• Tidak ada hasil yang ditemukan

surga lebih baik dari iin nii'

Dalam dokumen Majalah Kiblat Muharram Jadi (Halaman 69-72)

• Hadits Anas bin Malik a bahwa seorang wanita Yahudi memberikan kambing yang sudah diberi racun kepada Nabi n dan beliau me- makannya (HR. Bukhari no. 2617) • Anas a berkata, “Nabi mendap-

atkan hadiah sebuah jubbah dari sutera, padahal beliau melarangnya. Orang-orang pun menjadi heran. Kemudian Nabi berkata, ‘Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tan- gannya sapu tangan Sa’d bin Muadz yang berada di surga lebih baik dari ini.” (HR. Muslim no. 2615)

Hadits-hadits di atas menerangkan kebolehan menerima hadiah dari orang kafir. Adapun hadits yang menyatakan Nabi

n tidak mau menerima hadiah dari orang kafir, menurut Ibnu Hajar hadits tersebut derajatnya Mursal, sehingga tidak cukup kuat untuk membantah hadits-hadits di Shahih Al-Bukhari. Maka dengan kajian di atas dapat itu simpulkan bahwa menerima dan memanfaatkan fasilitas dan pelayanan yang diselenggarakan oleh negeri yang tidak berhukum dengan hukum Allah merupakan sesuatu yang diperbolehkan. Karena hal tersebut sama halnya dengan menerima hadiah dari orang kafir. Wallahu a’lam.

di tengah-tengah mereka. Inilah pokok keadilan. Karena Allah mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (An- Nahl: 90). Maka siapa yang memerintah rakyatnya dengan selain syariat Allah, ia bukanlah penguasa yang adil.”

Tetapi bila faktanya penguasa tidak adil dan tidak menegakkan syariat Islam; penguasa justru mencampakkan Islam dan menggantinya dengan undang-undang positif, siapa yang salah? Pemimpin buruk itu salah rakyat atau rakyat buruk karena pemimpinnya buruk?

Ulama telah menjelaskan secara lengkap persoalan ini. Pemimpin dan rakyat adalah sama-sama manusia yang bisa salah. Tidak ada yang menganggap maksum kecuali keyakinan Syiah terhadap para imam mereka. Oleh karena itu, kedua pihak berada dalam lingkup saling menasihati, seperti digambarkan dalam hadis Nabi n

“Dien ini adalah nasihat.” Salah satunya adalah nasihat untuk para pemimpin kaum muslimin. Inilah hakikat kehidupan

A

langkah indahnya bila

penguasa yang menaungi kehidupan umat Islam adalah imam yang adil. Rasulullah n

bersabda, “Makhluk yang paling dicintai Allah adalah imam yang adil, sedangkan yang paling dimurkai adalah imam yang jahat.” Tidak ada umat yang benci bila hadis seperti ini benar-benar ada dalam kehidupan nyata.

Penguasa yang adil adalah orang yang adil di tengah rakyatnya adalah yang menegakkan syariat Islam secara menyeluruh. Syaikh Ibnu Utsaimin dalam

Syarh Riyadhus Shalihin mengatakan, “Penguasa yang adil adalah orang yang adil di tengah rakyatnya. Tidak ada keadilan yang lebih lurus dan wajib

penguasa

penguasa

saleh

saleh

rakyat pun

saleh

dan hubungan antara pemimpin dan rakyat dalam konsep Islam.

Rakyat Buruk, Pemimpin Buruk Satu sisi yang harus berusaha menjadi salah adalah rakyat. Bila keburukan telah menyebar luas dalam masyarakat, Allah bisa kapan saja murka dan — naudzubillah— memberikan musibah kepada mereka dengan berkuasanya pemimpin yang zalim. Dalam hal ini Allah berfirman:

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zal- im itu menjadi teman bagi sebagi- an yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Al-An’am: 129)

Al-Alusi menjelaskan ayat ini dengan ungkapan, “Bila rakyat zalim, Allah akan menguasakan orang zalim pula kepada mereka.”

Hal yang sama juga disebutkan oleh Al-Qurtubi, “Bila

Allah ridha kepada suatu kaum, Dia menguasakan urusan kepada orang yang terbaik di antara mereka. Bila Allah murka kepada suatu kaum, Dia menguasakan urusan mereka kepada orang yang terburuk. Nabi n bersabda, ‘Siapa yang menolong orang zalim, Allah akan menguasakan kepadanya.”

Ibnul Qayyim juga melihat hal yang sama dalam menafsirkan ayat tersebut. Beliau mengatakan, "Perhatikanlah

hikmah-Nya tatkala Dia menjadikan para raja, penguasa dan pemegang tampuk pemerintahan sesuai dengan amalan yang dilakukan oleh para rakyat di dalam negeri tersebut. Bahkan, amalan dari para rakyat akan tercermin dari tingkah laku para penguasanya. Apabila rakyat di dalam negeri tersebut komitmen dalam menjalankan syariat, maka tentu penguasanya pun demikian. Apabila mereka berlaku adil, maka para penguasa akan berlaku adil kepada mereka. Apabila mereka suka berbuat kemaksiatan, maka para penguasa juga akan senantiasa berbuat maksiat. Apabila rakyat senantiasa berbuat makar dan tipu daya, maka tentulah penguasa demikian pula keadaannya. Apabila para rakyat tidak menunaikan hak-hak Allah serta mengabaikannya, maka penguasa mereka pun juga akan berbuat hal yang sama, mereka akan melanggar dan tidak menunaikan hak-hak para rakyatnya.

Apabila rakyat sering melanggar hak kaum yang lemah dalam berbagai interaksi mereka, maka para penguasa akan melanggar hak para rakyatnya secara paksa, menetapkan berbagai pajak dan pungutan liar kepada mereka. Setiap mereka (yakni rakyat) mengambil hak kaum yang lemah, maka hak mereka pun akan diambil secara paksa oleh para penguasa. Sehingga para penguasa merupakan cerminan amal dari para rakyatnya."

Bila rakyat

zalim,

Allah akan

menguasakan

orang zalim

pula kepada

mereka.

Artinya sebagai otokritik pada sisi ini, rakyat harus memperbaiki diri agar Allah tidak menimpakan pemimpin yang zalim kepada mereka. Adalah kezaliman bila menuntut orang lain adil, sedangkan diri sendiri tidak adil. Maka wajar ketika Abdul Malik bin Marwan berkata kepada rakyatnya, “Kalian tidak adil terhadap kami wahai seluruh rakyat! Kalian menginginkan kami seperti Abu Bakar dan Umar, namun kalian tidak berlaku seperti kami dan juga pada diri kalian.” Demikian pula Ubaidah bin As-Salmani ketika bertanya kepada Ali a, “Wahai Amir Mukminin, mengapa manusia taat kepada Abu Bakar dan Umar. Kekayaan dunia pada waktu itu lebih sempit daripada sejengkal, lalu menjadi luas pada masa keduanya. Ketika engkau dan Utsman menjadi khilafah, dunia terbuka luas pada awalnya namun kemudian menjadi lebih sempit daripada sejengkal.” Ali menjawab, “Karena rakyat Abu Bakar dan Umar seperti aku dan Utsman, sedangkan rakyatku sekarang adalah kamu dan orang-orang seperti dirimu.”

(Sirajul Muluk, Imam Ath-Thurthursyi, 94).

Kesalehan Penguasa Kesalehan Rakyat

Sisi lain dan inilah yang utama adalah kesalehan pemimpin. Rakyat akan menjadi saleh bila pemimpinnya saleh. Ibnu Taimiyyah dalam kitab As-Siyasah As-Syar’iyyah fi Ishlah Ar-Ra’i wa Ar- Ra’iyyah, I/37 mengatakan, “Ketika rakyat berubah (menjadi rusak), sedangkan penguasa sebaliknya, semua urusan pun saling bertentangan. Apabila penguasa mengambil langkah untuk memperbaiki

agama dan urusan dunia mereka sesuai kemampuannya, maka ia termasuk orang yang paling utama pada masanya. Ia adalah mujahid paling afdhal di jalan Allah. Telah diriwayatkan bahwa ‘Satu hari dengan imam yang adil itu lebih baik daripada ibadah selama 60 tahun’.”

Di tempat lain, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Ulil amri terdiri atas dua kelompok manusia: ulama dan

umara. Bila mereka baik, manusia pun baik. Bila mereka buruk, manusia pun buruk. Hal ini seperti jawaban Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada wanita dari bani Ahmas saat bertanya kepadanya, ‘Apa hal yang menjamin kami akan senantiasa berada di atas perkara (yang baik yang Allah datangkan setelah masa jahiliah) ini?’ Abu Bakar Ash-Shiddiq menjawab, ‘Kalian akan senantiasa di atas kebaikan (Islam) tersebut selama para pemimpin kalian bertindak lurus.” (HR Al-Bukhari)

(Majmu’ Al-Fatawa, 28/170)

Satu hari

Dalam dokumen Majalah Kiblat Muharram Jadi (Halaman 69-72)

Dokumen terkait