• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Dalam dokumen T E S I S. Oleh MASRIZAL SARAAN (Halaman 84-93)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Adapun variabel yang dikaji pada penelitian ini melingkupi faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program HKm yakni X 1.1 (usia), X 1.2 (jenis kelamin), X 1.3 (pendidikan), X 1.4 (pekerjaan), X 1.5 (penghasilan), X 1.6

(komoditas unggulan), dan X 1.7 (lamanya tinggal) selaku variabel bebas serta partisipasi masyarakat selaku variabel tidak bebas.

Pengujian dilakukan dengan memanfaatkan software SPSS untuk menguji korelasi, regresi, uji F, uji T dan R square. Pengujian korelasi mengungkap adanya interaksi antara variabel bebas dan variabel tidak bebas serta mengetahui kuat atau lemahnya korelasi yang tercipta seperti dijelaskan pada tabel berikut;

Tabel 4.10. Hasil Uji Korelasi

Correlations

Keterangan: A) Memberi gagasan, B) Sumbangan tenaga, C) Sumbangan harta, D) Sumbangan keterampilan, E) Kegiatan sosial

Dasar Pengambilan Keputusan

 SIG < 0,05, artinya berkorelasi

PEDOMAN DERAJAT HUBUNGAN

 Apabila Parson Correlation 0,00 – 0,20, artinya Tidak Ada Korelasi

 Apabila Parson Correlation 0,21 – 0,40, artinya Korelasi Lemah

 Apabila Parson Correlation 0,41 – 0,60, artinya Korelasi Sedang

 Apabila Parson Correlation 0,61 – 0,80, artinya Korelasi Kuat

 Apabila Parson Correlation 0,81 – 1,00, artinya Korelasi Sempurna

Pada Tabel 4.10. diatas dapat dilihat bahwasanya korelasi antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas terlihat pada usia dan jenis kelamin dengan jenis kegiatan memberikan gagasan dan memberikan sumbangan dalam bentuk harta.

Kondisi tersebut dapat diperoleh dari:

Usia : nilai yang diperoleh adalah 0,044 dan < 0,05, artinya usia berkolerasi terhadap partisipasi masyarakat pada bentuk kegiatan memberikan gagasan

Jenis kelamin : nilai yang diperoleh adalah 0,019 dan < 0,05, artinya jenis kelamin berkolerasi terhadap partisipasi masyarakat dalam bentuk kegiatan memberikan sumbangan harta

Sedangkan dari sisi tingkat korelasinya, kedua variabel bebas yang berkolerasi memiliki tingkat korelasi yang rendah yang dapat dilihat dari:

Usia : Parson korelasi adalah 0,215 dimana nilai parson korelasinya pada kisaran 0,21 – 0,40 maka termasuk kedalam kategori korelasi lemah.

Jenis kelamin : Parson korelasi adalah 0,239 yang dimana nilai parson korelasinya pada kisaran 0,21 – 0,40 maka termasuk kedalam kategori korelasi lemah.

Pada pengujian regresi, Uji F, Uji T dan R square yang merupakan pengolahan sampel ke-tujuh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas, dimana;

Ho : apabila nilai signifikansi (<0,05) maka variabel pekerjaan, penghasilan, komoditas unggulan, usia, jenis kelamin, pendidikan dan lamanya tinggal secara bersama-sama memiliki pengaruh bagi tingkat partisipasi.

Ha : jika nilai signifikansi (>0,05) maka variabel pekerjaan, penghasilan, komoditas unggulan, usia, jenis kelamin, pendidikan dan lamanya tinggal secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh atas tingkat partisipasi.

Tabel 4.11. Hasil Uji F

Hasil perhitungan pada tabel diatas menyimpulkan nilai signifikansi sebesar 0.000 (<0,05). Artinya ketujuh variabel bebas yaitu pekerjaan, usia, penghasilan, jenis kelamin, pendidikan, komoditas unggulan, dan lamanya tinggal secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi.

Berdasarkan Uji T dapat dilihat dari nilai signifikansi variabel -variabel tersebut sebagaimana dijelaskan dibawah ini:

Usia : nilai yang diperoleh adalah 0,634 (> 0,05). Artinya usia tidak mempengaruhi partisipasi.

Jenis kelamin : nilai yang diperoleh adalah 0,577 (> 0,05). Artinya jenis

Pendidikan : nilai yang diperoleh adalah 0,683 (> 0,05). Artinya komoditas unggulan tidak mempengaruhi partisipasi.

Lama Tinggal : nilai signifikansi adalah 0,484 (> 0,05). Artinya lama tinggal tidak mempengaruhi partisipasi.

Penilaian atau pengukuran terhadap variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas dijelaskan pada tabel berikut;

Tabel 4.12. Koefisien Determinasi (R Square)

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .397a .157 .089 5.74917

Bersumber pada Tabel 4.12 diatas, nilai R square yang didapatkan ialah 0,157. Kondisi ini menjelaskan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tidak bebas sebesar 15,7%, sedangkan 84.3% lainnya merupakan pengaruh variabel atau indikator yang belum dianalisis dalam penelitian ini.

Tabel 4.13. Ringkasan Model (Model Summary)

Model R R

a. Predictors: (Constant), lama tinggal, komoditas unggulan, penghasilan, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan

b. Predictor: (constant)

4.5. Pemilihan Bentuk Partisipasi Terbaik Menggunakan Expert Choice 11 a. Struktur Hirarki Masalah

Struktur hirarki diperlukan untuk mempermudah pengambilan keputusan dengan menggambarkan permasalahan yang dihadapi. Struktur hirarki terdiri dari sasaran atau goal, kriteria dan alternatif. Sasaran dari permasalahan adalah pemilihan bentuk partisipasi terbaik untuk diimplementasikan di KPH Wilayah XIV - Sidikalang. Selanjutnya permasalahan dipecahkan dengan membandingkan kriteria dan alternatif. Kriteria yang ditetapkan adalah bentuk partisipasi. Adapun alternatif adalah pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan fasilitasi akses pasar, fasilitasi sarana dan prasarana pertanian/ perkebunan/ peternakan, peningkatan keterampilan masyarakat melalui pelatihan dan ketersediaan pendamping serta penataan kelembagaan kelompok. Struktur hirarki penelitian ini disajikan pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10. Struktur Hierarki Pemilihan Bentuk Partisipasi Terbaik Kriteria

Sasaran / Goal

Alternatif

Buah

pikiran Tenaga Harta

Benda Keterampilan Sosial

& Keahlian

Pemilihan Bentuk Partisipasi Terbaik Untuk Dikembangkan Pada Program Perhutanan Sosial

b. Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison) Antar Kriteria

Setelah struktur hirarki ditentukan, selanjutnya adalah menganalisis perbandingan berpasangan (Pairwise comparison) antar setiap elemen pada level kriteria dan level alternatif menggunakan skala Saaty oleh responden expert.

Selanjutnya hasil perbandingan berpasangan tersebut dianalisis menggunakan software Expert Choice 11. Diketahui bahwa dari hasil analisis perbandingan berpasangan oleh responden, nilai Incon/Consistency Ratio lebih kecil atau berada di bawah angka 0,1 dengan demikian hasil perhitungan dapat disebut konsisten.

Perhitungan ini sejalan dengan penjelasan Rahmawaty (2011) yaitu apabila nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil atau berada di bawah 0,1 maka terdapat tingkat konsistensi yang wajar pada perbandingan pasangan. Sedangkan, apabila nilai CR sama dengan atau kurang dari 0,1, maka nilai rasio tidak konsisten.

c. Hasil Pembobotan Setiap Elemen

Setelah memperoleh hasil analisis perbandingan berpasangan dari ke tujuh responden expert, selanjutnya adalah memberikan pembobotan pada setiap elemen yang ada pada level kriteria dan alternatif berdasarkan tingkat kepentingannya. Sehingga dapat diketahui elemen yang paling tinggi prioritasnya.

Hasil pemilihan bentuk partisipasi terbaik untuk dikembangkan pada program Hutan Kemasyarakatan dengan memanfaatkan aplikasi/software Expert Choice 11 dijelaskan pada tabel berikut;

Tabel 4.14. Ringkasan Hasil Perhitungan Kriteria Terbaik

Kriteria Rataan Geometrik (RG) Prioritas Kriteria Ranking

Sosial 0,229 0,271 1

Keterampilan dan Kemahiran 0,233 0,261 2

Buah Pikiran 0,189 0,217 3

Harta Benda 0,092 0,135 4

Tenaga 0,101 0,116 5

Total 0,843 1

Hasil analisis menggunakan Expert Choice 11 menunjukkan bahwa bentuk partisipasi terbaik untuk dikembangkan dalam implementasi program Hutan Kemasyarakatan menurut para responden pakar adalah kriteria “Sosial” dengan nilai 0,271.

Kemudian, seperti perhitungan pada elemen kriteria, maka hasil akhir perhitungan tingkat kepentingan alternatif berdasarkan penilaian para responden pakar, dideskripsikan pda tabel dibawah ini.

Tabel 4.15. Ringkasan Hasil Perhitungan Alternatif Terbaik

Alternatif Rataan

dan pengambilan keputusan kegiatan 0,207 0,212 3 Pemberdayaan ekonomi masyarakat dan

fasilitasi akses pasar 0,162 0,166 4

Fasilitasi sarana dan prasarana

pertanian/perkebunan/peternakan 0,121 0,131 5

Total 1 1

Hasil penilaian terhadap masing-masing alternatif menunjukkan bahwa faktor “Penataan Kelembagaan Kelompok Masyarakat” adalah pilihan yang terbaik menurut responden pakar dengan nilai 0,246. Pilihan bentuk partisipasi berikutnya adalah “Peningkatan Keterampilan Masyarakat melalui Pelatihan-Pelatihan dan Ketersediaan Penyuluh/Pendamping” dengan nilai 0,245, diikuti faktor “Pelibatan Masyarakat dalam Perencanaan dan Pengambilan Keputusan Kegiatan” dengan nilai 0,212, serta “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Fasilitasi Akses Pasar”. Sedangkan bentuk partisipasi yang paling terakhir adalah

“Fasilitasi Sarana dan Prasarana Pertanian/Perkebunan/Peternakan” dengan nilai 0,131.

Perbedaan nilai antara “Penataan Kelembagaan Kelompok Masyarakat”

dengan “Peningkatan Keterampilan Masyarakat melalui Pelatihan-Pelatihan dan Ketersediaan Penyuluh/Pendamping” sangat tipis, hanya sebesar 0,001. Peneliti menyimpulkan bahwa ada keterkaitan antara penataan kelembagaan kelompok masyarakat dengan peningkatan keterampilan masyarakat. Kedua alternatif ini dapat diintervensi secara bersamaan dan dapat saling mempengaruhi.

Penataan kelembagaan kelompok masyarakat berkaitan dengan kapasitas dan kemandirian kelompok tani. Pernyataan ini sejalan dengan penjelasan Uphoff et al. dalam Bryant dan White (1982), yakni diantara upaya-upaya yang dapat

dilakukan dalam rangka menumbuh-kembangkan partisipasi masyarakat ialah dengan melibatkan peran organisasi-organisasi lokal.

Lebih lanjut, Anantanyu (2009) menyoroti bahwa di negara-negara berkembang penataan kelembagaan kelompok petani cenderung masih lemah, disamping banyaknya kendala dalam menghidupkan organisasi/kelembagaan di tingkat petani serta terbatasnya kopetensi atau kapabilitas organisasi petani.

Dalam wawancara mendalam dengan responden pakar yang menjalankan program pendampingan masyarakat, seperti KPH dan BPSKL, terungkap bahwa kelembagaan kelompok HKm yang ada umumnya masih bersifat instan dan belum mandiri. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan kapasitasnya melalui pendampingan dalam segi manajemen kelompok termasuk didalamnya manajemen organisasi, tata laksana, perencanaan, hingga pelaksanaan kegiatan.

Kelompok tani hutan di 3 (tiga) desa sasaran penelitian belum memiliki mekanisme yang mengarah pada peningkatan kapasitas individu petani dan kapasitas kelembagaan. Meskipun sudah ada dukungan dari pemangku kepentingan diluar pihak KTH (dalam hal ini Yayasan PETAI) untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui serangkaian pelatihan, namun materi-materi yang disampaikan belum mampu meningkatkan kapasitas kelembagaan dan keterampilan masayrakat. Pelatihan-pelatihan yang terkait dengan upaya peningkatan produksi komoditas yang dikelola harus diperbanyak, seperti pelatihan budidaya kopi, pelatihan pengelolaan gambir, pelatihan pengelolaan bambu dan pelatihan budidaya lebah madu.

Menurut Nasrul (2012), upaya pengembangan atau penguatan kapasitas kelembagaan kelompok/petani dapat disebut sebagai sebuah upaya pemberdayaan yang direncanakan dan dilakukan dengan sadar melalui upaya-upaya kolektif petani untuk meningkatkan keragaman sistem perekonomian masyarakat pedesaan. Terkait penataan kelembagaan kelompok, Suradisastra (2008) menjelaskan bahwa upaya penguatan lembaga petani dalam rangka menambah animo, ketertarikan dan semangat dalam berusaha akan semakin berhasil jika menggunakan 3 (tiga) kata kunci prioritas, yakni: norma (adat/kebiasaan), perilaku (integritas/karakter), serta keadaan dan interaksi sosial.

Penataan kelembagaan kelompok tani tidak hanya dilakukan oleh petani itu sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh Suradisastra (2006) bahwa campur tangan atau intervensi pemerintah dalam pembangunan kelembagaan pertanian di masa depan masih dibutuhkan. Namun demikian, intervensi pemerintah yang dibutuhkan tidak berkarakter koersif (pengendalian sosial yang bersifat

kekerasan), tetapi memiliki sifat menyediakan, memudahkan dan memfasilitasi sehingga bisa merangsang perkembangan organisasi/kelembagaan pertanian yang padu atau melekat satu dengan lainnya. Kaidah-kaidah yang terbangun di dalam organisasi/kelembagaan lokal seharusnya memiliki karakter leadership serta sejalan dengan norma-norma dan ketentuan yang mengatur organisasi/kelembagaan yang eksisting.

Dalam dokumen T E S I S. Oleh MASRIZAL SARAAN (Halaman 84-93)

Dokumen terkait