• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

C. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase Dalam Perjanjian

ungan perjanjian sewa menyewa yang dilakukan antara PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dengan pihak PT. Mandala

but namun beda pendapat perselisihan.

n tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya penyimpangan atau perjanjian saling mengingkari atau melanggar ketentuan-ketentuan yang telah dicantumkan dalam surat perjanjian atau dapat juga terjadi akibat terlibatnya pihak ketiga.

Pada bab terdahulu telah diuraikan mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian sewa menyewa ruangan ini. Namun tidak jarang antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya saling melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam perjanjian tersebut, dan umumnya pelanggaran tersebut terjadi dari pihak penyewa, yang mungkin kurang memperhatikan isi surat perjanjian yang ihak sebagaimana telah diuraikan dalam bab

T. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan sangat es Cabang Medan, karena PT. (Persero) Angkasa Pura II sebagai instansi yang mengelola bandaranya mempunyai kewenangan penyediaan fasilitas yang berorientasi kepada kepentingan umum

edang dala Airlines menggunakan bandara untuk melakukan kegiatan

Ruangan pada Bandar Udara Polonia Medan

Dalam hub

Airlines Cabang Medan, betapapun rapinya perjanjian terse tidak jarang terjadi, sehingga kadang-kadang akan mendatangkan

Perselisiha

karena pihak-pihak yang mengadakan

telah ditandatangani oleh kedua belah p terdahulu.

Kegiatan P

berdekatan dengan kegiatan PT. Mandala Airlin

baik pengaturan para penumpang yang akan berangkat maupun yang akan datang dengan menggunakan pesawat udaranya, juga melakukan kegiatan operasional lainnya.

Dengan demikian terjadilah dua kepentingan yang berada disatu lokasi yaitu Bandara Polonia Medan. Adanya dua kepentingan yang berbeda terkadang menyebabkan timbulnya perselisihan-perselisihan, akibat adanya kesalah pahaman. Dapa

. Perubahan ruangan yang dilakukan oleh pihak penyewa tanpa mendapat hak PT. (Persero) Angkasa Pura

omosi atau

t dicontohkan beberapa hal yang dapat menimbulkan permasalahan di dalam perjanjian sewa menyewa antara PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dengan pihak perusahaan penerbangan PT. Mandala Airlines Cabang Medan, diantaranya adalah:

1

persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari pi II Bandar Udara Polonia Medan.

2. Pemasangan papan nama PT. Mandala Airlines Cabang Medan di depan kantor yang misalnya melebihi ukuran dari yang telah ditentukan. Pemasangan papan nama yang melebihi ukuran tersebut sebenarnya mengandung maksud pr

merupakan bentuk reklame, yang dalam hal ini merupakan lahannya pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan.122

122

3. Adanya tunggakan hutang dari pihak penyewa, dimana tarif sewa ruangan belum dibayarkan kepada pihak pengelola bandara sementara sudah diberikan peringatan berkaitan dengan hal tersebut.123

Dalam hal terjadi perselisihan antara pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dan PT. Mandala Airlines Cabang Medan, pada Pasal

yang timbul dari perjanjian sewa menyewa tersebut kepada badan arbitrase

Apabila para pihak dalam suatu perjanjian secara tertulis mencantumkan di antara mereka sehubungan dengan perjanjian yang bersangkutan ke arbitrase penyelenggaraan BANI berdasarkan peraturan tersebut, dengan memperhatikan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat

naan BANI.124

123

Ibid.

124

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia, diakses pada tanggal 1Juli 2007

10 ayat (1) Perjanjian Sewa Ruangan telah ditentukan bahwa penyelesaian perselisihan yang timbul akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat di antara para pihak.

Apabila penyelesaian perselisihan secara musyawarah dan mufakat yang dilakukan tidak mendapatkan kata sepakat atau menghasilkan keputusan yang disetujui oleh para pihak, maka berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Perjanjian Sewa Ruangan, para pihak telah sepakat dan setuju untuk menyerahkan penyelesaian semua sengketa

sesuai peraturan prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan setiap keputusannya merupakan keputusan akhir dan mengikat bagi para pihak tersebut.

klausula arbitrase yaitu kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di hadapan BANI, maka sengketa tersebut akan diselesaikan di bawah ketentuan-ketentuan khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, memaksa dan kebijaksa

Dalam surat perjanjian tersebut, tidak didapati klausula yang menentukan tentang cara penunjukan arbiter. Penunjukan arbiter sebaiknya ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian sebelum terjadinya sengketa. Hal ini akan menghindari para pihak yang bersengketa dari perbedaan pendapat mengenai penunjukan arbiter maupun mengenai jumlah arbiter. Dengan cara ini, proses pengangkatan arbiter dan pembentukan majelis arbiter akan lebih mulus, sehingga fungsi dan kewenangan pemeriksaan dan penyelesaian persengketaan, mungkin akan lebih cepat diselesaikan.

maupun sesudah sengketa terjadi, para pihak masih berkesempatan untuk . Hal ini disimpulkan dari bunyi Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang menyatakan: “Dalam hal para p

Pengadilan Negeri menunjuk arbiter atau majelis arbitrase”. Dari bunyi pasal ini pihak untuk menentukan sendiri arbiternya, walaupun setelah sengketa terjadi. para pihak dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk

mahan cara ini bahwa para pihak sudah tidak kooperatif lagi, karena

125

Ibid., h. 160.

126

Rachmadi Usman, 2002, Op. Cit., h. 36.

trase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Citra Aditya

akti, Ba 000, h. 73.

125

Dalam hal para pihak belum menentukan cara penunjukan arbiter, sebelum memilih arbiter secara langsung

ihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter, Ketua jelaslah bahwa undang-undang masih memberikan kesempatan kepada para Kalau tidak tercapai kesepakatan mengenai siapa yang menjadi arbiter, maka arbiternya.126

Kele

sengketa atau perselisihan sudah terjadi, sehingga kesepakatan kehendak dalam memilih arbiter sudah sulit dicapai.127

Sering juga ketentuan arbitrase di lembaga arbitrase tertentu menentukan jika para pihak tidak berhasil memilih arbiternya, maka ketua atau pejabat lain dari

127

Munir Fuady, Arbi B ndung, 2

lembaga arbitrase tertentu yang akan memilihnya. Kemungkinan lain jika para pihak dari semua dalam kontrak ataupun jika setelah terjadinya sengketa meminta lembaga arbitrase untuk menyusun suatu arbitrase majelis atau untuk menunjuk arbitrase

nggal.128

arbitr pertim

a.

b. Ketersediaan dari arbiter. c. Identitas dari para pihak. d.

e. Syarat pengangkatan dalam kontrak arbitrase.

Untuk memberikan gambaran tentang prosedur arbitrase yang dilakukan para pihak tersebut berdasarkan peraturan BANI, dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Surat permohonan untuk mengadakan arbitrase didaftarkan terlebih dahulu oleh

pemohon melalui sekretariat BANI yang ada di kota propinsi masing-masing, dalam hal ini surat permohonannya diajukan kepada BANI Propinsi Sumatera Utara yang berkedudukan di Medan. Surat Permohonan mana harus memuat nama lengkap dan alamat perusahaan atau instansi kedua belah pihak, serta uraian si tu p seo Ibid., h. 74. , 2002, Op. Cit., h. 38. tu

Sweet dan Maxwell mengemukakan apabila arbiter dipilih oleh lembaga ase maka dalam memilih arbiternya sebaiknya beberapa hal berikut menjadi

bangan, yaitu :

Sifat dan hakikat dari sengketa.

Independensi dari arbiter.

f. Saran-saran yang diberikan oleh para pihak.129

ngkat tentang permasalahan yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan isi ntutan dengan melampirkan salinan naskah atau akta perjanjian arbitrase atau erjanjian lainnya yang memuat klausula arbitrase. Pemohon dapat menunjuk

rang arbiter atau menyerahkan penunjukan arbiternya kepada Ketua BANI.

128 129

2. S B su

yang diajukan, maka Ketua Badan BANI mengeluarkan perintah untuk menyampaikan salinan dari surat permohonan kepada termohon, disertai dengan perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawabannya secara tertulis dalam waktu 30 (tiga puluh) hari serta dalam jawabannya termohon harus pula menunjuk atau memilih seorang arbiter atau menyerahkan penunjukannya kepada Ketua Badan BANI.

3. Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon, atas perintah Ketua BANI salinannya diserahkan kepada pemohon. Bersamaan dengan itu, Ketua BANI memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menghadap di muka sidang pada waktu yang ditetapkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu, dengan pemberitahuan bahwa mereka boleh mewakilkan kepada seorang kuasa dengan surat kuasa khusus.

4. Sebelum arbiter meneruskan pemeriksaan terhadap pokok sengketa,

suatu perdamaian. Bila usaha tersebut majelis arbitrase akan membuatkan suatu akta

lah pihak untuk memenuhi perdamaian tersebut. Sebaliknya bila usaha perdamaian tersebut tidak berhasil

yan dengan kewenangan yang diberikan

elanjutnya BANI akan meneliti apakah permohonan tersebut bisa diterima oleh ANI atau tidak. Apabila perjanjian arbitrase atau klausula arbitrase dinilai BANI dah memenuhi untuk dijadikan dasar kewenangan BANI memeriksa sengketa

mengusahakan terlebih dahulu tercapainya berhasil, maka arbiter atau

perdamaian dan menghukum kepada kedua be

maka arbiter atau majelis arbitrase akan terus memeriksa dan memutus sengketa g dimintakan keputusan, sesuai

kep

tu

engakhiri sengketa arbitrase yang adanya. Semua pemeriksaan dilakukan oleh arbiter atau majelis arbitrase dengan pintu tertutup.

5. Sidang arbitrase akan mengambil putusan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah ditutupnya pemeriksaan dan diucapkan dalam suatu hari sidang tertentu. Dalam putusannya dapat ditetapkan suatu jangka waktu bagi pemenuhan putusannya tersebut. Ketua BANI akan menyerahkan putusan arbitrase tadi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk dijalankan

6. Putusan arbitrase bersifat final dan binding, bahwa terhadap putusan arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat dilakukan banding atau upaya hukum lainnya.

Dalam proses arbitrase, misalnya dalam ketentuan BANI, sebetulnya lembaga jasa baik mediasi dan konsiliasi sudah tercakup. Hal ini disebabkan pada wak berjalannya proses terutama pada sidang pertama para arbiter secara berulang-ulang menawarkan agar pihak pemohon dan termohon bernegosiasi lagi apabila dianggap masih mungkin dan apabila dianggap perlu dengan ikut sertanya arbiter. Sifat upaya damai akan tetap terbuka sepanjang proses, artinya pada setiap tahap pada masa berjalannya persidangan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan untuk melakukan pendekatan damai. Apabila usaha ini tidak berhasil maka proses selanjutnya akan berjalan sebagaimana biasa.

Setelah arbiter atau majelis arbitrase selesai memeriksa sengketa, maka ia akan menjatuhkan putusan arbitrase guna m

diperiksanya. Putusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap), sehingga ketua pengadilan tidak

diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut.130

Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad hoc maupun lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham

eriksaan setelah putusan

ersifat me

130

maupun persengketaan mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar (yang memuat klausula arbitrase) yang diajukan pada arbitrase ad hoc maupun lembaga arbitrase untuk diputuskan olehnya.131

Putusan arbitrase berisikan pernyataan yang diucapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase yang berbentuk tertulis. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik dari putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri menurut Pasal 59 ayat (1) Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999.

Pembatalan putusan arbitrase hanya dapat dilakukan jika terdapat hal-hal yang bersifat luar biasa. Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 menentukan bahwa putusan arbitrase dapat dibatalkan apabila putusan tersebut di duga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1) Surat atau dokumen yang diajukan dalam pem

dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu.

2) Setelah putusan diambil kemudian ditemukan dokumen yang b

nentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan.

Gatot Soemartono, 2006, Op. Cit., h. 74.

131

3) Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Permohonan pembatalan terhadap suatu putusan arbitrase diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri (menurut Pasal 72 ayat (1) UU Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999). Konsekuensi hukum terhadap putusan arbitrase yang telah dibatalkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dapat berupa :

1. Batalnya seluruh atau sebahagian isi putusan tersebut. Hal ini harus ditentukan den

k mungkin lagi diselesaikan melalui arbitrase. amun

gan tegas dalam pembatalan oleh Ketua Pengadilan Negeri.

2. Ketua Pengadilan Negeri dapat memutus bahwa perkara tersebut diperiksa kembali oleh :

a) Arbiter yang sama. b) Arbiter yang lain. c) Tida

N demikian, Ketua Pengadilan Negeri dapat juga menolak permohonan

pembatalan putusan arbitrase apabila alasan-alasan pembatalan tersebut tidak dipenuhi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dapat ditarik beberapa kesimpulan terhadap perjanjian sewa menyewa ruangan penerbangan pada PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dengan perusahaan penerbangan Mandala Airlines Cabang Medan sebagai berikut :

1. Perjanjian sewa menyewa ruangan bandara udara pada PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dengan perusahaan penerbangan Mandala Airlines, dibuat dalam bentuk formulir yang sudah dibuat dan dicetak terlebih dahulu yang merupakan perjanjian baku. Dalam perjanjian ini, Kepala Cabang

Bandar Udara Polonia Medan bertindak untuk dan atas nama PT. (Persero) sarkan Keputusan Direksi Nomor : KEP.223/KP.301.3/AP

ma PT. Mandala Airlines

ian, memberikan peluang kepada pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II yang kedudukannya lebih kuat untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam perjanjiannya. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban pada para pihak dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Adanya pencantuman klausula eksonerasi sebenarnya bertentangan dengan asas-asas hukum maupun norma keadilan. Akan tetapi kondisi pihak penyewa yang tidak memiliki posisi tawar yang kuat dan kebutuhannya akan perjanjian tersebut mengharuskannya untuk menerima perjanjian yang mengandung klausul tersebut.

. Upaya yang ditempuh PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dan perusahaan penerbangan Mandala Airlines untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa di dalam pelaksanaan perjanjiannya adalah:

a. jika terjadi perselisihan pendapat (persengketaan) dalam melaksanakan perjanjian sewa menyewa ruangan tersebut, akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat antara kedua belah pihak.

b. apabila perselisihan pendapat (persengketaan) tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat, kedua belah pihak sepakat dan setuju untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada badan arbitrase, dan setiap Angkasa Pura II berda

II-2004. Sementara yang bertindak untuk dan atas na

adalah Kepala Perwakilan PT. Mandala Airlines Cabang Medan.

2. Kedudukan atau posisi tawar yang tidak seimbang antara para pihak di dalam perjanj

104

keputusannya merupakan keputusan akhir dan mengikat, seperti putusan yang telah mempunyai ke

. Per

akta di bawah tangan seperti yang saat ini

mempersingkat kuatan hukum tetap.

Dokumen terkait