KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN
PROBLEM BASED
LEARNING
BERBANTUAN POHON MASALAH
DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
Skripsi
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidkan Fisika
Oleh Nartini Lestari
4201411039
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran
Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP” bebas plagiat, dan apabila di kemudian
hari terbukti terdapat plegiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima
iv MOTTO
Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta
(Albert Enstein).
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (QS. Al-insyirah: 5-6)
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-
Rahman: 77).
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakinkalau kita berhasil melakukannya dengan baik.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak Soekimin,
Almh. Ibu Saniyem, kakak-kakakku, Irfan Al
Ayubbi, sahabat-sahabatku serta teman-teman
pendidikan Fisika 2011 tercinta yang selalu
v
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Atas petunjuk dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan
bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima
kasih kepada.
1. Kedua orang tua dan kakak-kakak tercinta yang selalu memberikan doa dan
semangat;
2. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang;
3. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang;
4. Dr. Khumaedi, M.Si. Ketua Jurusan Fisika;
5. Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. dan Prof. Dr. Hartono, M.Pd. Pembimbing
yang telah memberikan arahan dan bimbingan;
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini;
7. Asikin, M.Pd. Kepala SMP Negeri 2 Boja yang telah memberi izin penelitian;
8. Winda Agustina dan Andika Kusumawati. Guru fisika kelas VIII SMP Negeri
vi
10.Teman-teman kos Lestari (Novi, Mba Sasti, Dany, Mike) yang selalu
mendukung, membantu, dan memberikan motivasi;
11.Sahabat-sahabatku (Cahya, Mba Lusi, Irma, Destianna, Wina, Eca, Desi, Diaz,
Anis, Putri) yang selalu menemani dan memberikan doa;
12.Irfan Al Ayubbi yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan;
13.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Terima
kasih.
Semarang, Agustus 2015
vii
Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. & Prof. Dr. Hartono, M.Pd.
Kata kunci: pembelajaran PBL, pohon masalah, kemampuan berpikir kritis
Kemampuan berpikir kritis diperlukan untuk pemecahan masalah dalam pembelajaran fisika. Oleh karena itu siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis siswa yang perlu ditingkatkan. Pemilihan dan pelaksanaan model pembelajaran serta media yang tepat oleh guru akan membantu guru dalam membelajarkan fisika, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan, meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya, dan akhirnya mampu memecahkan setiap permasalahan yang muncul pada materi. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa berlatih berpikir kritis diantaranya model PBL berbantuan pohon masalah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dikatakan efektif apabila pada tes kemampuan berpikir kritis lebih dari 50% siswa memperoleh nilai minimal 70, dengan skor gain >0,3 dan mencapai persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis mencapai 50%. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP N 2 Boja tahun ajaran 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII B dan C sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan tes.
viii
Based Learning in Improving Students’ Critical Thinking Skill of Junior High
School Students. Final Project, Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences of State University of Semarang. Supervisor Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. and Prof.Dr.Hartono, M.Pd.
Keyword: PBL learning, tree diagram, critical thinking skill
Critical thinking skill is one of the objectives in learning physics. Therefore, students are required to have the ability to think critically. The problem in this research was the students’ critical thinking skill need to be improved. The selection and implementation of learning models and also appropriate media that was used by teachers would assist teachers in teaching physics, so that students can understand the material given well, improve their critical thinking skills, and finally able to solve any problems that arise of the studied material. One of the learning model that can help students in thinking critically was model of tree diagram-assisted PBL.
The purpose of this study was to analyze whether PBL-assisted learning problem tree is effective in improving students' critical thinking skills. Said to be effective if the critical thinking skills tests more than 50% of students scored at least 70, with a score gain of > 0.3 and reached the average percentage of critical
thinking skills achieve ≥50%. The study population was all class VIII SMP N 2
Boja academic year 2014/2015. The sample in this research is class VIII B and C as the experimental group and class VIII F as a control group. Methods of data collection methods and test documentation.
ix
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Batasan Masalah ... 4
1.4 Rumusan Masalah ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
1.7 Penegasan Istilah 1.7.1 Keefektifan ... 6
1.7.2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 7
x
1.8 Sistematika Penulisan Skripsi ... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belajar ... 9
2.1.1.1 Teori Vigotsky ... 10
2.1.1.2 Teori Brunner ... 11
2.1.1.3 Teori Belajar Konstruktivisme ... 12
2.1.2 Berpikir Kritis ... 14
2.1.3 Pohon Masalah ... 17
2.1.4 Problem Based Learning (PBL) ... 19
2.1.4.1 Pengertian dan Karakteristik Problem Based Learning ... 19
2.1.4.2 Tujuan, Kelebihan, dan Kekurangan PBL ... 21
2.1.4.3 Langkah-langkah Pembelajaran PBL ... 24
2.1.4.4 Langkah Pembelajaran Fisika dengan Model Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah ... 27
2.1.5 Pembelajaran Ekspositori ... 28
2.2 Materi Tekanan Zat Cair ... 32
2.2.1 Tekanan Hidrostatis ... 32
2.2.2 Hukum Pascal ... 32
2.2.3 Bejana Berhubungan ... 33
2.2.4 Prinsip Archimedes ... 33
xi BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Subjek Penelitian
3.1.1 Desain Penelitian ... 40
3.1.2 Populasi ... 43
3.1.3 Sampel dan Teknik Sampling ... 44
3.1.4 Variabel Penelitian ... 45
3.2 Teknik dan Alat Pengumpulan Data 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.2.2 Materi ... 47
3.2.3 Instrumen Penelitian ... 47
3.2.4 Analisis Data Uji Coba Instrumen ... 48
3.2.4.1 Analisis Validitas Item ... 48
3.2.4.2 Analisis Reliabilitas Tes... 49
3.2.4.3 Analisis Taraf kesukaran ... 50
3.2.4.4 Analisis Daya Pembeda ... 52
3.2.5 Penentuan Instrumen ... 53
3.2.6 Analisis Data Awal ... 54
3.2.6.1 Uji Normalitas ... 54
3.2.6.2 Uji Homogenitas ... 56
3.2.7 Analisis Data Akhir ... 57
xii
3.2.7.4 Uji N-Gain (Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis) ... 59
3.2.7.5 Uji Hipotesis II (Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak) ... 59
3.3 Indikator Pencapaian ... 61
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 62
4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ... 62
4.1.2 Hasil Analisis Data Akhir ... 62
4.1.2.1 Uji Normalitas ... 63
4.1.2.2 Uji Homogenitas ... 63
4.1.2.3 Hasil Pretest dan Posttest ... 64
4.1.2.4 Uji N-Gain ... 65
4.1.2.5 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 66
4.1.2.6 Uji Hipotesis 2 ... 67
4.2 Pembahasan ... 67
4.2.1 Pelaksanaan Pembelajaran ... 68
4.2.1.1 Pelaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Pohon Masalah ... 69
4.2.1.2 Pelaksanaan Pembelajaran Ekspositori ... 74
4.2.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 77
4.2.1 Uji Hipotesis 2 (Uji Kesamaan Dua Rata-rata) ... 88
xiii
xiv
Tabel Halaman
2.1 Sintaksis untuk PBL ... 26
2.2 Perbandingan Komponen Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah dengan Pembelajaran Ekspositori ... 31
3.1 Desain Penelitian ... 40
3.3 Kriteria Taraf Kesukaran... 51
3.4 Kriteria Daya Pembeda ... 53
3.5 Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis... 58
4.1 Analisis Deskriptif Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 64
4.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Masing-masing Aspek ... 65
xv
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ... 38
3.1 Langkah Penelitian ... 43
4.1 Grafik Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 65
xvi
1. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen ... 97
2. Daftar Nama Siswa Kelompok Kontrol ... 99
3. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 100
4. Nilai UAS Fisika ... 101
5. Uji Normalitas Data Awal ... 105
6. Uji Homgenitas Data Awal ... 107
7. Penggalan Silabus ... 109
8. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 111
9. Soal Uji Coba ... 129
10.Perhitungan Validitas Butir Soal ... 136
11.Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 140
12.Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ... 143
13.Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 147
14.Hasil Analisis Data Soal Uji Coba ... 151
15.Kisi-kisi Soal Pre-test Kemampuan Berpikir Kritisi ... 153
16.Soal Pre-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 164
17.Kisi-kisi Soal Post-test kemampuan Berpikir Kritis ... 168
18.Soal Post-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 177
19.RPP Kelompok Eksperimen ... 181
20.RPP Kelompok Kontrol ... 182
21.Lembar Diskusi Siswa ... 201
xvii
25.Hasil Post-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 224
26.Uji Normalitas Data Akhir ... 227
27.Uji Homogenitas Data Akhir ... 229
28.Perhitungan Nilai Gain ... 231
29.Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 237
30.Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 239
31.Dokumentasi ... 243
32.Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 244
33.Surat Izin Observasi ... 245
34.Surat Keterangan Observasi ... 246
35.Surat Izin Penelitian ... 247
36.Surat Keterangan Penelitian ... 248
37.Daftar Luas Daerah Lengkungan Normal Standart ... 249
38.Daftar D Tabel Komolgorov-Sminorv ... 250
39.Daftar X2 Tabel... 251
40.Daftar r Tabel ... 252
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hasil observasi tanggal 10 Januari 2015 dan wawancara terhadap guru IPA
Fisika kelas VIII SMP N 2 Boja, diketahui bahwa proses pembelajaran Fisika di
kelas VIII masih menekankan pengetahuan dan pemahaman materi. Guru selama
ini lebih banyak memberikan latihan mengerjakan soal-soal pada LKS atau buku
paket. Aktivitas yang terjadi di kelas umumnya masih menempatkan guru sebagai
satu-satunya sumber informasi yang membuat siswa menjadi bertambah
pengetahuannya. Banyak teman-teman guru di berbagai jenjang pendidikan yang
asyik mengelola kelasnya dengan pembelajaran satu arah antar guru dengan siswa,
sehingga interaksi antar siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru tidak
berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan (Rusmono, 2014: 2). Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih
mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah dan
menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.
Fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains, dengan demikian
mempunyai karakteristik yang tidak berbeda dengan sains pada umumnya.
Pembelajaran sains termasuk fisika, lebih menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi, agar siswa mampu
diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendasar tentang alam sekitar (Yulianti &
Wiyanto, 2009: 2). Fisika menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin
dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataan. Persyaratan
dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut
(Sambada, 2012: 39).
Kenyataannya siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang
dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Jika prinsip penyelesaian masalah
diterapkan dalam pembelajaran, maka siswa dapat terlatih dan membiasakan
berpikir kritis secara mandiri. Berpikir kritis dibutuhkan agar siswa dapat
mengahadapi tantangan yang akan terjadi dalam kehidupan. Berpikir kritis
merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan
mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk,
menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah
kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis
merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat
pribadi dan pendapat orang lain (Johnson, 2014: 183).
Menurut Sizer, sebagaimana dikutip oleh Johnson (2014: 181), sekolah
artinya menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif menghadapi
persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir. Pembelajaran
disekolah sebaiknya melatih siswa untuk menggali dan meningkatkan kemampuan
dalam mencari, mengolah, dan menilai berbagai informasi secara kritis. Proses
berperan serta dalam diskusi, tetapi siswa juga diminta menghabiskan waktunya
di perpustakaan, di situs web atau terjun di tengah-tengah masyarakat. Menurut
Dewey, sekolah merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan
nyata, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk menyelidiki lingkungan
mereka dan membangun secara pribadi pengetahuannya (Rusmono, 2014: 74).
Salah satu upaya mendorong terjadi proses pembelajaran dengan hasil belajar
yang optimal bagi pengembangan seluruh potensi anak diperlukan strategi
pembelajaran yang menyenangkan. Menurut Reigeluth, sebagaimana dikutip
Rusmono (2014: 21), menyatakan definisi strategi pembelajaran merupakan
pedoman umum (blueprint) yang berisi komponen-komponen yang berbeda dari
pembelajaran agar mampu mencapai keluaran yang diinginkan secara optimal di
bawah kondisi-kondisi yang diciptakan.
Salah satu strategi pembelajaran adalah pemilihan model pembelajaran.
Model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
agar mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari adalah model Problem Based Learning. Model Problem Based Learning (PBL) menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Untuk membuat
pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa tertarik maka diperlukan media yang
tepat dan kreatif. Peneliti memilih media berupa pohon masalah yang dirancang
dalam bentuk menarik untuk memacu minat dan kemampuan berpikir siswa.
Pohon masalah digunakan siswa untuk menghubungkan sebab-akibat dari suatu
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang “Keefektifan
Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
(1) Kurangnya kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah fisika di
SMP N 2 Boja.
(2) Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah cenderung berpusat
pada guru.
(3) Siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam
kehidupan sehari-hari.
(4) Kurangnya penerapan metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
mencoba mencari sendiri pengetahuan atau informasi yang mereka
butuhkan.
1.3
Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah pada penelitian ini antara lain:
a. Objek yang akan diteliti adalah kemampuan berpikir kritis siswa.
b. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP N 2 Boja.
c. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah Problem Based
Learning (PBL) berbantuan pohon masalah.
1.4
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu,
1. Apakah pembelajaran Problem Based Learning berbantuan pohon masalah
efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII
SMP N 2 Boja?
2. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa dengan model PBL berbantuan
pohon masalah lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis
siswa dengan pembelajaran ekspositori?
1.5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis apakah pembelajaran Problem Based Learning berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa kelas VIII SMP N 2 Boja.
2. Menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dengan model PBL berbantuan pohon masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa dengan
pembelajaran ekspositori.
1.6
Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
2. Bagi Siswa
Memberi pengalaman belajar yang lebih variasi sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran
fisika.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan informasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
mengenai kemampuan berpikir kritis menggunakan Problem Based Learning berbantuan pohon masalah.
1.7
Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran makna yang berbeda terhadap judul dan
rumusan masalah oleh para pembaca, diperlukan penegasan istilah sebagai
berikut:
1.7.1 Keefektifan
Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberhasilan suatu
model pembelajaran yang diterapkan. Indikator keefektifan model pembelajaran
Problem Based Learning berbantuan pohon masalah adalah hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP N 2 Boja yang diajar menggunakan model
Problem Based Learning berbantuan pohon masalah dapat mencapai sekurang-kurangnya 50% siswa memperoleh nilai minimal 70. Keefektifan juga ditunjukan
dengan adanya peningkatan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa
dengan mencapai skor gain lebih besar dari 0,3 termasuk dalam kategori sedang
sampai tinggi dan persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis mencapai
1.7.2 Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Sadia (2008: 22), berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir
yang benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang dunia
nyata. Menurut Norins & Ennis, sebagaimana dikutip oleh Fisher (2014 : 4),
mendefinisikan berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif
yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.
1.7.3 Pohon Masalah
Menururt Silverman, sebagaimana dikutip Asmoko (2014), istilah tree diagram atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat suatu permasalahan.
1.7.4 Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Arends (2008; 41), model Problem Based Learning menyuguhkan
berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan dalam penyelidikan. Menurut Rusmono (2014:
82), strategi pembelajaran dengan PBL yang lebih dipentingkan adalah dari segi
proses dan bukan hanya sekedar hasil belajar yang diperoleh.
1.7.5 Pembelajaran Ekspositori
Menurut Rusmono (2014: 66), melalui pembelajaran ekspositori, guru
menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur dengan harapan materi
pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai oleh siswa dengan baik. Media
pembelajaran biasa digunakan untuk alat bantu dalam rangka memperjelas materi
1.8
Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas bagian awal skripsi, bagian isi
skripsi, dan bagian akhir skripsi, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut:
1.8.1 Bagian Awal
Bagian ini terdiri atas halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan,
motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar
gambar, dan daftar lampiran.
1.8.2 Bagian Isi
Bagian ini merupakan bagian pokok skripsi yang terdiri atas 5 bab, yaitu:
BAB 1 : Pendahuluan, berisi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah, dan
sistematika penulisan skripsi.
BAB 2 : Tinjauan pustaka, berisi landasan teori, kerangka berpikir, dan hipotesis
penelitian.
BAB 3 : Metode penelitian, berisi metode penentuan subjek penelitian, desain
penelitian, langkah-langkah penelitian, metode pengumpulan data,
instrument penelitian, analisis instrument penelitian, analisis data awal,
dan analisis data akhir.
BAB 4 : Hasil penelitian dan pembahasan.
BAB 5 : Penutup, berisi simpulan dan saran.
1.8.3 Bagian Akhir
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Belajar
Setiap orang baik disadari ataupun tidak, selalu melaksanakan kegiatan
belajar. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang
dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh
seseorang (Anni & Rifa’i, 2012: 66). Menurut Morgan, sebagaimana dikutip oleh
Anni (2012: 66), menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif
permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Hal ini senada
dengan Hudojo, sebagaimana dikutip oleh Istiandaru (2011: 11), yang
menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh
pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah
laku. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa proses
belajar menghasilkan perubahan perilaku yang berupa pemahaman, keterampilan
dan sikap. Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil interaksi berbagai macam
unsur-unsur dalam belajar.
Belajar dipandang sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat berbagai
(1) peserta didik;
(2) rangsangan (stimulus) indera pembelajar;
(3) memori pembelajar dan;
(4) respon (Anni & Rifa’i, 2012: 68).
Belajar adalah lebih dari sekedar mengingat. Siswa yang mampu memahami
dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari, mereka harus mampu
memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri, dan berkutat
dengan berbagai gagasan (Anni & Rifa’i, 2012: 114).
Berbagai teori yang mengkaji konsep belajar telah banyak dikembangkan
oleh para ahli. Teori-teori belajar yang mendukung penelitian ini diuraikan
sebagai berikut:
2.1.1.1 Teori Vigotsky
Vigotsky setuju dengan teori Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi
secara bertahap, akan tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget
bahwa anak menjelajahi dunianya dan membentuk gambaran realitasya sendirian.
Menurut Vygotsky, suatu pengetahuan tidak diperoleh anak secara sendiri
melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya.
Ada empat pinsip kunci dari teori Vygotsky, yaitu: pada prinsip pertama,
Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain (orang
dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu) dalam proses pembelajaran. Prinsip
kedua dari Vygotsky adalah ide bahwa siswa belajar paling baik apabila berada
dalam zona perkembangan terdekat mereka, yaitu tingkat perkembangan sedikit di
menekankan pada kedua-duanya, hakikat sosial dari belajar dan zona
perkembangan. Siswa dapat menemukan sendiri solusi dari permasalahan melalui
bimbingan dari teman sebaya atau pakar. Prinsip keempat, Vygotsky
memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa bimbingan atau petunjuk,
peringatan, dorongan, ataupun yang lainnya (Trianto, 2007: 27).
Penerapan teori Vygotsky dalam proses pembelajaran Fisika adalah siswa
melakukan pekerjaan diperkenankan untuk berkelompok kecil. Guru merangsang
siswa untuk aktif bertanya dan berdiskusi untuk menemukan solusi dari
permasalahan yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Prinsip
scaffolding juga diterapkan pada penelitian ini, dimana siswa dibimbing dalam membuat pohon masalah untuk menemukan solusi permasalahan. Dengan
membuat pohon masalah siswa dituntut menuangkan ide-ide mereka.
2.1.1.2 Teori Brunner
Jerome Bruner merupakan ahli psikologi yang menganjurkan
pembelajaran dengan penemuan. Menurut Trianto (2007: 26), belajar penemuan
sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan
sendirinya memberikan hasil yang paling baik . Pembelajaran penemuan
merupakan suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa
penemuan mempunyai beberapa keuntungan antara lain: memacu keingintahuan
siswa, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya sehingga mereka
menemukan jawaban, dan belajar memecahkan masalah secara mandiri serta
melatih ketrampilan berpikir kritis.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan belajar penemuan
adalah PBL. Penerapan PBL dalam pembelajaran Fisika sesuai dengan teori Bruner, menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil
yang paling baik. Siswa belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan
melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan
konsep dan prinsip itu sendiri. Pada PBL berbantuan pohon masalah, siswa diajak
menemukan solusi dari permasalahan yang mereka dapatkan. Pohon masalah
digunakan sebagai alat bantu siswa dalam proses penemuan. Untuk menyusunnya,
siswa diajak berpikir secara runtut, menghubungkan sebab-akibat permasalahan
sampai siswa dapat menemukan solusi permasalahan. Hal tersebut dapat melatih
kemampuan berpikir kritis siswa.
2.1.1.3 Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut pandangan rekonstrivistik, belajar berarti mengkonstruksi makna
atas informasi dan masukan-masukan yang masuk ke dalam otak (Anni & Rifa’i, 2012: 114). Inti dari pembelajaran konstruktivis adalah siswa dapat mengkonstruk
sendiri informasi yang diperolehnya. Menurut teori konstruktivis yang penting
pengetahuannya melalui pengalaman yang diperolehnya sendiri. Guru dapat
memberikan stimulus ataupun rangsangan-rangsangan berupa pertanyaan maupun
tugas untuk membangun pengetahuan siswa. Guru juga dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide mereka dalam
menyelesaikan masalah mengenai apa yang dipahaminya.
Dari uraian di atas, maka dalam pembelajaran yang mengacu pada pandangan
konstruktivisme menekankan pada langkah-langkah berikut. Pertama guru sebaiknya
memilih pengalaman belajar yang mendukung konsep yang akan dipelajari siswa.
Kedua, siswa menyusun pengertian pribadinya terhadap pengalaman belajar tersebut,
sehingga pengetahuan yang disusun itu harus bermakna bagi siswa itu sendiri. Ketiga,
pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh siswa itu sendiri dievaluasi melalui diskusi,
masing-masing siswa mengemukakan pendapatnya dan guru berperan sebagai
fasilitator dan mediator yang kreatif. Keempat, masing-masing siswa mengkonstruksi
kembali tentang pengertiannya dengan dikaitkan pengalaman aslinya. Konstruksi
pengetahuan yang sesuai dengan kriteria, akan diterima secara ilmiah, sedangkan
yang tidak sesuai akan dimodifikasi, adaptasi melalui akomodasi sampai diterima
secara ilmiah. Penerapan teori konstruktivis dalam penelitian ini adalah siswa
dapat membangun pengetahuan sendiri dan menyelesaikan soal dengan
membangun ide-ide yang mereka temukan sehingga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis melalui model pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah dengan rangsangan-rangsangan dari guru siswa mempunyai motivasi
2.1.2 Berpikir Kritis
Kurikulum berbasis kompetensi menjelaskan melalui pembelajaran mata
pelajaran fisika dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif
dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah. Baik
secara kualitatif mapun kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap percaya diri (Yulianti &
Wiyanto, 2009: 53). Usaha seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih
bermakna, tidak lepas dari proses. Berpikir merupakan kemampuan untuk
menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasakan pada referensi
atau pertimbangan yang seksama (Yulianti & Wiyanto, 2009: 53). Menurut
Nasution, sebagaimana dikutip oleh Yulianti & Wiyanto (2009: 53), kemampuan
berpikir adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu
memecahkan masalah taraf tingkat tinggi. Menerapkan mata pelajaran ke dalam
tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan ke dalam masalah yang
mereka alami, siswa sedikit demi sedikit akan membangkitan kebiasaan berpikir
dengan baik, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain dengan tulus, berpikir
sebelum bertindak, mendasari kesimpulan dengan bukti kuat, dan melatih
imajinasi (Johnson, 2014: 182). Siswa harus mampu membedakan antara alasan
yang baik dan alasan yang buruk dan membedakan kebenaran dari kebohongan.
Siswa harus mengetahui bagaimana berpikir dengan kritis dan kreatif.
Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpendapat dengan terorganisasi
(Johnson, 2014: 193). Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu
sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang
berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang
metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; (3) semacam suatu ketrampilan
untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut keras untuk
memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan buktu
pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Fisher,
2009: 3).
Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang
mendalam. Pemahaman membuat siswa mengerti maksud dibalik ide yang
mengarahkan hidup setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu
kejadian. Mayer mengungkapkan strategi-strategi untuk mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan berpikir kritis sebagai berikut : Pertama, Menyeimbangkan antara konten dan proses, dalam penyajian materi pelajaran
agar diseimbangkan antara konten dan proses. Dalam pelajaran sains, harus
seimbang antara sains sebagai produk (penyajian fakta, konsep, prinsip, hukum)
dan sains sebagai proses (keterampilan proses sains), seperti mengobsevasi
kejadian, merumuskan masalah, berhipotesis, mengukur, menyimpulkan, dan
pertanyaan yang dapat mengkreasi suasana antisipasi dan inkuiri (Sari, 2012: 27).
Menurut Glaser kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan untuk: (1)
mengenal masalah; (2) menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk
menangani masalah; (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang
diperlukan; (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; (5)
memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas; (6) menganalisis
data; (7) menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan; (8) mengenal
adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah; (9) menarik
kesimpulan-kesimpulan dan persamaan-persamaan yang diperlukan; (10) menguji
ksamaan-kesamaan dan kesimpuan-kesimpulan yang diambil seseorang; (11) menyusun
kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas;
dan (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas
tertentu dalam kehisupan sehari-hari (Fisher, 2009: 7).
Ennis mengungkapkan bahwa, ada 12 indikator berpikir kritis yang
dikelompokkan dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan sederhana yang berisi : memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan, dan bertanya serta menjawab pertanyaan tentang
suatu penjelasan atau pernyataan.
2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri dari mempertimbangkan
apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta
3. Menyimpulkan yang terdiri dari kegiatan mendeduksi atau
mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan
hasil induksi, untuk sampai pada kesimpulan.
4. Memberikan penjelasan lanjut yang terdiri dari mengidentifikasi
istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi
asumsi.
5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri dari menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain (Afrizon, 2012).
Peneliti menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang
dikemukakan Ennis untuk dijadikan acuan penelitian. Indikator kemampuan
berpikir kritis yang digunakan peneliti adalah: memberikan penjelasan sederhana,
membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut
dan, mengatur strategi dan teknik.
2.1.3 Pohon Masalah
Menururt Silverman, sebagaimana dikutip Asmoko (2014), istilah tree diagram atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat suatu permasalahan. Pohon Masalah atau sering disebut tree diagram, merupakan teknik untuk memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target,
tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara
lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci.
Morse & Field menefinisikan tree diagram sebagai berikut:
purpose of the study, researchers might decide to identify the relationship between categories and subcategories further based on their concurrence, antecedents, or consequences (Shannon & H sieh, 2005).
Artinya, sebuah diagram pohon dapat dikembangkan untuk membantu
dalam mengatur kategori ini ke dalam struktur hirarkis. Definisi untuk setiap
kategori, subkategori, dan kode dikembangkan. Untuk mempersiapkan untuk
melaporkan temuan, eksemplar untuk setiap kode dan kategori diidentifikasi dari
data. Tergantung pada tujuan penelitian, peneliti dapat memutuskan untuk
mengidentifikasi hubungan antara kategori dan subkategori lanjut berdasarkan
persetujuan mereka.
Pohon masalah adalah salah satu langkah pemecahan masalah dengan
mencari sebab dari suatu akibat. Sebagai suatu alat atau teknik dalam
mengidentifikasi dan menganalisis masalah, analisis pohon masalah mempunyai
banyak kegunaan. Alat analisis ini membantu untuk mengilustrasikan korelasi
antara masalah, penyebab masalah, dan akibat dari masalah dalam suatu hirarki
faktor-faktor yang berhubungan. Analisis ini digunakan untuk menghubungkan
berbagai isu atau faktor yang berkontribusi pada masalah organisasi dan
membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dari masalah organisasi tersebut
(Asmoko, 2014: 2).
Beberapa manfaat dari penggunaan analisis pohon masalah adalah:
1. Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan persoalan
utama atau masalah prioritas organisasi.
2. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis secara rinci dalam
3. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan
utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.
4. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan
antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama
dalam suatu gambar atau grafik
5. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan
utama yang ada.
2.1.4 Problem Based Learning (PBL)
2.1.4.1 Pengertian dan Karakteristik Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang
disajikan. Strategi pembelajaran dengan PBL menawarkan kebebasan siswa dalam
proses pembelajaran. Secara umum, PBL dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang ketrampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial.
Menurut Panen, sebagaimana dikutip Rusmono (2014: 74), dalam strategi
pembelajaran PBL, siswa diharapkan terlibat dalam proses penelitian untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, dan menggunakan data untuk
memecahkan masalah. Menurut Arends (2008: 41), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan
investigasi dan penyelidikan. PBL membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Baron mengemukakan ciri-ciri PBL sebagai berikut:
1. Menggunakan permasalahan dunia nyata
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga
siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
2. Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui
dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha
untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi
lainnya.
3. Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
4. Guru berperan sebagai fasilitator
Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Guru harus
selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar
mencapai target yang hendak dicapai (Rusmono, 2014: 74).
Dilihat dari ciri-cirinya, pembelajaran PBL cocok digunakan untuk pelajaran
dan kegiatan perorangan. Dalam kelompok, siswa melakukan kegiatan-kegiatan:
(1) membaca kasus, (2) menentukan masalah mana yang paling relevan dengan
tujuan pembelajaran, (3) merumuskan masalah, (4) membuat hipotesis, (5)
mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas, (6)
melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan
kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi di kelas
(Rusmono, 2014: 75).
Menurut Yazdani, sebagaimana dikutip oleh Rusmono (2014: 82), proses
pembelajaran dengan PBL ditandai dengan karakteristik:
(1) siswa menentukan isu-isu pembelajaran,
(2) pertemuan-pertemuan pembelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan
masalah, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam
satu kali pertemuan,
(3) tutor adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya bertindak sebagai pakar
yang merupakan satu-satunya sumber informasi,
(4) tutorial berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang berpusat pada siswa.
2.1.4.2 Tujuan, Kelebihan, dan Kekurangan Problem Based Learning (PBL)
Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang
hendak dicapai, begitu pula model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning (PBL) dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah,
melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, dan menjadi pelajar
yang mandiri dan otonomi.
Tujuan umum pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL)
menurut Putra (2011 : 74), sebagai berikut:
1. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, serta kemampuan intelektual.
2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam
pengalaman nyata atau simulasi.
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
model Problem Based Learning (PBL) adalah:
a. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan
konsep tersebut.
b. Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa,
sehingga pembelajaran lebih bermakna.
d. Siswa dapat merasakan manfaaat pembelajaran, kaaena masalah-masalah
yang diseleseikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa
menigkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahanyang
dipelajarinya.
e. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan
menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif
f. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar
siswa dapat diharapkan.
g. PBL diyakini pula dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas
siswa, baik secara individual maupun kelompok karena hampir disetiap
langkah menuntut adanya keaktifan siswa (Putra, 2011 : 82).
Kekurangan PBL adalah sebagai berikut:
a. Tujuan dari model pembelajaran PBL tidak akan tersampaikan pada siswa yang tidak aktif.
b. Alokasi waktu yang dibutuhkan model pembelajaran ini cukup banyak,
sehingga guru harus pintar memanage waktu dengan baik.
c. Tidak semua mata pelajaran dapat menerapkan model PBL (Putra, 2011: 84).
Berdasarkan uraian di atas, PBL merupakan model yang efektif digunakan dalam pelajaran Fisika. Pembelajaran dengan PBL membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri. Siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka
masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan
menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai
pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kelompok dalam pemecahan
2.1.2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Rusmono (2014: 83), prosedur strategi pembelajaran dengan PBL
sebagai berikut:
1. Pendahuhluan
a. Pemberian motivasi
b. Pembagian kelompok
c. Informasi dan tujuan pembelajaran
2. Penyajian
a. Mengorientasikan siswa kepada masalah
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
c. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
d. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan pameran
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
3. Penutup
a. Merangkum materi yang telah dipelajari
b. Melaksanakan tes dan pemberian pekerjaan rumah.
Menurut Putra (2011 : 78), dalam pengelolaan PBL ada beberapa langkah
utama berikut:
a. Mengorientasikan siswa pada masalah
b. Mengorganisasikan siswa agar belajar
c. Memandu menyelidiki secara mandiri ataupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
Sintaksis untuk PBL menurut Arrends (2008: 57), dapat disajikan seperti Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sintaksis untuk PBL
Fase Perilaku Guru
Fase 1:
Memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada siswa
Guru membahas tujuan pelajaran,
mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Fase 2:
Mengorganisasi siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Fase 3:
Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan
eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4:
Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu siwa dalam merencakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Secara umum pembalajaran diawali dengan pengenalan masalah kepada
siswa. Selanjutnya siswa diorganisasikan dalam beberapa kelompok untuk
dipresentasikan kepada kelompok lain. Akhir pembelajaran guru melakukan
klarifikasi mengenai hasil penyelidikan.
Pada pembelajaran berdasarkan masalah sistem penilaian tidak cukup
hanya dengan tes tertulis namun lebih diarahkan pada hasil penyelidikan siswa.
Hasil penyelidikan yang dimaksud adalah hasil dari kegiatan siswa dalam upaya
menyelesaikan masalah. Penilaian dan evaluasi dilakukan dengan mengukur
kegiatan siswa, misal dengan penilaian kegiatan dan peragaan hasil melalui
presentasi. Penilaian kegiatan diambil melalui pengamatan, kemudian
kemampuan siswa dalam merumuskan pertanyaan, dan upaya menciptakan solusi
permasalahan. Model Problem Based Learning erat kaitannya dengan karakteristik kemampuan berpikir kritis. Model PBL lebih menekankan pada usaha penyelesaian masalah melalui kegiatan penyelidikan. Kegiatan penyelidikan
peserta didik ini tentunya membutuhkan informasi dari segala sumber.
Keterampilan mengolah informasi merupakan salah satu ciri dari kemampuan
berpikir kritis.
Penilaian dalam strategi pembelajaran dengan PBL meliputi penilaian oleh:
siswa, guru, teman sebaya. Penilaian oleh siswa yaitu setiap siswa diberi kuisioner
oleh sekolah untuk menilai penampilan setiap kelompok, setiap siswa membuat
catatan sendiri langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam kelompok dan
perorangan termasuk komentar. Penilaian oleh guru, meliputi: guru mengadakan
ujian tertulis atau lisan, dimana setiap siswa diminta untuk memperagakan
mengenai: penguasaan informasi, pemahaman terhadap proses penyelesaian
informasi dan pengetahuan baru pada masalah baru. Disamping itu guru juga
mengadakan pengamatan setiap kelompok karena guru berperan sebagai fasilitator
dalam kegiatan kelompok. Penilaian teman sebaya dilakukan dengan
menggunakan lembaran penilaian untuk setiap siswa yang disiapkan oleh sekolah
mengenai bagia-bagian yang akan dinilai seperti pengetahuan, kontribusi terhadap
proses, dan pemahamn terhadap permasalahan (Rusmono, 2014: 78).
2.1.2.4 Langkah Pembelajaran Fisika dengan model PBL Berbantuan Pohon Masalah
Pohon masalah digunakan dalam proses pembelajaran fisika bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam mata pelajaran fisika dilakukan dengan lima tahap. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tahap Orientasi
Tahap orientasi adalah tahap atau langkah awal yang diberikan untuk
membentuk kesan umum dan pemahaman global mengenai batas-batas ruang
lingkup masalah. Tahapan ini, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dalam
bentuk masalah, menjelaskan perangkat yang diperlukan, memotivasi siswa agar
terlibat pada aktivitas untuk mendapatkan masalah.
b. Tahap Mengorganisasi Siswa untuk Belajar
Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4
anggota kelompok. Guru memberikan beberapa permasalahan. Masing-masing
kelompok memilih masalah yang telah disediakan. Masalah tersebut diselesaikan
dengan membuat pohon masalah untuk menghubungkan sebab-akibat
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengorganisasi tugas yang
berhubungan dengan masalah.
c. Tahap Membimbing Penyelidikan Individual
Tahap ini, tugas guru adalah mendorong siswa mengumpulkan informasi
sesuai masalah yang dipilih untuk mendapatkan penjelasan dan memecahkan
masalah.
d. Tahap Membimbing, Membangun, dan Menyajikan Hasil Karya
Tahap ini, guru membimbing siswa dalam merencanakan dan
mempersiapkan hasil karya setiap kelompoknya. Hasil karya ini bisa berupa
laporan, video, karya tulis, dan model-model lain yang dapat dibaca oleh
kelompok lainnya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses Pemecahan Masalah
Kegiatan evaluasi adalah kegiatan belajar siswa baik individual maupun
diskusi kelompok, dinilai oleh guru melalui pengamatan atau observasi. Tahap
evaluasi ini terdapat tiga hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru yaitu : (1)
guru menilai produk atau hasil akhir setiap kelompok, (2) guru menilai keempat
tahap sebelumnya, (3) guru menilai cara penyampaian atau presentasi dari setiap
kelompoknya. Seorang guru juga harus melakukan refleksi, penguatan, dan
memberikan motivasi kepada siswa.
2.1.5 Pembelajaran Ekspositori
Menurut Brady, sebagaimana dikutip Rusmono (2014: 67), pembelajaran
ekspositori adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan fokus
mengkoordinir belajar siswa. Menurut Romizouwski, sebagaimana dikutip oleh
Rusmono (2014: 67), pembelajaran ekspositori berakar dari teori pemrosesan
informasi atau pembelajaran resepsi. Menurut Rusmono (2014: 66), melalui
pembelajaran ekspositori, guru menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur
dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai oleh siswa
dengan baik. Media pembelajaran biasa digunakan untuk alat bantu dalam rangka
memperjelas materi pelajaran yang disampaikan.
Jadi, kegiatan pembelajaran ekspositori bukan sekedar memberi pelajaran
dengan bermakna saja, tetapi juga dituntut hal-hal yang lebih dalam, seperti
mengaplikasikan informasi yang telah dipelajari dengan situasi yang berbeda
dengan yang dipelajari. Pembelajaran ekspositori juga menuntut guru lebih untuk
dapat menyampaikan materi dengan menggunakan media-media pembelajaran
yang sederhana walaupun pada pelaksanaannya lebih berpusat pada guru.
Adapun langkah-langkah pembelajaran ekpositori:
1. Pendahuluan
a. Pemberian motivasi
b. Menjelaskan tujuan dan materi pembelajaran
c. Apersepsi atau pre-tes
2. Penyajian
a. Menjelaskan isi pelajaran
b. Pemberian contoh
c. Bertanya kepada siswa
3. Penutup
a. Melaksanakan tes
b. Pekerjaan rumah
Berdasarkan uraian di atas berikut perbandingan komponen pembelajaran
PBL berbantuan pohon masalah dengan ekspositori disajikan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbandingan Komponen Strategi pembelajaran dengan PBL
Berbantuan Pohon Masalah dan Ekspositori.
Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah
Pembelajaran Ekspositori Urutan kegiatan
A.Tahap Pendahuluan
1. Guru memberi motivasi kepada siswa dengan mengaitkan materi dengan peristiwa sehari-hari 2. Guru membagi siswa ke dalam
kelompok 3 sampai 4 orang per kelompok
3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
B.Tahap Penyajian
1. Setiap kelompok memperoleh Buku Siswa.
2. Siswa mempelajari materi pelajaran melalui Buku Siswa dalam kelompok
3. Siswa menyusun pohon masalah untuk menyelesaikan permasalahan 4. Guru memeriksa pemahaman siswa
dengan mengajukan pertanyaan lisan pada saat siswa
mempresentasikan hasil kerja kelompok (pohon masalahnya) 5. Guru memberikan umpan balik
dengan mengacu pada Buku Siswa 6. Siswa mengerjakan latihan soal
yang diberikan guru dari LKS
i. Tahap Pendahuluan A.Guru memberikan motivasi B.Guru menyampaikan tujuan dan
materi yang akan dipelajari C.Guru memberikan pre-test
ii. Tahap Penyajian
1. Guru menjelaskan isi mata pelajaran
2. Guru memberikan contoh-contoh soal
3. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi yang telah dijelaskan
C.Tahap Penutup
1. Siswa bersama guru merangkum materi pelajaran
2. Guru memberikan penilaian dengan lembar penilaian
3. Siswa menerima pekerjaan rumah (PR) baik dari soal buatan guru ataupun dalam buku siswa
iii. Tahap Penutup
1. Guru memberikan tes formatif 2. Guru memberikan pekerjaan rumah
(PR) sebagai pemantapan
Metode yang Digunakan 1. Pemberian Tugas
2. Kerja Kelompok 3. Diskusi
1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Latihan 4. Pemantapan Penggunaan Media Pembelajaran 1. Alat dan bahan diperlukan siswa
sebagai alat bantu bekerja siswa 2. Media pembelajaran diperlukan
untuk menampilkan kerja hasil siswa
3. Jenis dan penggunaan media ditentukan bersama oleh guru dan siswa
1. Alat dan bahan diperlukan sebagai alat bantu mengajar guru
2. Media pembelajaran diperlukan untuk mempermudah guru menyajikan materi
3. Jenis dan penggunaan media ditentukan oleh guru
Peran Guru dan Siswa 1. Kegiatan belajar berfokus pada
siswa
2. Siswa belajar melalui diskusi 3. Proses belajar cenderung
dilakukan multi arah
4. Guru berperan sebagia motivator dan fasilitator
1. Kegiatan belajar terfokus pada guru
2. Siswa belajar dengan mendengarkan
3. Proses belajar cenderung dilakukan dua arah
4. Guru mengendalikan seluruh proses pembelajaran
2.2
Materi Tekanana Zat Cair
2.2.1 Tekanan Hidrostatis
Tekanan Hidrostatis adalah tekanan yang terjadi di bawah air. Tekanan ini terjadi karena adanya berat air yang membuat cairan tersebut mengeluarkan
tekanan. Tekanan sebuah cairan bergantung pada kedalaman cairan di dalam
Hubungan ini dirumuskan sebagai berikut:
"P = ρgh"
Dimana:
ρ adalah masa jenis cairan,
g (10 m/s2) adalah gravitasi, dan
h adalah kedalaman cairan (h dihitung dari permukaan air menuju ke
kedalaman benda).
2.2.2 Hukum Pascal
Bunyi hukum Pascal “ Gaya yang bekerja pada zat cair dalam ruang
tertutup, tekananya akan diteruskan oleh zat cair itu ke segala arah sama besar”. Hukum Pascal dapat dirumuskan:
P1 = P2
=
Keterangan :
P1 = Tekanan penampang 1
P2 = Tekanan penampang 2
F1 = Gaya penampang 1
F2 = Gaya penampang 2
A1 = Luas penampang 1
A2 = Luas penampang 2
Aplikasi Hukum Pascal:
b. Pompa sepeda
c. Mesin Pengepres kapas
2.2.3 Bejana Berhubungan
Bejana berhubungan adalah dua atau lebih wadah dengan bagian atas yang
terbuka, dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ketinggian permukaan zat
cair pada bejana berhubungan tidak dipengaruhi oleh bentuk bejana dan selalu
rata.
2.2.4 Prinsip Archimedes
Prinsip Archimedes menyatakan ketika sebuah benda seluruhnya atau
sebagian dimasukkan ke dalam zat cair, maka zat cair akan memberikan gaya
tekan ke atas pada benda yang besarnya sama dengan berat zat cair yang didesak
(dipindahkan). Gaya yang diberikan oleh fluida pada benda yang tenggelam
dinamakan gaya apung (Tipler, 1998: 394). Jika berat benda di udara W dan berat
benda di dalam zat cair W’, gaya ke atas (FA), maka:
FA = W –W’ (2.1)
Gaya apung atau gaya tekan ke atas juga dapat dinyatakan dengan
persamaan FA = mf . g. Jika mf diuraikan menjadi . diperoleh persamaan:
FA = . . g (2.2)
dengan, FA : gaya apung atau gaya ke atas (N)
: massa fluida yang dipindahkan (kg)
: massa jenis zat cair (kg/ )
: volume benda yang tercelup dalam zat cair ( )
Tenggelam, Melayang dan Terapung
Jika benda dicelupkan ke dalam zat cair, maka berat benda atau gaya berat
benda dilawan oleh gaya ke atas yang diberikan oleh zat cair. Gaya berat memiliki
arah ke bawah dan gaya zat cair memiliki arah ke atas. Berdasarkan besarnya gaya
berat dan gaya ke atas (gaya apung), posisi benda dalam zat cair digolongkan
menjadi tiga yaitu tenggelam, melayang, dan mengapung (Sukabdiyah, 2012: 69).
(1) Tenggelam
Sebuah benda dikatakan tenggelam jika benda tersebut tercelup seluruhnya
dan berada di dasar suatu zat cair. Hal ini terjadi karena berat benda lebih besar
daripada gaya apung, sehingga secara matematis dapat dituliskan:
(2.3)
Karena dan nilai gravitasi tetap, maka
(2) Melayang
Sebuah benda dikatakan melayang jika benda tersebut tercelup seluruhnya
tetapi tidak mencapai dasar dari zat cair tersebut. Dalam keadaan ini berat benda
sama dengan gaya apung dan volume benda yang tercelup sama dengan volume
zat cair yang dipindahkan. Sehingga persamaannya adalah:
(2.4)
Karena dan nilai gravitasi tetap, maka
Sebuah benda dikatakan terapung jika benda tersebut tercelup sebagian di
dalam zat cair. Dalam keadaan ini berat benda yang tercelup dalam fluida sama
dengan gaya apung.
(2.5)
Karena dan nilai gravitasi tetap, maka
2.3
Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah
dilakukan oleh Happy (2014) tentang penerapan model PBL sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa menyatakan bahwa berdasarkan
analisis data diperoleh kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan
sebesar 26,39%. Penelitian tersebut menunjukan penerapan pembelajaran berbasis
masalah efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Sari (2012) telah melakukan penelitian tentang penerapan model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA. Hasil penelitian menunjukan bahswa kemampuan berpikir
kritis siswa meningkat 84% pada siklus II setelah diterapkannya model Problem Based Learning.
2.4
Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran Fisika di kelas masih menekankan pengetahuan dan
pemahaman materi. Aktivitas yang terjadi di kelas umumnya masih menempatkan
guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang membuat siswa menjadi
mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah dalam
menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.
Diperlukan penerapan pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar
siswa yang aktif, memupuk kerjasama antar siswa, serta melatih kemampuan
berpikir sehingga dapat memecahkan masalah yakni melalui model Problem Based Learning.
Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berlatih berpikir karena langkah pembelajaran ini adalah
dengan menyajikan suatu masalah sebagai awal proses pembelajaran. Model
pembelajaran ini dirancang untuk dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan
memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sekitar. Untuk membuat siswa
tertarik dan termotivasi dapat menggunakan media yang kreatif yaitu melalui
bantuan pohon masalah dimana siswa akan memilih masalahnya dan
penyelesaiannya disusun dalam bentuk diagram berdasarkan sebab-akibat
disajikan secara menarik. Dengan penerapan model berdasarkan masalah
berbantuan pohon masalah, kemampuan siswa dalam berpikir kritis akan lebih
meningkat.
Pada penelitian ini diambil tiga kelas. Dua kelas sebagai kelompok
eksperimen dan satu kelas yang lain sebagai kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan model PBL dan kelompok kontrol
tanpa perlakuan. Sebelum proses berlangsung kedua kelas tersebut diberikan soal
kegiatan pembelajaran dan observasi selesai dilakukan, masing-masing kelompok
sampel akan diberikan test.
Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa tersebut, kemudian
dianalisis apakah kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dan
dibandingkan nilai tes tersebut untuk menentukan manakah yang lebih baik
kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen yang menggunakan
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Fisika
1. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru.
2. Proses pembelajaran masih menekanakan pengetahuan dan pemahaman materi.
3. Kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah kurang terlatih.
Strategi Pembelajaran
Pemilihan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Pemilihan Media Pembelajaran menggunankan Pohon masalah
Problem Based Learning berbantuan pohon masalah
Kemampuan berpikir kritis melalui pemecahan suatu masalah dengan menghubungkan sebab-akibat permasalahan
2.5
Hipotesis
Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir maka disusun
hipotesis penelitian sebagai berikut:
a) Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.
b) Kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran dengan model PBL
berbantuan pohon masalah lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penentuan Subjek Penelitian
3.1.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian
eksperimen. Menurut Sugiyono (2013: 107), metode penelitian eksperimen dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Desain
penelitian yang dipakai adalah quasi-experimental designs karena dalam desain ini peneliti tidak dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi
jalannya eksperimen. Terdapat 2 kelompok dalam penelitian, kelompok pertama
yang diberi perlakuan pembelajaran dengan model PBL berbantuan pohon masalah disebut kelompok eksperimen dan kelompok lain sebagai kelompok
kontrol. Kedua kelompok akan diberikan pretest-posttest untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis. Adapun desain penelitian dapat dilihat
[image:57.595.108.517.642.713.2]pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
(Kelompok Eksperimen) (Kelompok Kontrol)
O1 O3
X1 X2
Keterangan:
O1 : Pretest kelompok eksperimen
O2 : Posttest kelompok eksperimen
O3 : Pretest kelompok kontrol
O4 : Posttest kelompok kontrol
X1 : pembelajaran dengan model pembelajaran PBL berbantuan pohon
masalah
X2 : pembelajaran dengan model ekspositori
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
(1) Menentukan populasi.
(2) Meminta kepada guru nilai Ulangan Akhir Semester Ganjil mata pelajaran
fisik