seluruh kuisioner yang telah didistribusikan kepada responden, dihasilkan berbagai bentuk partisipasi masyarakat anggota Kelompok Tani Hutan di Kabupaten Pakpak Bharat dalam program HKm di KPH Wilayah XIV.
Tabel 4.8. Bentuk Partisipasi masyarakat di tiga desa di Pakpak Bharat dalam Sampel Persen Sampel Persen Sampel Persen Buah Pikiran
Di Desa AorNakan, bentuk partisipasi tertinggi adalah terlibat dalam kegiatan sosial yaitu sebanyak 41 orang responden dan bentuk partisipasi paling rendah adalah menyumbangkan harta benda dengan 7 orang responden. Di Desa Kuta Tinggi, bentuk partisipasi tertinggi adalah terlibat dalam kegiatan sosial yaitu sebanyak 23 responden dan bentuk partisipasi paling rendah adalah menyumbangkan harta benda sebanyak 3 orang responden. Sedangkan di Desa Sibongkaras, bentuk partisipasi tertinggi adalah terlibat dalam kegiatan sosial yaitu 100% responden dan bentuk partisipasi terendah adalah menyumbangkan harta benda dan menyumbangkan keterampilan.
a. Partisipasi Buah Pikiran
Pada kriteria ini, partisipasi yang mewakili adalah pemberian gagasan, ide maupun usul yang diberikan oleh responden dalam setiap pertemuan terkait
dengan program Hutan Kemasyarakatan. Hasil analisis dari penyebaran kuesioner disajikan sebagai berikut,
Gambar 4.1. Partisipasi Buah Pikiran di dalam program Hkm (dalam %) Gambar diatas menjelaskan bahwa responden yang ikut berpartisipasi dalam memberikan gagasan, ide atau usul selama mengikuti program HKm adalah sebanyak 36 responden (80%) di Desa Aor Nakan, 20 responden (74%) di desa Kuta Tinggi serta 21 responden (84%) di Desa Sibongkaras.
Masyarakat di 3 (tiga) desa ini memberikan respon positif terhadap program HKm dengan tingginya partisipasi mereka dalam bentuk buah pikiran dimana ide, pandangan maupun pendapat yang disampaikan sangat terkait dengan pengelolaan areal HKm. Yang menarik adalah kesediaan mereka mengikuti pertemuan-pertemuan dan memberikan gagasan selain karena terkait dengan pengelolaan areal kelola HKm adalah karena keberadaan pendamping atau penyuluh yang memfasilitasi pertemuan dan memancing mereka untuk berdiskusi dan saling memberikan ide.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa adanya peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI) yang memfasilitasi pertemuan dalam kaitannya dengan program HKm, berdampak pada kehadiran masyarakat yang cukup tinggi, mereka secara aktif terlibat dalam memberikan ide dan bahkan memberikan pertanyaan kritis pada materi atau topik yang mereka tidak mengerti. Selain itu, mereka juga terlibat aktif dalam persiapan rencana kegiatan, walaupun seringkali dalam pengambilan keputusan, mereka menyerahkannya kepada ketua kelompok, kepala desa dan/atau tokoh masyarakat yang dianggap lebih mengetahui. Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Suprayitno (2008) yakni eksistensi atau kehadiran seorang petugas penyuluh kehutanan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan implementasi program-program kehutanan di tingkat tapak. Petugas penyuluh kehutanan memiliki kontribusi yang sangat signifikan dan vital terutama dalam memberikan informasi, mengedukasi serta menggugah penduduk yang tinggal di sekitar kawasan hutan supaya bersedia dan ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan dan pemafaatan kawasan hutan yang berkelanjutan.
b. Partisipasi Tenaga
Pada kriteria ini, bentuk partisipasi dilihat dari pemberian sumbangan dalam bentuk tenaga selama program HKm, seperti membantu merealisasikan program tanpa mengharapkan imbalan berupa uang. Hasil analisis dari penyebaran kuesioner di ketiga desa tersebut dapat dilihat pada berikut,
Gambar 4.2. Partisipasi Tenaga dalam program Hkm (dalam %)
Gambar 4.2. diatas menjelaskan bahwa sebanyak 22 responden (49%) di Desa Aor Nakan, 13 responden (48%) di Desa Kuta Tinggi, dan 14 responden (56%) di Desa Sibongkaras menyatakan berpartisipasi dalam bentuk menyumbangkan tenaga untuk membantu berjalannya program Hutan Kemasyarakatan.
Partisipasi tenaga dapat dilihat wujudnya pada saat mengimplementasikan rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, beberapa diantaranya adalah dan pembangunan fasilitas pembibitan (nursery), pembuatan kompos dan pembuatan pupuk organik cair. Pada tahap ini, partisipasi dalam bentuk tenaga tidak terlalu tinggi, hanya sebagian warga di masing-masing KTH yang menyumbangkan tenaganya untuk terlibat dalam kegiatan membangun fasilitas pembibitan, pembuatan kompos dan pembuatan pupuk organik cair.
c. Partisipasi Harta Benda
Bentuk partisipasi yang merepresentasikan kriteria ini adalah memberikan sumbangan berupa harta benda misalnya uang, pakaian, makanan dan lain sebagainya. Hasil analisis pada tiga desa tersaji pada berikut;
Gambar 4.3. Partisipasi Harta Benda di dalam program Hkm (dalam %) Gambar 4.3. diatas menjelaskan bahwa masyarakat di tiga desa bersedia dan terdapat sebagian responden telah berpartisipasi dengan menyumbangkan harta benda untuk kelancaran program HKm. Secara persentase dapat dilihat bahwa di Desa Aor Nakan 16% responden telah berpartisipasi dan 84% responden yang tidak berpartisipasi. Di Desa Kuta Tinggi hanya sebesar 11% responden yang berpartisipasi dan 89% responden yang tidak berpartisipasi dalam bentuk sumbangan harta benda. Di Desa Sibongkaras jumlah responden yang berpartisipasi menyumbangkan harta-benda adalah sebesar 24%, dan 76% tidak ikut berpartisipasi dalam bentuk memberikan sumbangan harta benda.
Kondisi ini cukup menarik, karena meskipun jumlah persentase partisipasi dalam bentuk memberikan sumbangan harta-benda rendah, namun beberapa wujud partisipasi yang ditemukan sangat menunjang keberhasilan program HKm
ini, diantaranya adalah penyediaan konsumsi ringan ketika rapat, pembangunan pembibitan atau pembuatan pupuk organik. Disamping itu, ada juga warga yang menghibahkan lahannya untuk dijadikan sebagai pembibitan dan percontohan.
d. Partisipasi Keterampilan
Pada kriteria ini, bentuk partisipasi direpresentasikan dengan pemberian sumbangan oleh masyarakat dalam bentuk keterampilan atau keahlian dalam implementasi program Hutan Kemasyarakatan. Adapun hasil analisis dari jawaban di kuesioner disajikan pada gambar berikut;
Gambar 4.4. Partisipasi Keterampilan di dalam Program HKm (dalam %) Gambar 4.4 menunjukkan bahwa tidak banyak masyarakat yang memberikan partisipasi dalam bentuk keterampilan, hal ini disebabkan oleh karena minimnya keahlian atau keterampilan yang dimiliki masyarakat di ketiga desa tersebut merupakan kendala bagi masyarakat untuk menyumbangkan keahlian mereka dalam program Hutan Kemasyarakatan ini. Akan tetapi masih terdapat beberapa masyarakat yang berpartisipasi dalam bentuk keterampilan,
tinggi diantara desa lainnya yaitu sebanyak 10 orang responden (22%), hal ini juga dikarenakan responden desa Aor Nakan merupakan responden terbanyak di antara desa lainnya. Di Desa Kuta Tinggi terdapat 2 orang responden (7%) yang berpartisipasi dalam bentuk keterampilan dan di Desa Sibongkaras terdapat 6 orang responden (24%) memberikan partisipasi dalam bentuk keterampilan.
Bentuk partisipasi yang ditemukan diantaranya adalah keterampilan atau keahlian dalam membangun sarana pembibitan, keahlian dalam mengenali jenis-jenis tanaman hutan, keahlian dalam mengolah lahan terbatas dengan variasi jenis-jenis tanaman. Menurut Pasaribu dan Simanjuntak (1986), Partisipasi keterampilan, yakni mempersembahkan dukungan berupa keahlian, kompetensi atau keterampilan yang dimiliki seseorang kepada orang lain yang memerlukannya, tujuannya adalah supaya orang yang dimaksud mampu melaksanakan aktivitas atau kegiatan yang bisa menambah kesejahteraannya.
e. Partisipasi Sosial
Partisipasi dalam bentuk sosial direpresentasikan dengan keterlibatan responden dalam kegiatan sosial di desa seperti arisan, gotong-royong dan/atau serikat tolong menolong. Di wilayah ini, hubungan sosial antara masyarakat desa masih terjalan dengan erat. Masyarakat pedesaan masih sangat mengenal satu sama lain, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang masih mempunyai ikatan kekerabatan atau persaudaraan yang amat dekat, hal ini menjadi faktor utama yang mengakibatkan tingginya partisipasi sosial dibandingkan dengan bentuk partisipasi lainnya sebagaimana yang dijelaskan pada gambar berikut;
Gambar 4.5. Partisipasi Sosial dalam program Hkm (dalam %)
Masyarakat di ketiga desa di Kabupaten Pakpak Bharat pada umumnya terlibat dalam kegiatan sosial di desa mereka masing-masing. Kondisi tersebut dapat terlihat pada gambar di atas dimana sebanyak 41 orang responden (91%) di Desa Aor Nakan, 23 orang responden (85%) di Desa Kuta Tinggi dan 25 orang responden (100%) di Desa Sibongkaras yang terlibat dalam kegiatan sosial.
Sedangkan yang tidak mengikuti kegiatan sosial hanya sebagian kecil yaitu sebesar 9% di Desa Aor Nakan dan 16% di Desa Kuta Tinggi.
Terdapat beberapa bentuk kegiatan sosial di desa-desa target penelitian ini, salah satunya adalah urup-urup (saling membantu di musim tanam), menanam padi, pernikahan, merencanakan kegiatan adat, dan lain-lain. Hampir semua penduduk desa biasanya mengambil bagian dalam kegiatan ini, setidaknya satu perwakilan dari masing-masing keluarga akan berpartisipasi. Ini menegaskan bahwa terlibat dalam kegiatan sosial adalah bentuk partisipasi tertinggi di wilayah tersebut.
Jika terkait dengan kegiatan HKm, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah perbaikan pola budidaya tanaman kopi, di mana ada beberapa pengetahuan baru yang perlu dipraktikkan, misalnya; membuat Mikro-organisme lokal (MoL) dan membuat pupuk organik cair. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama di lahan masing-masing anggota kelompok HKm secara bergantian.
Keberadaan Yayasan PETAI memiliki pengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat tentang bentuk partisipasi masyarakat karena dukungan yang dilakukan dengan menempatkan staf di desa. Yayasan PETAI mengadakan pertemuan mingguan dan memberikan beberapa pelatihan terkait manajemen kelembagaan dan organisasi, diantaranya pelatihan pembuatan dan penyusunan peraturan atau statuta internal KTH dan pelatihan penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) keuangan. Pada setiap pertemuan, staf PETAI
memungkinkan dan bahkan mendorong masyarakat untuk mengekspresikan ide dan gagasan mereka.
4.3. Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada Program Hutan Kemasyarakat