• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aksi kolektif mencakup tingkat keikutsertaan dalam kegiatan gotong royong berkaitan dengan pengelolaan dan pemeliharaan jaringan irigasi. Kegiatan tersebut antara lain mencakup empat hal yaitu, pengecekan rutin irigasi, perbaikan jaringan kuarter, membersihkan rumput, sampah atau endapan di jaringan irigasi dan kegiatan terakhir adalah pembangunan jaringan irigasi tersier baru. Tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif pada empat kegiatan yang disebutkan sebelumnya, diukur berdasarkan jumlah kehadiran anggota atau perwakilan anggota yang ditugaskan dan kesukarelaan mereka mengikuti kegiatan tersebut. Tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif ini kemudian dikelompokkan dalam lima kategori yaitu tingkat keikutsertaan aksi kolektif yang sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Tabel 24 menyajikan pengelompokkan tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif. Rata-rata tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif P3A-P3A di Gabungan Papah berada pada kategori sedang (µ=13,54, berada pada selang antara 11,71 – 13,80). Tabel 23 memperlihatkan bahwa sebanyak enam kelompok atau 35,3 persen dari tujuh belas P3A di Gabungan Papah memiliki tingkat keiikutsertaan anggota atau perwakilan anggota yang sangat tinggi dalam empat kegiatan berkaitan dengan pengelolaan dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier di wilayah kerja mereka masing-masing, terutama untuk pengangkatan waled atau sedimen dan hal tersebut secara eksplisit terlihat dalam kutipan di bawah ini.

“Yang selama ini kita lakukan untuk yang seluruh anggota

itu menjelang MT III, kan ada sedimen bekas MT sebelumnya. MT III itu ada proses penyiraman bawang merah, itu kita koordinasi dengan pemerintah desa, kapan dari warga masyarakat bisa, terus kita menentukan, itu satu tahun sekali untuk angkat sedimen,

semua anggota masyarakat terlibat” (Sekretaris salah satu P3A, 18 Maret 2016).

Hari Selasa Pahing tanggal 8 Maret 2016 kami

melaksanakan kerja bakti perbaikan irigasi di sebelah utara” (Ketua salah satu P3A, 26 Maret 2016).

Pada kelompok yang berada dalam kategori keikutsertaan aksi kolektif yang tinggi, pengurus merasa bahwa anggota dan perwakilan anggota hadir hampir semua atau lebih dari lima puluh persen undangan secara sukarela. Mereka hadir secara sukarela karena mereka sangat sadar bahwa kegiatan-kegiatan tersebut untuk kepentingan usaha tani mereka, dan karena mereka membutuhkan air. Kesadaran ini menuntun mereka untuk aktif hadir dalam aksi kolektif berkaitan dengan pengelolaan dan pemeliharaan jaringan irigasi. Kekurangan air di P3A- P3A yang terletak di hilir terjadi terutama pada MT III, jika sampah dan endapan tersebut tersebut dibiarkan maka mereka bisa semakin kesulitan untuk mendapatkan air di MT III. Contoh aksi kolektif di antaranya aksi membersihkan rumput di sekitar saluran, seta membersihkan sampah dan endapan di saluran irigasi terutama setelah MT II. Mereka harus melakukan kegiatan tersebut, karena jika tidak melakukan kegiatan tersebut saluran akan tersumbat sehingga mengganggu jalannya air dan mengurangi debit air di saluran irigasi.

Tabel 24 juga menampikan data bahwa hanya ada satu (5,9 persen) P3A yang termasuk dalam kategori sangat rendah. P3A ini memiliki tingkat keikutsertaan di bawah lima puluh persen dari anggota atau perwakilan anggota yang diundang. Salah satu pengurus di P3A tersebut menegaskan bahwa anggota/ perwakilan anggota di P3A ini jarang ikut serta dalam sebuah kegiatan untuk pengelolaan atau perbaikan jaringan. Alasannya karena mereka merasa sudah membayar iuaran pengguna air (IPAIR), sehingga yang bertanggung jawab mengurus jaringan irigasi tersier adalah para pengurus P3A yang mendapatkan bagian beberapa persen dari IPAIR sebagai jasa pengurus (jumlahnya berbeda di setiap P3A) yang dibayarkan rutin oleh anggota setiap musim tanam.

Tabel 24 Distribusi responden berdasarkan tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016

Tingkat Keikutsertaan Aksi Kolektif Jumlah Persentase (%)

Sangat Rendah 1 5.9 Rendah 5 29.4 Sedang 2 11.8 Tinggi 3 17.6 Sangat Tinggi 6 35.3 Total 17 100.0

P3A yang termasuk kategori rendah dalam keiikutsertaan anggota atau perwakilan anggotanya dalam aksi kolektif terdapat lima kelompok (29,4 persen). Pelaksanaan aksi kolektif di kelompok kategori keikutsertaan anggota rendah ini jarang terjadi. Pembangunan irigasi baik sekunder ataupun kuarter di P3A-P3A ini biasanya diserahkan pada tukang. Namun untuk kerja bakti mengangkat endapan, anggota atau perwakilan anggota yang diundang sekitar lima puluh persen datang menghadiri kerja bakti tersebut.

Aksi Kolektif dan Hubungannya dengan Komunikasi Partisipatif Tabel 25 memperlihatkan tabulasi silang antara variabel dialog dengan aksi kolektif. P3A yang memiliki kemampuan berdialog buruk, seratus persen berada pada tingkat keikutsertaan aksi kolektif yang rendah. P3A yang memiliki kemampuan berdialog cukup baik dan baik, masing-masing secara berurutan berada pada tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif tinggi dan sangat tinggi sebesar empat puluh persen dan enam puluh persen sisanya terbagi tiga menjadi dua puluh persen untuk kategori lainnya. Tabel 25 memperlihatkan kecenderungan hubungan positif antara kemampuan berdialog dan tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif jika hanya terpaku pada data tersebut.

Tabel 25 Persentase P3A berdasarkan kemampuan berdialog dan keikutsertaan aksi kolektif di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016

Dialog

Aksi Kolektif

Total Sangat

Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi % % % % % N % Sangat Buruk 0 0 0 0 100 2 100 Buruk 0 100 0 0 0 1 100 Cukup Baik 0 20 20 40 20 5 100 Baik 20 20 0 20 40 5 100 Sangat Baik 0 50 25 0 25 4 100

Data lebih lanjut menampilkan hal yang bersebrangan. P3A yang memiliki kemampuan sangat buruk seratus persen merupakan P3A dengan tingkat keiikutsertaan dalam aksi kolektif yang sangat tinggi. Sebesar lima puluh persen P3A dengan kemampuan berdialog sangat baik termasuk dalam P3A yang memiliki tingkat keiikutsertaan aksi kolektif yang rendah. Fakta tersebut memperlihatkan bahwa tidak adanya hubungan yang kuat antara kemampuan berdialog P3A dengan tingkat keikutsertaan anggota atau perwakilan anggota P3A dalam aksi kolektif. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan Hasil Uji Korelasi

Rank Spearman yang menghasilkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar

0,326 > α (0,05) dan koefisien korelasi sebesar -0,254, sehingga H0 diterima dan

H1 ditolak.

P3A dengan tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi yang sangat rendah seratus persen berada pada tingkat keiikutsertaan dalam aksi kolektif rendah. Sebesar 37,3 persen P3A yang berada pada tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi yang sangat tinggi juga berada pada tingkat

keiikutsertaan salam aksi kolektif yang sangat tinggi. Perbedaan terjadi pada lima puluh persen P3A yang termasuk kategori tinggi dalam kesempatan mengemukakan aspirasi, tetapi memiliki tingkat keiikutsertaan dalam aksi kolektif yang rendah (Tabel 26).

Uji Korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat apakah P3A yang memiliki tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi yang sangat tinggi cenderung lebih aktif ikut serta dalam aksi kolektif yang dilaksanakan di wilayah mereka. Uji Korelasi Rank Spearman menghasilkan nilai Asymp. Sig. (2-sided)

hitung sebesar 0,407 > α (0,05) dan koefisien korelasi sebesar 0,215, sehingga H0

diterima dan H1 ditolak. Artinya, P3A dengan tingkat kesempatan mengemukakan

aspirasi yang sangat tinggi tidak cenderung ikut serta dalam aksi kolektif yang dilaksanakan. Tabel 26 jelas memperlihatkan bahwa P3A dengan tingkat mengemukakan aspirasi sangat tinggi berada hampir di setiap kategori tingkat keiikutsertaan dalam aksi kolektif.

Tabel 26 Persentase P3A berdasarkan kesempatan mengemukakan aspirasi dan keikutsertaan aksi kolektif di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016 Aspirasi Aksi Kolektif Total Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi % % % % % N % Sangat Rendah 0 100 0 0 0 1 100 Sedang 0 50 0 0 50 2 100 Tinggi 0 50 0 16.7 33.3 6 100 Sangat Tinggi 12.5 0 25 25 37.5 8 100

Hasil Uji korelasi menunjukkan baik adanya kemampuan berdialog atau kesempatan mengemukakan aspirasi tidak berhubungan nyata dengan tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif. Rata-rata P3A di Gabungan P3A Papah memiliki kemampuan berdialog baik dan kesempatan mengemukakan aspirasi yang tinggi, tetapi memiliki tingkat keiikutsertaan sedang dalam aksi kolektif. Penyebab hal tersebut adalah masih terdapat P3A yang anggotanya beranggapan bahwa semua tugas berkaitan dengan pengairan adalah tanggung jawab pengurus P3A dan lebih memilih menggunakan jasa tukang dengan sistem upah jika ada dana. Anggota merasa sudah secara rutin membayar IPAIR sehingga mereka menyerahkan sepenuhnya pada pengurus yang mendapat bagian jasa pengurus dari IPAIR yang besarnya tergantung kesepakatan masing-masing P3A. Penguruslah yang biasanya menangani bila terjadi kebocoran atau perbaikan yang sifatnya ringan. Perbaikan yang sifatnya berat atau pembangunan jaringan yang membutuhkan dana, biasanya mengandalkan IPAIR dan bantuan dari pemerintah. Perbaikan jenis ini biasanya dijadikan proyek dan dikerjakan oleh tukang.

P3A-P3A dengan tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif yang tinggi dan sangat tinggi memiliki kesadaran mengenai kebutuhan terhadap air untuk usaha pertanian yang menjadi mata pencaharian utama mereka. P3A-P3A tersebut berada di wilayah yang mengalami kesulitan mendapat pasokan air setiap Musim Tanam II dan Musim Tanam III yaitu desa Tuksono, Gulurejo, Srikayangan,

Demangrejo dan Kedungsari. Curah hujan yang sedikit pada Musim Tanam II dan III menyebabkan berkurangnya debit air pada daerah-daerah bagian hilir ini. Kondisi jaringan yang baik dibutuhkan agar debit air yang sedikit tidak terhambat atau terbuang akibat adanya sampah, waled dan kebocoran jaringan, sehingga anggota aktif ikut serta dalam aksi kolektif untuk operasi, pemeliharaan dan pembangunan jaringan irigasi.

Hermann (2011) mendukung penemuan ini dengan menyatakan bahwa menemukan kebutuhan yang dirasakan merupakan hal yang penting untuk diimplementasikan dalam komunikasi partisipatif, baik oleh agen pembangunan atau penerima manfaat. Kebutuhan tidak dipertimbangkan sebagai sebuah faktor yang memengaruhi melainkan merupakan sebuah syarat esensial untuk implementasi komunikasi partisipatif (Anyaebgunam et al. 2004; Bessette 2004; Servaes 2001 dalam Hermann 2011). Hermann (2011) mengatakan analisis kebutuhan antara penerima manfaat akan menyumbang pada penemuan kebutuhan yang dirasakan dan kemudian meningkatkan keinginan penerima manfaat untuk berpartisipasi.

Hubungan antara Jaringan Komunikasi dengan Aksi Kolektif

Salah satu hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan nyata antara jaringan komunikasi dengan aksi kolektif. Keputusan untuk bekerja sama atau tidak dengan yang lain dalam mencapai tujuan bersama tidak terjadi secara bebas tetapi dengan konteks muncul hubungan sosial terlebih dulu, jaringan dan intitusi (Robbin et.al; Ostrom and Ahn dalam Bisung et.al 2014). Jaringan ditandai dengan perkenalan dan interaksi, aksi kolektif lebih maju karena sinergi keduanya mengambil alih dalam mencapai tujuan bersama (Koutsou et.al 2014).

Tabel 27 Koefisien uji korelasi jaringan komunikasi dengan aksi kolektif

Jaringan Komunikasi Aksi Kolektif

Ukuran 0,243

Kepadatan -0,484*

Jarak 0,342

Keterangan: * berhubungan nyata (p-value<0.05)

Uji Korelasi Rank Spearman di Tabel 27 menampilkan hasil hitung untuk peubah jaringan komunikasi dengan aksi kolektif. Hasil uji korelasi peubah kepadatan jaringan komunikasi dengan aksi kolektif menunjukkan bahwa nilai

Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0,049 < α (0,05) dan koefisien korelasi sebesar -0,484, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya, kepadatan jaringan

berhubungan nyata negatif dengan aksi kolektif. Semakin tinggi kepadatan jaringan (interaksi antar anggota kelompok tinggi) maka tingkat keikutsertaan anggota kelompok dalam aksi kolektif semakin rendah.

Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Ohet et al. (dalam Bodin dan Crona 2009), yaitu terdapat bukti bahwa efek positif dari kepadatan jaringan dalam pengelolaan sumber daya alam tidak selalu terus meningkat tetapi mungkin pada kenyataannya menurun pada kepadatan tinggi. Kepadatan pertalian yang sangat tinggi dapat mengurangi efektivitas sebuah kelompok dalam aksi kolektif.

Kepadatan jaringan sangat tinggi dapat menyebabkan homogenisasi informasi dan pengetahuan yang menghasilkan kurang efisien penggunaan sumber daya dan/atau mengurangi kapasitas untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi (Bodin dan Norberg; Little dan McDonald; Ruef dalam Bodin dan Crona 2009).

Lebih lanjut Rogers dan Kincaid (1981) menjelaskan bahwa struktur jaringan komunikasi yang memiliki integrasi/kesatuan yang kuat antar satu individu dengan individu memungkinkan terjadinya komunikasi yang efektif dan mempengaruhi perubahan perilaku. Namun jaringan tersebut memiliki kelemahan, yaitu aliran informasi pada struktur ini tidak beragam karena jaringan cenderung tidak terbuka terhadap sumber informasi eksternal. P3A dengan kepadatan yang paling tinggi merupakan P3A-P3A yang letaknya dekat dengan sumber air irigasi. Kurangnya informasi eksternal pada P3A tersebut membuat mereka tidak tahu perubahan kondisi dan tidak khawatir mengenai persediaan air. Informasi eksternal mengenai dimatikannya air dari saluran sekunder atau informasi mengenai curah hujan sangatlah penting. Jika tidak memiliki informasi tersebut tentunya mereka tidak akan efisien dalam mengelola sumber daya yang mereka miliki. Berbeda halnya denga P3A yang terbuka pada informasi eksternal, mereka akan melakukan aksi kolektif dalam rangka mempersiapkan sumber daya yang ada untuk menghadapi perubahan yang terjadi. Mereka akan dapat memperhitungkan waktu menanam dan waktu kerja bakti membersihkan jaringan irigasi yang tepat. Akibatnya, produktivitas hasil pertanian tidak akan terganggu karena pemutusan air dari jaringan sekunder ataupun karena penurunan debit air..

9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

GP3A Papah memiliki komunikasi partisipatif yang baik, di mana rata-rata kemampuan berdialog P3A unit baik dan tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi tinggi, sehingga masalah yang terjadi mengenai operasi dan jaringan irigasi dapat langsung diketahui dan diatasi. Jaringan pengurus P3A di GP3A Papah secara keseluruhan memiliki ukuran 137 aktor dengan kepadatan sangat rendah yaitu 3,5 persen. Mayoritas P3A di Daerah Irigasi Papah termasuk dalam jaringan dengan jumlah anggota lima orang, kepadatan diantara 45,17 persen – 53,44 persen dan jarak di bawah 1,46. Aliran informasi di tingkat gabungan didominasi oleh pengurus P3A unit yang merangkap menjadi pengurus GP3A. Aktor-aktor tersebut adalah aktor yang dicari untuk berdiskusi masalah pengairan. Tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif unit P3A di DI Papah berada pada kategori sedang. Masih terdapat P3A yang anggotanya kurang memiliki kesadaran untuk ikut terlibat dalam kegiatan bersama karena merasa selalu cukup air atau merasa sudah membayar IPAIR.

Norma sebagai salah satu indikator karakteristik kelompok berhubungan nyata negatif dengan indikator jarak dalam jaringan komunikasi P3A. Keberadaan norma dan sanksi yang terlalu ketat dianggap sebagai tekanan dan akan berimplikasi pada interaksi anggota dalam jaringan. Keberadaan norma dan ketatnya sanksi akibat pelanggaran norma akan membuat interaksi anggota dalam

jaringan semakin berkurang bahkan terputus karena anggota memilih keluar dari kepengurusan P3A.

Terdapat dua dari indikator karakteristik kelompok, yaitu umur dan pengalaman, yang berhubungan nyata dengan dialog sebagai indikator komunikasi partisipatif. Semakin lama P3A berdiri, beiringan dengan semakin meningkatnya pengalaman P3A dalam menjalankan seluruh aktivitasnya, termasuk aktivitas komunikasi. Jaringan komunikasi tidak berhubungan nyata dengan komunikasi partisipatif. Intensitas hampir seluruh P3A sama dalam berkomunikasi (berdialog) yaitu sekali dalam satu bulan, sehingga ukuran, kepadatan dan diameter jaringan P3A tidak berhubungan nyata dengan kemampuan berdialog dan kesempatan mengemukkan aspirasi.

Komunikasi partisipatif tidak memiliki hubungan nyata dengan tingkat keikutsertaan dalam aksi kolektif. Rata-rata P3A di Gabungan P3A Papah memiliki kemampuan berdialog baik dan kesempatan mengemukakan aspirasi yang tinggi, tetapi memiliki tingkat keiikutsertaan sedang dalam aksi kolektif. Hanya kepadatan jaringan yang berhubungan nyata negatif dengan aksi kolektif. Ini terjadi karena kepadatan jaringan sangat tinggi dapat menyebabkan homogenisasi informasi dan pengetahuan sehingga pengelolaan sumber daya kurang efisien dan/atau mengurangi kapasitas untuk beradaptasi. Kesadaran terhadap kebutuhan akan air merupakan faktor yang mendasari keaktifan anggota P3A dalam aksi kolektif.

Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, dalam upaya mencapai komunikasi partisipatif dan aksi kolektif di tubuh P3A guna menghadapi tantangan swasembada pangan dan anomali iklim, peneliti memberikan saran kepada berbagai pihak terkait, yaitu:

1. Kemampuan berdialog masih perlu ditingkatkan dengan meningkatkan kepercayaan di antara anggota P3A dengan entitas pemerintah terutama penyuluh pertanian. Sebaiknya penyuluh pertanian tidak hanya berfungsi sebagai sender tetapi ikut serta dalam proses dialog dan membantu mencari solusi bila terjadi masalah.

2. Penting diadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi agar anggota memiliki pengalaman terbiasa berada di dalam forum dan tidak malu lagi untuk menyampaikan pendapatnya secara langsung.

3. Tingkatkan kegiatan berkaitan mengenai pengairan agar tercipta relasi baru dengan berbagai stakeholders, agar jaringan tetap terbuka pada inovasi dan informasi baru dari luar sehingga tidak akan tertinggal dan kesulitan untuk beradaptasi jika menghadapi kondisi baru.

4. Faktor tingkat kebutuhan dan ketersediaan air ditemukan sebagai penyebab anggota dan pengurus P3A aktif dalam kegiatan kolektif. Faktor tersebut dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan komunikasi partisipatif, jaringan komunikasi dan aksi kolektif lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pengairan.

Dokumen terkait