C. Halangan Mewarisi
3. Berlainan Agama
Berlainan Agama adalah adanya perbedaan Agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan. Dasar hukum berlainan Agama sebagai mawani’ ul irsi.
Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) sepakat bahwa orang non-Islam (kafir) tidak dapat mewarisi harta orang Islam lantaran status orang non-Islam (kafir) lebih rendah. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam Surah An-Nisa’ ayat 141:
ًلايِبَس َنيِنِم ْؤُمْلا ىَلَع َني ِرِفاَكْلِل ُ َّاللَّ َلَعْجَي ْنَل َو :ءاسناا( ١٤١ ) Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 141)
Apabila seorang ahli waris yang berbeda Agama beberapa saat sesudah meninggalnya pewaris lalu masuk Islam, sedangkan peninggalan belum dibagi-bagikan maka seorang ahli waris yang baru masuk Islam itu tetap terhalang untuk mewarisi, sebab timbulnya hak mewarisi tersebut sejak adanya kematian orang yang mewariskan, bukan saat kapan dimulainya pembagian harta peninggalan. Padahal
37 Tim Redaksi, Kompilasi Hukum Islam (Bandung: FOKUSMEDIA, 2007), H. 57.
pada saat kematian si pewaris, ia masih dalam keadaan non-Islam (kafir). Jadi, mereka dalam keadaan berlainan Agama.38
Andai kata syarat mendapatkan hak mewarisi baru dimulai pada saat pembagian harta peninggalan, tentu terdapat perbedaan hukum tentang mendahulukan dan mengakhirkan pembagian harta peninggalan, dan tentu hak yang demikian itu dapat disalah gunakan oleh ahli waris yang masuk Islam hanya untuk memperoleh harta peninggalan saja dan kemudian murtad kembali setelah tercapai maksudnya.39
4. Hijab (Penghalang Hak Waris)
Ditinjau dari segi bahasa, kata al-hajb larangan atau halangan. Dalam bahasa Arab, penjaga pintu disebut hajib karena ia melarang orang masuk keruang para pemimpin tanpa izin. Bentuk isim fa’ilnya adalah hajib dan bentuk isim maf’ulnya adalah mahjub. Dengan demikian, orang yang menghalangi orang lain memperoleh hak warisnya disebut al-hajib, sedangkan orang yang terhalangi untuk memperoleh hak warisnya disebut al-mahjub.40
Sedangkan menurut istilah, hajb adalah mencegah ahli waris dari hak warisnya, baik seluruhnya maupun sebagian karena adanya orang yang lebih berhak daripada dia untuk memperoleh warisan.41
a. Macam-macam al-hajb
Hilangnya hak mewarisi ini mungkin secara keseluruhan atau mungkin hanya hilang sebagian, yaitu bergeser dari bagian
38
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, h. 98.
39 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan, h.78.
40 Muhammad Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan Islam Menurut al-Qur’an dan
Sunnah , (Jakarta: Dar al-Kutub Al- Islamiyah,2005), Cet 1, h.106. 41 Ali Al-Sabouni, Hukum Kewarisan, h. 106-107.
24
yang besar menjadi bagian yang kecil. Karena itu hijab ini dibedakan atas 2 macam, yaitu sebagai berikut:42
1) Hijab Hirman, yaitu terhalangnya seseorang untuk memperoleh seluruh bagian harta warisan, padahal seharusnya ia berhak mendapatkannya. Seperti terhalangnya kakek oleh ayah, saudara laki-laki sebapak oleh saudara laki-laki kandung, nenek oleh ibu dan sebagainya.
2) Hijab Nuqshan, yaitu berkurangnya bagian seorang ahli waris dari yang semestinya. Ia terima karena adanya orang lain. Dengan demikian, hijab nuqhsan tidak menghalangi sama sekali orang yang berhak mendapatkan warisan, namun mengurangi bagiannya sehingga ia tidak dapat memperoleh bagian yang maksimal (banyak). Seperti, terkuranginya bagian istri seperempat (1/4) menjadi seperdelapan (1/8) karena adanya anak yang menjadi ahli waris.43
b. Para Ahli Waris yang tidak akan Mahjub
Diantara para ahli waris, terdapat orang-orang yang sama sekali tidak dapat terhalang (mahjub) oleh hijab al-hirman sehingga selamanya dapat memperoleh bagian warisan, berjumlah enam orang, yaitu:
1) Anak laki-laki kandung 2) Anak perempuan kandung 3) Ayah
4) Ibu 5) Suami 6) Istri
42 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan, h.80.
Atau dengan istilah lain yang lebih simpel sebagaimana diungkapkan oleh para pakar ilmu faraidh; dua jenis anak, dua orang tua, dan suami istri, jika salah seorang diantara mereka menjadi ahli waris, maka dapat dipastikan memperoleh bagian karena mereka tidak dapat terhalang oleh hijab al-hirman.44
c. Para Ahli Waris yang Mahjub
Adapun para ahli waris laki-laki yang mahjub (terhalang) ialah: 1) Kakek yang shahih terhalang oleh ayah, dan kakek yang jauh
terhalang oleh kakek yang dekat dan seterusnya.
2) Saudara laki sekandung terhalang oleh ayah, anak laki-laki, dan cucu laki-laki dari anak laki-laki dan keturunanya. 3) Saudara laki-laki seayah terhalang oleh ahli waris yang
menghalangi saudara laki-laki sekandung, dan oleh saudara perempuan sekandung yang menjadi ‘ashabah ma’al ghair. Karena, dalam kondisi seperti itu ia mempunyai posisi sekuat saudara laki-laki sekandung, baik dalam memperoleh bagian warisan maupun dalam memahjubkan.
4) Saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan terhalang oleh orangtua laki-laki pewaris dan oleh anak-anak pewaris baik laki-laki maupun perempuan dan seterusnya.
5) Cucu laki-laki dari anak laki-laki terhalang oleh anak laki-laki dari anak laki-laki yang dekat dan seterusnya.
6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) sekandung terhalang oleh ayah, kakek, anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki, saudara laki sekandung dan saudara laki-laki sebapak.
7) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhalang oleh ahli waris yang menghalangi anak laki-laki dari saudara laki-laki
26
sekandung, dan juga oleh anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
8) Paman sekandung terhalang oleh anak laki saudara laki seayah dan oleh ahli waris yang menghalangi anak laki-laki saudara laki-laki-laki-laki seayah.
9) Paman seayah terhalang oleh paman sekandung dan oleh ahli waris yang menghalangi paman sekandung.
10) Anak laki-laki dari paman sekandung terhalang oleh paman seayah dan oleh ahli waris yang menghalangi paman seayah. 11) Anak laki-laki paman seayah terhalang oleh anak laki-laki
paman sekandung, dan oleh orang-orang yang menghalangi anak laki-laki paman sekandung.
Dan para ahli waris perempuan yang mahjub ialah:
1) Nenek, baik ibunya maupun ibunya ayah terhalang oleh ibu dalam semua keadaan.
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki, baik seorang maupun lebih, terhalang oleh anak laki-laki dan oleh dua orang atau lebih anak perempuan kecuali jika ia mempunyai saudara laki-laki mu’ashib (yang menjadikannya memperoleh bagian ashabah) sebagaimana akan dijelaskan nanti.
3) Saudara perempuan sekandung terhalang oleh ayah dan oleh anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki pewaris terus ke bawah.
4) Saudara perempuan seayah terhalang oleh saudara perempuan sekandung yang menjadi ‘ashabah ma’al ghair, oleh ayah, anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan oleh dua orang saudara perempuan sekandung yang memperoleh bagian seperenam untuk menggenapkan bagian dua pertiga, kecuali jika saudara perempuan seayah tersebut mempunyai saudara laki-laki mu’ashib.
5) Saudara perempuan seibu terhalang oleh ayah atau kakek dan seterusnya keatas, dan juga oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan dan seterusnya kebawah.45