• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN A.Jenis Penelitian

B. Hasil Penelitian

2. Dinamika Psikologis Informan

Masyarakat Batak dengan kebiasaan dan tradisi yang berbeda hidup dan tinggal di Pontianak sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Sejak saat itu pula

43

proses akulturasi masyarakat Batak dan masyarakat di Pontianak dimulai. Dalam rangka melihat proses tersebut, data akan disajikan berdasarkan masing-masing informan. Hal ini bertujuan untuk melihat dinamika psikologis tiap informan.

Informan 1

Pengetahuan awal informan tentang Kalimantan adalah bahwa orang-orang di Kalimantan merupakan orang-orang yang buas. Informasi ini didapat oleh informan dari pengamatan terhadap orang Dayak yang berada di daerah asalnya. Selain itu, informasi lain yang dimiliki adalah bahwa tanah di Kalimantan pada umumnya merupakan rawa-rawa dan penghasilan untama berasal dari hasil hutan dan pertambangan. Informasi ini didapat dari buku-buku formal (pelajaran) yang dipelajari oleh informan didaerah asalnya. Setelah berada di Pontianak, informan mengamati bahwa tidak seratus persen informasi yang didapatnya sesuai dengan kenyataan di Pontianak, salah satunya adalah bahwa orang-orang di Pontianak tidak didominasi oleh etnis Dayak, melainkan gabungan dari etnis Melayu, Dayak dan Cina (Tiong Hoa).

Pada awalnya informan memang ingin ke Kalimantan karena merasa peluang untuk bekerja lebih besar dibandingkan daerah asal informan. Selain itu, informan yang lulusan SLTA merasa persaingan kerja bagi lulusan SLTA di Kalimantan masih kecil. Karena informan mempunyai keluarga yang tinggal di Pontianak, informan lalu memutuskan untuk pergi ke Pontianak.

Setiap hari informan berinteraksi dengan etnis lain. Informan tidak hanya berinteraksi dengan etnis tertentu, melainkan hampir merata semua etnis. Informan berinteraksi dengan etnis lain dalam pekerjaannya di bidang swasta. Kebanyakan interaksi terjadi di warung kopi, tempat dimana informan sering bertemu dengan rekan kerjanya. Informan bekerja di bidang kayu pada tahun 70an sampai 78. Tahun 78 informan memulai usaha di bidang angkutan. Pada saat itu informan mempunyai anak buah dari berbagai etnis seperti Cina, Bugis, Jawa dan Batak. Informan tidak hanya mempekerjakan etnis tertentu, melainkan semua etnis yang dianggap sesuai dengan pekerjaan tersebut.

Informan tidak terlalu melihat masalah dalam interaksinya dengan etnis lain di Pontianak. Informan merasa pembedaan perlakuan tidak terang-terangan dinampakkan oleh etnis lain, terutama etnis yang dominan di Pontianak. Akan tetapi, informan bisa merasakan pembedaan perlakuan dari etnis lain di Pontianak, terutama etnis yang dominan. Informan mengatasi permasalahan ini dengan merubah cara pandangnya terhadap masalah. Untuk kasus-kasus yang tidak bisa dibuktikan, informan menganggap bahwa permbedaan perlakuan hanya sebatas perasaannya saja. Permasalahan pembedaan perlakuan tersebut tidak menjadi kendala bagi informan dalam berinteraksi dengan etnis lain. Informan beranggapan bahwa, selama hal tersebut menguntungkan, informan akan tetap berinteraksi dengan etnis lain. Pembedaan perlakuan tersebut, dirasa informan tidak hanya disebabkan karena perbedaan etnis, melainkan karena perbedaan agama. Hal ini dirasa informan berasal dari orang-orang yang fanatic terhadap agama mereka yang berbeda dengan agama informan.

45

Permasalahan permbedaan perlakuan mulai sangat terasa setelah era otonomi daerah. Pada saat sebelum otonomi daerah, informan tidak merasa perbedaan etnis dan agama sebagai sebuah permasalahan besar. Tapi setelah muncul Undang-undang otonomi daerah, muncul pula konsepsi putra daerah atau pribumi yang dibuat oleh etnis-etnis utama yang mendominasi di Pontianak (Melayu dan Dayak). Konsepsi ini membuat etnis lain termasuk informan tidak diperkenankan untuk memimpin atau berkuasa. Menurut informan, hal ini lebih terasa di dunia birokrasi atau pemerintahan. Informan melihat etnis Melayu mendominasi menjadi pegawai negeri, hal tersebut juga yang membuat permasalahan pembedaan perlakuan lebih sering terjadi di birokrasi pemerintahan. Informan menganggap konsepsi putra daerah sebagai cara untuk mengimbangi dominasi etnis lain termasuk Batak dalam pimpinan di pemerintahan.

Masalah perbedaan perlakuan yang dialami diatasi dengan cara mencari celah untuk membuktikan bahwa informan mampu dan berkomitmen dalam pekerjaannya. Hal ini dilakukan agar mendapat pengakuan bahwa informan mampu dan berkomitmen dalam bekerja. Informan melakukan pembuktian tidak dengan cara terbuka. Hal ini dikarenakan sebagai orang Batak informan merasa bahwa pembicaraan secara terbuka merupakan hal yang tidak etis. Selain itu, informan merasa harus melihat situasi untuk berbicara ceplas-ceplos. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan hasil yang diinginkan.

Perbedaan kebudayaan asal informan dengan kebudayaan di Pontianak terlihat dari intonasi dalam berbicara. Informan melakukan adaptasi terhadap

perbedaan tersebut. Adaptasi ini dilakukan agar dapat berhasil dengan catatan bahwa hal ini saling menguntungkan.

Informan mengungkapkan bahwa tidak terdapat diskriminasi, namun perbedaan perlakuan oleh masyarakat di Pontianak. Masalah ini terjadi karena faktor suka dan tidak suka serta faktor satu rumpun. Perbedaan perlakuan tidak terlalu dirasakan di sektor swasta. Hanya kasus perkasus saja dan tergantung orang yang dihadapi. Perbedaan perlakuan terjadi setelah identitas informan diketahui orang lain. Hal ini dirasa informan terjadi disebabkan oleh faktor ketidaksamaan dari segi agama. Informan lalu menghadapainya dengan cara mengalah dan mundur dari proyek yang dilakukannya. Akan tetapi, informan tidak pernah menyembunyikan identitasnya.

Orang Batak dianggap susah untuk menjabat setelah adanya otonomi daerah. Saat ini orang Batak sudah menjabat karena birokrasi didominasi oleh orang Melayu. Informan merasa orang Batak harus punya kemampuan khusus dan lebih agar bisa menjadi pejabat. Informan menganggap bahwa masyarakat di Pontianak tidak memahami konsepsi putra daerah sebagai mana mestinya.

Dalam berinteraksi, informan berpegang pada nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua di kampung halaman. Informan berprinsip dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Selain itu, prinsip bahwa sesama orang Batak mempunyai keterikatan masih dipegang oleh informan. Setiap orang Batak yang merantau harus mencari orang yang dapat melindungi selama di rantau. Oleh karena itu, penting bagi informan untuk mencari keluarga yang sesama orang Batak di

47

Pontianak, hal tersebut pula yang menjadi salah satu pertimbangan untuk merantau ke Pontianak.

Informan beranggapan bahwa terdapat totalitas masyarakat Batak dalam merantau. Orang Batak ingin tetap tinggal diperantauan dan tidak ada niat untuk pulang ke kampung halaman terkecuali ada hal khusus yang membuat mereka harus pulang ke kampung halaman. Dalam rangka mengakomidir kebutuhan-kebutuhan selama di perantauan, orang Batak mendirikan rumah, mencari pekerjaan yang layak bahkan membangun Gereja Batak.

Informan 2

Informan migrasi ke Pontianak karena di ajak oleh keluarga. Tujuannya adalah agar informan dapat melanjutkan pendidikan. Di kampung halaman orang tua sudah meninggal sehingga tidak ada yang dapat membiayai untuk melanjutkan pendidikan. Apabila terus berada di kampung halaman, informan ditakutkan akan terlalu cepat menikah.

Pada awalnya informan belum tahu sama sekali mengenai budaya dan keadaan di Pontianak. Informan sendiri belum begitu menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Hal ini dikarenakan pada saat di kampung halaman informan jarang menggunakan bahasa Indonesia.

Setelah tamat SMA, informan mencari kerja dengan bantuan keluarga yang ada di Pontianak. Informan sering berpindah-pindah karena pekerjaan yang dijalani mengharuskan informan berpindah-pindah. Perpindahan ini yang

menyebabkan informan sering berinteraksi dengan berbagai macam etnis di Kalimantan Barat.

Kendala yang dihadapi informan pada awal interaksi adalah masalah kemampuan berbahasa Indonesia. Kesulitan berbahasa Indonesia dikarenakan sewaktu dikampung dulu masih menggunakan bahasa Batak, bahkan di SD juga menggunakan bahasa Batak. Bahasa Indonesia cuma 25 % dipakai. Disisi lain, informan merasa tidak menghadapi kendala yang berarti selama proses interaksinya dengan etnis lain. Informan berprinsip bahwa dalam berinteraksi tingkah laku yang mempengaruhi proses interaksi. Selama bertingkah laku baik, tidak akan menemukan kendala dalam berinteraksi. Informan beranggapan bahwa selama interaksi semua hal tergantung pada pribadi masing-masing. Apabila bertingkah laku baik dan mau menerima apa yang terjadi maka tidak akan ada kendala yang berarti selama proses interaksi. Prinsip yang di pegang oleh informan adalah bahwa sopan santun dalam berinteraksi menjadi kunci dari lancarnya proses adaptasinya dan interaksinya terhadap kebudaayaan di Pontianak dan Kalimantan Barat. Selain itu, informan berprinsip dalam segala hal apabila mau belajar pasti bisa. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung.

49

Informan 3

Alasan informan migrasi ke Pontianak adalah untuk melanjutkan pendidikan. Pada awalnya informan diajak oleh keluarga karena orang tua di kampung halaman sudah meninggal dunia. Keadaan kampung halaman yang tidak mendukung untuk melanjutkan pendidikan, membuat informan akhirnya mau bermigrasi ke Pontianak.

Pada saat berangkat ke Pontianak, informan tidak mempunyai banyak informasi mengenai kondisi Pontianak. Hanya gambaran-gambaran sederhana didapat informan dari orang-orang di kampung halamannya.

Informan banyak berinteraksi dengan etnis lain. Even interaksi paling banyak terjadi di dunia pekerjaan. Pekerjaanlah yang mengarahkan informan untuk berintekasi dengan etnis lain. Hal tersebut dikarenakan lingkup pekerjaan yang mengarah pada kegiatan antar etnis-etnis yang ada di Pontianak.

Dalam berinteraksi, Informan tidak menemui permasalahan interaksi secara pribadi terhadap etnis lain. Akan tetapi permasalahan muncul saat terjadi interaksi antar kelompok. Untuk mensiasati hal tersebut, informan lebih memilih untuk berinteraksi secara pribadi.

Informan merasa suku pendatang masih dianggap bukan sebagai putra daerah walaupun sudah lahir di Pontianak. Permasalahan ini muncul setelah otonomi daerah. Konsepsi putra daerah menjadi penyebab utama etnis Batak kesulitan. Informan menilai bahwa opsi bahwa pemimpin daerah harus putra asli daerah tersebut, membuat orang Batak tidak lagi mudah untuk menduduki jabatan

penting di pemerintahan. Hal ini berbeda dengan masa sebelum otonomi dimana masih banyak orang Batak yang menduduki jabatan penting di pemerintahan.

Penyebab munculnya konsepsi tersebut dirasa informan sebagai dari dampak kecemburuan akan keberhasilan orang-orang dari etnis Batak, baik dipemerintahan maupun dibidang swasta. Informan mensiasati kendala dalam berinteraksi dengan selalu berhati-hati dalam segala hal termasuk dalam berkegiatan sosial, tidak terlalu mempublikasikan kemewahan agar tidak terjadi kecemburuan.

Informan berprinsip untuk selalu berbuat baik dan menjaga jarak serta selalu waspada dalam berinteraksi dengan etnis lain. Semua orang lain diluar etnis Batak sebagai dongan tubu. Hal ini yang kemudian membuat informan selalu berlaku manat mardongan tubu, dimana informan berlaku berhati-hati dan selalu waspada terhadap masyarakat dari etnis lain.

51

Tabel 3.

Ringkasan Hasil Interpretasi Interpretasi

Tema Informan 1 (AP) Informan 2 (PSin) Informan 3 (PSih)

Alasan Migrasi

-Peluang bekerja lebih besar.

-Persaingan kerja bagi lulusan SLTA di Kalimantan masih kecil. -Mempunyai keluarga yang tinggal di Pontianak.

-Diajak oleh keluarga. -Melanjutkan

pendidikan.

-Di kampung

halaman orang tua sudah meninggal. -Tidak ada yang

membiayai pendidikan. - Melanjutkan pendidikan. - Diajak oleh keluarga. - Orang tua di kampung halaman sudah meninggal dunia. Pemahaman awal. Orang-orang di Kalimantan merupakan orang yang buas.

Belum tahu sama sekali mengenai budaya dan keadaan di Pontianak. Tidak mempunyai banyak informasi mengenai kondisi Pontianak. Interaksi dengan masyarakat Pontianak

Setiap hari, didunia kerja.

Sering berinteraksi dengan etnis lain, didunia pekerjaan.

Sering berinteraksi dengan etnis lain di dunia pekerjaan. Kendala interaksi Pembedaan perlakuan. Keterbatasan kemampuan berbahasa Indonesia. - Kesulitan berinteraksi dengan etnis lain secara berkelompok. - Masih dianggap

bukan sebagai putra daerah. Penilaian terhadap kendala - Disebabkan karena munculnya UU Otonomi Daerah. - Munculnya konsepsi

putra daerah sebagai

Kesulitan berbahasa Indonesia dikarenakan sewaktu dikampung penggunakan bahasa Indonesia hanya 25 %. - Disebabkan oleh Faktor kecemburuan. - Munculnya Konsepsi putra

cara untuk mengimbangi

dominasi etnis lain di pemerintahan. daerah. Sikap terhadap kendala - Merubah cara pandang. - Tetap berinteraksi asal menguntungkan. - Mau tidak mau harus

ikut.

- Mencari celah untuk merubah persepsi negatif terhadap Batak. - Menunjukkan komitmen dalam pekerjaan. Berusaha mempelajari bahasa Indonesia dengan baik. - Selalu berhati-hati dalam segala hal termasuk dalam berkegiatan sosial. - Tidak terlalu mempublikasikan kemewahan agar tidak terjadi kecemburuan. Prinsip dalam berinteraksi - Hidup janganlah merugikan orang lain. - Mengutamakan rukun tetangga. - Dimana bumi dipijak

disitu langit dijunjung.

- Sopan santun dalam berinteraksi

- Apabila mau belajar pasti bisa.

- Dimana bumi

dipijak, disitu langit dijunjung.

- Semua orang lain diluar etnis Batak sebagai dongan tubu.

- Berlaku berhati-hati dan selalu waspada terhadap masyarakat dari etnis lain.

- Dimana bumi

dipijak, disitu langit dijunjung.

53

Dokumen terkait