TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori .1Belajar
2.1.2 Berpikir Kritis
Kurikulum berbasis kompetensi menjelaskan melalui pembelajaran mata
pelajaran fisika dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif
dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah. Baik
secara kualitatif mapun kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap percaya diri (Yulianti &
Wiyanto, 2009: 53). Usaha seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih
bermakna, tidak lepas dari proses. Berpikir merupakan kemampuan untuk
menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasakan pada referensi
atau pertimbangan yang seksama (Yulianti & Wiyanto, 2009: 53). Menurut
Nasution, sebagaimana dikutip oleh Yulianti & Wiyanto (2009: 53), kemampuan
berpikir adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu
memecahkan masalah taraf tingkat tinggi. Menerapkan mata pelajaran ke dalam
tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan ke dalam masalah yang
mereka alami, siswa sedikit demi sedikit akan membangkitan kebiasaan berpikir
dengan baik, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain dengan tulus, berpikir
sebelum bertindak, mendasari kesimpulan dengan bukti kuat, dan melatih
imajinasi (Johnson, 2014: 182). Siswa harus mampu membedakan antara alasan
yang baik dan alasan yang buruk dan membedakan kebenaran dari kebohongan.
Siswa harus mengetahui bagaimana berpikir dengan kritis dan kreatif.
Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpendapat dengan terorganisasi
(Johnson, 2014: 193). Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu
sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang
berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang
metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; (3) semacam suatu ketrampilan
untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut keras untuk
memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan buktu
pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Fisher,
2009: 3).
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang
mendalam. Pemahaman membuat siswa mengerti maksud dibalik ide yang
mengarahkan hidup setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu
kejadian. Mayer mengungkapkan strategi-strategi untuk mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan berpikir kritis sebagai berikut : Pertama, Menyeimbangkan antara konten dan proses, dalam penyajian materi pelajaran
agar diseimbangkan antara konten dan proses. Dalam pelajaran sains, harus
seimbang antara sains sebagai produk (penyajian fakta, konsep, prinsip, hukum)
dan sains sebagai proses (keterampilan proses sains), seperti mengobsevasi
kejadian, merumuskan masalah, berhipotesis, mengukur, menyimpulkan, dan
mengontrol variabel. Kedua, Seimbangkan antara ceramah (lecture) dan diskusi (interaction), teori belajar Piaget menekankan bahwa pentingnya transmisi sosial dalam mengembangkan struktur mental yang baru. Ketiga, Ciptakan diskusi kelas, Guru sebaiknya memulai presentasi dengan ”pertanyaan” Ajukan
pertanyaan yang dapat mengkreasi suasana antisipasi dan inkuiri (Sari, 2012: 27).
Menurut Glaser kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan untuk: (1)
mengenal masalah; (2) menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk
menangani masalah; (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang
diperlukan; (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; (5)
memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas; (6) menganalisis
data; (7) menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan; (8) mengenal
adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah; (9) menarik
kesimpulan-kesimpulan dan persamaan-persamaan yang diperlukan; (10) menguji
ksamaan-kesamaan dan kesimpuan-kesimpulan yang diambil seseorang; (11) menyusun
kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas;
dan (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas
tertentu dalam kehisupan sehari-hari (Fisher, 2009: 7).
Ennis mengungkapkan bahwa, ada 12 indikator berpikir kritis yang
dikelompokkan dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan sederhana yang berisi : memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan, dan bertanya serta menjawab pertanyaan tentang
suatu penjelasan atau pernyataan.
2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri dari mempertimbangkan
apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta
3. Menyimpulkan yang terdiri dari kegiatan mendeduksi atau
mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan
hasil induksi, untuk sampai pada kesimpulan.
4. Memberikan penjelasan lanjut yang terdiri dari mengidentifikasi
istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi
asumsi.
5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri dari menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain (Afrizon, 2012).
Peneliti menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang
dikemukakan Ennis untuk dijadikan acuan penelitian. Indikator kemampuan
berpikir kritis yang digunakan peneliti adalah: memberikan penjelasan sederhana,
membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut
dan, mengatur strategi dan teknik.
2.1.3 Pohon Masalah
Menururt Silverman, sebagaimana dikutip Asmoko (2014), istilah tree diagram atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat suatu permasalahan. Pohon Masalah atau sering disebut tree diagram, merupakan teknik untuk memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target,
tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara
lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci.
Morse & Field menefinisikan tree diagram sebagai berikut:
A tree diagram can be developed to help in organizing these categories into a hierarchical structure. Next, definitions for each category, subcategory, and code are developed. To prepare for reporting the findings, exemplars for each code and category are identified from the data. Depending on the
purpose of the study, researchers might decide to identify the relationship between categories and subcategories further based on their concurrence, antecedents, or consequences (Shannon & H sieh, 2005).
Artinya, sebuah diagram pohon dapat dikembangkan untuk membantu
dalam mengatur kategori ini ke dalam struktur hirarkis. Definisi untuk setiap
kategori, subkategori, dan kode dikembangkan. Untuk mempersiapkan untuk
melaporkan temuan, eksemplar untuk setiap kode dan kategori diidentifikasi dari
data. Tergantung pada tujuan penelitian, peneliti dapat memutuskan untuk
mengidentifikasi hubungan antara kategori dan subkategori lanjut berdasarkan
persetujuan mereka.
Pohon masalah adalah salah satu langkah pemecahan masalah dengan
mencari sebab dari suatu akibat. Sebagai suatu alat atau teknik dalam
mengidentifikasi dan menganalisis masalah, analisis pohon masalah mempunyai
banyak kegunaan. Alat analisis ini membantu untuk mengilustrasikan korelasi
antara masalah, penyebab masalah, dan akibat dari masalah dalam suatu hirarki
faktor-faktor yang berhubungan. Analisis ini digunakan untuk menghubungkan
berbagai isu atau faktor yang berkontribusi pada masalah organisasi dan
membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dari masalah organisasi tersebut
(Asmoko, 2014: 2).
Beberapa manfaat dari penggunaan analisis pohon masalah adalah:
1. Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan persoalan
utama atau masalah prioritas organisasi.
2. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis secara rinci dalam
3. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan
utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.
4. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan
antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama
dalam suatu gambar atau grafik
5. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan
utama yang ada.