• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Pelaksanaan Terjadinya Perjanjian Sewa Menyewa

3. Bentuk Perjanjian yang Dilakukan

Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu. Bentuk tertulis hanya bersifat sebagai alat bukti bila terjadi perselisihan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perjanjian sewa menyewa ruangan bandara udara yang dilakukan oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dengan perusahaan penerbangan PT. Mandala Airlines Cabang Medan dibuat dalam bentuk perjanjian baku. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa perjanjian baku tersebut sudah

u telah digunakan untuk jangka waktu yang

ma.

Penyerahannya hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.

dib at dan dicetak terlebih dahulu, dan

la Dalam proses sebelum dilakukan perjanjian dan proses penandatanganan formulir, pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II tidak menghendaki perubahan atas isi syarat-syarat sewa menyewa yang sudah tercetak dalam formulir.62

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut nama jenis perjanjian yang syarat-syarat dan ketentuan-ketentuannya telah ditentukan secara sepihak, yaitu antara lain : perjanjian baku, perjanjian standart, standart kontrak, perjanjian sepihak, dan lain-lain.

62

Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa “Perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir”.63

erhadap ekonomi lemah”.64

Perjanjian yang hampir seluruh pasal-pasal sudah dibakukan dalam meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja, dan beberapa hal lain yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata

erjanjian tersebut tetapi ketentuan pasal.65

Perjanjian baku banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk memudahkan pekerjaan. Masing-masing perusahaan mempunyai model dan sistem

dapat satu p

lain hanya menandatangani saja apabila ia setuju dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan di dalam formulir perjanjian tersebut.

Salim H.S. dalam bukunya mengatakan “Standart Kontrak merupakan Perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat t

Munir Fuady mengutip pendapat Sutan Remy Sjahdeini, mengemukakan yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah :

pemakaiannya dan pada dasarnya tidak ada peluang untuk merundingkan atau misalnya yang menyangkut barang, jenis, harga, jumlah, warna, tempat waktu, lain yang dibakukan bukan formulir p

atika yang berbeda dalam membuat formulir perjanjian baku. Perjanjian baku, pula dikatakan dengan perjanjian sepihak karena di dalam pembuatannya hanya ihak saja yang merancang isi dari formulir perjanjian, sedangkan pihak yang

63

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Baku (Standar), Perkembangannya di Indonesia, Alumni, Bandung, 1981, h. 96.

64

Salim H.S., 2003, Op. Cit., h. 107.

65

Berikut ini akan diuraikan pendapat pakar hukum yang menerima perjanjian baku, yaitu :

bertanggung-jawab pada isi dari perjanjian yang ditandatanganinya. Jika ada itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertandatangan mengetahui dan seseorang menandatangani sesuatu yang tidak diketahui isinya.

mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan ke

a) Aser-Rutten, mengatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian orang yang bertandatangan pada suatu formulir perjanjian baku, tandatangan menghendaki isi formulir yang ditandatangani, karena tidak mungkin b) Hondius dalam disertasinya mempertahankan bahwa perjanjian baku

biasaan (gebruik) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.66

apa pakar hukum yang menerima kehadiran dari perjanjian baku enyetujui kehadiran dari perkembangan hukum perjanjian dengan memberi

memberikan

ada orang yang membubuhkan tandatangan pada formulir perjanjian baku, maka tandatangan itu memberikan kepercayaan bahwa tidak akan mungkin seseorang c. Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan

perdagangan.

Perjanjian baku bertentangan baik dengan asas-asas hukum perjanjian (ps.

iutang Negara, Pustaka Bangsa Press,

akarta, 2004, h. 197.

Beber m

penilaian :

a. Perjanjian baku diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) yang

kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu.

b. Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada seluruh isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika

menandatangani apa yang tidak diketahui isinya.

(gebruik) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas

67

1320 jo 1338 KUH Perdata) maupun kesusilaan. Akan tetapi di dalam praktek

66

Mariam Darus Badrulzaman, 1981, Op. Cit., h. 107.

67

Soleman Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan P J

perjanjian ini tumbuh karena keadaan menghendakinya dan harus diterima sebagai suatu kenyataan.68

Berbeda dengan pendapat di atas, berikut ini akan dikutip pendapat beberapa

a Sluijter mengatakan bahwa perjanjian baku bukanlah perjanjian, sebab particuliere wetgever).

contract).

terdapat pelanggaran terhadap asas kebebasan berkontrak, debitur tidak kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan kebebasannya dalam menentukan isi perjnajian karena itu tidak memenuhi unsur-unsur dari Pasal d) Wahono Hardjo mengatakan bahwa suatu perjanjian dengan persyaratan yang agai suatu perjanjian yang tidak adil dan tidak seimbang.

pengusaha di dalam perjanjian baku sama seperti pembentuk

cionability memberikan wewenang dalam

Terlepas dari pendapat pro dan kontra di atas, diterimanya perjanjian baku kegiatan transaksi dilandasi oleh

rus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1978, h.32.

pakar hukum yang tidak menerima perjanjian baku, antara lain :

)

kedudukan pengusaha adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio b) Pitlo berpendapat bahwa perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang c) Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa dalam perjanjian baku

mempunyai

1320 jo. Pasal 1338 KUH Perdata.

hanya menguntungkan sepihak dapat diklasifikasikan seb

69

Beberapa pakar hukum yang menolak kehadiran dari perjanjian baku menilai :

a. Kedudukan

undang-undang swasta (legio particuliere wetgever), karenanya perjanjian baku ini, sebenarnya bukan perjanjian.

b. Perjanjian baku merupakan perjanjian paksa.

c. Negara-negara common law dalam menerapkan sistem doktrin

unconscionability. Doktrin uncons

perjanjian demi menghindari hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani, dan perjanjian baku ini dianggap meniadakan keadilan.70

dalam kebutuhan akan pelayanan yang efisiensi,

68

Mariam Da

69

Mariam Darus Badrulzaman, 1981, Op. Cit., h. 105.

70

ekonom

perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis dalam bentuk formulir. Perbuatan-

an untuk mempersiapkan isi

akan lebih praktis..

Mengenai luasnya penggunaan perjanjian baku di Indonesia, Satjipto Rahardjo menyatakan sebagai berikut : “Salah satu perkembangan yang terjadi dalam masyarakat adalah munculnya banyak sekali produksi barang-barang dan jasa-jasa yang harus dihadapi oleh para konsumen. Kehadirannya diikuti oleh bentuk-bentuk perjanjian baku yang menempatkan konsumen pada kedudukan yang peka”.

Karakter dari suatu perjanjian baku dapat dikemukakan secara berurutan sebagai berikut :

i perjanjian telah ditetapkan secara tertulis dalam bentuk formulir yang digandakan.

2.

konsumen yang berfrekuensi tinggi (sering dan banyak/massal). transaksional) yang lebih rendah daripada produsen.

Apabila diperhatikan, perjanjian baku sering didominasi dengan opsi yang menguntungkan salah satu pihak. Antara pihak yang mempunyai bargaining position

71

Syahmin. AK., Hukum Kontrak Internasional, Raya Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 150.

is dan praktis untuk kelancaran proses perjanjian. Dalam praktek sehari-hari

perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi secara berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang, menimbulkan kebutuh

perjanjian terlebih dahulu, yang kemudian dibakukan dan dicetak dalam jumlah yang banyak dalam bentuk formulir, sehingga apabila suatu saat dibutuhkan

71

1. Is

Penggandaan surat perjanjian dimaksudkan untuk melayani permintaan para 3. Konsumen dalam banyak hal menduduki posisi tawar menawar (kedudukan

72

72

yang kuat dengan pihak yang mempunyai bargaining position lemah, yang hanya sekedar menerima segala isi kontrak dengan terpaksa. Perbedaan posisi tawar para

mpatan pada pihak penyewa untuk mengadakan real bargaining engan pihak yang menyewakan. Debitur tidak mempunyai kekuatan untuk

dalam menentukan isi perjanjian. Hal ini acu pada

Kebebasan berkontrak biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata jo. Pasal 1320 KUH Perdata. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya :

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian atau tidak; d. Bebas menentukan bentuk perjanjian, dan melakukan perjanjian atau tidak;

perundang-undangan.

ara pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian posisi tawarnya seimbang antara satu dengan yang lain. Apabila kedudukan para pihak tidak

bang, pihak yang lem

73

Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit. h. 13

, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 007, h.

pihak ketika perjanjian sewa menyewa ruangan penerbangan diadakan, tidak memberikan kese

d

mengutarakan kehendak dan kebiasaannya 73

seakan-akan melanggar asas kebebasan berkontrak yang meng keseimbangan para pihak.

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak ; c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian atau tidak ;

e. Kebebasan–kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan

74

Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata sangat ideal jika p

seim ah biasanya tidak betul-betul bebas untuk menentukan apa

74

Ahmadi Miru 2 4.

yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi tawar lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam perjanjian baku.

Berdasarkan hasil penelitian, dalam perjanjian baku pada perjanjian sewa enyewa ruangan bandara udara di PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara da

pihak penyewa melanjutkan perjanjian setelah jangka waktu perjanjian berakhir, dimana wewenang berada di pihak pengelola bandara atau pihak yang menyewakan.

Kewenangan tersebut sebenarnya bertentangan dengan sifat dan hakekat suatu perjanjian. Perjanjian sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik dimana para pihak terikat pada suatu hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban mereka harus seimbang dari surat perjanjian yang dilakukan atas persetujuan kehendak kedua belah pihak. Dalam kesepakatan kedua belah pihak ini jelas mereka telah bersepakat untuk melakukan kehendak. Namun dalam surat perjanjian sewa menyewa di lokasi penelitian, kehendak mengenai syarat umum perjanjian itu dibuat oleh satu pihak yaitu pihak pengelola bandara, sementara pihak penyewa yaitu PT. Mandala Airlines Cabang Medan hanya menerima saja karena yang merancang format dan isi kontrak adalah pihak pengelola bandara.

ampiran 2, Op. Cit., Pasal 2 butir (2).

m

Polonia Medan memberi kesan bahwa isi perjanjian itu lebih memihak kepa pengelola bandara. Keadaan memihak ini terlihat dari kewenangan dalam menentukan persyaratan yang baru apabila

75

75

Dalam perjanjian baku pada perjanjian sewa menyewa ruangan bandara udara di PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan, kebebasan

N BANDARA UDARA PADA PT. (PERSERO)

Dokumen terkait