• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian waris terhadap anak luar kawin yang diakui

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Skema 8 Pembagian waris terhadap anak luar kawin yang diakui

Pembagian waris terhadap anak luar kawin yang diakui

C A --- B

d e f

( f anak diakui oleh A)

Keterangan skema 8: A (pria) semasa hidup samenleven dengan B memiliki anak f yang telah diakui oleh A sebelum perkawinannya denga C dan memiliki anak d dan e.

Skema 8 merupakan skema waris yang mana adanya anak luar kawin ikut mewaris bersama dengan golongan pertama. A (pria) semasa hidupnya pernah hidup bersama dengan wanita bernama B, yang mana kemudian A pisah dengan B dan A menikah secara resmi baik agama dan hukum dengan C, dalam hal ini berlaku Pasal 863 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari hidup bersama A dengan B melahirkan seorang anak bernama f yang telah diakui oleh A sebelum A menikah dengan C. Serta dari perkawinan A dengan C lahir 2 orang anak bernama d dan e. dalam pembagian waris dengan adanya anak luar kawin maka adanya beberapa tahap yang harus dilakukan.

a) Karena f mewaris dengan golongan pertama, maka f berhak 1/3 bagian. Jadi perhitungan awal untuk f, 1/3 x ¼ = 1/12. Sisanya 1-1/12= 11/12. 11/12 ini lah bagian untuk C, d dan e.

b) Masuk kedalam perhitungan C, d dan e. masing-masing mendapatkan 11/12 x 1/3= 11/36 bagian.

c) Bagiag C, d, dan e adalah 11/36 bagian masing-masing; sedangkan f mendapat 1/12 bagian.

Selanjutnya mengenai hak waris pasif bagi anak luar kawin yang diakui, hak waris pasif sesuai dengan penjelasan di atas, dimana anak luar kawin yang di akui tersebut kedudukannya sebagai pewaris. Dalam hal ini adanya ketentuan tersendiri, hak waris pasif terjadi jika anak luar kawin yang diakui oleh ayah atau ibunya meninggal dunia terlebih dahulu dan tidak memiliki keturunan. Pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibu dari si anak luar kawin tersebut harus sewaktu anak masih hidup, karena pengakuan setelah meninggal dunia tidak menimbulkan akibat hukum bagi pihak yang mengakui, serta pengakuan tersebut juga tidak selama perkawinan selanjutnya dari ayah atau ibu anak luar kawin tersebut.

Anak luar kawin yang diakui tersebut meninggal dunia dengan tidak meninggalkan keturunan, namun ayah atau ibunya masih ada, maka ayah atau ibunya berhak menerima warisan tersebut. Jika ayah atau ibu dari anak luar kawin tersebut masih ada keduanya, maka ayah dan ibu mendapat ½ (seperdua) bagian. Sebagaimana bunyi Pasal 870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “warisan seorang anak luar kawin, yang meninggal dunia dengan tak meninggalkan keturunan

maupun suami atau istri, adalah untuk bapak atau ibunya yang telah mengakuinya, atau untuk mereka berdua masing-masing setengahnya, jika keduanya telah mengkuinya”.65

b. Pengesahan

Pengesahan terhadap anak luar kawin dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur mulai Pasal 272 hingga Pasal 279 . “Pengesahan merupakan satu lembaga hukum yang jika dipergunakan akan mengakibatkan anak yang diakui, naik statusnya menjadi anak yang disahkan”.66

Pengesahan dilaksanakan dengan pernikahan kedua orang tua anak yang status awalnya diakui. Dimana orang tua biologis dari si anak yang diakui. Dengan demikian anak yang statusnya dari diakui menjadi sah sama dengan anak sah yang lahir dari perkawinan resmi dari pasangan suami istri, baik secara agama maupun secara hukum.

Naiknya status anak yang diakui menjadi anak yang disahkan, maka akibat hukum dari pengakuan berubah juga, dimana pada pengakuan anak yang diakui hubungan perdata hanya sebatas orang tua yang mengakui tidak sampai kepada keluarga dari orang tua yang mengakui, baik keluarga garis keatas maupun keluarga garis kebawah. Lain halnya dengan pengesahan, anak yang disahkan telah sama statusnya dengan anak sah, dimana hubungan perdata tidak hanya sebatas orang tua

65Pasal 870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 66MU. Sembiring,Op.Cit, hlm. 17

tapi juga adanya timbul hubungan perdata terhadap dua keluarga, baik keluarga ayah maupun keluarga ibu dari anak yang disahkan tadi.

2. Ahli waristestamen(wasiat)

Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.67Adapun yang dinamakan

surat wasiat atau testamen ialah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali.68

Surat wasiat merupakan keinginan terakhir dari pewaris mengenai harta pewaris, yang mana kehendak terakhir itu dapat berupa pengangkatan ahli waris, hibah wasiat, pengangkatan executeur testamenter, dan terkadang ada juga memasukan pengakuan anak didalam wasiat.69 Pada wasiat yang memuat kehendak

terakhir bukan berarti keseluruhan kehendak tersebut dapat dilaksanakan, namun adanya keterbatasan yang dapat dilaksanakan.

Wasiat merupakan kehendak terakhir dari pewaris, namun terkadang kehendak dari pewaris adanya faktor-faktor yang mempengaruhi sehinggalegitimaris

tidak mendapatkan bagian atau dengan kata lain hilangnya hak mewaris dari

legitimaris, hal ini tidak dibolehkan oleh undang-undang. Dimana jika wasiat yang

67Pasal 874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 68Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

dibuat oleh pewaris mengandung unsur penghilangan hak legitimaris maka,

legitimarisberhak menuntutlegitimportiedari haknya.

Wasiat adanya beberapa bentuk, wasiat umum dan wasiat rahasia serta wasiat

olograpis, yaitu:70

a. surat wasiatolograpis, adapun yang dimaksud dengan surat wasiatolograpis

adalah surat wasiat yang dibuat dan ditulis sendiri olehtestateur. Surat wasiat yang demikian harus seluruhnya ditulis sendiri oleh testateur dan ditanda tangani olehnya, sebagaimana Pasal 932 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kemudian surat wasiat tersebut dibawa ke Notaris untuk dititipkan atau disimpan dalam protokol Notaris. Notaris yang menerima penyimpanan wasiat olograpis, wajib dengan dihadiri oleh 2 orang saksi,membuat akta penyimpanan atau disebut akta van depot. Sesudah dibuat aktavan depot dan ditandatangani oleh testateur, saksi-saksi dan Notaris, maka surat wasiat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan wasiat umum, yang dibuat di hadapan Notaris, berdasarkan Pasal 932 ayat (2) dan Pasal 933 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Surat wasiat umum, surat wasiat umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh

testateur di hadapan Notaris. Ini merupakan bentuk testament yang paling umum yang paling sering muncul, dan paling paling dianjurkan, karena Notaris sebagai seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan malahan wajib, memberikan bimbingan dan petunjuk, agar wasiat tersebut dapat terlaksana sedekat mungkin dengan kehendaktestateur.

c. Surat wasiat rahasia, wasiat ini dibuat oleh testateur sendiri dan kemudian diserahkan kepada Notaris dalam keadaan tertutup atau disegel. Notaris yang menerima penyerahan wasiat yang demikian, harus membuat akta pengalamatan atau aktasuperscriptie, dengan dihadiri oleh empat orang saksi. Pada ahli waris yang ditunjuk oleh surat wasiat, dimana bagiannya juga tetap dibatasi oleh undang-undang, sehingga tidak adanya ahli waris lain yang juga berhak merasa dirugikan. Dalam hal ini dikenalnya istilahlegitime portie, menurut Pasal 913 Kitab Undang-Undang Hukum Perdatalegitime portie adalah suatu bagian dari harta peniggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut

undang-undang, terhadapat bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, mau yang selaku wasiat.

Legitime portie atau bagian mutlak telah ditentukan dalam Pasal 914 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mana menetukan jika satu anak maka bagian mutlaknya adalah ½ (seperdua) bagian, jika dua anak maka bagian mutlaknya adalah 2/3 (dua pertiga) bagian, dan jika tiga, empat atau lebih anak bagian mutlaknya adalah ¾ (tiga perempat) bagian. Untuk bagian mutlak bagi garis lurus keatas dan anak luar kawin selamanya bagian mutlaknya adalah ½ (seperdua), yang ditentukan oleh Pasal 915 dan 916 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perhitungan jika adanya dalam wasiat penujukan ahli waris pihak ketiga yang tidak legitimaris serta adanya ahli waris ab intestato namun tidak merupakan

legitimaris, maka berlakulah Pasl 916a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. B. Perdamaian Dalam Pembagian Waris

Pada persengketaan, perbedaan pendapat dan perdebatan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi, sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan kepentingan pihak lainya. Agar tercipta proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasayarat yang harus dipenuhi adalah kedua belah pihak harus sama-sama memperthatikan atau menjunjung tinggi hak untuk mendengar. Dengan persayaratan tersebut proses dialog dan pencarian titik temu yang akan menjadi proses penyelesaian sengketa baru dapat berjalan. Proses

penyelesaian sengketa mengharuskan para pihak mengembangkan penyelesaian agar dapat diterima bersama.

Pelaksanaan perdamaian dengan dua cara, yakni di luar sidang Pengadilan atau melalui sidang Pengadilan. Di luar sidang Pengadilan, penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan oleh para pihak yang berdamai baik dengan adanya pihak penengah atau dengan kesepakatan para pihak saja.

Ada pun yang dimaksud dengan pelaksanaan perdamaian yang dipaparkan di atas adalah menyangkut tempat dan waktu pelaksanaan perjanjian perdamaian yang diadakan oleh para pihak yang dapat diklasifikasikan kepada :

1. Perdamaian melalui sidang Pengadilan

Perdamaian melalui sidang Pengadilan berlainan caranya dengan perdamaian di luar sidang Pengadilan, perdamaian melalui sidang Pengadilan dilangsungkan pada saat perkara tersebut diproses di depan sidang Pengadilan (gugatan sedang berjalan). Di dalam ketentuan undang-undang ditentukan, bahwa sebelum perkara itu diproses (dapat juga selama diproses, sebelum adanya kekuatan hukum tetap) Hakim harus menganjurkan agar para pihak yang bersengketa berdamai. Dalam hal ini tentunya peranan Hakim sangat menentukan. Andainya Hakim berhasil untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa, maka dibuatlah akta perdamaian dan kedua belah pihak yang bersengketa dihukum untuk menaati isi dari akta perdamaian tersebut.

2. Perdamaian di luar Pengadilan

Pada persengketaan selalu terdapat dua atau lebih pihak yang bersengketa, dalam persengketaan dapat saja pihak-pihak yang bersengketa menyelesaikan sendiri.

Dalam hal ini seperti para pihak yang bersengketa meminta bantuan kepada sanak keluarga pemuka masyarakat atau pihak lainnya, dalam upaya mencari penyelesaian sengketa tersebut di luar sidang secara damai. Namun tidak menutupi untuk timbulnya sengketa yang sama dikemudian hari, seperti dalam hal sengketa waris, awalnya telah sepakat harta warisan tidak dibagi dahulu namun dengan pernyataan tersebut adanya ahli waris yang menguasai secara utuh seakan-akan milik pribadi, menghilangkan hak waris dari ahli waris lainya. Sedangkan awalnya kesepatakan tidak membagi harta warisan terdahulu dengan maksud dikelola bersama dan dinikmati bersama, namun kenyataanya tidak demikian. Untuk menghindari timbulnya kembali persoalan yang sama dikemudian hari, maka dalam praktek sering perjanjian perdamaian itu dilaksananakan secara tertulis, yaitu dibuat dengan akta perdamaian.

Penyelesaian sengketa adanya pilihan jalur Pengadilan dan jalur di luar Pengadilan. Namun adanya pilihan penyelesaian sengketa di luar Pengadilan lebih cendrung masyarakat untuk memilih penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, karena adanya faktor-faktor yang lebih kearah kebaikan dan kekeluargaan. Adanya pilihan proses penyelesaian sengketa di luar Pengadilan yaitu Alternative Dispute Resolution (ADR), arbitrase dan musyawarah yang kesemua proses tersebut bertujuanya kepada perdamaian yang sesuai dengan kehendak para pihak yang bersengketa.Alternative Dispute Resolutiondan arbitrase lebih kepada permasalahan hukum bisnis, yang mana bersifat tertutup dan tidak memakan waktu lama seperti hal penyelesaian kasus hukum melalui jalur Pengadilan . Pada permasalahan yang timbul

di ranah hukum perdata di luar dari hukum bisnis, yang mana telah masuk kejalur Pengadilan tetap adanya proses perdamaian untuk awalnya, dimana ada ditunjuknya hakim untuk melaskanakan perdamaian tersebut, jika perdamaian dapat terwujud dengan keinginan kedua belah pihak yang tidak adanya unsur paksaan, maka akan adanya putusan hakim mengenai perdamaian tersebut.

Alternative Dispute Resolution dan arbitrase lebih kepada permasalahan hukum bisnis. Namun tidak menutupi pada ADR adanya sistem penyelesaian sengketa yang dapat juga diterapkan untuk kasus perdata selain kasus perdata dibidang hukum bisnis, karena tujuannya sama yaitu berujung pada perdamaian dan yang mana bersifat tertutup dan tidak memakan waktu lama seperti hal penyelesaian kasus hukum melalui jalur Pengadilan, yaitu negosisasi dan mediasi. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaian tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan.71

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai

71 Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase,( Jakarta : Ghalia Indonesia,2000), hlm.49.

dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak. Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan, yang memiliki unsur-unsur :

a. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.

b. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.

c. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.

d. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengeketa. Peran mediator sebagai sebuah garis rentang dari sisi peran terlemah hingga yang terkuat. Sisi peran terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanankan peran sebagai berikut:

1) Penyelenggara pertemuan; 2) Pemimpin diskusi netral;

3) Pemelihara atau penjaga aturan perundingan agar proses perundingan berlangsung secara beradap;

5) Pendorong pihak atau perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandangannya.

Sisi peran yang kuat mediator adalah bila dalam perundingan mediator mengerjakan atau melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan. b. Merumuskan titik temu atau kesepakatan para pihak.

c. Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengeketa atau kasus bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan, melainkan untuk diselesaikan.

d. Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah. e. Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah.

Menurut Fuller dan Riskin yang dikutip oleh Suyud Margono dalam bukunya, ada 7 fungsi mediator :72

1) Sebagaikatalisator, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi.

2) Sebagai pendidik berarti seseorang harus berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usuaha dari para pihak. oleh sebab itu, mediator harus berusaha melibatkan diri dalam dinamika perbedaan di antara para pihak.

3) Sebagai penerjemah, berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul.

4) Sebagai nara sumber, berarti mediator harus mendaya gunakan sumber- sumber informasi yang tersedia.

5) Sebagai penyandang berita jelek, berarti seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. Untuk itu mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan.

6) Sebagai agen realitas, berarti mediator harus berusaha memberi pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasaranya tidak mungkin atau tidak masuk akal tercapai melalui perundingan.

7) Sebagai kambing hitam, berarti seorang mediator harus siap disalahkan, contohnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.

Proses mediasi adanya tahapan-tahapan yang dilewati, yang mana harus berurutan, sehingga sinkron permasalahan yag akan diselesaikan, yaitu:

a). Sepakat untuk menempuh proses mediasi

Kesepakatan merupakan merupakan awal untuk memulai mediasi, para pihak yang bersengketa harus menyetujui dan mematuhi aturan dalam mediasi, sehingga lebih mudah utnuk mencapai kesepakatan. Tidak hanya sepihak saja, melaiankan kedua belah pihak.

b). Memahami masalah-masalah

Baik bagi para pihak yang bersengketa maupun mediator harus memahami betul duduk permasalahan yang ada. Terutama mediator, karena mediator tidak boleh berpihak dan mendengar dari satu sisi saja, harus kedua sisi dari pihak yang bersengketa.

c). Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan permasalahan

Maksud dari membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan permasalahan ialah dimana mediator memberikan pilihan dalam pemecahan permasalahan, pilihan tersebut tidak memberatkan kedua belah pihak yang bersengketa, dimana para pihak nyaman dengan pilihan-pilihan yang ditawarkan, sehingga adanya keterbukaan pemikiran bagi para pihak yang bersengketa bahwa sengketa bukan lah pertarungan

menang atau kalah, melainkan benang kusut yang harus dirapikan namun tidak merusak benang tersebut.

d). Mencapai kesepakatan

Proses yang telah dilewati dari tahap awal hingga tahap ketiga dengan menentukan pilihan pemecahan permasalahan, maka adanya kesepakatan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan dan lebih baik dalam bentuk otentik. kesepakatan yang telah ditentukan merupakan peraturan bagi para pihak yang bersengketa untuk tunduk dan terikat dengan kesepakatan tersebut.

e). Melaksanakan kesepakatan

Tahap terakhir merupakan tahap pelaksanaan dimana para pihak melaksanakan kesepakatan yang telah dipilih dan ditentukan. Kesepakatan tersebut merupakan Undang-undang bagi para pihak yang awalnya berengeketa dan harus dilaksanakan sehingga kedua belah pihak tidak ada yang merasa keberatan.

Pada permasalahan yang timbul di ranah hukum perdata di luar dari hukum bisnis, yang mana telah masuk kejalur Pengadilan tetap adanya proses perdamaian untuk awalnya, dimana ada ditunjuknya Hakim untuk melaskanakan perdamaian tersebut, jika perdamaian dapat terwujud dengan keinginan kedua belah pihak yang tidak adanya unsur paksaan, maka akan adanya putusan Hakim mengenai perdamaian tersebut.

Selain pilihan perdamaian yang diceritakan di atas, adanya juga jalur musyawarah yang paling awal ditempuh bagi pihak bersengketa, terutama untuk

sengketa waris. Pada masyarakat Indonesia mengenai waris masih hal yang tabu dan jika terbuka ke umum maka menjadi suatu aib bagi keluarga pewaris. Karena itulah para ahli waris lebih cendrung kepada musyawarah dengan cara kekeluargaan untuk menyelesaikan sengketa waris. Musyawarah yang dilaksanakan bertujuan untuk menghindari atau menyelesaikan permasalahan yang timbul, yang mana diharapkan hasilnya merupakan perdamaian.

Perdamaian merupakan jalur yang dipilih dan ditempuh untuk menghindari dan menyelesaikan permasalahan di luar Persidangan. Ada beberapa alasan pemilihan penyelesaian permasalahan melalui perdamaian yaitu dikarenakan lebih efisien waktu dan biaya yang tidak terlalu besar. “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”.73

3. Bentuk perdamaian

Perdamaian yang telah disepakati, baik dari hasil musyawarah maupun dari hal lain haruslah tertulis, sebagaimana ketentuan yang telah ditegaskan dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tulisan adalah sesuatu yang memuat suatu tanda yang dapat dibaca dan menyatakan suatu buah pikiran, tulisan dapat berupa akta dan tulisan yang bukan akta. Akta adalah tulisan khusus yang dibuat

untuk dijadikan bukti atas hak yang disebut didalamnya.74 Tulisan (geschrift)

menurut Asser-Anema adalah “dragers van verstaanbare leestekens dienende om een gedachteneenheid te vertolken, yang diterjemahkan oleh Tan Thong Kie adalah pengemban tanda baca yang mengandung arti serta bermanfaat untuk menggambarkan suatu pikiran”.75 Kesepakatan dalam bentuk tertulis seperti yang

diungkapkan dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebenarnya undang-undang tidak menjelaskan secara tereprinci mengenai kata-kata “persetujuan ini tidaklah sah, melainkan dibuat secara tertulis”, ataupun hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis, tidak ada ketentuan yang mengharuskan untuk dituangkan dalam bentuk akta otentik, namun bukan berarti dalam perdamaian selalu akta di bawah tangan, sangat di anjurkan untuk menuangkan perdamaian tersebut dalam akta otentik, sehingga adanya kekuatan hukum dalam hal pembuktian jika dikemudian hari adanya sengketa yang timbul.

Akta merupakan suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani, dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum.76 Akta sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu

peristiwa hukum dan ditandatangani, hal ini sesuai dengan Pasal 1867 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa akta itu dibuat sebagai tanda bukti, berfungsi untuk memastikan suatu peristiwa hukum yang dengan tujuan menghindari

74Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (BW),(Jakarta : Bina Aksara, 1986), hlm. 190. 75

Tan Thong Kie,Op.Cit,hlm. 441.

76Santia Dewi dan R.M. Fauwas Diradja,Panduan Teori Dan Praktik Notaris,( Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 36.

sengketa, sehingga dalam pembuatan akta harus sedemikian rupa sehingga apa yang diingikan untuk dibuktikan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang dibuat tersebut77.

Akta perdamaian harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Dokumen terkait