• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam penuntutan

DAN HUKUM ISLAM

C. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam penuntutan

1. Menurut KUHP;

Delik perzinahan dalam KUHP merupakan delik aduan absolut, artinya delik perzinahan itu hanya bisa dituntut dimuka umum jika ada pengaduan dari suami/isteri yang bersangkutan.210 Ada beberapa alasan pertimbangan kenapa para pembentuk Undang-Undang mensyaratkan adanya pengaduan bagi delik-delik tertentu. Salah satunya Menurut Von Liszt Berner dan Von Swinderen, pentingnya lembaga pengaduan ini karena dipandang secara objektif pada beberapa delik tertentu itu kerugian material dan ideal dari orang yang secara

210

langsung telah dirugikan harus lebih diutamakan daripada kerugian-kerugian lain pada umumnya.211

Yang kemudian menganggap apabila pihak yang merasa dirugikan oleh para pelaku ternyata tidak mempunyai keinginan untuk mengajukan gugatan perceraian atau gugatan perceraian dari meja makan dan tempat tidur, maka tidak terdapat suatu dasar yang kuat untuk memberikan wewenang kepada pihak tersebut yakni untuk meminta kepada alat-alat negara agar terhadap pihak-pihak yang telah merugikan dirinya itu dilakukan penuntutan menurut hukum pidana.212

Adapun alasan lain mengapa tindak pidana perzinahan dijadikan delik aduan absolut yakni;

1) Menurut Von Liszt Berner dan Von Swinderen pentingnya lembaga pengaduan ini karena dipandang secara objektif pada beberapa delik tertentu itu kerugian material dan ideal dari orang yang secara langsung telah dirugikan harus lebih diutamakan dari pada kerugian-kerugian lain pada umumnya.213

2) Menurut Memorie Van Toelichting, berdasarkan pertimbangan bahwa ikut campurnya penguasa didalam suatu kasus tertentu itu mungkin akan mendatangkan kerugian yang lebih besar bagi kepentingan-kepentingan orang yang telah dirugikan.214

211

Ibid, hal. 102 212

P.A.F. Lamintang, dan Theo Lamintang, Op.Cit, hal 88 213

Eman Sulaeman, Op.Cit hal 102 214

3) Menurut Jonkers bahwa dalam beberapa hal kepentingan orang yang bersangkutan untuk tidak mengadakan tuntutan dalam suatu perkara lebih besar daripada kepentingan negara untuk menuntut perkara itu.215

Dan salah satu alasan yang membuat pembentuk undang-undang telah menjadikan tindak pidana perzinaan sebagai tindak pidana yang membuat para pelakunya hanya dapat dituntut jika ada pengaduan karena apabila pihak yang merasa dirugikan oleh para pelaku ternyata tidak mempunyai keinginan untuk mengajukan gugatan perceraian atau gugatan perceraian dari meja makan dan tempat tidur, maka tidak terdapat suatu dasar yang kuat untuk memberikan wewenang kepada pihak tersebut yakni untuk meminta kepada alat-alat negara agar terhadap pihak-pihak yang telah merugikan dirinya itu dilakukan penuntutan menurut hukum pidana.216

Bahkan adanya delik aduan ini tidak mengurangi berlakunya asas opportunitas, karena terhadap adanya pengaduan dari orang yang dirugikan pun penuntut umum dalam hal-hal dan karena alasan-alasan tertentu memiliki hak untuk tidak melakukan penuntutan. Asas oportunitas adalah asas/hak yang dimiliki oleh Penuntut Umum untuk mengesampingkan perkara, meskipun bukti-bukti telah cukup mengenai kesalahan terdakwa, apabila penuntut umum berpendapat bahwa akan lebih banyak kerugian bagi kepentingan umum dengan menuntut terdakwa tersebut dari pada mengesampingkannya (tidak menuntutnya). Barangkali faktor-faktor keamanan, ketertiban dan kemanfaatan dalam suatu

215

Ibid

216

kasus tertentu dipertimbangkan lebih besar dari pada unsur keadilan sehingga dalam kasus tersebut adalah lebih mendekati tujuan hukum kalau penuntutannya tidak dilakukan.217

Pertanyaan yang kemudian muncul dengan memahami delik aduan absolut didalam tindak pidana perzinahan menurut KUHP ini yaitu bagaimana apabila seorang pria atau wanita yang sudah menikah melakukan hubungan kelamin dengan lawan jenis yang bukan pasangan sah mereka, dan mereka mendapatkan persetujuan atau dengan sepengetahuan pasangan suami atau isteri sah mereka? Sedangkan Tindak Pidana Perzinaan didalam pasal 284 mengharuskan terlebih dahulu adanya pengaduan dari sisuami atau siisteri sipelaku zina.

Hoge Raan dalam arrest-nya tanggal 16 Mei 1946, NJ 1946 No. 523 antara lain telah memutuskan bahwa: 218

“Tidak termasuk dalam pengertian zina yakni mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, yang dilakukan dengan persetujuan suami dari pihak ketiga tersebut. Perbuatan itu bukan merupakan perbuatan yang menodai kesetiaan dalam perkawinan. Dalam hal ini, suami tersebut merupakan seorang germo, yang telah membuat isterinya menjadi seorang pelacur. Ia telah menyetujui cara hidup yang ditempu oleh isterinya tanpa syarat”.

Jadi dapat dikatakan bahwa KUHP sebenarnya memperbolehkan Perzinahan apabila disetujui oleh suami / isteri dari sipelaku zina.

217

Eman Sulaeman, Op.Cit hal 104 218

Hal tersebut sebenarnya tidak bisa lepas keterkaitannya didalam keluarga hukum pidana eropa kontinental (dan Belanda merupakan Negara yang menganutnya. Penulis) ukuran agama (Religion Standart) tidak suka disebut-sebut oleh pembentuk undang-undang di Kontinen Eropa. Ini dikarenakan masa lampau yang melahirkan doktrin separation of state and church.219 Ukuran agama, sebagaimana agama itu sendiri, adalah urusan pribadi dimana Negara tidak mau campur tangan. Demikian pula halnya dengan standart moral kurang mendapat saluran dalam hukum pidana, karena pandangan hidup orang Eropa Barat yang

219

Awalnya Isu pemisahan antara agama dan negara, atau yang lebih dikenal di Barat dengan istilah the separation of church and state (separasi negara dan gereja) ini telah menjadi kesepakatan bersama dalam ideologi-politik Barat, dan selanjutnya diterima dalam tatanan ideologi politik dunia yang pro Barat. Para penganut ideologi ini mengakui sendiri bahwa kelahirannya berkaitan erat dengan sejarah konflik peradaban Barat dengan agama Nasrani. mereka kemudian menganggapnya paham ini wajib diterapkan oleh setiap negara modern. Alasannya, asas pokok negara adalah kewarganegaraan, dan mayoritas negara-negara dunia bukanlah milik satu agama tertentu, dan bahkan sebagian warganya boleh jadi atheis. Jadi komitmen negara pada agama tertentu esensinya dianggap sebagai penindasan bagi pemeluk agama lain. Paham ini mengatakan idealnya negara harus menganut paham sekularisme (memisahkan antara agama dan negara). Tidak komitmen pada satu agama tertentu, dan tidak pula memerangi agama tertentu. Setiap warga negara bebas memilih agama dan keyakinan yang ia sukai, ia juga bebas menjalankan ritual ibadah apa pun. Selanjutnya Di abad terakhir muncul gerakan intelektual liberal yang menyatakan bahwa Injil bukanlah wahyu Allah, melainkan karya tulis manusia biasa yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya di masa mereka hidup. Jadi, beberapa perkara yang tercantum dalam Injil, seperti dukungan terhadap penyimpangan seksual (zina) bukanlah ajaran Kristen, tetapi nilai budaya masyarakat masa lalu. Pernyataan ini tidak hanya dilontarkan oleh para politikus dan penguasa, tetapi para tokoh agama dan intelektual Kristen juga menyatakan hal yang sama. Bahkan kaum liberal pun mengakui bahwa sekularisme saat ini tidak lagi netral terhadap agama yang ada, malahan ia telah berubah menjadi sebuah agama yang dibela oleh para pendukungnya, dan dijadikan senjata memerangi Kristen. Sumber Ja'far AbuNaufalNotes,MemisahkanNegaraDari Agama,http://lajafar.wordpress.com/2013/05/27/ me misahkan-negara-dari-agama/

Individualistik. Sepanjang tidak merugikan orang lain, campur tangan pihak lain, termasuk hukum pidana dianggap tidak patut.220

Maka sangat wajar apabila nilai-nilai yang ada didalam KUHP adalah nilai-nilai individualistik barat yang berpandangan bahwa kepentingan orang-orang yang bersangkutan untuk tidak mengadakan tuntutan adalah lebih besar ketimbang kepentingan negara. Dan nilai-nilai tersebut pun akhirnya dilanjutkan didalam peradilan di Indonesia. Bahkan Mahkamah Agung didalam putusan tertanggal 19 Maret 1955 No. 52 K/Kr/1953, menyatakan dengan tegas bahwa tindak pidana perzinahan merupakan delik aduan absolut, adapun bunyinya sebagai berikut;221

“Pasal 284 KUHP itu merupakan suatu “absolut klachtdelict”, sehingga pengaduan terhadap laki-laki yang melakukan perzinahan juga merupakan pengaduan terhadap isteri yang berzina, sedang jaksa berwenang untuk atas azas oportunitas hanya mengadakan penuntutan terhadap salah seorang dari mereka”

2. Menurut Hukum Islam

Mengenai pembuktian untuk Tindak Pidana Perzinahan menurut Hukum Islam sendiri ada tiga macam, yaitu adanya saksi, pengakuan dan qarinah (hamil). Dan dapat dipahami dengan adanya pembuktian Adanya saksi, maka tindak

220

Eman Sulaeman, Op.Cit, hal.111-112 221

pidana perzinahan tersebut menjadi delik biasa yang artinya siapa saja dapat mengadukan perbuatan zina tersebut.

Dan saksi tersebut juga haruslah memenuhi syarat-syarat yaitu empat orang saksi laki-laki yang melihat perbuatan tersebut. Saksi-saksi tersebut harus memenuhi persyaratan, yang menurut H.A.Djazuli terdiri atas baligh, berakal, hifdzun (mampu mengingat), dapat bicara, bisa melihat, adil dan beraga islam. (Jadi siapa saja baik itu sisuami, siisteri maupun orang lain dapat mengadukan suatu perbuatan perzinahan yang ia saksikan langsung. penulis).222

Karena didalam perpektif hukum islam, zina dianggap bukan hanya merugikan kepentingan-kepentingan individu orang yang melakukan perbuatan zina tersebut saja, namun juga yang bersifat horizontal antara manusia dengan manusia lainnya (masyarakat) Dalam riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim dan riwayat ini shahih dengan salah satu lafadz, Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :

“Tidaklah perzinahan tampak pada sebuah kaum hingga mereka

melakukannya secara terang-terangan, kecuali penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada para pendahulu mereka yang telah lalu akan mewabah pada mereka”.223

Kemudian juga yang bersifat vertikal (manusia dengan Tuhan). Dan selanjutnya hal tersebut juga berimbas kepada orang-orang yang ada disekitarnya.

222

Asadulloh Al Faruk, Op.Cit, hal 27-28 223

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits, Bencana Akibat Tersebarnya Zina, http://www.alsofwah.or.id/cetakmujizat.php?id=161

karena murka Allah S.W.T akan turun kepada kaum yang membiarkan perzinahan hingga mereka semua binasa. Diriwayatkan oleh Al Hakim dari Ibnu Abbas r.a: Rasulullah s.a.w. bersabda; “zina dan riba telah merebak disuatu kaum, maka

sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa adzab Allah”.224

Perbandingan;

KUHP yang mengklasifikasikan Tindak Pidana Perzinahan ini menjadi delik aduan absolut sangatlah tidak dapat dibenarkan. Karena secara tidak langsung KUHP melegalkan pelacuran apabila si suami telah memberikan izin kepada isterinya untuk bersetubuh dengan lelaki lain (melegalkan pelacuran). Selain hal tersebut bagaimana apabila lelaki yang telah menikah melakukan zina dengan seorang wanita yang belum menikah, kemudian wanita tersebut hamil. Dan ternyata isteri laki-laki tersebut tidak melakukan pengaduan?

Menurut Barda Nawawi Arief, ia menyoroti secara panjang lebar terhadap Tindak Pidana perzinahan dalam KUHP (Khususnya dalam hal delik aduan dari perzinahan) sebagai kebijakan yang tidak berorientasi pada pendekatan kebijakan (policy oriented approach). Secara singkat Barda menyatakan bahwa; delik aduan dalam Tindak Pidana perzinahan sebagai mana dilatar belakangi oleh pandangan barat yang individualistic-liberalistik, sehingga wajar jika perzinahan hanya dipandang bersifat pribadi (sangat privat).225

224

Fadhel IIahi, Op.Cit, hal. 35-36 225

Hal serupa juga diungkapkan Oleh Harkristuti Harkrisnowo menurutnya rumusan Tindak Pidana perzinahan dalam KUHP lebih mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat di Eropa Barat ketika itu dari pada nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia.226

Oemar Seno Adji sejak lama mempermasalahkan sifat delik aduan absolut dari perzinahan. Dalam suatu masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai agama dan kesusilaan (moral), delik perzinahan dipandang sangat bertentangan dengan agama dan merupakan perbuatan yang melanggar janji hidmat dalam suatu perkawinan.227

Bahkan Seperti yang diungkapkan Leden Marpaung didalam bukunya yang berjudul Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya,bahwa; Dibeberapa Negara selain belanda, misalnya inggris, Amerika Serikat, Perancis dan lain-lain, zina sebagai tindak pidana telah dihapus. 228 Dan di belanda sendiri yang merupakan salah satu kiblat hukum pidana Indonesia, Menurut J. M. Van Bammelen, Tindak Pidana perzinahan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 284 KUHP (di Belanda dimuat dipasal 241 Sr) telah dihapuskan berdasarkan Undang-Undang yang dikeluarkan pada tanggal 6 Mei 1971, S.291. menurut J. M. Van Bammelen dan Remmelink, komisi pelapor diparlemen (Belanda) berpendapat bahwa, jika “Kehormatan Kesusilaan” seseorang tidak dihina didepan umum, maka tidak ada alasan bagi “pembuat Undang-Undang” untuk menilai perbuatan

226 Ibid 227 Ibid, hal. 133 228

Leden Marpaung, Kejahatan terhadap kesusilaan dan masalah prevensinya, Op. Cit, hal 43

yang dikutuk itu sebagai “kejahatan”, jika ditinjau dari sudut kesusilaan.229 Padahal sudah jelas kalimat diatas menyebutkan bahwa perbuatan zina tersebut merupakan perbuatan terkutuk. Namun kemudian dengan alasan yang irasional menyebutkan kalau hanya Zina ditempat umum dan itupun apabila Zina tersebut dianggap hina, yang kemudian dianggap sebagai kejahatan. Dan apabila perbuatan tersebut dilakukan tidak didepan umum atau sudah tidak dianggap lagi sebagai perbuatan hina, maka perbuatan tersebut diperbolehkan. Inilah salah satu cara berpikir pemikiran paham liberal, yang tidak mempertimbangkan unsur Ketuhanan didalam pembentukan kebijakan.

Disini dapat dilihat pandangan yang berbeda mengenai siapa yang dirugikan atas suatu perbuatan perzinahan. KUHP menganggap bahwa yang dirugikan hanya sebatas suami atau sisteri sipelaku perzinahan, karena memang pada awalnya tindak pidana perzinahan hanya sebagai perlindungan terhadap suatu ikatan perkawinan, maka menjadi hak absolut bagi sisuami atau isteri yang dirugikan untuk melaporkan atau tidak hal tersebut.

Sedangkan Hukum Islam menganggap yang dirugikan bukan hanya sebatas suami atau isteri sipelaku perzinahan saja, namun juga orang-orang yang ada disekitarnya. Karena pada realitanya perkawinan tersebut bukan hanya mengikat antara hubungan/perjanjian suami dan isteri saja, tetapi juga terkait dengan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan kedua belah pihak. Proses perkawinan bukan semata-mata proses individual, tetapi juga proses

229

kekeluargaan, kekerabatan dan bahkan lingkungan. Jadi tercemarnya kesucian lembaga perkawinan dengan perzinahan, sebenarnya juga menyangkut kepentingan umum.

Melihat uraian tersebut maka Hukum Islam memiliki alasan yang sangat relevan apabila deginakan masyarakat Indonesia yang ber-KeTuhanan.