• Tidak ada hasil yang ditemukan

berdiri di depan penguasa yang jahat, lalu ia menasihatinya, lalu penguasa itu

Dalam dokumen Majalah Kiblat Muharram Jadi (Halaman 39-44)

membunuhnya.”

(HR Al-Hakim)

M

atan hadis t e r s e b u t adalah bagian dari hadis panjang tentang fitnah akhir zaman yang diriway- atkan dari Hudzaifah bin Al-Yaman. Ia bertanya ke- pada Rasulullah n:

“Wahai Rasulullah, kami dahulu berada dalam keburukan, lalu Allah mendatangkan kebaikan,

lalu kami berada di dalamnya. Apakah setelah kebaikan ini ada

keburukan?”

“Ya.”

“Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?”

“Ya.”

“Apakah setelah kebaikan itu ada kejelekan?”

“Ya.”

“Bagaimana itu?”

“Akan ada sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak mengambil

petunjukku, dan tidak mengambil sunnah dengan

sunnahku. Akan muncul pula di tengah-tengah kalian orang-orang yang hatinya adalah hati setan

dalam wujud manusia.”

“Apa yang harus

aku lakukan jika aku mendapatkannya?”

“Hendaknya engkau mendengar dan taat kepada amir, meskipun ia

memukul punggungmu dan merampas hartamu, tetaplah mendengar dan

taat.”

Status Hadits

Ad-Daruquthni dalam kitab

Al-Ilzamat wa At-Tattabu’,

181-182 berkata, “Hadits ini menurut saya mursal. Abu Salam tidak mendengar dari Hudzaifah. Demikian pula orang-orang yang sejajar dengannya yang tinggal di

Penguasa Berhati setan

  

 

“Akan ada sepeninggalku nanti para pemimpin yang tidak mengambil petunjukku, dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku. Akan muncul pula di tengah-tengah kalian orang-

Irak. Sebab Hudzaifah meninggal beberapa hari setelah pembunuhan Utsman. Namun Abu Salam mengatakan dalam hadis ini: Hudzaifah berkata. Ini menunjukkan dia telah memursalkan hadis ini.

Syaikh Muqbil bin Hadi ulama Yaman yang mentahqiq kitab

Al-Ilzamat tersebut pada halaman 182 mengatakan, “Al- Hafi dz Al-Mazi di Tahdzib Al-Kammal ketika menyebutkan guru-guru Abu Salam dan Hudzaifah bin Al-Yaman, mengatakan, “Ia dikenal mursal.”

Al-Hafi dz Ibnu Hajar dalam Tahdzib At-Tahdzib mengatakan, “Ia (Abu Salam) memursalkan dari Abu Hudzaifah, Abu Dzar dan lainnya.”

Dr Hani As-Sibai dalam ulasanya mengatakan, “Di hadis ini ada tambahan yang bukan bagian dari hadis hudzaifah yang disepakati. Yaitu kalimat “Meskipun ia memukul punggung dan mengambil hartamu.” Tambahan ini lemah karena dari jalur ini terputus.

Ada ulama yang menshahihkan tambahan tersebut dengan mutabaah di hadis Sabi’ bin Khalid Al-Yasykari dari Hudzaifah. Demikian pula pernyataan tsiqah dari Imam Ahmad Al-Ajlani untuk Mamthur. Demikian pula pernyataan yang sama dari Ibnu Hibban untuk Sabi’ bin Khalid.”

Berkaitan dengan pernyataan Ad-Daruquthni, Imam Nawawi berkata, “Benar kata Ad-Daruquthni. Akan tetapi matannya shahih dan bersambung dengan jalur pertama. Muslim menyebutkan mutabaah ini, seperti Anda lihat. Kami telah menyebutkan sebelumnya di banyak bagian dan di tempat lain bahwa hadis mursal bila diriwayatkan juga dalam jalur lain secara bersambung, maka ini menjadi penjelas akan kelayakan hadits mursal dan boleh berhujjah dengannya. Dua hadis ini menjadi shahih.”

Syaikh Al-Huwaini mengatakan, “Muslim menyebutkan jalur tersebut sebagai mutabaah seperti disebutkan Imam Nawawi. Akan tetapi beliau menyebutkannya untuk menjelaskan cacatnya. Ia (Muslim) telah menegaskan di awal bukunya bahwa ia akan menyebutkan beberapa hadis untuk menjelaskan cacatnya. Ini adalah salah satunya. Sebab, jauh kemungkinan Muslim tidak tahu bahwa Abu

K e c u a l i k a l i a n

m e l i h a t

k e k a f i r a n

y a n g n y a t a ,

k a l i a n m e m i l i k i

a l a s a n d a r i

A l l a h d i

d a l a m n y a .

Salam tidak mendengar dari Hudzaifah.” Syaikh Al-Albani juga menyimpulkan bahwa hadis ini shahih. Di Silsilah Ash-Shahihah (hadis no. 2739), beliau menjelaskannya bersamaan dengan hadis lain yang di antara matannya adalah,

“Dai di pintu neraka jahanam. Siapa yang menjawabnya, ia akan melemparkannya ke dalamnya.” Lalu ketika Huzaifah bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku mendapatkannya?” Beliau menjawab, “Tetaplah dalam jamaah kaum muslimin dan imam mereka.” Lalu Syaikh Al-Albani menafsirkannya dengan sabda Rasul, “Hendaknya engkau mendengar dan taat kepada amir, meskipun ia memukul punggungmu dan merampas hartamu, tetaplah mendengar dan taat!”

Kesimpulan Hukum dari Hadits

Hadits ini adalah dalil atas kewajiban taat kepada para imam meskipun mereka berbuat zalim. Imam Nawawi memasukkan hadis ini di bab kewajiban mengikuti jamaah kaum muslimin ketika muncul fi tnah dan dalam kondisi apa pun, serta haram keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jamaah.

Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Minhajus Sunnah, “Rasulullah n telah mengabarkan bahwa akan ada penguasa yang tidak mengambil petunjuk dari petunjuk beliau dan tidak mengikuti sunnah beliau. Hati mereka seperti hati setan di tubuh manusia. Meskipun demikian, perintahnya adalah taat kepada penguasa meskipun memukul punggung dan mengambil hartamu. Ini menjelaskan bahwa penguasa yang ditaati adalah orang yang memiliki otoritas, baik seorang yang adil maupun zalim.” (Minhajus

Sunnah, I/382)

Syaikh Al-Albani juga membahas hadis ini dalam konteks larangan keluar dari penguasa dan kewajiban taat kepadanya meskipun jahat dan zalim.

Penjelasan para ulama tersebut menunjukkan bahwa status zalim penguasa tidak sampai pada level kafi r atau murtad dari Islam. Hal ini berarti bahwa kesimpulan hukum dari hadis ini tidaklah berbeda dengan hadis-hadits lain tentang kewajiban taat kepada penguasa muslim meskipun jahat dan zalim. Dalam hal ini Dr Hani As- Sibai mengatakan:

“Anggaplah tambahan tersebut shahih, ia dibatasi oleh hadis Ubadah bin Shamit di

Ash-Shahihain: Kitab Al-Imarah, Shahih Muslim hadis no. 4877; Shahih Bukhari Kitab Al-Fitan, hadis no. 7056. Disebutkan, ‘Kecuali kalian melihat kekafi ran yang nyata, kalian memiliki alasan dari Allah di dalamnya.’ Hadits ini diterapkan kepada penguasa kaum muslimin yang jahat dan zalim, namun dengan kejahatan dan kezalimannya, mereka tetap berhukum dengan syariat Allah.”

Maka, kata Dr As-Sibai lebih lanjut, pembicaraan ini tidak berlaku untuk para penguasa di zaman kita yang menggantikan hukum Allah; mereka mengubah ketentuan agama kita yang Hanif dengan berwala’ kepada musuh-musuh Allah; memerangi wali-wali Allah, membuat makar terhadap bangsanya sendiri. Mereka melindungi konstitusi dan hukum yang menentang otoritas hukum Allah di muka bumi. Para penguasa itu memerintahkan rakyat dengan hukum selain yang diturunkan Allah, di samping tidak berhukum dengan yang

diturunkan Allah!! Jika apa yang mereka terapkan dalam kekuasaannya tidaklah kekafi ran yang nyata, lantas seperti apa kekafi ran nyata itu?

Selain itu, jihad melawan penguasa dengan kekuatan telah disebutkan dalam kitab Shahih. Muslim di Shahih-nya kitab Al- Iman hadis no. 188 meriwayatkan dengan Sand dari Abu Rafi ’ dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda, “



   

 

  

  

      

           



“Tiada seorang Nabi pun yang diutus sebelumku, kecuali mempunyai beber- apa hawari (pengikut setia) dan sahabat dari umatnya yang selalu memegang sunnahnya dan melaksanakan perintah- nya. Kemudian setelah mereka muncul beberapa generasi pengganti, mereka mengatakan sesuatu yang tidak diamal- kan dan mengamalkan apa yang tidak diperintahkan. Maka barang siapa berji- had melawan mereka dengan tangannya ia beriman, barang siapa yang berjihad melawan mereka dengan lisannya ia ber- iman dan barang siapa berjihad mela- wan mereka dengan hatinya ia beriman,

dan setelah itu tidak ada iman lagi walau sebesar biji sawi.”

Catatan lain yang perlu diperhatikan dari penjelasan ulama yang telah disebutkan bahwa perintah Nabi n ketika terjadi

fitnah, termasuk kemunculan penguasa berhati setan, adalah komitmen kepada jamaah kaum muslimin dan imam mereka. [Agus Abdullah]

I

slam memiliki konsep yang agung tentang negeri dan tujuan yang sangat mulia dalam syariat kewajiban mengangkat pemimpin atau imam. Pemimpin kaum muslimin yang dalam Islam dikenal dengan istilah khilafah didefi nisikan oleh ulama sebagai posisi yang menggantikan kenabian dalam menjaga dien dan mengatur dunia dengan dien itu. (Al-Ahkam As- Sulthaniyah, 3).

Ada dua unsur penting dari tujuan mamah yang tertuang dalam de nisi

tersebut. Yaitu menjaga dien dan mengatur dunia dengannya. Maksud menjaga dien

adalah menjaga Islam dan menerapkannya. Makna menjaga adalah mengupayakan agar tetap utuh dan murni, menyebarkannya kepada manusia seperti dilakukan oleh Rasulullah saw dan diteruskan oleh generasi sahabat dan seterusnya. Sisi lain tugas penguasa dalam hal ini adalah mencegah segala bentuk

penyimpangan dan penyelewengan. Ia tidak

berhak mengganti agama Allah. Abu Ya’la Al-Hambali mengatakan, “Imam wajib menjaga dien agar tetap seperti yang disepakati salaful ummah. Bila ada orang yang ragu dan menyimpang darinya, ia harus menegakkan hujjah kepadanya dan menjelaskan yang benar. Ia juga harus memberikan hak dan sanksi yang semestinya agar dien tetap terjaga dari penyimpangan dan umat terjaga dari penyelewengan.” (Abu Ya’la Al-Hanbali, 11).

INDONESIA BUKAN

Dalam dokumen Majalah Kiblat Muharram Jadi (Halaman 39-44)

Dokumen terkait