• Tidak ada hasil yang ditemukan

P3A di Gabungan P3A Papah memiliki pertemuan rutin. Mayoritas pertemuan tersebut dilakukan setiap 35 hari, sering disebut lapanan, namun ada yang dilakukan rutin per bulan dan ada satu P3A yang melakukan pertemuan hanya menjelang musim tanam saja. P3A yang melakukan pertemuan rutin menggunakan sistem 35 harian di antaranya adalah P3A Wargo Rukun, P3A Sido Dadi, P3A Sedyo Akur, P3A Tani Mulyo, P3A Tani Maju, P3A Tri Guna Tirta, P3A Sari Makmur, P3A Sido Makmur, dan P3A Dwi Manunggal. P3A yang melakukan pertemuan rutin menggunakan sistem tanggal masehi yaitu P3A Suka Bangun, P3A Suka Maju, P3A Tri Daya Makmur, P3A Ngudi Lestari, P3A Sedyo Akur, P3A Jaya Makmur dan P3A Sido Makmur. Berbeda dengan P3A lainnya yang rutin mengadakan pertemuan setiap 35 harian atau setiap bulan, P3A Suka Makmur mengadakan pertemuan setiap awal musim tanam, atau setiap tiga tahun sekali. Pertemuan rutin ini dimaksudkan agar masalah yang terjadi di lapangan berkenaan dengan sistem irigasi dapat segera ditangani, yang ditegaskan dalam kutipan di bawah ini.

Ketemu itu kan supaya kalau ada masalah di masyarakat bisa langsung ditangani, tidak bertele-tele” (Ulu-ulu salah satu P3A, 23 Maret 2016).

Tingkat kemampuan berdialog di setiap P3A pada Gabungan Papah dinilai berdasarkan keterlibatan semua peserta diskusi dalam keputusan rencana kerja, keaktifan bertukar pendapat, kepercayaan terhadap hasil kerja peserta lain, kepercayaan terhadap perwakilan anggota dalam mewakili pendapat anggotanya, kepercayaan peserta diskusi terhadap solusi yang berasal dari pemerintah, perilaku komunikasi ketika menyampaikan pesan dalam forum, perilaku komunikasi menanggapi pendapat sesuai fakta dan perilaku menyimak dalam diskusi. Rata- rata kemampuan berdialog P3A di Gabungan Papah yaitu 28.65 atau termasuk pada kategori kemampuan berdialog baik (antara selang 28,61 – 29,55). Kategori cukup baik dan baik merupakan kategori yang memiliki paling banyak P3A, masing-masing sebanyak lima P3A atau 29,4 persen (Tabel 16).

Tabel 16 Distribusi responden berdasarkan tingkat kemampuan berdialog di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016

Tingkat Kemampuan Berdialog Jumlah Persentase (%)

Sangat Buruk 2 11.8 Buruk 1 5.9 Cukup Baik 5 29.4 Baik 5 29.4 Sangat Baik 4 23.5 Total 17 100.0

P3A yang termasuk dalam kategori kemampuan berdialog yang sangat buruk dan buruk sebanyak tiga kelompok atau 17,7 persen dari tujuh belas (100 persen) P3A yang berada di Daerah Irigasi Papah. Ketiga P3A tersebut memiliki skor yang rendah terutama berkaitan dengan rendahnya kepercayaan saat berdialog dengan pemerintah, perilaku komunikasi dalam menyampaikan pendapat dalam forum melalui bantuan perantara dan ketidakaktifan bertukar pendapat dengan penyuluh pendamping lapangan saat dialog. Rendahnya kepercayaan saat berdialog dengan pemerintah pada ketiga P3A tersebut dipicu oleh pandangan petani bahwa penyuluh lebih mengetahui keadaan lapang di mana mereka langsung melakukan praktek pertanian dan irigasi, sedangkan penyuluh pendamping hanya mengetahui teori dan tidak mengetahui kondisi langsung lapangan.

Kenyataan yang terjadi mendukung penyebab kurangnya kepercayaan petani. Observasi yang dilakukan selama penelitian memperlihatkan penyuluh pendamping jarang muncul dalam diskusi, terutama diskusi rutin masing-masing P3A. Penyuluh pendamping baru akan hadir di pertemuan rutin unit P3A bila ada undangan, berikut ini terdapat kutipan yang menyatakan hal tersebut.

Penyuluh Pendamping Lapangan itu datangnya kalau

diundang, misalnya pas Rapat Anggaran Tahunan” (Sekretaris salah satu P3A, 18 Maret 2016)

Pertemuan rutin Gabungan P3A Papah yang diselenggarakan setiap bulannya pada tanggal lima melibatkan penyuluh pendamping. Fungsi Penyuluh pendamping di pertemuan GP3A lebih sebagai pengirim pesan (sender). Penyuluh pendamping menyampaikan informasi- informasi tambahan yang sekiranya belum diketahui atau disampaikan oleh ketua P3A, misalnya informasi berkenaan P3A yang diterima pengajuan proposalnya untuk pengembangan pembangunan jaringan periode 2016.

Perilaku komunikasi dalam menyampaikan pendapat atau pertanyaan melalui bantuan perantara di forum diskusi masih terjadi di beberapa P3A. Keterangan yang diperoleh dari pengurus P3A yang menjadi responden menceritakan masih ada anggota atau perwakilan anggota yang malu atau kurang percaya diri menyampaikan pandangannya sendiri merupakan alasan terjadinya perilaku komunikasi tersebut. Kurang yakin dengan argumentasi pribadi juga merupakan salah satu penyebabnya. Kondisi ketidakaktifan anggota atau perwakilan anggota dalam bertukar pendapat dengan penyuluh pendamping pertanian saat dialog juga memiliki skor yang rendah, penyebabnya merupakan penggabungan dari alasan dua kondisi sebelumnya. Keadaan ini terjadi karena selain kurang percaya terhadap penyuluh pendamping juga karena anggota atau perwakilan anggota kurang berani atau yakin terhadap pandangan yang akan disampaikan untuk didiskusikan dengan penyuluh pendamping. Pengurus P3A lebih memilih berdiskusi dengs rekan mereka sesama anggota atau perwakilan anggota, pengurus P3A lainnya atau pemerintah desa untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dibanding dengan penyuluh pendamping.

Tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi di P3A Daerah Irigasi Papah ditentukan berdasarkan beberapa indikator yaitu kesempatan berdiskusi menentukan kegiatan prioritas, kesempatan menentukan jadwal pemeliharaan, kesempatan menyusun pembagian tugas konstruksi, kesempatan memberi saran mengenai jumlah tenaga kerja, kesetaraan berpendapat di forum dengan pihak luar, serta kesempatan mengusulkan kebutuhan bahan dan alat untuk konstruksi atau perbaikan jaringan. Berikut ini merupakan sebuah pernyataan yang dilontarkan salah seorang pengurus P3A yang menggambarkan situasi dalam menyampaikan informasi dalam pertemuan rutin.

“Ketika diskusi itu dibawakan, akan ditanya apakah ada

usulan, untuk kegiatan P3A selanjutnya, terkait misalnya, ada

laporan di Blok 4, ada bangunan yang istilah jowone “mingkuk”,

nanti kita musyawarahkan, terus yang namanya jaringan irigasi tidak luput dari sampah, jadi kapan kita pembersihan sampah, itu dimusyawarahkan, kita gali informasi dari bawah, kemudian kita

musyawarahkan hal tersebut” (Sekretaris salah satu P3A, 18 Maret 2016).

Rata-rata tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi di P3A Gabungan Papah termasuk dalam kategori tinggi dengan nilai 27.09 yang berada pada selang 26,71- 27,35. Tabel 17 memperlihatkan kategori tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi yang tinggi mencakup enam P3A atau 35,3 persen. Kategori sangat tinggi pada tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi mencakup paling banyak P3A yaitu sebanyak delapan P3A (47,1 persen) dari

tujuh belas P3A. Hanya satu kelompok (5,9 persen) yang termasuk dalam tingkat sangat rendah dalam kesempatan mengemukakan aspirasi.

Diskusi mengizinkan siapa saja mengemukakan pendapat, saran dan pertanyaan tanpa mendahulukan orang yang berada pada posisi yang lebih tinggi. Aspirasi didengar dan didiskusikan secara bebas dan terbuka. Pengurus, yang di dalamnya termasuk perwakilan anggota, diwajibkan menghadiri pertemuan tersebut bila tidak ada keperluan lain yang lebih mendesak. Diskusi yang terjadi biasanya bersifat informal dan terbuka. Anggota lainnya di luar pengurus dapat ikut menghadiri pertemuan jika ingin. Kesempatan dalam memberikan pendapat atau saran diberikan kepada seluruh peserta diskusi. Kesempatan tersebut berkaitan dengan menentukan kegiatan yang perlu diprioritaskan, jadwal pemeliharaan jaringan, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, pembagian tugas serta bahan dan alat yang dibutuhkan untuk konstruksi atau perbaikan jaringan. Diskusi yang dilakukan melibatkan perwakilan anggota, pengurus teknis dan pengurus inti P3A. Beberapa pertemuan, biasanya awal musim tanam, melibatkan pihak Dinas Pekerja Umum, penyuluh pendamping dan mantri tani, serta pemerintah desa.

Tabel 17 Distribusi responden berdasarkan tingkat kesempatan mengemukakan aspirasi di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016

Tingkat Aspirasi Jumlah Persentase (%)

Sangat Rendah 1 5.9

Sedang 2 11.8

Tinggi 6 35.3

Sangat Tinggi 8 47.1

Total 17 100.0

P3A juga biasanya hadir dalam pertemuan-pertemuan lain berkaitan dengan aktivitas pertanian. Salah satu pertemuan yang dihadiri adalah rapat musim tanam. Informasi tersebut didapatkan dari ulu-ulu salah satu P3A seperti yang dikutip di bawah ini.

“Pada Rapat Musim Tanam dihadiri oleh perangkat desa,

kelompok tani dan P3A diundang juga, karena kan kami yang mengerjakan air. Informasi air dimatikan ketua P3A yang tahu, tapi masyarakat tidak tahu” (Ulu-ulu salah satu P3A, 23 Maret 2016)

Pihak lain yang biasanya dilibatkan dalam perencanaan Musim Tanam adalah dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Pada tanggal 6 April dilakukan rapat bersama untuk merencanakan Musim Tanam dan dalam diskusi ini pihak BMKG bertugas memberikan informasi berkaitan perkiraan iklim serta curah hujan untuk wilayah Lendah, Pengasih dan Sentolo. Keterlibatan BMKG dalam forum diskusi menjadi hal positif, karena keberadaannya sangat diperlukan untuk memberi informasi waktu mulaiinya musim hujan da kemarau serta perkiraan curah hujan di berbagai wilayah di Daerah Irigasi Papah. Hal ini sangat

membantu petani dalam menentukan waktu tanam dan strategi irigasi yang tepat untuk pertanian mereka.

Hubungan antara Karakteristik P3A dengan Komunikasi Partisipatif Tabel 18 menunjukkan, sebanyak 66,7 persen P3A dengan umur yang sangat tinggi, yaitu antara umur 29 tahun sampai 31 tahun, merupakan P3A yang memiliki kemampuan dialog sangat baik. P3A dengan umur 27 tahun dan 28 tahun (kategori umur kelompok tinggi), seratus persen merupakan P3A dengan kemampuan berdialog yang baik. Sesuai dengan data yang tersaji dalam tabulasi silang di atas, maka dilakukan Uji Korelasi Rank Spearman untuk medukung data yang ada.

Tabel 18 Persentase P3A berdasarkan umur kelompok dan kemampuan berdialog di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016

Umur Kelompok Kemampuan Dialog Total Sangat Buruk Buruk Cukup Baik Baik Sangat Baik % % % % % N % ≤ 22 tahun 0 0 50 50 0 2 100 23 dan 24 tahun 25 25 50 0 0 4 100 25 dan 26 tahun 14.3 0 28.6 28.6 28.6 7 100 27 dan 28 tahun 0 0 0 100 0 1 100 ≥ 29 tahun 0 0 0 33.3 66.7 3 100

Uji Korelasi Rank Spearman menghasilkan nilai Asymp. Sig. (2-sided)

hitung sebesar 0.018 ≤ α (0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,566 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil ini mendukung pendapat bahwa P3A dengan

umur sangat tinggi cenderung memiliki kemampuan berdialog yang sangat baik. Pernyataan Wahyuningsih dan Tanggulungan (2014) bahwa organisasi yang mampu bertahan dalam jangka panjang adalah organisasi yang telah berpengalaman dalam mengelola aktivitasnya semakin menguatkan pendapat tersebut. Semakin lama P3A berdiri beiringan dengan semakin meningkatnya pengalaman P3A tersebut dalam menjalankan seluruh aktivitasnya, tentunya termasuk di dalamnya aktivitas komunikasi yang dikelola semakin baik dari waktu ke waktu.

Lamanya P3A berdiri berdampak pada kepercayaan antara sesama anggota P3A dan pihak luar seperti P3A lain, Dinas Pekerja Umum dan Dinas Pertanian. Kepercayaan yang terbentuk menghasilkan komunikasi yang baik saat diskusi, baik dengan sesama anggota P3A maupun dengan P3A lain dan pihak pemerintah. Kepercayaan juga akan menyebabkan semua peserta diskusi terlibat dalam seluruh proses diskusi dan pembuatan keputusan berkaitan dengan masalah yang dihadapi P3A.

Uji Korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara umur P3A dengan kesempatan dalam mengemukakan aspirasi dalam diskusi yang diselenggarakan P3A. Uji Korelasi Rank Spearman menghasilkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0,658 > α (0,05), dengan koefisien korelasi sebesar

0,116 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil menunjukkan bahwa P3A

dengan umur yang sangat tinggi tidak cenderung memiliki kesempatan dalam mengemukakan aspirasi.

Tabel 19 Persentase P3A berdasarkan umur kelompok dan kesempatan mengemukakan aspirasi di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016 Umur Kelompok Aspirasi Total Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi % % % % % N % ≤ 22 tahun 0 0 0 100 0 2 100 23 dan 24 tahun 25 0 0 25 50 4 100 25 dan 26 tahun 0 0 14.3 28.6 57.1 7 100 27 dan 28 tahun 0 0 0 0 100 1 100 ≥ 29 tahun 0 0 33.3 33.3 33.3 3 100

Tabel 19 memperlihatkan hasil yang serupa dengan hasil uji korelasi bahwa umur P3A dan kesempatan mengemukakan aspirasi tidak berhubungan nyata. Hal ini ditunjukkan dari tingginya kesempatan mengemukakan aspirasi, baik untuk P3A yang berumur rendah sampai berumur sangat tinggi. Seratus persen P3A yang berumur sangat rendah (22 tahun ke bawah) memiliki kesempatan yang tinggi dalam mengemukakan aspirasi dalam diskusi. Lima puluh persen P3A dengan umur rendah, 57,1 persen P3A dengan umur sedang dan seratus persen P3A dengan umur tinggi merupakan P3A-P3A yang memiliki kesempatan yang sangat tinggi dalam mengemukakan aspirasi dalam diskusi.

Semua peserta diskusi diberi kesempatan untuk menyampaikan suaranya dalam diskusi. Hampir semua kegiatan P3A didiskusikan bersama dalam forum, mulai dari menyusun kegiatan, jadwal pemeliharaan jaringan, pembagian tugas, jumlah tenaga kerja, alat dan bahan yang dibutuhkan tanpa membedakan posisi antara anggota, pengurus dan penyuluh atau pemerintah. Komunikasi yang terjalin dalam diskusi P3A-P3A ini tidak terlalu formal karena Gabungan P3A Papah terletak di wilayah pedesaan, di mana masyarakatnya masih menganut nilai kekeluargaan yang tinggi. Diskusi dilakukan secara santai namun tetap menghormati dan menghargai pihak lain yang sedang mengemukakan pendapatnya.

Tabel 20 menyajikan data tabulasi silang antara ukuran kelompok dan kemampuan berdialog P3A. Sebesar 33,3 persen P3A dengan ukuran kelompok 10-14 orang (kategori sangat kecil) merupakan P3A dengan kemampuan berdialog yang baik, sisanya tersebar di empat kategori kemampuan berdialog lainnya, masing-masing sebesar 16,7 persen. Ukuran kelompok kecil, yaitu 15-19 orang, seratus persen memiliki kemampuan berdialog yang baik. Ukuran kelompok sangat besar (terdiri 30-35 orang) menunjukkan perbedaan, hanya 25 persen yang memiliki kemampuan berdialog sangat buruk, 75 persen sisanya terbagi menjadi lima puluh persen P3A dengan kemampuan dialog cukup baik dan 25 persen lainnya memiliki kemampuan berdialog yang sangat baik. Uji Korelasi Rank Spearman dilakukan untuk menguji hubungan antara ukuran P3A dengan kemampuan berdialog P3A. Uji Korelasi Rank Spearman menghasilkan nilai

Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0,996 > α (0,05) dengan koefisien korelasi sebesar -0,001 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil menunjukkan bahwa

P3A dengan ukuran yang sangat kecil tidak cenderung memiliki kemampuan berdialog yang sangat baik.

Tabel 20 Persentase P3A berdasarkan ukuran kelompok dan kemampuan berdialog di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016 Ukuran Kelompok Kemampuan Dialog Total Sangat Buruk Buruk Cukup Baik Baik Sangat Baik % % % % % N % 10-14 orang 16.7 16.7 16.7 33.3 16.7 6 100 15-19 orang 0 0 0 100 0 2 100 20-24 orang 0 0 40 20 40 5 100 ≥30 orang 25 0 50 0 25 4 100

Kondisi ini terjadi karena, baik kecil atau pun besar ukuran kelompok saat berdialog, komposisi peserta diskusi P3A yang datang tetap pengurus inti, pengurus teknis, dan perwakilan anggota di setiap blok. Perbedaan jumlah peserta terjadi karena jumlah blok di setiap P3A berbeda tergantung luas dan pembagian blok yang disetujui di P3A tersebut, selain itu ada P3A dengan ukuran peserta diskusi sangat besar yang pertemuannya digabung dengan kelompok tani setempat. Alasan tersebutlah yang mendasari mengapa ukuran kelompok diskusi P3A tidak berhubungan dengan kemampuan berdialog.

Tabel 21 Jumlah dan persentase P3A berdasarkan ukuran kelompok dan kesempatan mengemukakan aspirasi di Gabungan P3A Papah, Kabupaten Kulon Progo 2016

Ukuran Kelompok Aspirasi Total Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi % % % % % N % 10-14 orang 16.7 0 16.7 16.7 50 6 100 15-19 orang 0 0 0 50 50 2 100 20-24 orang 0 0 0 40 60 5 100 ≥30 orang 0 0 25 50 25 4 100

Rakhmat (2004) berpendapat bahwa keefektifan kelompok dapat dilihat, salah satunya, pada ukuran kelompok. Semakin besar kelompok maka kemungkinan sebagian besar anggota tidak mendapatkan kesempatan berpartisipasi dalam segi komunikasi. Data penelitian ini tidak mendukung pernyataan tersebut. Tabel 21 menunjukkan sebanyak 66,7 persen P3A dengan ukuran kelompok yang sangat kecil memiliki kesempatan mengemukakan aspirasi yang tinggi dan sangat tinggi. P3A yang memiliki ukuran kelompok sangat besar dan memiliki kesempatan yang tinggi dan sangat tinggi dalam mengemukakan aspirasi sebanyak 75 persen. Tabel menunjukkan bahwa kesempatan

mengemukakan aspirasi tinggi dan sangat tinggi, baik ukuran kelompok P3A dalam diskusi sedikit atau banyak.

Uji Korelasi Rank Spearman dilakukan untuk semakin mengetahui hubungan antara ukuran P3A dengan kesempatan mengemukakan aspirasi dalam diskusi P3A. Uji Korelasi Rank Spearman menghasilkan nilai Asymp. Sig. (2- sided) hitung sebesar 0,897 > α (0,05) dengan koefisien korelasi sebesar -0,034, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil uji korelasi ini menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang nyata antara ukuran P3A dengan kesempatan mengemukakan aspirasi. Besar atau kecil ukuran kelompok saat diskusi tidak menjadi hambatan untuk peserta diskusi untuk berpartispasi dalam proses diskusi yang terjadi. Pertemun rutin yang diadakan masing-masing P3A memberikan akses bagi para stakeholders yang berhubungan dengan sistem irigasi setempat untuk turut serta suaranya dalam diskusi, baik informasi, pertanyaan atau pernyataan.

Uji Korelasi Rank Spearman dilakukan untuk menguji hubungan antara pengalaman P3A dengan kemampuan berdialog. Uji Korelasi Rank Spearman

menghasilkan nilai Asymp. Sig. (2-sided) hitung sebesar 0.049 ≤ α (0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,485, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. H1 diterima

artinya P3A dengan pengalaman yang sangat tinggi cenderung memiliki kemampuan berdialog yang sangat baik. Hasil uji korelasi ini juga didukung oleh hasil tabulasi silang yang menunjukkan sebesar 66,7 persen P3A dengan pengalaman yang sangat tinggi memiliki kemampuan dialog yang sangat baik.

Herawati dan Pulungan (2006) menyatakan pengalaman akan mendorong petani untuk aktif dalam pertemuan program. Petani yang sudah lama menjadi kontaktani sudah terbiasa bekerja sosial untuk masyarakat tanpa diupah. Mereka merasa senang dan merasa dihargai karena dapat memberi saran sehingga dapat selalu berpartisipasi aktif. Penelitian terdahulu juga menemukan hubungan nyata antara pengalaman dan komunikasi partisipatif (Saputra 2011; Mulyasari 2009).

Semakin lama P3A berdiri beriringan dengan semakin meningkatnya pengalaman P3A tersebut dalam menjalankan seluruh aktivitasnya, termasuk di dalamnya aktivitas komunikasi yang dikelola semakin baik dari waktu ke waktu. Wahyuningsih dan Tanggulungan (2014) menegaskan bahwa organisasi yang mampu bertahan dalam jangka panjang adalah organisasi yang telah berpengalaman dalam mengelola aktivitasnya. Saputra (2011), dalam penelitiannya mengenai perilaku komunikasi partisipatif fasilitator dalam PNPM Kota Bandar Lampung, menegaskan bahwa pengalaman menyelesaikan masalah dalam kelompok dan dalam proses pemeliharaan kelompok dengan dialog, serta memiliki pengalaman refleksi-aksi, akan menuntun pada perilaku komunikasi berupa dapat memberi dan menerima sumbangan ide dan pendapat yang berbeda dari anggota kelompok, dapat menciptakan situasi hangat dalam dialog. Hasil penelitian Mulyasari (2009), mengenai komunikasi partisipatif warga pada Bengkulu Regional Development Project, juga menyatakan kemampuan (termasuk di dalamnya pengalaman) yang rendah mengakibatkan rendahnya kemauan untuk berpartisipasi dan berujung pada tidak adanya kepercayaan dan keberanian untuk memberikan pertanyaan, masukan atau pendapat.

Kepemimpinan kelompok tidak berhubungan nyata dengan komunikasi partisipatif, dikarenakan baik kepemimpinan tinggi atau rendah, komunikasi yang terjadi tetap berjalan baik. Walaupun kemampuan berdialog baik dan terdapat

kesempatan beraspirasi tetapi terdapat bukti bahwa pemimpin merupakan aktor yang sangat penting dalam menentukan apakah diskusi rutin berjalan dengan baik atau tidak. P3A unit terlalu bergantung pada ketua mereka sehingga saat ketua tidak aktif maka diskusi rutin tersebut juga akan berhenti. Sejalan dengan penemuan Onabaju dalam Hermann (2011) bahwa kolaborasi dengan dan bergantung pada kepemimpinan formal untuk mengimplementasikan aktifitas komunikasi pembangunan partisipatif berarti kerugian akan timbul saat posisi berubah. Kerugian yang terjadi contohnya P3A menjadi tidak aktif mengadakan pertemuan rutin ketika tiba-tiba ketua sakit dan harus digantikan orang lain. Norma yang berlaku juga hanya berupa teguran sehingga tidak terlalu mempengaruhi jalannya dialog dan kesempatan beraspirasi. Secara singkat hasi uji korelasi Rank Spearman antara karakteristik P3A dan komunikasi partisipatif dirangkum dalam Tabel 22.

Tabel 22 Koefisien uji korelasi karakteristik kelompok dengan komunikasi partisipatif

Komunikasi Partisipatif

Karakteristik P3A

Umur Ukuran Kepemimpinan Pengalaman Norma

Dialog 0.566* -0.001 0.233 0.485* 0.059

Aspirasi 0.116 -0.034 -0.043 -0.345 -0.080

Keterangan: * berhubungan nyata (p-value<0.05)

Hubungan antara Jaringan Komunikasi P3A dengan Komunikasi Partisipatif

Carolan (dalam Eriyanto 2014) menyatakan bahwa struktur relasi di antara aktor akan berbeda antara jaringan dengan ukuran kecil dan besar. Intensitas komunikasi dari jaringan ukuran kecil pasti lebih sering dibandingkan dengan jaringan dengan ukuran besar. Begitu pula kepadatan yang tinggi akan memungkinkan interaksi yang lebih sering. Jarak yang lebih pendek juga akan memudahkan interaksi karena rata-rata jarak aktor untuk berinteraksi satu sama lain menjadi lebih dekat.

Tabel 23 Koefisien uji korelasi komunikasi partisipatif dengan jaringan komunikasi

Komunikasi Partisipatif Jaringan Komunikasi

Ukuran Kepadatan Jarak

Dialog -0,117 -0,160 -0,088

Aspirasi -0,370 -0,157 -0,067

Keterangan: * berhubungan nyata (p-value<0.05)

Berdasarkan Uji Korelasi Rank Spearman (Tabel 23) diketahui bahwa tidak terdapat indikator jaringan komunikasi yang berhubungan nyata dengan indikator komunikasi partisipatif. Penemuan dalam penelitian ini berbeda dengan pernyataan Carolan, kenyataannya intensitas hampir seluruh P3A sama dalam

berkomunikasi (berdialog) yaitu sekali dalam satu bulan, sehingga besar atau kecil ukuran, kepadatan dan diameter jaringan P3A tidak berhubungan nyata dengan kemampuan berdialog dan kesempatan mengemukkan aspirasi. Walaupun tidak ada bukti yang cukup untuk meyatakan komunikasi partisipatif berhubungan nyata dengan jaringan komunikasi, tetapi jaringan komunikasi dapat membantu untuk memperlihatkan relasi yang dimiliki P3A dengan pemangku kepentingan lain yang terkait dengan operasi dan pengelolalaan jaringan irigasi di tingkat tersier. Kolaborasi dalam komunikasi yang cukup baik terjalin antara aktor dalam level keputusan yang berbeda, yaitu P3A yang mewakili tingkat tersier, GP3A yang mewakili tingkat sekunder dan Dinas Pekerja Umum dan Dinas Pertanian yang berada di tingkat primer. Hal ini berbeda dengan penemuan Lienert et. al (2013) pada penelitiannya mengenai analisis jaringan perencanaan infrastruktur air di Swiss. Penelitian tersebut menemukan bahwa adanya kolaborasi yang rendah antara aktor dalam level keputusan yang berbeda. Kolaborasi yang kuat hanya terjadi pada tingkat dan sektor yang sama. Penyebab perbedaan ini adalah adanya privatisasi air di Swiss, di mana pihak tersebut lebih mendahulukan tujuan untuk mencari keuntungan, sedangkan kasus pada penelitian ini kepemilikan air di tingkat irigasi tersier masih bersifat komunal dan mendahulukan kepentingan bersama, sehingga kolaborasi dalam segi komunikasi dan aktivitas lainnya dijaga demi kepentingan bersama.

8

AKSI KOLEKTIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

BERHUBUNGAN

Dokumen terkait