• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III RITUAL AGAMAKU

B. Bermaknanya Ritual Keagamaanku

Amatilah gambar berikut ini. Kemudian, lakukan tanya jawab terkait pesan yang di kandungnya!

Ritual dalam agama Buddha sangat majemuk dan beragam. Jenis ritual yang sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat Buddhis berbeda-beda. Setiap aliran atau mazhab dalam agama Buddha memiliki tradisi ritual yang bermacam-macam. Tradisi ini berkembang karena dipengaruhi oleh budaya setempat, tanpa mengurangi arti dan makna yang terkandung di dalamnya.

Semua bentuk upacara dalam

agama Buddha yang beragam pada hakikatnya memiliki tujuan dan makna yang sama. Di dalam pembelajaran ini, kalian akan mempelajari tentang makna ritual dalam agama Buddha. Tahukah kalian apakah makna ritual dalam agama Buddha?

Gambar 3.3 Bermaknanya ritual keagamaanku

bermaknanya, ritual, keagamaanku

Membaca

Ritual dalam agama Buddha pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk melakukan puja atau penghormatan yang dilandasi dengan pengertian yang benar dan keyakinan yang kuat. Ritual sebagai salah satu bentuk praktik Dharma dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda dan beragam. Dharma sebagai ajaran kebenaran Buddha memiliki suatu ciri khas yang bersifat

universal dan senantiasa berkembang sesuai dengan tradisi serta kebudayaan setempat. Munculnya berbagai sekte dan aliran dalam agama Buddha dapat memengaruhi ragam bentuk ritual yang berbeda. Namun, walaupun berbeda-beda, pada intinya, ritual memiliki makna yang sama, yaitu untuk meningkatkan keyakinan dan menumbuhkan rasa bakti kita kepada Buddha, Dharma dan Sangha.

Ritual keagamaan sangat plural dan majemuk. Akan tetapi, pelaksanaan ritual dilakukan dengan harapan yang sama, yaitu dapat memperolah kebahagiaan dalam kehidupan sekarang maupun tercapainya tujuan terakhir umat Buddha, yaitu pembebasan atau Nibbana.

Ritual atau upacara merupakan tradisi puja (penghormatan) yang sudah ada sejak zaman Buddha. Kata puja menurut Saputro, 2009:106 merupakan kata yang berasal dari akar kata puj, baik dalam bahasa Pali maupun Sanskerta yang berarti menghormat, menyembah respek, memuja, dan lain-lain. Di dalam kanon Pali, kata puja seringkali didampingi dengan kata sukkarati, garukkarati, dan maneti (M.I.336), dalam hal ini, puja adalah melakukan penghormatan.

Secara harfiah, kata puja adalah menghormat, membaktikan diri, melakukan penghormatan. Puja ditujukan kepada Buddha, Bodhisattva, atau dewa yang sangat dihormati sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih. Kita memuja-Nya atas berkah dan bimbingan yang telah diberikan kepada semua makhluk.

Gambar 3.4 Ritual atau Puja

Puja bukanlah suatu praktik penghormatan yang diwajibkan oleh Buddha. Puja dilakukan agar dapat membantu untuk mengingat ajaran Buddha.

Puja dalam arti menghormat sekaligus mempersembahkan adalah puja yang secara umum sudah diketahui dan dilaksanakan. Umumnya, digambarkan dengan kegiatan pergi ke vihara, untuk melakukan puja bakti, dengan mempersembahkan lilin, dupa, bunga, dan lain sebagainya di depan altar. Berdasarkan jenisnya, puja digolongkan menjadi dua macam, yaitu amisa puja dan patipatti puja.

Amisa puja merupakan jenis puja dengan cara mempersembahkan benda-benda persembahan seperti air, bunga, dupa, pelita, buah manisan atau benda lainnya. Patipatti puja adalah bentuk pemujaan dengan cara melaksanakan praktik ajaran Buddha tentang sila sikha (praktik moralitas) samadhi (praktik meditasi) dan panna (praktik kebijaksanaan) dalam kehidupan sehari-hari.

Patipatti puja sangat disarankan oleh Buddha dan sering disebut dengan bentuk praktik puja tertinggi. Di dalam melaksanakan amisa puja, kita memberikan berbagai benda di altar Buddha bukan dimaksudkan karena Buddha, Bodhisattva dan para dewa membutuhkan dan menginginkannya.

Hal ini dimaksudkan bahwa setiap persembahan berupa benda-benda persembahan memiliki makna dan arti tersendiri.

Ritual sebagai bentuk tindakan penghormatan sebenarnya meneruskan praktik yang telah dilakukan oleh pengikut Buddha ketika Buddha Gotama masih hidup. Pada saat itu terdapat variasi cara memberi hormat dan bersujud dalam agama Buddha, hal tersebut bergantung pada kesantunan atau tradisi masing-masing. Demikian juga keragaman tata cara dalam memberikan penghormatan kepada yang patut dihormat perlu ditekankan dalam kehidupan keagamaan masyarakat Buddhis.

Ritual atau upacara yang kita praktikkan dapat memberikan manfaat bagi yang melaksanakan apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dilandasi pengertian yang benar. Manfaat yang dapat dirasakan dan diperoleh dari pelaksanaan ritual atau puja adalah meningkatnya keyakinan, berkembangnya sifat-sifat luhur (kasih sayang, belas kasihan, simpati, dan keseimbangan batin), pengendalian indra, kesabaran dan kebahagiaan.

Tata cara dalam melakukan ritual keagamaan setiap aliran dan tradisi dalam agama tidak sama, sangat dipengaruhi oleh budaya dan adat setempat.

Keanekaragaman ritual atau upacara yang dilakukan oleh masyarakat Buddha pada hakikatnya mempunyai makna yang sama. Semua bentuk ritual atau upacara dalam keagamaan Buddha memiliki makna sebagai berikut.

1. Memperkuat keyakinan (saddha) pada Triratna.

2. Menyatakan tekad (adhitthana).

3. Memberikan rasa hormat dan merenungkan sifat-sifat luhur Triratna (Buddha, Dharma, dan Sangha).

4. Mengembangkan sifat luhur.

5. Mengulang kembali pembabaran Dharma.

6. Mengungkapkan harapan, rasa sukur, dan pelimpahan jasa kebajikan kepada semua makhluk.

Berlatih

Aktivitas Siswa: Membuat Pertanyaan

Setelah kalian mengamati bacaan tersebut, lakukan aktivitas berikut!

1. Buatlah tiga pertanyaan yang berkaitan dengan makna yang terkandung dalam ritual dalam agama Buddha. Kemudian, diskusikan dengan teman kalian!

2. Lakukanlah diskusi kelompok dan wawancara dengan teman kalian tentang makna ritual atau ibadah!

3. Presentasikan hasil diskusi dan wawancara untuk bisa dikritisi secara bersama-sama!

Renungkanlah nilai-nilai ajaran Buddha berikut ini. Kemudian, jelaskan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya!

Inspirasi Dharma

Wangi bunga tidak bertebar melawan angin,

demikian juga wangi cendana, mondokaki, atau melati.

Sebaliknya, wangi orang bajik bertebar melawan angin.

Orang bajik menebarkan wangi ke segala penjuru.

(Dhammapada, IV:54)

C. Aku dan Ritual Keagamaanku