• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN A.Jenis Penelitian

B. Hasil Penelitian

2) Berdinamika Menghadapi Kendala

Dalam proses akulturasi, setiap budaya baik itu secara kelompok maupun individu menggunakan strategi-strategi dalam menjalani proses akulturasinya. Seperti yang diungkapkan Berry (1999), strategi-strategi tersebut digunakan pada proses adaptasi.

Seiring berjalannya waktu, orang Batak di Pontianak menemukan kendala-kendala-kendala selama mereka tinggal dan berinteraksi di Pontianak. Pilihan yang muncul adalah bagaimana caranya agar dapat tetap bertahan di Pontianak dengan segala keadaan yang ada. Perbedaan perlakuan dan tidak diakuinya sebagai putra daerah walaupun telah berada di Pontianak selama lebih dari dua dekade, adalah kenyataan yang harus diterima.

Kendala-kendala yang muncul saat interaksi, diselesaikan dengan strategi-strategi tertentu dalam proses adaptasi. Penulis menyajikan analisis kendala yang menonjol dari tiga informan yaitu kendala pembedaan perlakuan akibat otonomi daerah. Dari kendala ini akan dilihat bagaimana cara masyarakat Batak meyelesaikannya. Cara penyelesaian tersebut lalu akan diidentifikasikan sebagai salah satu strategi akulturasi seperti yang dijabarkan oleh Berry (1999).

Menghadapi kendala yang timbul pada interaksi dengan etnis di Pontianak, mayarakat Batak pada awalnya memahami bagaimana sesungguhnya kendala tersebut. Pemahaman ini muncul

dari informasi-informasi yang diterima baik itu secara langsung maupun tidak. Penulis melihat pola pemahaman yang sama dari setiap informan mengenai seperti apa otonomi daerah, baik itu secara ideal maupun penerapannya di Pontianak.

Informan memahami otonomi daerah sebagai pembagian kekuasaan termasuk pemimpin daerah kepada kebijakan pemerintahan di daerah. Berbeda dengan informan yang lain, PSin tidak mau berkomentar tentang apa itu otonomi, hal ini dikarenakan sistem kepegawaian di tempat informan bekerja masih terhubung dengan pemerintah pusat.

Setiap kendala yang muncul dalam proses interaksi merupakan konsekuensi dari perbedaan budaya yang muncul dari tiap-tiap budaya yang bertemu dan melakukan kontak (Berry, 1999). Kendala yang dialami masyarakat Batak di Pontianak diungkapkan informan dengan menunjukkan perubahan-perubahan dalam bentuk pembedaan perlakuan yang terjadi sebelum dan sesudah otonomi daerah. Dari perubahan tersebut, maka diidentifikasikan pula penyebab dan asal muasal perubahan yang menjadi tonggak dimulainya pembedaan perlakuan tersebut.

77

Tabel 8.

Perbedaan sebelum dan sesudah otonomi

Informan 1 (AP) Informan 2 (PSin) Informan 3 (PSih) Kondisi sebelum otonomi daerah - Tidak pernah dipermasalahkan status sebagai orang Batak. Semua hal tergantung pembicaraan. - Orang Batak menduduki banyak posisi penting di Pemerintahan.

Jumlah orang Batak yang menjadi pejabat masih berimbang. Kondisi setelah otonomi daerah - Merasa ada pembedaan perlakuan karena merupakan etnis pendatang. - Kesulitan dalam mendapatkan peluang kerja terutama di Pemerintahan. - Muncul istilah pribumi dan pendatang.

- Muncul wacana putra daerah.

- Pemimpin daerah haruslah putra daerah. - Seorang pemimpin

daerah takut

mengangkat pejabat yang bukan putra daerah.

Perbedaan kondisi dan situasi yang muncul diidentifikasikan oleh informan berasal dari munculnya Undang-undang otonomi daerah. Informan AP mengungkapkan bahwa tidak ada yang salah dengan Undang-undang tersebut, akan tetapi, penerapannya dilapangan yang tidak sesuai.

”Kalau otonomi daerah itu kalau menurut yang kita baca tidak seperti itu tujuannya. Bagus sebenarnya. Artinya siapa yang punya kemampuan, tidak harus karena dia orang Batak jadi dia tidak bisa untuk disini.”

Penerapan itu dirasa merupakan bagian dari tendensi tertentu dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan didalamnya. Informan PSin mengungkapkan bahwa isu putra daerah yang harus memimpin daerahnya menjadi salah satu penyebab munculnya pembedaan perlakuan tersebut. Menurut informan, istilah putra daerah dan non-putra daerah didengung-dengungkan untuk mengurangi dominasi orang Batak untuk duduk di posisi penting pemerintahan.

“Istilahnya setelah otonomi daerah, karena putra daerah selalu didengung-dengungkan begitu mau pengangkatan jabatan, seorang pejabat pun jadi takut mengangkat diluar dari etnis daerah itu sendiri”.

Istilah non-putra daerah menjadi identitas tetap bagi masyarakat Batak di Pontianak. Identitas ini yang kemudian dirasa menyulitkan masyarakat Batak untuk berkecimpung didunia pemerintahan.

79

Pada masa sebelum undang-undang otonomi daerah muncul, pejabat penting di pemerintahan Kalimantan Barat dapat dikatakan di dominasi oleh orang Batak. Terdapat 9 orang Batak yang menduduki jabatan Kakanwil (kepala kantor wilayah) departemen atau setara Kakanwil. Posisi pejabat eselon 2 ini merupakan posisi penting dalam pemerintahan di Kalimantan Barat. Hal ini menurut informan significant others yang merupakan salah satu dari 9 Kakanwil tersebut, merupakan dampak dari kurangnya SDM di Kal-Bar. Belum ada pegawai negeri sipil yang mempunyai kompetensi untuk menduduki jabatan tersebut. Beberapa informan significant others lain juga mengungkapkan hal yang serupa.

Pada masa setelah otonomi daerah terjadi perubahan besar-besaran pada struktur pemerintahan di Kalimantan Barat. Banyak orang Batak yang tidak lagi mendapat tempat di jabatan-jabatan strategis dan di mutasikan ke posisi-posisi tidak strategis dan terkesan “dibuang”. Status putra daerah dan non putra daerah menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan pejabat yang menduduki posisi penting di pemerintahan. Salah satu informan significant others mengakui kondisi ini membuat ia belasan tahun berada di eselon III dan baru-baru ini diangkat menjadi eselon II, itupun dengan masa kerja satu tahun menjelang pensiun.

Isu-isu mengenai putra daerah dengan cepat menyebar di kalangan masyarakat Batak. Bahkan menurut informan, ada

beberapa orang Batak yang memilih untuk mutasi ke kampung halamannya karena takut tidak akan mendapat tempat di pemerintahan Kalimantan Barat. Disisi lain, keadaan pembedaan perlakuan yang terjadi membuat kerukunan antar sesama orang Batak semakin erat. Perasaan senasib dan sepenanggungan membuat tali persaudaaraan semakin kuat. Informasi-informasi penting mengenai kehidupan bermasyarakat semakin sering dibagi antar sesama orang Batak.

Dokumen terkait