• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak

rjanjian sewa menyewa mengikat kedua belah pihak

sejak perjanjian tersebut ditandatanga mikian terjadilah hubungan

berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata seolah kurang mempunyai arti bagi pihak penyewa, karena hak-hak penyewa dibatasi oleh pihak pengelola bandara. Dikarenakan pihak pengelola bandara telah menyiapkan suatu syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu dan kemudian diserahkan kepada pihak penyewa untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kesempatan kepada pihak penyewa untuk melakukan negosiasi atas syarat-syarat yang diberikan.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN MASING-MASING PIHAK DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUANGA

ANGKASA PURA II BANDAR UDARA POLONIA MEDAN

Perjanjian sewa menyewa ruangan bandara udara pada PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan seperti telah dikemukakan di atas adalah merupakan perjanjian baku yang syarat-syarat dan ketentuan-ketentuannya dibuat secara sepihak oleh pihak yang menyewakan. Penyewa memberikan kesepakatannya terhadap isi perjanjian itu sejak ia menandatangani formulir yang diberikan oleh pihak yang menyewakan. Pe

hukum diantara mereka sehingga m hak dan kewajiban masing-masing

masing-m Perdata,

jelas disebutkan bahwa pihak yang satu dalam hal ini pihak pengelola bandara wajib emberikan kenikmatan dari suatu benda yaitu berupa ruangan penerbangan,

ines Cabang Medan, diperoleh ketentuan sebagai berikut : a.

76

Lihat, Lampiran 2, PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan, Surat Perjanjian Sewa Ruangan/Tanah PT. Mandala Airlines.

elahirkan pihak.

Dalam perjanjian timbal balik ada prestasi yang saling harus dipenuhi oleh asing pihak. Seperti halnya yang diatur dalam Pasal 1548 KUH

m

sedangkan pihak yang lain dalam hal ini pihak maskapai penerbangan PT. Mandala Airlines wajib membayar harga benda yang disesuaikan dalam bentuk uang sewa.

Untuk menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik pihak yang menyewakan maupun pihak penyewa, harus dilihat isi dari perjanjian sewa menyewa tersebut.

1. Hak dan Kewajiban Pihak Yang Menyewakan.76

Berdasarkan isi perjanjian sewa menyewa ruangan yang dilakukan antara PT. (Persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Polonia Medan dengan PT. Mandala Airl

53

Menjamin penggunaan ruangan bebas dari tuntutan pihak lain.

b. Melakukan tindakan dan memberikan petunjuk-petunjuk yang dianggap perlu dalam batas-batas kewenangannya dalam rangka melaksanakan tugas selaku Penyelenggara Bandara.

c. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyewa selama melakukan kegiatan usahanya, termasuk tetapi tidak terbatas pada :

(1) tarif;

(2) mutu pelayanan;

(3) kebersihan, ketertiban dan keamanan;

an operasional;

m

rtulis untuk itu.

ia secara berkala. kan perbaikan dan pemeliharaan fasilitas jaringan yang

epentingan umum.

yang disebabkan oleh kesalahan

erasional, PT. (Persero) Angkasa Pura II berhak menghentikan perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditentukan, maka sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum pengakhiran tersebut PT. (Persero) Angkasa Pura II harus memberitahukan maksudnya kepada

(Persero) Angkasa Pura II akan (4) jam operasional serta kelengkapan peralat

(5) personil penyewa.

d. Menerima pembayaran sewa dan biaya pemakaian fasilitas listrik, air, telepon, dan jaringan fasilitas lainnya dari penyewa sesuai ketentuan yang diatur dala perjanjian beserta lampirannya.

e. Memutus jaringan listrik, air, telepon dan fasilitas lainnya, apabila penyewa tidak memenuhi kewajibannya dan PT. (Persero) Angkasa Pura II telah memberikan peringatan te

f. Menjamin fasilitas yang diberikan berfungsi dengan baik. g. Memeriksa pemakaian jaringan fasilitas yang telah tersed h. Melaksana

dipergunakan untuk k

i. Memperbaiki kerusakan yang timbul,

konstruksi maupun yang disebabkan oleh umur bangunan. j. Untuk kepentingan op

mengembalikan nilai sewa ruangan yang telah dibayar oleh penyewa setelah dikurangi dengan nilai sewa ruangan untuk jangka waktu yang digunakan atau jangka waktu yang telah berlalu.

n seperti semula dengan biaya

m

tasnya dalam keadaan baik dan wajib k. Membongkar setiap perubahan ruangan yang dilakukan oleh Penyewa tanpa

terlebih dahulu mendapat ijin tertulis dari PT. (Persero) Angkasa Pura II, dan mengembalikan ruangan dalam keadaa

dibebankan sepenuhnya kepada penyewa.

l. Mengakhiri/membatalkan perjanjian sesuai ketentuan yang diatur dala perjanjian beserta lampirannya.

2. Hak dan Kewajiban Pihak Penyewa.77

Ketentuan yang terdapat di dalam perjanjian sewa menyewa ruangan tersebut menyatakan sebagai berikut :

a. Menggunakan ruangan dengan aman tanpa gangguan baik yang berasal dari PT. (Persero) Angkasa Pura II maupun pihak lain sepanjang sesuai dengan tujuan dan sifat kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam perjanjian beserta lampirannya.

b. Melaksanakan pembayaran harga sewa ruangan, biaya pemakaian jaringan listrik, air serta jaringan fasilitas lainnya sesuai ketentuan yang diatur dalam perjanjian.

c. Memelihara ruangan dan fasili

memperbaiki setiap kerusakan yang timbul baik yang disebabkan oleh

77

penyewa maupun pihak lain yang berhubungan dengan penyewa, sehingga ruangan kembali baik seperti semula dan segala biaya menjadi beban penyewa

aka PT. (Persero) Angkasa Pura II akan dengan biaya dibebankan dan menjadi

kegiatan usaha sesuai dengan jam operasional

nyiaran/pengumuman/penggunaan hak cipta atau hak atas

a II atau pihak ketiga yang terjadi di ruangan/ tempat kerja pihak

kondisi ruangan harus seperti semula, kecuali kemunduran karena usia dan sepenuhnya. Apabila penyewa tidak melaksanakan perbaikan/penggantian terhadap kerusakan tersebut, m

melakukan penggantian/perbaikan

tanggung jawab penyewa ruangan sepenuhnya. d. Melakukan operasional

penerbangan/bandara.

e. Menggunakan pakaian seragam karyawan bandara.

f. Membayar dan bertanggung jawab atas pengenaan royalti terhadap penayangan/pe

kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

g. Bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pihak PT. (Persero) Angkasa Pur

penyewa, yang disebabkan oleh kelalaian pihak penyewa.

h. Mematuhi dan mentaati tata tertib sebagaimana ditur dalam perjanjian maupun tata tertib di bandara secara umum.

i. Dalam waktu 1 (satu) minggu terhitung sejak tanggal diakhirinya perjanjian, penyewa wajib menyerahkan kunci ruangan yang disewa/ dimanfaatkan kepada PT. (Persero) Angkasa Pura II dalam keadaan baik dan kosong dengan

atau kondisi setelah dilakukan perubahan sesuai ketentuan dalam perjanjian beserta lampirannya.

j. Apabila tenggang waktu 1 (satu) minggu di lampaui, dan ternyata penyewa masih belum menyerahkan kunci dan ruangan yang disewa/yang

yang tidak dapat dicabut

dengan ini pula

ewa dalam bentuk

B. Analisis Terhadap Ketentuan yang Terdapat Dalam Perjanjian

Dari uraian tentang hak dan kewajiban baik bagi pihak yang menyewakan maupun bagi pihak penyewa, terdapat ketentuan atau klausula di dalam perjanjian sewa menyewa ruangan tersebut yang tidak menguntungkan posisi penyewa atau ada kemungkinan dapat merugikan pihak penyewa. Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 2 ayat (4) Perjanjian Sewa Ruangan/Tanah yang berbunyi :

menghentikan perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditentukan, (Persero) Angkasa Pura II harus memberitahukan maksudnya kepada penyewa

dipergunakan, maka penyewa memberi kuasa penuh

kembali kepada PT. (Persero) Angkasa Pura II untuk memindahkan barang yang berada dalam ruangan yang disewa/yang dipergunakan ke tempat lain dengan biaya dan tanggung jawab penyewa sepenuhnya dan

penyewa membebaskan PT. (Persero) Angkasa Pura II untuk waktu sekarang dan seterusnya dari segala tuntutan atau gugatan baik yang dilakukan oleh penyewa maupun yang bertindak untuk dan atas nama peny

apapun.

Untuk kepentingan operasional, PT. (Persero) Angkasa Pura II berhak maka sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum pengakhiran tersebut PT. secara tertulis, dan PT. (Persero) Angkasa Pura II akan mengembalikan nilai

sewa ruangan yang telah di bayar oleh penyewa setelah dikurangi dengan nilai berlalu.78

sewa ruangan untuk jangka waktu yang digunakan atau jangka waktu yang telah

Dengan adanya ketentuan tersebut, memberikan kewenangan kepada PT. (Persero) Angkasa Pura II untuk menghentikan perjanjian sewa menyewa tersebut sewaktu-waktu. Bisa saja selama berjalannya sewa menyewa, dimana PT. Mandala Airlines sudah merasakan ataupun menikmati kegunaan dari ruangan yang disewakan, namun dengan menggunakan ketentuan tersebut diatas tiba-tiba pihak PT.

memikirkan

pakan kewenangan dari pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II.79

rasa akan

kepatutan (kelayakan/seimbang), sebab melalui tolak ukur kelayakan ini hubungan hukum yang ditimbulkan oleh suatu persetujuan itu ditentukan juga oleh rasa keadilan

78

Ibid.

iah, Op. Cit.

(Persero) Angkasa Pura II mengambil ruangan yang disewakan tanpa kerugian-kerugian yang di derita oleh PT. Mandala Airlines.

Berdasarkan hasil wawancara di dapati bahwa mengenai hal apa saja yang dapat dikategorikan ke dalam “kepentingan operasional” tersebut tidak ada standarisasi yang dapat dijadikan pedoman. Keputusan mengenai apakah sesuatu hal dapat dikatakan sebagai kepentingan operasional tersebut meru

Apabila ketentuan tersebut diatas diterapkan, maka hal ini tidak sesuai dengan keadilan dan kepatutan. Prinsip kepatutan menghendaki bahwa apa saja yang

dituangkan di dalam naskah suatu perjanjian harus memperhatikan prinsip

79

dalam masyarakat.80 Dengan begitu, setiap persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dimuat dalam naskah perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.81

Klausula “untuk kepentingan operasional…” tersebut di atas juga

H Perdata, tampak bahwa pihak yang

dalam perjanjian beserta lampirannya”.

Bunyi ketentuan mengenai hak pihak penyewa di dalam surat perjanjian sewa menyewa ruangan tersebut, telah menegaskan bahwa pihak penyewa berhak bertentangan dengan peraturan yang berlaku sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1554 KUH Perdata yang menyatakan : ”Pihak yang menyewakan tidak diperkenankan selama waktu sewa merubah wujud maupun tatanan barang yang disewakan”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1554 KU

menyewakan tidak dapat berbuat sesuka hati terhadap barang yang sudah disewakannya. Barang yang sudah disewakan, selama berlangsungnya sewa menyewa merupakan tanggung jawab si penyewa. Klausula “untuk kepentingan operasional…” tersebut di atas, ternyata juga bertentangan dengan hak pihak penyewa yang terdapat di dalam klausula perjanjian sewa menyewa ruangan, Pasal 5 ayat (3) Perjanjian Sewa Ruangan /Tanah yang berbunyi : ”Menggunakan ruangan dengan aman tanpa gangguan baik yang berasal dari PT. (Persero) Angkasa Pura II maupun pihak lain sepanjang sesuai dengan tujuan dan sifat kegiatan usaha sebagaimana diatur

80 Lihat, Pasal 1339 KUHPerdata 81 Syahmin A.K., 2006, Op. Cit., h. 7

me nakan ruangan dengan aman tanpa gangguan termasuk dari PT. (Persero) Angkasa Pura II sepanjang ruangan tersebut dipergunakan untuk kegiatan operasional penerbangan PT. Mandala Airlines dan tidak digunakan untuk keperluan lain yang menyimpang dari yang telah ditentukan dalam perjanjian.

Berda nggu

sarkan Asas Pacta Sunt Servanda (asas mengikatnya kontrak), maka

ersero) Angkasa Pura II

82 Ahmadi Miru, Op.Cit., h. 5

para pihak yang membuat perjanjian terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.82 Jadi, berdasarkan asas pacta sunt servanda sepanjang pihak PT. Mandala Airlines tidak mempergunakan ruangan tersebut untuk keperluan lain yang menyimpang dari yang telah diperjanjikan, PT. (Persero) Angkasa Pura II tidak dapat mengambil kembali ruangan yang disewakan dengan jalan menghentikan pejanjian secara sepihak. Karena tindakan PT. (Persero) Angkasa Pura II tersebut dapat digolongkan ke dalam bentuk ”gangguan” terhadap hak dari pihak PT. Mandala Airlines.

Tetapi dari ketentuan yang dibuat oleh pihak PT. (P

Bandar Udara Polonia Medan di dalam surat perjanjian sewa menyewa dengan PT. Mandala Airlines, bahwa jika setiap saat pengelola bandara ingin mengambil kembali ruangan yang disewakan dengan alasan ”untuk kepentingan operasional” maka pihak PT. Mandala Airlines tidak dapat berbuat apa-apa dan harus mengembalikan ruangan yang disewanya tersebut tanpa adanya jaminan dari pihak pengelola bandara untuk

menyediakan atau menunjuk ruangan lain sebagai pengganti bagi pihak PT. Mandala Airlines.

Dalam perjanjian sewa menyewa ruangan pada PT. (Persero) Angkasa Pura II, pihak penyewa sebagai pihak yang lemah posisi tawarnya juga semakin dirugikan apabila klausula ”untuk kepentingan operasional” tersebut dijalankan karena tidak adanya ketentuan mengenai pemberian ganti rugi di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut.

Prinsip ganti rugi di dalam perjanjian selalu hadir dalam setiap hukum. Pihak- pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi atas tidak dipenuhi atau dilanggarnya atau diabaikannya suatu ketentuan dalam perjanjian oleh pihak

kan perjanjian dan menghentikan hak PT. Mandala Airlines untuk enggu

8.

lainnya.83 Seharusnya di dalam penyusunan perjanjian baku tersebut, penyusunnya harus memberikan pengertian dan batasan atas ganti rugi tersebut di dalam perjanjiannya.

Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan asas iktikad baik dalam hukum perjanjian. Karena disatu sisi pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II memberikan hak menggunakan ruangan dengan aman dan tanpa gangguan kepada pihak PT. Mandala Airlines. Tetapi di sisi lain, pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II berhak untuk membatal

m nakan ruangan tanpa ada iktikad baik memberikan jaminan untuk

menyediakan atau menunjuk ruangan lain sebagai gantinya ataupun memberi ganti rugi terhadap kerugian yang di derita oleh penyewa.

Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Iktikad baik harus selalu ada pada setiap tahap

ntuk suatu hubungan kerjasama. Namun dalam perjanjian sewa enyew

an bahwa “Negosiasi diartikan

84 Ibid., h. 6

85 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu

Pengantar, Fikahati Aneska, 2002, h. 21.

86 Suyud Margono, ADR (Alternatif Dispute Resolutian) dan Arbitrase Proses Pelembagaan a, 2000, h. 49.

perjanjian, dengan kewajiban untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan pihak lawan dalam perjanjian. Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan- kepentingan sendiri, ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian.84

Oleh karena itu maka sebelum menginjak suatu hubungan hukum yang tertuang dalam suatu perjanjian para pihak biasanya terlebih dahulu mengungkapkan keinginannya u

m a ruangan bandara udara ini, yang terjadi adalah perjanjian bukan melalui proses negosiasi yang seimbang diantara para pihak. Hal tersebut dapat terjadi jika salah satu pihak telah menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir yang sudah di cetak dan pihak lain harus menerimanya.

Priyatna Abdurrasyid mengatakan “Negosiasi merupakan suatu cara dimana individu berkomunikasi satu sama lain mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-harinya”.85

Suyud Margono dalam bukunya mengatak

sebagai komunikasi 2 (dua) arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda”.86

Dalam perjanjian dimana klausula-klausulanya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir, lazimnya di muat syarat-syarat yang membatasi kewajiban

klausula eksonerasi sebagai salah satu

ksonerasi adalah klausula yang dicantumkan di dalam

r Fuady menyebut klausula eksonerasi dengan istilah “Klausula mbeb

1980, h. 67.

dan tanggung jawab satu pihak. Syarat-syarat itu dinamakan klausula eksonerasi. Syarat-syarat ini sangat merugikan pihak penyewa, tetapi pihak penyewa tidak dapat membantah syarat tersebut karena perjanjian seperti ini hanya memberi dua alternatif, diterima atau ditolak. Mengingat pihak penyewa sangat membutuhkan perjanjian itu maka pihak penyewa menandatanganinya.

Klausula eksonerasi selalu muncul dalam perjanjian baku dan bahkan Mariam Darus Badrulzaman telah menempatkan “

syarat yang menonjol dalam perjanjian baku”.87

Rijken sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman mengatakan sebagai berikut : “Klausula e

suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum”.88

Muni

pe asan (exculpatory clause) yaitu suatu klausula dalam kontrak yang membebaskan salah satu pihak dari kewajibannya untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri”.89

87

Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya

(Kumpulan Karangan), Alumni, Bandung,

88

Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Op. Cit., h. 47.

89

J. Satrio memberikan definisi “Klausula eksonerasi sebagai suatu klausula dalam suatu perjanjian dan karenanya disepakati oleh para pihak dalam mana ditetapkan adanya pembebasan atau pembatasan dari tanggung jawab tertentu, yang secara normal menurut hukum seharusnya menjadi tanggung jawabnya”.90

wab yang dibatasi atau dibebaskan

al istilah klausula eksonerasi

apat di dalam perjanjian sewa menyewa

Perjanjian Sewa Ruangan dengan PT. Mandala Airlines. Adapun bunyi dari klausula eksonerasi itu adalah sebagai berikut : “Dan dengan ini pula penyewa membebaskan

r dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti,

Bandung

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapatlah diketahui bahwa dari klausula eksonerasi terdapat unsur utama yaitu adanya pembatasan dan/atau pembebasan tanggung jawab. Dan tanggung ja

tersebut adalah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak yang membuat perjanjian tersebut, yang dalam hal ini adalah pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II

Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat dengan UUPK), tidak mengen

sebagaimana yang dimaksudkan diatas, yang ada adalah klausula baku. Dan oleh Pasal 1 angka (10) UUPK klausula baku dapat diartikan secara umum sebagai perjanjian baku.

Dari klausula-klausula yang terd

ruangan tersebut, ditemui masih adanya pencantuman klausula eksonerasi di dalam perjanjian baku yang dibuat oleh pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II di dalam

PT. (Persero) Angkasa Pura II untuk waktu sekarang dan seterusnya dari segala

90

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahi , 1995, h. 119.

tuntutan atau gugatan baik yang dilakukan oleh penyewa maupun yang bertindak untuk dan atas nama penyewa dalam bentuk apapun”.

Pencantuman klausula eksonerasi tersebut sangat merugikan pihak penyewa. Apabila dikaitkan dengan bunyi ketentuan “Untuk kepentingan operasional, PT. (Persero) Angkasa Pura II berhak menghentikan perjanjian ...” yang terdapat di dalam Surat Perjanjian Sewa Ruangan tersebut, maka dengan adanya klausula eksonerasi tersebut diatas maka pihak penyewa benar-benar berada dalam posisi yang lemah karena dengan diambilnya ruangan tersebut, yang berarti dirampasnya hak penyewa,

ukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain”.91

akibat kehilangan keuntungan yang diharapkannya dari penggunaan ruangan tersebut.

, Op. Cit., h. 80.

pihak penyewa tidak berhak untuk menuntut ataupun menggugat pihak yang menyewakan dengan bentuk apapun sementara ia sudah dirugikan.

Nieuwenhuis sebagaimana di kutip oleh Ahmadi Miru mengatakan pengertian “Kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu disebabkan oleh perbuatan (melak

Kerugian yang di derita seseorang secara garis besar dapat di bagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang. Sementara itu, kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Dengan adanya klausula eksonerasi tersebut di atas, pihak penyewa tidak dapat melakukan apapun untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya

91

Pemutusan perjanjian secara sepihak yang dilakukan PT. (Persero) Angkasa Pura II dengan menggunakan klausula “untuk kepentingan operasional” tersebut juga

enim

t elema

ndang bagi mereka yang embu

juga karena putusan hakim.

.

m bulkan ketidak-adilan bagi pihak penyewa. Seharusnya pemutusan suatu perjanjian timbal balik hanya dilakukan atas persetujuan bersama para pihak di dalamnya. Tanpa adanya persetujuan dari pihak yang lain, pihak yang menginginkan pemutusan perjanjian harus meminta persetujuan pengadilan terlebih dahulu.92

Tetapi dalam perjanjian baku ini, penyusunnya telah mencantumkan klausula yang intinya bahwa para pihak telah saling sepakat dan setuju untuk melepaskan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1266 KUH Perdata dan Pasal 1267 KUH Perdata.

Dengan adanya klausul tersebut, semakin menguatkan posisi pihak PT. (Persero) Angkasa Pura II di dalam mengambil kebijakan sepihak dalam rangka pemutusan perjanjian sewa menyewa ruangan tersebut. Klausul tersebut sanga m hkan posisi penyewa dan menimbulkan ketidak-adilan bagi pihak penyewa.

Sekalipun pada asasnya setiap manusia bebas melakukan perjanjian sebagaimana yang dinyatakan oleh Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-u

m atnya”, namun di dalam perkembangannya asas kebebasan berkontrak tersebut tidaklah secara mutlak berlaku, karena terdapat batasan-batasan dalam menggunakan asas kebebasan tersebut, baik itu yang dimunculkan oleh undang-undang atau dapat

92

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang utama di dalam hukum perjanjian. Kebebasan disini adalah sebagai perwujudan dari kehendak yang bebas sebagai pancaran hak asasi manusia.

Terhadap ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas kebebasan tersebut, Subekti mengatakan sebagai berikut :

Dengan menekankan pada perkataan “semua”, maka pasal tersebut seolah-olah b

membuat perjanjian yang “berupa dan berisi” apa saja (atau tentang apa saja) undang-undang. Dengan perkataan lain, dalam soal perjanjian, kita hukum perjanjian hanya berlaku apabila atau sekedar kita tidak mengadakan

an-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang kita adakan itu.93

Asas kebebasan berkontrak ini akan terlaksana dengan sempurna bilamana bertitik tolak pada kedudukan posisi tawar dari kedua belah pihak yang sama kuat dan seimbang, sehingga dengan keadaan itu akan melahirkan perjanjian yang adil dan bermanfaat bagi kedua belah pihak. Namun dalam kenyataannya terhadap kedudukan posisi tawar dari kedua belah pihak sering kali terjadi ketidak-adilan, seperti yang terdapat dalam hubungan perjanjian sewa menyewa antara PT. (Persero) Angkasa Pura II dengan PT. Mandala Airlines. Penyewa sebagai pihak yang mempunyai posisi tawar yang lemah selalu berada pada pihak yang dirugikan. Peristiwa demikin lahir dan terpelihara atas kehendak PT. (Persero) Angkasa Pura II sebagai pihak yang mempunyai posisi tawar yang lebih kuat.

Dokumen terkait