• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam (Fadillah, 2014:25), mengidentifikasikan “bermain berasal dari kata dasar main yang berarti melakukan aktivitas atau kegiatan untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak)”. Artinya, bermain adalah aktivitas yang membuat hati seorang anak menjadi senang, nyaman, dan bersemangat. Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Mulyasa (2014:166) berpendapat bahwa:

Bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan psikologis serta biologis anak. Bermain bagi anak dapat digunakan untuk mempelajari banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerja sama, dan menjunjung tinggi sportivitas. Aktivitas bermain juga dapat mengembangkan kecerdasan mental, spiritual, bahasa, dan keterampilan motorik anak usia dini.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 dalam (Moeslichatoen, 2004:32) bahwa “bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan pada dimensi kognitif, motorik, kreativitas, bahasa, sosial, emosional, seni, nilai, dan sikap hidup”.

Adapun pengertian bermain menurut Gakkahue dalam (Hartati, 2007:56) menyatakan bahwa “bermain adalah suatu aktivitas yang langsung dan spontan dimana seorang anak menggunakan orang lain atau benda-benda disekitarnya dengan senang, sukarela, dan dengan imajinatif, menggunakan perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya”. Kegiatan bermain adalah dunia anak, dengan bermain anak dapat menemukan pengetahuannya melalui kegiatan eksplorasi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Patmonodewo (2008:102) bahwa:

Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan suatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan suatu kegiatan yang produktif; dan sebagainya .... bekerja pun dapat diartikan bermain sementara kadang-kadang bermain dapat dialami sebagai bekerja; demikian pula anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya sehingga seringkali dianggap nyata, sungguh-sungguh, produktif, dan menyerupai kehidupan yang sebenarnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah dunia anak dan merupakan tahap awal proses belajar anak. Bermain merupakan suatu aktivitas langsung yang dilakukan dengan perasaan senang dan sukarela oleh anak serta dapat mengembangkan kecerdasan psikologis dan biologis anak. Melalui bermain, anak dapat mengembangkan seluruh potensinya mulai dari pengetahuannya, kecerdasan mental, spiritual, bahasa, dan keterampilan motorik, sosial, maupun seni anak.

Bermain sangat penting untuk anak usia dini. Bermain menjadi cara belajar yang paling efektif dan lebih cepat ditangkap bagi anak usia dini. Pentingnya bermain menurut Hartati (2007:27), sebagai berikut:

a. Kelebihan energi

Anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup. Jika kehidupannya normal, anak akan kelebihan energi yang selanjutnya digunakan untuk bermain.

b. Rekreasi dan relaksasi

Bermain dimaksudkan untuk menyegarkan tubuh kembali. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan aktivitas, anak-anak menjadi lelah dan kurang bersemangat, sehingga dengan bermain anak-anak memperoleh kembali energinya untuk lebih aktif dan bersemangat kembali.

c. Insting

Bermain merupakan sifat bawaan (insting) yang berguna untuk mempersiapkan diri melakukan peran orang dewasa.

d. Rekapitulasi

Bermain merupakan peristiwa mengulang kembali apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang dan sekaligus mempersiapkan diri untuk hidup pada zaman sekarang.

Bermain dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dapat menggunakan benda atau atau alat yang ditemukan di lingkungan sekitar anak. Terdapat empat jenis bermain menurut Mulyasa (2014:169-181) sebagai berikut: a. Bermain sosial

Peterm (dalam Mulyasa, 2014:169) mengelompokan kegiatan bermain sosial berdasarkan derajat partisipan seseorang dalam bermain, yaitu

(penonton), paraller play (paralel), assososiative play (asosiatif), dan

cooperative play(kooperatif). b. Bermain dengan benda

Bermain dengan benda merupakan kegiatan bermain menggunakan atau mempermainkan benda-benda yang menyenangkan. Piaget (dalam Mulyasa, 2014:171) mengemukakan beberapa tipe bermain dengan benda meiputi bermain praktis, bermain simbolik, dan bermain dengan aturan.

c. Bermain peran

Bermain peran terbagi menjadi bermain peran mikro dan bermain peran makro. Bermain peran dapat mengembangkan pada dimensi pribadi dan sosial. Mulyasa (2014:173) mengemukakan bahwa melalui bermain peran anak mencoba mengeksplorasikan hubungan antarmanusia dengan cara mempergerakan dan mendiskusikannya sehingga secara bersama- sama dapat mengeksplorasi peasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.

d. Sosiodrama

Smilansky (dalam Mulyasa, 2014:181) mengemukakan bahwa bermain sosiodrama memiliki beberapa elemen sebagai berikut:

1) Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain pura-pura dengan melakukan peran orang dewasa disekitarnya dengan menirukan tingkah laku dan pembicaraanya.

2) Bermain pura-pura seperti suatu objek. Anak melakukan gerakan dan menirukan suara yang sesuai dengan objeknya, misalnya, anak berpura-pura menjadi mobil sambil lari dan menirukan suara mobil. 3) Bermain peran dengan menirukan gerakan, misalnya bermain

menirukan pembicaraan anatara guru dan murid atau orang tua dan anak.

4) Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya selama 10 menit.

5) Interaksi. Paling sedikit ada dua orang dalam adegan.

6) Komunikasi verbal. Pada setiap adegan ada interaksi verbal antaranak yang bermain.

Merujuk pada jenis-jenis bermain di atas, bermain untuk anak usia dini adalah kebutuhan anak dan dunia anak. Anak memperoleh kesenangan melalui bermain. Anak menirukan kegiatan yang dilakukan orang dewasa dalam kegiatan sehari-hari dan bereksplorasi dengan benda-benda yang ditemukan di lingkungan berdasarkan minat anak tanpa adanya paksaan.

2. Fungsi Bemain

Bermain merupakan cara belajar anak memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Wijana, dkk (2010:8.5–8.6) terdapat lima karakteristik bermain yang dapat dijadikan guru sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran berbasis bermain, sebagai berikut:

a. Bermain berasal dari motivasi yang muncul dari dalam diri anak. Anak melakukan kegiatan sesuai dengan kemauan anak sendiri, tanpa harus diperintahkan oleh orang lain.

b. Bermain sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak bebas memilih apa saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan bermain.

c. Bermain senantiasa melibatkan peran aktif anak. Anak aktif secara fisik maupun mental.

d. Bermain memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan yang sesuatu yang bukan bermain, seperti kemampuan kreativitas, memecahkan masalah, kemampuan berbahasa, kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya.

Bermain memiliki makna tersendiri bagi anak, dalam situasi bermain anak akan menunjukan bakat, fantasi, dan kecenderungan-kecenderungannya. Saat bermain anak akan menghayati berbagai kondisi emosi yang mungkin muncul seperti rasa senang, gembira, tegang, kepuasaan, hingga rasa kecewa. Bermain memberikan pelatihan untuk mengenal aturan-aturan, mematuhi norma-norma dan larangan, berlaku jujur, setia, dan sebagainya. Menurut Mutiah (2010:113) bahwa “bermain bagi anak mempunyai beberapa fungsi dalam proses tumbuh kembang anak. Fungsi bermain terhadap sensoris motoris anak penting untuk mengembangkan otot-otot dan energi anak”. Kegiatan bermain yang dilakukan anak akan mengembangkan kreativitas, melatih kelenturan, memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri, kegiatan-kagiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya. Adapun fungsi bermain menurut Mulyasa (2014:166) bahwa “bermain bagi anak usia dini dapat mempelajari dan belajar banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, kecerdasan mental, spiritual, bahasa, dan keterampilan motorik anak usia dini”.

Merujuk pada pendapat di atas, bermain mempunyai fungsi yang sangat penting bagi anak usia dini. Bermain dapat mengembangkan potensi dan pengetahuan anak, anak dapat mempelajari banyak hal melalui bermain. Oleh karena itu, bermain menjadi konsep dalam pembelajaran anak usia dini yang disesuaikan dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yang berangsur-angsur dikembangkan menurut pendekatan belajar melalui bermain.

C. Pembelajaran Berbasis Bermain

Dokumen terkait