• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENYELESAIAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN YANG

B. Perdamaian Dalam Pembagian Waris

3. Bentuk perdamaian

Perdamaian yang telah disepakati, baik dari hasil musyawarah maupun dari hal lain haruslah tertulis, sebagaimana ketentuan yang telah ditegaskan dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tulisan adalah sesuatu yang memuat suatu tanda yang dapat dibaca dan menyatakan suatu buah pikiran, tulisan dapat berupa akta dan tulisan yang bukan akta. Akta adalah tulisan khusus yang dibuat

untuk dijadikan bukti atas hak yang disebut didalamnya.74 Tulisan (geschrift)

menurut Asser-Anema adalah “dragers van verstaanbare leestekens dienende om een gedachteneenheid te vertolken, yang diterjemahkan oleh Tan Thong Kie adalah pengemban tanda baca yang mengandung arti serta bermanfaat untuk menggambarkan suatu pikiran”.75 Kesepakatan dalam bentuk tertulis seperti yang

diungkapkan dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebenarnya undang-undang tidak menjelaskan secara tereprinci mengenai kata-kata “persetujuan ini tidaklah sah, melainkan dibuat secara tertulis”, ataupun hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis, tidak ada ketentuan yang mengharuskan untuk dituangkan dalam bentuk akta otentik, namun bukan berarti dalam perdamaian selalu akta di bawah tangan, sangat di anjurkan untuk menuangkan perdamaian tersebut dalam akta otentik, sehingga adanya kekuatan hukum dalam hal pembuktian jika dikemudian hari adanya sengketa yang timbul.

Akta merupakan suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani, dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum.76 Akta sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu

peristiwa hukum dan ditandatangani, hal ini sesuai dengan Pasal 1867 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa akta itu dibuat sebagai tanda bukti, berfungsi untuk memastikan suatu peristiwa hukum yang dengan tujuan menghindari

74Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (BW),(Jakarta : Bina Aksara, 1986), hlm. 190. 75

Tan Thong Kie,Op.Cit,hlm. 441.

76Santia Dewi dan R.M. Fauwas Diradja,Panduan Teori Dan Praktik Notaris,( Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 36.

sengketa, sehingga dalam pembuatan akta harus sedemikian rupa sehingga apa yang diingikan untuk dibuktikan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang dibuat tersebut77.

Akta perdamaian harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Ciri pertama dari perjanjian adalah kata sepakat, yaitu pernyataan kehendak beberapa orang (duorum vel plurium in idem placitum consensus). Artinya, perjanjian hanya dapat timbul dengan kerja sama dari dua orang atau lebih atau perjanjian dibangun oleh perbuatan dari beberapa orang. Karenanya, perjanjian digolongkan sebagai perbuatan hukum berganda.78 Sepakat atau perizinan dimaksudkan bahwa

kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat atau setuju mengenai hal- hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan terjadinya perjanjian dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

77Syafruddin Adi Wijaya,Akta Perdamaian Sebagai Jalan Penyelesaian Sengketa Tanah di

Luar Pengadilan (Studi Kasus Penyelesaian Perkara Antara Pemilik Tanah Adat Ahli Waris PA Nampati Purba Dengan PT. Bank Sumatera Utara Di Kabanjahe), Tesis, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2008), hlm. 65-66.

78Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Pihak-pihak yang membuat perjanjian harus cakap hukum, pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikiranya adalah cakap menurut hukum. Pandamgan cakap hukum harus diterapkan dalam sahnya perjanjian dikarenakan dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk bertanggung jawab akan perbuatanya mengenai perjanjian tersebut, sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena orang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaanya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh- sungguh berhak bebas berbuat dengan harta kekayaanya.79

c. Suatu hal tertentu

Suatu perjanjian harusharus mengenai hal tertentu, maksudnya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan.80 Barang atau objek dari perjanjian harus jelas dan ada, bukan berarti

barang yang masih diangan-angan. d. Suatu sebab yang halal

Sebab yang halal berarti sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asanya tidak diperdulikan oleh undang-undang, jadi yang dimaksud dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri.81Dimana perjanjian isinya tidak

79R. Subekti,Hukum Perjanjian,(PT. Intermasa : Jakarta, 2001), hlm. 17-18. 80 Ibid,Hlm . 19.

boleh memperjanjikan mengenai hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang atau bertentangan dengan undang-undang.

Dalam hukum perjanjian termasuk akta perdamaian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima, yaitu:82

a. Asas kebebasan berkontrak

Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas tersebut bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapa saja, apa saja isinya, dan bentuknya bebas sejauh tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan.83 Pasal-Pasal dalam

hukum perjanjian sebagian besar (karena Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bersifat memaksa) dinamakan hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari Pasal-Pasal hukum perjanjian namun bila para pihak tidak mengatur sendiri sesuatu soal maka mereka tunduk pada undang-undang dalam hal ini Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika dipahami secara seksama maka asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya dan menentukan bentuknya perjanjian yaitu secara tertulis atau lisan.

82Salim HS,Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Buku

Kesatu), (Jakarta : Sinar Grafika. 2003). hlm 9. 83R. Subekti,Op.Cit.hlm 13-14.

Namun, keempat hal tersebut boleh dilakukan dengan syarat tidak melanggar undang- undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

b. Asas konsensualisme

Perjanjian lahir atau terjadi dengan adanya kata sepakat, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kemauan para pihak.

c. Asas mengikatnya suatu perjanjian (pacta sunt servanda)

Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuat, Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

d. Asas itikad baik

Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

e. Asas kepribadian (personalitas)

Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat di dalam Pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang janji untuk pihak ketiga.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman ada 10 asas perjanjian, yaitu84

a. Kebebasan mengadakan perjanjian; b. Konsensualisme; c. Kepercayaan; d. Kekuatan mengikat; e. Persamaan hukum; f. Keseimbangan; g. Kepastian hukum; h. Moral;

84Mariam Darus Badrulzaman,KUHPerdata Buku III,(Bandung : Alumni, 2009) hlm 108-120.

i. Kepatutan; j. Kebiasaan.

Akta dalam perdamaian yaitu akta di bawah tangan dan akta otentik. Dalam akta otentik adanya pembagian akta perdamaian kembali yaitu Akta perdamaian dengan persetujuan Hakim atau acta van vergelijk, dan Akta perdamaian tanpa persetujuan Hakim atauacta van dading(termasuk akta perdamaian yang dibuat oleh dan di muka Notaris).

a. Akta di bawah tangan

Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak oleh atau tanpa perantaraan seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.85 Akta di bawah tangan adalah suatu akta

yang dibuat oleh para pihak tanpa bantuan pejabat umum, dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti.86

Pada akta di bawah tangan yang membuat dan menandatanganinya adalah para pihak yang terkait, dimana tidak adanya pejabat yang berwenang terkait dalam akta tersebut, seperti sewa menyewa yang sering terjadi di lapangan atau dikenyataan yang mana lebih banyak memilih dengan akta di bawah tangan dan didukungnya faktor-faktor kemudahan, salah satu faktor tidak terlepas alasan ekonomis. Dalam hal akta di bawah tangan kaitannya kepada Notaris hanya sebatas mendaftarkan atau

85Santia Dewi dan R.M. Fauwas Diradja,Loc.Cit.

86 Efendi Perangin Angin, Kumpulan Kuliah Pembuatan Akta I, ( Jakarta : Raja Grafindo, 1991), hlm. 64.

legalisasi, yang mana Notaris hanya menjamin tanda tangannya saja, tidak terkait kepada isi dari akta tersebut.

Dalam hal perdamaian yang dituangkan dalam akta di bawah tangan, bentuk dan format dari akta itu tidak terikat dengan satu atau lebih peraturan, namun lebih kepada ketentua isi dari perdamaian tersebut, mengenai sah nya dari suatu perjanjian, baik dari sisi subjektif maupun objektif. Akta di bawah tangan berkaitan dengan Notaris jika para pihak berkeinginan mendaftarkan akta tersebut atau dengan kata lain legalisasi, sesuai dengan Pasal 1874 dan 1874 a KHUPerdata. Mengenai akta di bawah tangan Notaris hanya menjamin sebatas tandan tangan dari para pihak yang termuat dalam akta tersebut.

b. Akta otentik

Akta otentik merupakan akta yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang, dimana baik isi dan tanda tangan dari akta tersebut dijamin oleh pejabat yang berwenang tersebut. Akta otentik merupakan “suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya”.87

Akta otentik menjadi sah secara hukum apabila akta tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai alat bukti dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, maksudnya adalah akta tersebut telah mempunyai kekuatan hukum pembuktian keluar baik dalam bentuk formil maupun materil karena itu kedudukannya sama dengan undang-undang yaitu apabila suatu pihak mengajukan sebuah akta resmi

maka apa yang tertulis di dalam akta itu harus dipercaya oleh hakim, kecuali jika ada bukti-bukti lawan yang mempunyai derajat atau nilai yang mempunyai kekuatan melumpuhkan.

Akta otentik bukan hanya karena penetapan undang-undang tetapi karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum. Atau dengan kata lain akta otentik adalah :

“Akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan yang berkepentingan. Akta otentik yang terutama memuat keterangan seorang pejabat yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat dihadapannya”.88

Perdamaian memang tidak tegas diatur tuangkan dalam bentuk akta otentik, namun secara tegas hanya diharuskan tertulis. Dalam hal perdamaian terutama dalam waris sangat di anjurkan untuk akta otentik, karena waris tidak jauh dari konflik. Sehingga dalam pembuktian kelak telah sempurna untuk kekuatan pembuktiannya. Bentuk akta perdamaian tidak terlepas dari bentuk-bentuk akta lainnya yang otentik, terutama akta Notaris. Adanya ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dan dipatuhi. Pada akta otentik termasuk Akta perdamaian dengan persetujuan Hakim atau

acta van vergelijk dan Akta perdamaian tanpa persetujuan Hakim atau acta van dading(termasuk akta Notaris), yang mana penjelasannya sebagai berikut :

1. Akta perdamaian dengan persetujuan Hakim atauacta van vergelijk.

Pasal 130 H.I.R atau 154 RBG menghendaki penyelesaian sengketa secara damai, Pasal tersebut berbunyi: “jika pada hari yang ditentukan kedua belah pihak

88Victor M. Situmorang dan Cormenyana Sitanggang,Grosse Akta Dalam Pembuktian dan

datang maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka”.89

Menurut PERMA Nomor 1 Tahun 2008, Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. Sedangkan “kesepakatan damai adalah dokumen yang memuat syarat- syarat yang disepakati oleh para pihak guna untuk mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasarkan Peraturan ini”.90 Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008, penyebutannya

dengan kesepakatan damai yang telah dinyatakan pada uraian sebelumnya.

Kesepakatan damai dan akta perdamaian tidaklah sama dalam peradilan, kategori kesepakatan damai merupakan langkah awal yang harus dilaksanakan oleh pihak bersengketa, dengan kata lain mediasi. Mediasi91dengan mediator92yang telah

disediakan oleh Pengadilan untuk memberi fasilitas pelaksanaan kesepakatan damai, namun pihak yang bersengketa dapat menunjuk mediator yang pihak bersengketa inginkan.

Akta perdamaian dengan persertujuan Hakim yang melalui mediasi di Pengadilan tertuang dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi

89R.Subekti,Aneka Perjanjian,(Bandung : PT Citra Aditya, 1999), hlm . 177.

90Pasal 1 angka 5 Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mendiasi di Pengadilan. 91 Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Lihat Pasal 1 angka (7) Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Proses Mediasi Di Pengadilan.

92

Pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan suatu penyelesaian.

Di Pengadilan, Pasal 2 ayat (1) mengatakan Perma ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses perkara di Pengadilan.

Perkara yang dapat menjalani mediasi adalah seluruh perkara yang masuk melalui Pengadilan kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan kePengadilan Tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.93

Perkara yang dalam proses banding, kasasi dan peninjauan kembali dapat juga menempuh upaya perdamaian terhadap kasus tersebut, namun selama kasus banding, kasasi dan peninjauan kembali itu belum diputus. Dengan proses para pihak yang bersengketa mengajukan perdamaian dengan tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dari kasus tersebut, dengan diterimanya kesepakatan perdamaian yang diajukan tersebut maka Ketua Pengadilan Tingkat pertama memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang atau Ketua Mahkamah Agung bahwa kehendak para pihak bersengketa untuk menempuh perdamaian. Sehingga kasus yang sedang berjalan pada tingkat banding maupun tingkat kasasi atau peninjauan kembali diundur selama 14 (empat belas) hari, karena proses perdamaian yang dilaksanakan di Pengadilan Tingkat pertama selama 14 (empat belas ) hari kerja.

Dalam waktu yang ditentukan tersebut maka proses perdamaian dilaksanakan, jika tercapai kesepakatan damai pihak yang bersengketa, maka melalui Pengadilan Tingkat Pertama para pihak dapat mengajukan kesepakatan damai yang dalam bentuk tertulis kepada majelis Hakim banding atau kasasi ataupun peninjauan kembali agar kesepakatan damai tersebut dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.

Perdamaian pada proses banding contohnya pada kasus pembagian waris yang mana mengenyampingkan putusan Pengadilan Negeri, kasus dengan nomor putusan 305/Pdt.G/2007/PN.Bekasi. Pada kasus tersebut ahli waris dipaksa untuk pembagian harta peninggalan berupa tanah dengan bagian 1/5 (seperlima) bagian masing-masing, namun jika sulit dalam pembagian dengan harta peninggalan berupa tanah beserta bangunan, maka dipaksa jual lelang. Sebagian ahli waris yang sebagai penggugat mengajukan banding, namun pertengahan proses banding para pihak sepakat mengadakan perdamaian dengan menentukan bagian masing-masing langsung diperuntukan berupa tanah beserta bangunan yang ada. Sehingga perdamaian terlaksana dengan mengenyampingkan putusan Pengadilan Negeri.

Bentuk akta perdamaian dengan persetujuan Hakim, untuk sekarang telah dibakukan, karena adanya perbedaan bentuk akta perdamaian yang diputuskan oleh Hakim, sehingga Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan penyeragaman bentuk akta perdamaian dengan persetujuan Hakim. Penyeragaman bentuk akta perdamaian disini bukanlah berarti seluruh akta perdamaian termasuk akta perdamaian di luar pengadilan, hanya akta perdamaian yang dengan persetujuan Hakim.

“Upaya lain yang dilakukan MA adalah menyeragamkan format akta perdamaian. Penyeragaman format akta perdamaian itu dibuat sebagai tindak lanjut Perma Mediasi. Himbauan untuk menyeragamkan format akta tertuang dalam Surat Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Abdul Kadir Mappong, bernomor 24/Wk.MA.Y/VI/2009. Dalam surat yang ditujukan kepada para pimpinan badan peradilan umum dan agama seluruh Indonesia itu terungkap MA merasa perlu menyeragamkan karena selama ini masih ditemukan format berbeda di setiap pengadilan.

Selain menghimbau ada kesesuaian format akta, MA juga melampirkan contoh format akta perdamaian di pengadilan. Dalam contoh format yang dibuat MA, tertuang antara lain waktu tercapainya perdamaian, nama mediator, identitas para pihak yang bersengketa, dan materi perdamaian. Setelah akta perdamaian itu, majelis hakim menjatuhkan putusan yang isinya menghukum kedua belah pihak untuk mentaati isi persetujuan yang telah disepakati tersebut di atas.

Anggota Indonesian Mediator Association (IMA), Tony Budidjaja, menjelaskan bahwa dalam teori dan praktik hukum di Indonesia, perdamaian dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta otentik (dibuat di hadapan notaris atau hakim). Jika yang dimaksud MA adalah akta yang dibuat di hadapan hakim biasa disebut putusan perdamaian, maka penyeragaman format akta diperlukan. Penyeragaman itu, kata Tony, bermanfaat bagi hakim untuk kepentingan administrasi atau pengawasan. Misalnya, untuk kepentingan validasi akta perdamaian dan kepentingan eksekusi.

Bagi para pihak, lanjut peraih Asia Law Leading Lawyers 2006 ini, penyeragaman akta akan bermanfaat untuk menambah keyakinan (rasa aman) mengenai kekuatan hukum atas perdamaian yang mereka buat. Ini juga membantu para pihak mendokumentasikan perdamaian yang mereka capai”.94

Salah satu contoh akta perdamaian dengan putusan Hakim adalah putusan akta perdamaian Nomor 75/Merek/2003/PN.Niaga.Jkt.Pst, yang mana PT. Bogamulia Nagadi sebagai pihak pertama atau penggugat dengan Kamil Setiadi sebagai tergugat. Perdamaian mengenai merek dagang, yang mana penyebutannya hanya sedikit berbeda. Putusan akta perdamaian tersebut yang mana isinya mengenai kedudukan

94Penyeragaman Akta Perdamaian Oleh Mahkamah Agung,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22578/mahkamah-agung-seragamkan-format-akta- perdamaian, diakses pada tanggal 26-09-2013.

perkara seperti putusan lainnya, serta mencantumkan bahwa para pihak sepakat berdamai di muka persidangan. Isi dari putusan Hakim adalah menghukum para pihak untuk berdamai dan mengemban biaya perkara bersama.

2. Akta perdamaian tanpa persetujuan Hakim atauacta van dading.

Menurut R. Subekti dan R. Tjitrosudibio : “dading” adalah suatu perjanjian (overeenkomst) yang tunduk pada Buku III KUH Perdata, dan oleh karenanya sejalan dengan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undan Hukum Perdata, alinea pertama,

dadingsebagai suatu perjanjian, asalkan dibuat secara sah (wettiglijk) mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang (strekken degenen die dezelven hebben aangegaan tot wet). Jadi, asalkan dading tersebut, sebagai suatu perjanjian, dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian, termasuknya akta perdamaian yang dibuat oleh Notaris.

Akta Notaris merupakan akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan undang-undang ini.95Bentuk yang telah

ditentukan oleh undang-undang adalah akta tersebut telah sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) UUJN, yang menyatakan setiap akta Notaris terdiri dari :

1. Awal akta atau kepala akta

Awal akta atau kepala akta merupakan bagian pertama atau paling atas dari akta, dimana adanya judul akta, nomor akta, hari, tanggal, bulan dan tahun pembuatan akta serta Notaris yang membuat dan kedudukan Notaris tersebut.

2. Badan akta

Badan akta dimana memuat keterangan-keterangan para pihak yang menghadap, perbuatan hukum baik yang telah dan akan dilaksanakan, objek dari perbuatan hukum. Dalam hal akta perdamaian mengenai waris, badan akta memuat lengkap mengenai ahli-ahli waris yang bertindak, baik bertindak langsung untuk dirinya sendiri maupun untuk kuasa dari ahli waris lainnya atau merupakan wali hukum maupun wali hakim atau pengampu yang telah ditunjuk oleh Hakim. Serta dasar ahli waris bertindak, objek-objek warisan serta pembagian atau pengelolaan warisan tersebut, sehingga mengurangi tingkat konflik yang akan timbul.

Pada badan akta inilah terlihat jelas mengenai perdamaian, yang mana perdamaian memiliki dua sifat, yaitu menghindari sengketa dan menyelesaikan sengketa. Akta Notaris yang mana para pihak berniat membuat akta perdamaian yang tujuannya untuk menghindari sengketa yang akan muncul, maka di premise akta akan adanya kalimat “ bahwa para pihak telah sepakat untuk membuat akta perdamaian untuk tidak membagi harta peninggalan dari almarhum tersebut di atas sebagaimana harta peninggalan yang akan disebutkan dalam akta ini. Serta para pihak sepakat untuk mengelola, menjaga, merawat serta melalukan segala tindakan administrasi maupun perbuatan hukum terhadap harta peninggalan tersebut secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dengan adanya izin tertulis dari keseluruhan pihak yang tidak ikut bertindak”. Sehingga terlihat bahwa keinginan para pihak berdamai dalam pengelolaan, perawatan dan lain-lain mengenai harta peninggalan tersebut secara bersama-sama.

Pada akta perdamaian yang mana sifat keduanya dari perdamaian adalah menyelesaikan sengketa, sehingga dalam premise akta perdamaian terlihat adanya

Dokumen terkait