• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEMAMPUAN GURU PAUD DALAM MERANCANG PEMBELAJARAN BERBASIS BERMAIN DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEMAMPUAN GURU PAUD DALAM MERANCANG PEMBELAJARAN BERBASIS BERMAIN DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEMAMPUAN GURU PAUD DALAM MERANCANG PEMBELAJARAN BERBASIS BERMAIN

DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH

Oleh YUNI HARTINI

Masalah dalam penelitian ini adalah masih rendahnya kemampuan guru PAUD dalam merancang pembelajaran berbasis bermain di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah Tahun Ajaran 2015/2016. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan guru PAUD dalam merancang pembelajaran berbasis bermain berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH). Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian analisis deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Subjek penelitian ini sebanyak 53 guru. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahcluster sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa belum semua guru PAUD di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah menerapkan aspek merancang pembelajaran berbasis bermain ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian RPPH yang dibuat.

(2)

DESCRIPTIVE STUDY OF ABILITY PRESCHOOL TEACHER’SIN DESIGNING PLAY-BASED LEARNING METHODOLGI

AT KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH

By

YUNI HARTINI

The problem in this research was still low ability of preschool teacher’s in designing play-based learning at Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah on the Academic Year 2015/2016. The purpose of this research was to describe the ability of preschool teacher’s in designing play-based learning in the form of Daily Lesson Plan (DLP). Design of research was using quantitative descriptive type of research analysis. Data were collected by using document. Research subjects were 53 teachers. The technique that used to take the samples was cluster sampling technique. The result was indicated that not all preschool teacher’s at Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah implement aspects of designing a play-based learning into Daily Lesson Plan (DLP) created.

(3)

(Skripsi)

Oleh

Yuni Hartini

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DESCRIPTIVE STUDY OF ABILITY PRESCHOOL TEACHER’SIN DESIGNING PLAY-BASED LEARNING METHODOLGI

AT KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH

By

YUNI HARTINI

The problem in this research was still low ability of preschool teacher’s in designing play-based learning at Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah on the Academic Year 2015/2016. The purpose of this research was to describe the ability of preschool teacher’s in designing play-based learning in the form of Daily Lesson Plan (DLP). Design of research was using quantitative descriptive type of research analysis. Data were collected by using document. Research subjects were 53 teachers. The technique that used to take the samples was cluster sampling technique. The result was indicated that not all preschool teacher’s at Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah implement aspects of designing a play-based learning into Daily Lesson Plan (DLP) created.

(5)

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEMAMPUAN GURU PAUD DALAM MERANCANG PEMBELAJARAN BERBASIS BERMAIN

DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH

Oleh YUNI HARTINI

Masalah dalam penelitian ini adalah masih rendahnya kemampuan guru PAUD dalam merancang pembelajaran berbasis bermain di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah Tahun Ajaran 2015/2016. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan guru PAUD dalam merancang pembelajaran berbasis bermain berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH). Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian analisis deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Subjek penelitian ini sebanyak 53 guru. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahcluster sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa belum semua guru PAUD di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah menerapkan aspek merancang pembelajaran berbasis bermain ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian RPPH yang dibuat.

(6)

STUDI DESKRIPTIF TENTANG KEMAMPUAN GURU PAUD DALAM MERANCANG PEMBELAJARAN BERBASIS BERMAIN

DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH

Oleh

Yuni Hartini

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)
(8)
(9)
(10)

Penulis bernama Yuni Hartini lahir di Sridadi, Lampung

Tengah pada tanggal 12 Juni 1993, merupakan anak kedua

dari dua bersaudara buah hati pasangan Bapak Sutrisno dan

Ibu Jumiyah. Penulis menempuh pendidikan Taman

Kanak-Kanak (TK) di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sridadi,

Lampung Tengah pada tahun 1999, Sekolah Dasar di SD Negeri 01 Poncowarno,

Lampung Tengah pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri

01 Kalirejo, Lampung Tengah pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas di SMA

Negeri 01 Kalirejo, Lampung Tengah pada tahun 2011.

Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1-PG

PAUD melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN),

Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Lampung. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidik Misi

melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa, penulis berperan aktif di

lembaga kemahasiswaan di HIMAJIP FKIP Unila dan mengemban jabatan

sebagai Bendahara Kementerian KOMINFO di BEM Universitas Lampung tahun

(11)

“Jika seseorang berpergian dengan bertujuan untuk mencari ilmu, maka Allah

SWT akan menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga”

(Nabi Muhammad SAW)

Jika Anda mendidik seorang laki-laki, seorang laki-laki itu akan terdidik. Tapi

jika Anda mendidik seorang perempuan, maka satu generasi akan terdidik”

(Brigham Young)

“Hidup itu ilmu yang maha luas. Teruslah belajar dan belajar untuk menjadi baik,

lebih baik, dan yang terbaik”

(12)

Bismillahirohmanirrohim...

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT beserta Nabi junjungan kami

Muhammad SAW, dan dengan segala ketulusan serta kerendahan hati,

kupersembahkan sebuah karya kecil ini kepada:

Mamahku tercinta (Jumiyah)

Yang telah melahirkan dan membesarkanku dengan penuh kasih sayang serta

kesabaran, yang telah mendidikku, yang bekerja keras membanting tulang demi

kebahagiaan, yang tanpa lelah memberikan do a, nasehat, serta semangat lahir

dan batin untuk terus menggapai cita-citaku, terima kasih mamah.

Bapakku tersayang (Sutrisno)

Yang telah menjadi sosok bapak yang selalu menjadi penerang dalam hidupku,

seorang bapak yang sangat aku kagumi, yang rela membanting tulang hingga

tak ternilai harganya, serta yang selalu memberikanku do a dan motivasi dalam

menggapai cita-citaku, terima kasih bapak.

Mamasku terkasih (Okta Supriyanto)

Yang selalu memberikan motivasi dalam setiap nasehat dan semangat untuk

terus berjuang dalam meggapai cita-citaku, terima kasih mamas.

Teman-teman Angkatan 2012

Yang selalu memotivasi dan memberikan semangat untuk terus memacu diri

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Serta

Almamater tercinta Universitas Lampung

(13)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah menentukan akhir dari segala

bentuk usaha manusia. Berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Studi Deskriptif Tentang

Kemampuan Guru PAUD dalam Merancang Pembelajaran Berbasis Bermain di

TK Bina Insani Sridadi Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah”.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak mungkin

terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang

telah membantu sumbangsih untuk kemajuan kampus PG-PAUD tercinta.

3. Ibu Ari Sofia, S.Psi.M.A.Psi., selaku Ketua Program Studi PG-PAUD FKIP

Unila yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan kampus

PG-PAUD tercinta.

4. Ibu Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd., selaku Pembimbing I, terima kasih atas

jasanya, kesabaran, ilmu, tenaga, serta waktu yang diberikan dalam

(14)

6. Bapak Dr. Riswandi, M.Pd., selaku Pembahas, terima kasih atas jasanya yang

telah memberikan saran dan masukan guna perbaikan dalam penyusunan dan

kelancaran skripsi ini.

7. Ibu Gian Fitria Anggraini, M.Pd., yang telah berkenan membimbing,

memberikan ilmu, nasehat, serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak/ibu Dosen dan Staf Karyawan PG-PAUD, yang telah membantu

selama melaksanakan pendidikan di Prodi PG-PAUD.

9. Seluruh dewan guru PAUD di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah, terima

kasih atas kerja sama dan bantuannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

10. Kedua orang tuaku tercinta (Sutrisno & Jumiyah) yang tak henti

menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, serta senantiasa menantikan

keberhasilanku.

11. Mamasku terkasih (Okta Supriyanto, SE) yang selalu memberikan semangat

dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

12. Keluarga besar yang menjadi sumber kebahagiaan, terima kasih atas

dukungan yang diberikan.

13. Sahabatku Eka Apriliawati, Indah Dwi Lestari, Erna Barus, Devrizal, Kurnia

Dama Yanti, dan Anisya Wicita Rahayu, Maria Dwi Christiana, Irma

Febriana, Dewi Evittri, dan Alviyana yang telah menjadi penyemangat,

pendengar, pemberi masukan, dan menjadi rekan diskusi dalam setiap kondisi

(15)

menyelesaikan skripsi ini.

15. Teman-teman seperjuangan dan seluruh mahasiswa PG-PAUD angkatan

2012 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

16. Kakak Tingkat Prodi PG-PAUD 2011 serta adik tingkat angkatam

2013-2015.

17. Almamater tercinta sebagai tempat bagi penulis dalam menimba ilmu

pengetahuan.

18. Semua pihak yang telah mendukung dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Bandar Lampung, Juli 2016 Penulis,

(16)

Halaman

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Guru PAUD ... 10

B. Bermain bagi Anak Usia Dini... 17

C. Pembelajaran Berbasis Bermain ... 23

D. Merancang Pembelajaran Berbasis Bermain ... 31

E. Penelitian Relevan ... 48

F. Kerangka Pikir ... 50

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 52

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 53

C. Populasi dan Teknik Sampling ... 53

D. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 54

E. Teknik Pengumpulan Data... 55

F. Instrumen Penelitian ... 56

G. Uji Instrumen ... 56

(17)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(18)

Tabel Halaman

1. Ukuran Kategori Penafsiran Data ... 59 2. Presentase Hasil Studi Dokumentasi Perumusan Indikator

Capaian Perkembangan ... 61 3. Presentase Hasil Studi Dokumentasi Penentuan Tema

Pembelajaran ... 63 4. Presentase Hasil Studi Dokumentasi Menyusun Skenario

Pembelajaran ... 64 5. Presentase Hasil Studi Dokumentasi Penentua Sumber dan

Media Pembelajaran ... 65 6. Presentase Hasil Studi Dokumentasi Perancangan Evaluasi

dalam Perecanaan Pembelajaran Berbasis Bermain ... 66 7. Presentase Hasil Studi Dokumentasi Kompetensi Guru PAUD

(19)

Gambar Halaman

(20)

Lampiran Halaman

1. Uji validasi instrumen ... 90

2. Uji Realiabilitas Instrumen ... 102

3. Instrumen Pedoman Dokumentasi ... 103

4. Hasil Studi Dokumentsi ... 105

5. Data Tenaga Pendidik PAUD di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah 107 6. Surat Izin Penelitian ... 111

7. Surat Keterangan Judul Penelitian ... 112

8. Surat Rekomendasi UPTD Kependidikan Kalirejo Lampung Tengah ... 113

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya instansi-instansi yang mendirikan lembaga Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD) selain memberikan dampak positif, ada beberapa yang juga

menimbulkan dampak negatif. Anggapan bahwa setiap orang dapat dengan

mudah menjadi guru PAUD, membuat lembaga PAUD dianggap remeh dan

kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Oleh sebeb itu, latar

belakang pendidikan guru PAUD juga berpengaruh terhadap mutu pendidikan

PAUD dan pola pembelajaran di PAUD. Di Lembaga PAUD anak tidak

sekedar bermain tanpa makna, namun anak dididik, dibimbing, dan diarahkan

untuk mandiri dan mengembangkan potensi dirinya secara optimal sesuai tahap

perkembangan sebagai bekal pendidikan selanjutnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan pendahuluan (2015), dari

UPTD (Unit Pelaksanan Teknis Daerah) Kependidikan Kecamatan Kalirejo

Lampung Tengah, guru yang menempuh pendidikan S-1 dibidang pendidikan

anak usia dini hanya sebesar 8,5% dari jumlah guru PAUD. Didukung dengan

data hasil wawancara dengan kepala IGTK (Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak)

Kecamatan Kalirejo Lampung, Ibu Supriati, S.Pd. terdapat 26 lembaga PAUD

(22)

data guru tersebut hanya ditemukan sembilan guru yang telah menempuh

pendidikan S-1 dalam bidang pendidikan anak usia dini.

Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan di beberapa PAUD cenderung

berorientasi pada pembelajaran calistung, yaitu pembelajaran yang diberikan

lebih menekankan pada pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Hal

ini peneliti temukan pada pengamatan pendahuluan (2016), bahwa masih

banyak guru PAUD di Kecamatan Kalirejo yang belum menempuh pendidikan

S-1 di bidang pendidikan anak usia dini dan pengalaman dalam merancang

pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)

belum memadai. Guru cenderung memberikan pembelajaran secara spontan

dan pembelajaran yang diberikan guru lebih banyak menggunakan metode

ceramah. Pembelajaran cenderung berpusat pada guru bukan berpusat pada

anak. Keberhasilan pembelajaran masih dipandang dari segi hasil (produk)

yang dihasilkan bukan dari proses belajar yang dilakukan anak. Pembelajaran

berbasis bermain yang diberikan guru belum terlaksana sepenuhnya dan masih

berorientasi pada pembelajaran calistung.

Atas hal tersebut, maka guru perlu menempuh pendidikan S-1 di bidang

pendidikan anak usia dini dan meningkatkan meningkatkan kemampuannya

dalam merancang pembelajaran berbasis bermain. Hal ini diatur dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

137 tahun 2014 Bab VII Pasal 25 tentang Kualifikasi Akademik Guru PAUD

(23)

Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki Ijazah Diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi dan memiliki sertifikat Pendidikan Profesi Guru (PPG). Standar kompetensi guru PAUD ini dikembangkan secara utuh mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, untuk

menjadi guru PAUD harus menuntaskan pendidikan S-1 di bidang pendidikan

anak usia dini atau psikologi, memiliki sertifikat Pendidikan Profesi Guru

(PPG), dan mengembangkan ke-empat kompetensi secara terintegrasi untuk

meningkatkan kinerja guru dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah

ditentukan serta pembelajaran yang diberikan guru PAUD sesuai dengan

perkembangan anak sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimiliki

anak.

Kemampuan guru sangat berpengaruh terhadap kinerjanya dalam

pembelajaran. Guru sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran perlu

menguasai kemampuan dalam meracang kegiatan pembelajaran, melaksanakan

proses pembelajaran, serta mengevaluasi hasil pembelajaran yang dilakukan

anak. Hasil penelitian dalam skripsi Rahayu (2012), Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung tentang kompetensi guru PAUD dalam

mendesain pembelajaran, disimpulkan bahwa belum semua guru PAUD

memiliki kompetensi dalam mendesain pembelajaran, terutama dalam aspek

yang sangat mendasar dalam mendesain pembelajaran, yakni dalam hal

penentuan tema kegiatan, perencanaan skenario pembelajaran dan perancangan

(24)

menjamin mutu pendidikan PAUD. Guru yang memiliki kemampuan yang

menunjang dalam proses pembelajaran akan mempertimbangakan aspek

perkembangan anak seperti perkembangan moral dan agama, bahasa, kognitif,

fisik motorik, sosial emosional, serta seni sehingga dapat mengembangkan

potensi anak yang menjadi pondasi awal dalam membentuk kerangka dasar

dan perkembangan dasar-dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada

masa keemasan (the golden age).

Pembelajaran yang dilakukan pada anak usia dini merupakan interaksi antara

anak, orang tua, dan orang dewasa lain dalam suatu lingkungan untuk

menciptakan tugas perkembangan. Pola pembelajaran anak usia dini harus

disesuaikan dengan cara belajar dan karakteristik anak. Anak belajar dari

pengalaman yang didapat dari lingkungan sekitar anak melalui bermain.

Lingkungan anak antara lain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan

lingkungan sekolah. Hal ini diperkuat dengan teori Vygostsky dalam (Mutiah,

2010:76), bahwa:

Kemampuan kognitif berasal dari hubungan sosial dan kultur. Perkembangan anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sosial dan kultur serta kegiatan bermain. Bermain dengan lingkungan membuat anak aktif menyusun pengetahuan mereka dan perkembangan memori, perhatian, serta nalar melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang ada dalam masyarakat, seperti bahasa, sistem matematika, dan strategi memori.

Pendidikan anak usia dini merupakan lingkungan sekolah anak. Orang dewasa

yang terdekat dengan anak adalah guru. Guru sebagai pelaksana pembelajaran

di sekolah memegang peran penting dalam menciptakan pengalaman yang

berkesan dan bermakna bagi anak dengan pembelajaran yang menarik dan

(25)

bermain. Anak selalu aktif, dinamis, antusias, dan ingin tahu terhadap apa yang

didengarnya, anak juga bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu yang

tinggi, sehingga guru perlu merencanakan pembelajaran yang sesuai. Salah

satunya dengan merancang pembelajaran berbasis bermain.

Pembelajaran berbasis bermain adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran

anak usia dini yang dilaksanakan melalui bermain. Konsep bermain menjadi

prinsip yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran anak usia dini.

Bermain adalah dunia anak, melalui bermain anak dapat membangun

pengatahuan baru yang didapat dari lingkungan sekitar anak. Sehingga, melalui

pembelajaran berbasis bermain diharapkan pembelajaran dapat dilaksanakan

sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak dengan suasana yang menarik

dan menyenangkan. Melalui bermain anak dapat memperoleh pengalaman

yang berkesan dan bermakna dalam pembelajaran. Bermain merupakan cara

yang efektif dalam mengembangkan potensi anak sesuai aspek perkembangan,

usia dan tahapan kematangan anak. Hal ini dibuktikan oleh Ridgway dan

Quinones (2012), bahwa pembelajaran berbasis bermain memberikan bukti

pada hasil belajar dan perkembangan pedagogis anak. Penelitian ini juga

membuktikan bahwa bermain memberikan pengaruh besar terhadap

kemampuan anak dalam pengamatan, analisis, dan perencanaan yang

merefleksikan konsep teoritis dengan pengalaman yang diperoleh dari

(26)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji tentang

kemampuan guru PAUD dalam merancang pembelajaran berbasis bermain

berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH), dengan judul

penelitian: “Studi Deskriptif Tentang Kemampuan Guru PAUD dalam

Merancang Pembelajaran Berbasis Bermain di Kecamatan Kalirejo Lampung

Tengah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah tersebut dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Masih banyak guru PAUD di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah yang

belum menempuh pendidikan S-1 di bidang pendidikan anak usia dini

sehingga pengalaman dalam merancang pembelajaran berbasis bermain

belum memadai.

2. Pembelajaran belum berpusat pada anak namun berpusat pada guru.

3. Metode pembelajaran yang digunakan guru adalah metode ceramah.

4. Keberhasilan pembelajaran cenderung berorientasi pada hasil bukan pada

proses belajar.

5. Pembelajaran berbasis bermain yang diberikan guru belum terlaksana

sepenuhnya dan masih berorientasi pada pembelajaran calistung.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan peneliti membatasi

(27)

banyak guru yang belum merancang pembelajaran berbasis bermain sehingga

pembelajaran masih menggunakan metode ceramah yang berpusat pada guru

serta keberhasilan pembelajaran hanya melihat pada hasil belajar anak.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan fokus penelitian di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kemampuan

guru PAUD dalam merancang pembelajaran berbasis bermain di Kecamatan

Kalirejo Lampung Tengah?”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk

mendeskripsikan tentang kemampuan guru PAUD dalam merancang

pembelajaran berbasis bermain di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain dibagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat

praktis, sebagai berikut:

1. Manfaan Teoritis:

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

pengetahuan mengenai pentingnya peningkatan kemampuan guru PAUD

dalam merancang pembelajaran berbasis bermain di PAUD khusunya pada

(28)

2. Manfaat Praktis:

Manfaat praktis yang dapat diperoleh dalam penelitian ini, sebagai berikut:

a. Bagi guru

Bagi guru dapat menjadi bahan reverensi dalam merancang kegiatan

pembelajaran sesuai dengan karaketristik belajar anak yaitu pembelajaran

berbasis bermain.

b. Bagi kepala sekolah

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat menjadi masukan dalam

meningkatkan mutu pendidikan bagi PAUD di Kecamatan Kalirejo

Lampung Tengah.

G. Ruang Lingkup Penlitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah perencanaan berbasis bermain berupa Rencana

Pelaksanaan Kegiatan Harian (RPPH) di Kecamatan Kalirejo Lampung

Tengah.

2. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru PAUD di Kecamatan Kalirejo Lampung

Tengah yang berjumlah 53 guru.

3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PAUD yang ada di Kecamatan Kalirejo

Lampung Tengah yang terdiri dari TK Al-Ihya, TK Al-Hidayah, TK ABA

(29)

Insani, TK Pertiwi, TK Kartika, TK ABA Poncowarno, dan TK Insan

Qur’ani.

4. Waktu Penelitian

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Guru PAUD 1. Hakikat Kemampuan

Istilah kemampuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam (Majid,

2007:5) diartikan sebagai “kecakapan”. Pengetian kemampuan menurut

Majid (2007:5) adalah:

Seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu dalam melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat

intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan

keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi, maupun etika.

Adapun pengertian kompetensi menurut Johnson dalam (Sanjaya, 2006:17)

bahwa “kemampuan merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan

yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan”. Berdasarkan

uraian tersebut, kemampuan ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja

yang dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya mencapai tujuan yang

telah ditentukan.

Musfah (2011:29) berpendapat bahwa “kemampuan merupakan kecakapan

(31)

diwujudkan dalam hasil kerja nyata yang bermanfaat bagi diri dan

lingkungan”. Ketiga aspek kemampuan ini saling terkait dan mempengaruhi

satu sama lain. Sedangkan pendapat lain, menurut Sopiatin (2010:57)

bahwa:

Kemampuan merupakan kecakapan yang digunakan sebagai standar kinerja seseorang yang diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap kinerja organisasi. Kompetensi adalah penjelasan mengenai tugas-tugas pekerjaan yang dilakukan oleh individu dan penjelasan mengenai perilaku individu yang berhubungan dengan bagaimana individu mengerjakan pekerjaannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005

tentang Guru dan Dosen dalam (Kurniasih dan Sani, 2015:18) menyatakan

bahwa “kompetensi atau kemampuan adalah seperangkat pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh

guru atau dosen dalam melaksanakan tugasnya”. Pengertian lain tentang

kemampuan guru, dalam Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002

tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi dalam (Kurniasih dan Sani,

2015:18) mengemukakan “kompetensi atau kemampuan adalah seperangkat

tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai

syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan

tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”.

Berdasarkan definisi kompetensi di atas, pengertian kemampuan yang

dimaksud adalah kecakapan yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan

tugas dan kewajiban di bidang pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga dan diwujudkan dalam hasil kerja

(32)

2. Kemampuan Guru PAUD

Guru atau tenaga kependidikan memegang peran penting dalam

pembelajaran. Hamalik (2012:9) berpendapat bahwa “guru atau tenaga

kependidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam

penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan, mengelola,

dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan”.

Sedangkan menurut Djamarah (2010:1) bahwa “guru PAUD adalah orang

yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru adalah unsur

manusiawi dalam pendidikan yang menepati posisi dan memegang peranan

penting dalam pendidikan”.

Guru PAUD adalah seseorang yang kompeten di bidang pendidikan anak

usia dini sesuai tugas keprofesionalannya yang bertugas merencanakan,

melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil pembelajaran, serta

melakukan pembimbingan, pengasuhan dan perlindungan bagi anak didik.

Pendidik anak usia dini bertugas di berbagai jenis layanan baik pada jalur

pendidikan formal maupun non formal, seperti: TK, RA, KB, TB dan

bentuk pendidikan anak usia dini lainnya. Menurut Daryanto dan Tasrial

(2015:1) bahwa “tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta

didik pada pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, dan pendidikan

(33)

Menjadi pendidik PAUD memiliki kualifikasi atau syarat tertentu yang

dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 137 tahun 2014 Bab VII Pasal 25 tentang Kualifikasi

Akademik Guru PAUD dan Kompetensi Guru PAUD bahwa:

Syarat untuk menjadi guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki Ijazah Diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi dan memiliki sertifikat Pendidikan Profesi Guru (PPG). Standar kompetensi guru PAUD ini dikembangkan secara utuh mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

Berdasarkan syarat di atas, pendidik atau guru PAUD harus menempuh

jenjeng pendidikan minimum Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S1) di

bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang terakreditasi serta

memiliki sertifikat Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk menjadi guru atau

pendidik di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baik formal

maupun non-formal dan memiliki keterampilan dalam mendidik anak usia

dini serta memiliki keterampilan dalam meranang pembelajaran sebelum

melaksanakan proses pembelajaran di lembaga PAUD. Guru diharuskan

memiliki empat kompetensi dasar yang perlu dikuasai dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru PAUD, yaitu kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional.

Kemampuan guru dalam pembelajaran merupakan faktor pertama yang

dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Mulyasa (2013:6)

(34)

Kemampuan guru merupakan keperpaduan antara kecakapan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan pribadi, dan profesionalitas.

Merujuk pada pengertian kemampuan guru di atas, kemampuan guru

merupakan keterpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman

guru dalam melaksanakan tugas-tugas dalam proses pembelajaran dengan

penuh tanggung jawab dengan memahami wawasan dan landasan teoritis

serta praktek sesuai dengan perkembangan teknologi dan keilmuan yang

dimilikinya sehingga dapat menjadi panutan bagi anak didik dan lingkungan

sekitarnya.

Seseorang disebut mampu dalam bidangnya jika pengetahuan, keterampilan,

sikap, dan hasil kerjanya sesuai standar yang telah ditetapkan dan diakui

oleh lembaga. Standar kemampuan adalah suatu ukuran yang ditentukan

atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku

layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang

tugas, kualifikasi, dan jenjang penididikan. Menurut Majid (2007:6) tentang

tujuan standar kemampuan guru, yaitu “untuk memperoleh acuan baku

dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan kualitas guru

dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran”. Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 bahwa “guru sebagai agen pembelajaran

harus mempu mengelola pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik,

(35)

Seorang tenaga pendidik atau guru PAUD harus melaksanakan

kewajibannya dalam pembelajaran melalui keempat kompetensi tersebut.

Kemampuan pedagogik, seorang guru PAUD tidak hanya memahami

wawasan dan landasan teoritis tetapi juga harus memahami prakteknya,

memahami anak didiknya, membuat perencanaan pembelajaran, dan

melaksanakan pembelajaran dengan suasana belajar yang menyenangkan

melalui kegiatan pembelajaran melalui bermain, memberikan lingkungan

belajar yang nyaman, memilih media pembelajaran yang sesuai dengan

kebutuhan anak, dan melakukan evalusi terhadap hasil belajar anak.

Kompetensi kepribadian maksudnya seorang guru PAUD harus menjadi

panutan, teladan, dan dapat menjadi contoh yang baik bagi peserta didik.

Selanjutnya kompetensi profesional, seorang guru PAUD harus memahami

materi pembelajaran dan dapat menciptakan suatu pemebelajaran secara

kreatif, inovatif, dan menyenangkan melalui kegiatan bermain untuk

mengembangkan aspek pengembangan anak. Kemudian kompetensi sosial

adalah kemampuan guru PAUD dalam berinteraksi dan berkomunikasi

dengan baik kepada anak, sesama pendidik, dan lingkungannya.

Standar kemampuan guru yang dikembangkan olehthe Child Development

Associate(CDA) dalam (Yufiarti dan Chandrawati 2010: 3.29), terdiri dari

enam kemampuan dasar:

a. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan belajar yang aman dan sehat,

b. Meningkatkan kompetensi intelektual dan fisik,

c. Mendukung perkembangan emosi dan sosial serta memberikan bimbingan yang positif,

(36)

e. Meyakinkan bahwa program mempunyai tujuan dan berjalan dengan baik dan disesuaikan dengan kebutuhan stakeholder

(penguna),

f. Mempertahankan komitmen pada profesionalisme.

Pendapat lain tentang standar kompetensi guru PAUD oleh Eyson dalam

(Yufiarti dan Chandrawati, 2010:3.31) bahwa terdapat 15 kompetensi atau

kemampuan dasar yang harus dimiliki guru/pendidik PAUD sebagai

berikut:

a. Memahami perkembangan anak dan menggunakannya dalam proses pembelajaran.

b. Mengenal anak melalui pengamatan dan dokumen pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perbedaan individu dan penyimpangan dari perkembangan yang normal.

c. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkomunikasi antar anak dan teman sebaya.

d. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkomunikasi dan berhubungan baik dengan guru, anak, orang tua, dan keluarga. e. Menciptakan ligkungan belajar yang memenuhi kebutuhan anak

untuk bermain.

f. Menciptakan permainan yang edukatif dengan memanfaatkan sumber-sumber lokal.

g. Menghargai kemampuan anak sebagai individu.

h. Meningkatkan perkembangan dan belajar anak yang mempunyai kemampuan kurang.

i. Mengetahui tentang prinsip-prinsip penggunaan dan keseimbangan gizi.

j. Mengetahui tantang pertolongan pertama pada anak-anak yang terluka.

k. Menciptakan kegiatan belajar (bermain) yang atraktif pada anak-anak.

l. Menilai perkembangan anak dan belajar.

m. Mempu berkomunikasi dengan baik kepada anak. n. Memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak.

o. Mempu mengajar materi yang penting seperti sains dan matematika.

Berdasarkan uraian di atas, standar kemampuan guru PAUD sangat

mempengaruhi kinerja guru PAUD memberikan pembelajaran bagi anak.

Guru PAUD dituntut untuk mempu memahami materi dan selalu

(37)

kebutuhan anak, menciptakan pembelajaran melalui bermain dengan

permainan edukatif, mampu berkomunikasi dengan baik, dan mampu

menjadi panutan bagi anak.

B. Bermain bagi Anak Usia Dini 1. Hakikat Bermain

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam (Fadillah, 2014:25),

mengidentifikasikan “bermain berasal dari kata dasar main yang berarti

melakukan aktivitas atau kegiatan untuk menyenangkan hati (dengan

menggunakan alat-alat tertentu atau tidak)”. Artinya, bermain adalah

aktivitas yang membuat hati seorang anak menjadi senang, nyaman, dan

bersemangat. Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Mulyasa (2014:166) berpendapat

bahwa:

Bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan psikologis serta biologis anak. Bermain bagi anak dapat digunakan untuk mempelajari banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerja sama, dan menjunjung tinggi sportivitas. Aktivitas bermain juga dapat mengembangkan kecerdasan mental, spiritual, bahasa, dan keterampilan motorik anak usia dini.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 137 Tahun 2014 dalam (Moeslichatoen, 2004:32) bahwa “bermain

merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui

bermain anak dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan

pada dimensi kognitif, motorik, kreativitas, bahasa, sosial, emosional, seni,

(38)

Adapun pengertian bermain menurut Gakkahue dalam (Hartati, 2007:56)

menyatakan bahwa “bermain adalah suatu aktivitas yang langsung dan

spontan dimana seorang anak menggunakan orang lain atau benda-benda

disekitarnya dengan senang, sukarela, dan dengan imajinatif, menggunakan

perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya”. Kegiatan bermain

adalah dunia anak, dengan bermain anak dapat menemukan pengetahuannya

melalui kegiatan eksplorasi. Hal ini diperkuat dengan pendapat

Patmonodewo (2008:102) bahwa:

Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan suatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan suatu kegiatan yang produktif; dan sebagainya .... bekerja pun dapat diartikan bermain sementara kadang-kadang bermain dapat dialami sebagai bekerja; demikian pula anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya sehingga seringkali dianggap nyata, sungguh-sungguh, produktif, dan menyerupai kehidupan yang sebenarnya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah

dunia anak dan merupakan tahap awal proses belajar anak. Bermain

merupakan suatu aktivitas langsung yang dilakukan dengan perasaan senang

dan sukarela oleh anak serta dapat mengembangkan kecerdasan psikologis

dan biologis anak. Melalui bermain, anak dapat mengembangkan seluruh

potensinya mulai dari pengetahuannya, kecerdasan mental, spiritual, bahasa,

dan keterampilan motorik, sosial, maupun seni anak.

Bermain sangat penting untuk anak usia dini. Bermain menjadi cara belajar

yang paling efektif dan lebih cepat ditangkap bagi anak usia dini.

(39)

a. Kelebihan energi

Anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup.

Jika kehidupannya normal, anak akan kelebihan energi yang selanjutnya

digunakan untuk bermain.

b. Rekreasi dan relaksasi

Bermain dimaksudkan untuk menyegarkan tubuh kembali. Jika energi

sudah digunakan untuk melakukan aktivitas, anak-anak menjadi lelah dan

kurang bersemangat, sehingga dengan bermain anak-anak memperoleh

kembali energinya untuk lebih aktif dan bersemangat kembali.

c. Insting

Bermain merupakan sifat bawaan (insting) yang berguna untuk

mempersiapkan diri melakukan peran orang dewasa.

d. Rekapitulasi

Bermain merupakan peristiwa mengulang kembali apa yang telah

dilakukan oleh nenek moyang dan sekaligus mempersiapkan diri untuk

hidup pada zaman sekarang.

Bermain dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dapat menggunakan

benda atau atau alat yang ditemukan di lingkungan sekitar anak. Terdapat

empat jenis bermain menurut Mulyasa (2014:169-181) sebagai berikut:

a. Bermain sosial

Peterm (dalam Mulyasa, 2014:169) mengelompokan kegiatan bermain

sosial berdasarkan derajat partisipan seseorang dalam bermain, yaitu

(40)

(penonton), paraller play (paralel), assososiative play (asosiatif), dan

cooperative play(kooperatif).

b. Bermain dengan benda

Bermain dengan benda merupakan kegiatan bermain menggunakan atau

mempermainkan benda-benda yang menyenangkan. Piaget (dalam

Mulyasa, 2014:171) mengemukakan beberapa tipe bermain dengan

benda meiputi bermain praktis, bermain simbolik, dan bermain dengan

aturan.

c. Bermain peran

Bermain peran terbagi menjadi bermain peran mikro dan bermain peran

makro. Bermain peran dapat mengembangkan pada dimensi pribadi dan

sosial. Mulyasa (2014:173) mengemukakan bahwa melalui bermain

peran anak mencoba mengeksplorasikan hubungan antarmanusia dengan

cara mempergerakan dan mendiskusikannya sehingga secara

bersama-sama dapat mengeksplorasi peasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi

pemecahan masalah.

d. Sosiodrama

Smilansky (dalam Mulyasa, 2014:181) mengemukakan bahwa bermain

sosiodrama memiliki beberapa elemen sebagai berikut:

1) Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain pura-pura dengan

melakukan peran orang dewasa disekitarnya dengan menirukan

(41)

2) Bermain pura-pura seperti suatu objek. Anak melakukan gerakan dan

menirukan suara yang sesuai dengan objeknya, misalnya, anak

berpura-pura menjadi mobil sambil lari dan menirukan suara mobil.

3) Bermain peran dengan menirukan gerakan, misalnya bermain

menirukan pembicaraan anatara guru dan murid atau orang tua dan

anak.

4) Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya

selama 10 menit.

5) Interaksi. Paling sedikit ada dua orang dalam adegan.

6) Komunikasi verbal. Pada setiap adegan ada interaksi verbal antaranak

yang bermain.

Merujuk pada jenis-jenis bermain di atas, bermain untuk anak usia dini

adalah kebutuhan anak dan dunia anak. Anak memperoleh kesenangan

melalui bermain. Anak menirukan kegiatan yang dilakukan orang dewasa

dalam kegiatan sehari-hari dan bereksplorasi dengan benda-benda yang

ditemukan di lingkungan berdasarkan minat anak tanpa adanya paksaan.

2. Fungsi Bemain

Bermain merupakan cara belajar anak memiliki karakteristik tersendiri.

Menurut Wijana, dkk (2010:8.5–8.6) terdapat lima karakteristik bermain

yang dapat dijadikan guru sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran

(42)

a. Bermain berasal dari motivasi yang muncul dari dalam diri anak. Anak melakukan kegiatan sesuai dengan kemauan anak sendiri, tanpa harus diperintahkan oleh orang lain.

b. Bermain sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak bebas memilih apa saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan bermain.

c. Bermain senantiasa melibatkan peran aktif anak. Anak aktif secara fisik maupun mental.

d. Bermain memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan yang sesuatu yang bukan bermain, seperti kemampuan kreativitas, memecahkan masalah, kemampuan berbahasa, kemampuan bersosialisasi dengan teman sebaya.

Bermain memiliki makna tersendiri bagi anak, dalam situasi bermain anak

akan menunjukan bakat, fantasi, dan kecenderungan-kecenderungannya.

Saat bermain anak akan menghayati berbagai kondisi emosi yang mungkin

muncul seperti rasa senang, gembira, tegang, kepuasaan, hingga rasa

kecewa. Bermain memberikan pelatihan untuk mengenal aturan-aturan,

mematuhi norma-norma dan larangan, berlaku jujur, setia, dan sebagainya.

Menurut Mutiah (2010:113) bahwa “bermain bagi anak mempunyai

beberapa fungsi dalam proses tumbuh kembang anak. Fungsi bermain

terhadap sensoris motoris anak penting untuk mengembangkan otot-otot dan

energi anak”. Kegiatan bermain yang dilakukan anak akan mengembangkan

kreativitas, melatih kelenturan, memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri,

kegiatan-kagiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya.

Adapun fungsi bermain menurut Mulyasa (2014:166) bahwa “bermain bagi

anak usia dini dapat mempelajari dan belajar banyak hal, dapat mengenal

aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, kecerdasan mental, spiritual,

(43)

Merujuk pada pendapat di atas, bermain mempunyai fungsi yang sangat

penting bagi anak usia dini. Bermain dapat mengembangkan potensi dan

pengetahuan anak, anak dapat mempelajari banyak hal melalui bermain.

Oleh karena itu, bermain menjadi konsep dalam pembelajaran anak usia dini

yang disesuaikan dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik,

yang berangsur-angsur dikembangkan menurut pendekatan belajar melalui

bermain.

C. Pembelajaran Berbasis Bermain 1. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses pemberian pengetahuan oleh guru kepada

peserta didik. Menurut Fadillah (2014:23): “istilah pembelajaran berdasar

dari kata belajar yaitu suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh

pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan

pengukuhan kepribadian”. Pengertian pembelajaran tersebut lebih

menekankan pada pemerolehan pengetahuan, keterampilan dan kepribadian

seseorang untuk kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu, Hamalik

(2012:57) menjelaskan bahwa “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang

tersususn meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan,

dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”.

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam (Fadillah, 2014:24) memaknai bahwa

“pembelajaran diambil dari kata ajar, yang artinya petunjuk yang diberikan

kepada orang supaya diketahui atau dituruti. Maka, pembelajaran berarti

(44)

Adapun menurut Iru dan Arihi dalam (Prastowo, 2013:57) secara harfiah

pembelajaran berarti:

Proses, cara, perbuatan mempelajari, dan perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat peserta didik secara optimal, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran tercapai.

Merujuk pada pengertian di atas, pembelajaran dapat diartikan sebegai

proses, cara atau perbuatan yang menjadikan pemerolehan pengetahuan dan

keterampilan, perubahan tingkah laku serta unsur-unsur lainnya yang saling

mempengaruhi dan hasilnya relatif tetap untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Pembelajaran diselenggarakan dengan maksud untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, sehingga

pembelajaran memiliki ciri-ciri yang mencerminkan proses pembelajaran

yang dilaksanakan. Hamalik (2012:66) menjelaskan terdapat tiga ciri khas

dalam sistem pembelajaran, sebagai berikut:

a. Rencana, ialah penataan ketenangan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran.

b. Kesalingtergantungan (independence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangan kepada sistem pembelajaran.

c. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan utama sistem pembelajaran adalah merancang agar anak belajar, sehingga tugas seorang perancang adalah mengorganisasikan tenaga, material, dan prosedur agar anak belajar secara efisien dan efektif.

Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa

merancang pembelajaran berfungsi agar anak belajar secara efisien dan

efektif dengan mengorganisasikan tenaga, material, dan prosedur serta

(45)

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, salah satunya

dengan pembelajaran berbasis bermain.

2. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu

dipertimbangkan dalam merancang pembelajaran. Mager dalam (Uno,

2012:35) mendefinisikan “tujuan pembelajaran sebagai perilaku yang

hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan

tingkat kompetensi tertentu”. Sedangkan menurut Dejnozka, Kapel, dan

Kemp dalam (Uno, 2012:35):“tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan

yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang

diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang

diharapkan”. Pendapat lain, Percival dan Ellington dalam (Uno, 2012:35)

bahwa “tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang jelas dan

menunjukan penampilan atau keterampilan siswa tertentu yang diharapkan

dapat dicapai sebagai hasil belajar”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan

pembelajaran merupakan suatu pernyataan yang jelas dan dinyatakan dalam

bentuk tulisan yang menggambarkan perilaku atau keterampilan siswa

dalam mencapai hasil belajar yang telah ditentukan sesuai dengan

kompetensi dan tahap perkembangannya. Tujuan pembelajaran dirancang

untuk memperjelas arah yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan

(46)

Uno (2012:34) manfaat dalam merancang tujuan pembelajaran, sebagai

berikut:

a. Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat. b. Pokok bahasan dapat dibuat seimbang, sehingga tidak ada materi

pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit.

c. Guru dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya disajikan dalam tiap jam pelaajaran.

d. Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat.

e. Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi belajar mengajar yang paling cocok dan menarik.

f. Guru dapat dengan mudah mempesiapkan berbagai keperluan peralatan maupun bahan dalam keperluan belajar.

g. Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan anak dalam belajar.

h. Guru dapat menjamin bahwa hasil belajar akan lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang jelas.

Artinya, tujuan pembelajaraan dapat mempermudah guru dalam

memanfaatkan waktu secara tepat dan efisien dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran. Guru dapat menyusun materi pembelajaran secara seimbang,

sehingga anak dapat belajar sesuai kebutuhannya. Materi pembelajaran yang

diberikan guru diurutkan secara tepat untuk mempermudah anak dalam

memahami isi pembelajaran yang telah diberikan. Guru dapat memberikan

pembelajaran berdasarkan startegi yang cocok dengan meteri yang akan

disampaikan. Perancangan tujuan pembelajaran membantu guru dalam

menetapkan bahan ajar yang diperlukan untuk kegiatan pembelajaran dan

menetapkan hasil belajar yang dicapai anak berdasarkan proses

(47)

3. Pembelajaran Berbasis Bermain

Konsep belajar melalui bermain dalam pendidikan anak usia dini tidak dapat

diganti termasuk dalam pembelajaran formal di kelas. Bermain bagi anak

usia dini lebih efektif dan lebih bermakna. Bermain juga menjadi prinsip

pembelajaran di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terkhusus Taman

Kanak-Kanak (TK), karena bermain merupakan cara yang paling baik untuk

mengembangkan kemampuan anak usia dini. Oleh karena itu, orang tua dan

guru PAUD perlu memahami hakikat pembelajaran berbasis bermain yang

merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran anak usia dini.

Pembelajaran berbasis bermain berlandaskan prinsip belajar melaui

bermain. Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013:10)

bahwa “bermain membantu mengembangkan potensi yang dimiliki anak.

Melalui bermain anak diajak bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan

objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi lebih

bermakna bagi anak”. Prinsip belajar melalui bermain merupakan

pembelajaran yang berpusat pada anak, sehingga membantu anak menjadi

pembelajar yang aktif dalam proses pembelajaran. Pengetahuan,

keterampilan, sosial, emosional, nilai moral dan agama dapat

dikembangakan melalui kegiatan bermain.

Konsep pembelajaran berbasis bermain diambil dengan dasar bahwa pada

rentang usia dini, karakteristik belajar anak tidak dapat dipisahkan dari

bermain yang dibantu dengan adanya alat permainan edukatif dan

(48)

menjadi lebih bermakna bagi anak usia dini. Hal ini sesuai dengan pendapat

Haenilah (2015:74) bahwa:

Karateristik belajar anak yang harus difahami guru diantaranya (1) anak hanya bisa belajar jika tidak dipisahkan dari kebutuhan bermainnya, (2) anak hanya bisa belajar jika dalam bermainnya dibantu oleh alat permainan secara konkrit, (3) anak hanya bisa belajar jika perannya terlindungi, dan (4) anak hanya bisa belajar jika terbebas dari paksaan orang dewasa.

Berdasarkan pendapat di atas, bermain menjadi pendekatan yang sangat

berpengaruh dalam pendidikan anak usia dini. Pembelajaran berbasis

bermain menjadi salah satu pembelajaran yang dapat diterapkan guru dalam

merancang pembelajaran di PAUD. Pembelajaran berbasis bermain

berorientasi pada kebutuhan anak dan dibingkai dengan kegiatan belajar

melalui bermain yang aktif, efektif, dan menyenangkan. Guru mutlak harus

memahami makna bermain bagi anak usia dini, karena saat bermainlah anak

menikmati proses belajar.

Pembelajaran berbasis bermain adalah salah satu pendekatan dalam

pembelajaran anak usia dini yang mengungkapkan dan menjelaskan tentang

pembelajaran yang disajikan dalam bentuk permainan dengan suasana

mengasikan dan menyenangkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai

secara maksimal. Hal ini didukung oleh pendapat Hamruni dalam (Fadillah,

2014:23) menyebutkan bahwa “belajar tidak pernah akan berhasil dalam arti

sesungguhnya, bila dilakukan dalam suasana yang menakutkan, belajar

hanya akan efektif, bila suasananya-suasana hati anak didik-berada dalam

kondisi yang menyenangkan”. Bermain bagi anak usia dini berbeda dengan

(49)

anak bermain, maka anak sedang belajar secara serius, konsentrasi penuh,

kritis, belajar berbagi, tolerasi, disiplin, bartanggung jawab, bersosialisasi,

megembangkan kemampuan bahasa, sampai belajar memecahkan masalah”.

Merujuk pada pendapat tersebut, untuk membuat anak merasa senang dalam

belajar maka pembelajaran yang disusun oleh guru harus menarik,

diantaranya dengan cara bermain. Pembelajaran berbasis bermain

merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang disajikan dalam bentuk

belajar melalui bermain, sehingga pembelajaran yang diberikan akan terasa

menyenangkan dan membuat anak menjadi aktif, pembelajaran menjadi

lebih bermakna bagi anak, dan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

maksimal.

Pembelajaran berbasis bermain dirancang agar anak dapat secara aktif

mengembangkan potensi dirinya. Pembelajaran berbasis bermain

merupakan pengembangan dari konsep belajar melaui bermain, sehingga

dalam bermain pada pembelajaran berbasis bermain memiliki kriteria

belajar sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Hartati (2007:46) sebagai

berikut:

a. Bermain merupakan sarana belajar. b. Belajar muncul dari dalam diri anak.

c. Bermain bebas dan terbatas dari aturan yang mengikat. d. Bermain adalah aktivitas nyata dan sesungguhnya. e. Bermain lebih berfokus pada proses daripada hasil. f. Bermain harus didominasi oleh hasil.

(50)

Merujuk pada kriteria belajar dalam pembelajaran berbasis bermain di atas,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) yang dibuat oleh guru

haruslah mencakup kegiatan bermain yang dapat menimbulkan rasa senang

dan nyaman dalam proses pembelajaran. Pertama, bermain merupakan

sarana belajar. Artinya, bermain dapat dijadikan sebagai sarana

pembelajaran untuk bereksplorasi dan berinteraksi dengan teman, guru, dan

orang tua untuk membangun pengetahuan. Ke-dua, bermain muncul dari

dalam diri anak, yaitu kegiatan yang dilakukan anak berasal dari minat dan

keinginan anak tanpa adanya paksaan. Ke-tiga, bermain bebas dan terbatas

merupakan permainan yang mengembangkan keterampilan anak dalam

memahami aturan dan norma yang harus ditaati. Ke-empat, bermain adalah

aktivitas nyata dan sesungguhnya yang dilakukan oleh anak. Anak yang

sedang bermain dapat membentuk dunianya, sehingga seringkali dianggap

nyata dan sungguh-sungguh. Selanjutnya, yang ke-lima bermain lebih

terfokus pada proses daripada hasil. Saat anak melakukan suatu permainan

anak menemukan pengetahuannya sendiri melalui pengalaman yang telah

diperoleh sehingga proses bermain memiliki makna tersendiri bagi anak usia

dini. Ke-enam, bermain didominasi oleh hasil maksudnya bermain

merupakan aktivitas yang produktif bagi anak dalam menciptakan suatu

karya. Ke-tujuh, bermain melibatkan peran aktif dari pemain merupakan

kegiatan yang dilakukan anak menjadikan anak menjadi pembelajar yang

(51)

Piaget dan Smilansky dalam (Haenilah, 2015: 94) menekankan“pentingnya

belajar melalui bermain yang menekankan sensorimotor anak usia dini.

Upaya ini dilakukan melalui hubungan fisik anak dengan lingkungan”.

Upaya membelajarkan anak melalui pembelajaran berbasis bermain

membawa konsekuensi terhadap pemahaman guru terhadap pentingnya

bermain bagi anak usia dini. Pada pembelajaran berbasis bermain hal

terpenting bukanlah bagaimana guru membuat anak belajar, akan tetapi

membuat anak menjadi sosok yang kritis, memahami sesuatu, membangun

pengetahuan itu sendiri, dan menemukan pengetahuan sendiri yang didapat

melalui pengamatan dan percobaan.

D. Merancang Pembelajaran Berbasis Bermain 1. Hakikat Merancang Pembelajaran

Perencanaan berkaitan dengan penetuan kegiatan yang akan dilakukan.

Perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan kegiatan yang

diperlukan dengan cara paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.

Menurut Majid (2007:15) “perencanaan adalah menyusun langkah-langkah

yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Perencanaan dapat disusun sesuai dengan keinginan dalam jangka waktu

tertentu sesuai dengan keinginan pembuat rencana”. Definisi lain, menurut

Uno (2012:2) bahwa “perencanaan yakni suatu cara yang memuaskan untuk

membuat kegiatan dapat berjalan baik, disertai dengan berbagai langkah

yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga

(52)

Berdasarkan pendapat di atas, perencanaan adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menyusun

langkah-langkah yang efetif dan efisien untuk memperkecil kesenjangan

yang terjadi sehingga tujuan dapat dicapai secara maksimal. Pembelajaran

yang baik dapat dilihat dari perencanaan pembelajaran. Adapun

perancangan pembelajaran dibuat sebelum proses pembelajaran

berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Asmawati (2014:7), yang

menyatakan bahwa:

Perencanaan pembelajaran atau desain pembelajaran berisi kisi-kisi dari teori belajar, teori pembelajaran, teori evaluasi yang telah dianalisi, didesain, dikembangkan, diimplementasikan, dan dievaluasi yang dilaksanakan secara bertahap dan berulang dalam jangka waktu tertentu. Pengembangan proses pendidikan yang rumit, kreatif, berulang-ulang, teruji, dan dapat dikaji ulang penerapannya sesuai dengan kebutuhan.

Perencanaan pembelajaran berisi tentang materi, media, metode

pembelajaran yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran

berdasarkan jangka waktu yang telah ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Majid (2007:17) bahwa:

Perencanaan dalam konteks pengajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendakatan pembelajaran dan metode pengajaran, penilaian dalam suatu alokasi waktu tertentu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Perencanaan pembelajaran dapat dimaksudkan sebagai langkah awal

sebelum proses pembelajaran berlangsung yang berisi petunjuk arah

kegiatan. Perencanaan pembelajaran dijadikan pedoman bagi guru dalam

(53)

beberapa manfaat perencanaan pengajaran dalam proses mengajar, antara

lain:

a. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan,

b. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan,

c. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur peserta didik,

d. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelemahan kerja,

e. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja, dan f. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya.

Merancang pembelajaran memberikan manfaat yang pertama, sebagai

petunjuk arah kegaiatan, artinya dengan merancang pembelajaran guru

dapat menetukan arah kegaitan yang dilakukan berfokus pada tujuan

pembelajaran yang telah ditentukan. Ke-dua, perencanaan pembelajaran

mengatur tugas dan wewenang unsur yang terlibat dalam pembelajaran

dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Ke-tiga, dapat

dijadikan pedoman bagi guru maupun siswa dalam mencapai hasil belajar

yang diharapkan pada tujuan pembelajaran. Ke-empat, sebagai alat ukur

yang efektif dalam menilai pembelajaran yang telah dilaksanakan berhasil

sesuai tujuan atau tidak. Ke-lima, perancangan pembelajaran dapat

digunakan sebagai bahan yang dapat dijadikan data dalam

mempertangungjawabkan kinerja, dan yang terakhir, ke-enam dapat

digunakan sebagai penentu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran

karena waktu masing-masing kegiatan telah ditentukan.

Carl dan Rosalind dalam (Yaumi, 2013:11) berpendapat bahwa definisi

(54)

a. Sebagai suatu proses. b. Sebagai suatu disiplin. c. Ilmu pengetahuan. d. Sebagai realitas.

Pertama, perancangan pembelajaran sebagai suatu proses adalah materi

pembelajaran dikembangkan berdasarkan teori belajar dan pembelajaran

untuk mencapai kualitas pembelajaran dan merupakan proses analisa

terhadap keutuhan belajar, dan tujuan pembelajaran. Ke-dua, perancangan

pembelajaran sebagai suatu disiplin merupakan cabang ilmu pengetahuan

yang berhubungan dengan penelitian dan teori tentang strategi pembelajaran

dan proses untuk mengimplementasikan strategi tersebut. Ke-tiga,

perencanaan pembelajran sebagai suatu pengetahuan yang mempelajari

bagaimana menciptakan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan situasi

yang dapat memfasilitasi pembelajaran. Ke-empat, perancangan

pembelajaran sebagai realitas yang dapat dimulai dari titik mana saja dalam

proses merancang dan sering muncul pandangan baru yang dapat

dikembangkan menjadi inti pembelajaran.

Merancang pembelajaran harus disusun secara sistematis dan merujuk pada

model yang memiliki karakteristik yang jelas. Perencanaan pembelajaran

harus berorientasi pada peserta didik, tujuan, terfokus pada pengembangan

dan peningkatan kinerja, hasil belajar dapat diukur dengan cara yang valid

dan terpercaya. Selain itu, perencanaan pembelajaran mengandung hal-hal

empiris, berulang, dapat dikoreksi sendiri, dan merupakan usaha yang

dilakukan bersama. Merancang pembelajaran untuk anak usia dini harus

(55)

mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhannya. Kebutuhan anak usia

dini yang paling menonjol adalah bermain, sehingga pembelajaran yang

diberikan oleh guru hendaknya melalui bermain. Perencanaan pembelajaran

PAUD dirancang sebelum proses pembelajaran berlangsung dapat berupa

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH).

Rencana pembelajaran merupakan proses untuk memutuskan metode

pembelajaran yang sesuia untuk membawa perubahan dan keterampilan

dalam suatu materi pembelajaran. Lebih lanjut Rotwell dan Kazanas dalam

(Yaumi, 2013:10) menjabarkan bahwa merancang pembelajaran mencakup:

a. Suatu profesi yang muncul

b. Difokuskan pada membangun dan mempertahankan kinerja manusia secara efektif dan efisien

c. Diarahkan dengan model kinerja manusia d. Dilakukan secara sistematis

e. Berdasarkan teori sistem terbuka

f. Berorientasi untuk menemukan dan memberikan solusi pada permasalahan kinerja manusia secara efektif dan menentukan lompatan-lompatan quantum dalam perbaikan produktivitas melalui kecerdasan manusia.

Merujuk pada penjabaran di atas, dapat dijelaskan bahwa merancang

pembelajaran merupakan hal penting bagi guru agar tercapai tujuan secara

maksimal dari pembelajaran. Perancangan pembelajaran berbasis bermain

dalam penelitian ini terfokuskan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Harian (RPPH). Menurut Hartati (2007:174) menyatakan bahwa:

(56)

Merancang kegiatan pembelajaran dilakukan sebelum proses pembelajaran

berlangsung. Ketika merancang pembelajaran untuk anak usia dini, guru

harus menyesuaikan dengan karakteristik belajar anak usia dini.

Karakteristik belajar anak usia dini adalah bermain, sehingga pembelajaran

yang diberikan oleh guru hendaknya melalui bermain. Perencanaan

pembelajaran PAUD dapat berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Harian (RPPH). Merancang RPPH pada pembelajaran berbasis bermain

berisi tentang kegiatan bermain anak dalam proses pembelajaran. RPPH

yang dirancang menitik beratkan pada rencana kegiatan bermain yang akan

dilakukan anak.

Menururt Fadillah (2014:40): “pembelajaran berbasis bermain disajikan

dalam bentuk belajar melalui bermain”, sehingga dalam pelaksanaannya

tidak terlepas dari permainan untuk mengembangkan potensi anak.

Pembelajaran berbasis bermain merupakan strategi pembelajaran yang

disusun agar anak tidak merasa bosan dan jenuh dalam mengikuti

pembelajaran. Menurut Fadillah (2014:40) Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran Harian (RPPH) dalam pembelajaran berbasis bermain berisi

materi pembelajaran yang disajikan dalam bentuk permainan yang mendidik

mulai dari kegiatan pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup,

dijabarkan sebagai berikut:

a. Kegiatan pembukaan

Guru menyiapkan anak untuk memulai pembelajaran dengan

(57)

akan di gunakan serta aturan dalam permainan dengan suasana yang

menarik dan menyenangkan, seperti kegiatan bernyanyi bersama, tebak

nama hari, dan tanggal. Guru menyediakan waktu transisi agar anak

dapat beristirahat sebelum melanjutkan kegiatan selanjutnya.

b. Kegiatan inti

Kegiatan yang dilakukan anak adalah kegiatan bermain sesuai dengan

minat anak, tema kegiatan, serta tahap pencapaian perkembangan anak.

Selama bermain, guru memastikan bahwa semua anak mencoba untuk

bermain dan menggali gagasan anak berupa pertanyaan positif sehingga

anak memiliki pengalaman bermain yang nyata. Guru memberikan waktu

transisi sebelum melakukan permainan selanjutnya.

c. Kegiatan penutu

Kegiatan penutup kegiatan setelah kegiatan inti dilakukan. Kegiatan ini

berupa membereskan alat dan bahan yang sudah digunakan dengan

permainan yang menarik seperti mengelompokan alat dan bahan sesuai

jenis, bentuk, dan ukuran. Anak menceritakan pengalaman bermainnya

dan guru memperkuat konsep yang telah diperoleh anak serta

mempersiapkan anak untuk kegiatan penutup.

2. Langkah-Langkah Merancang Pembelajaran Berbasis Bermain

Merancang pembelajaran bagi anak usia dini tidak terlepas dari karakteritik

belajar anak yaitu bermain. Perancangan pembelajaran berbasis bermain

merupakan dokumen tertulis yang mengambarkan dan menjelaskan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 1. Ukuran Kategori Penafsiran Data

Referensi

Dokumen terkait