• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN POHON MASALAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN POHON MASALAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP"

Copied!
270
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN

PROBLEM BASED

LEARNING

BERBANTUAN POHON MASALAH

DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SMP

Skripsi

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidkan Fisika

Oleh Nartini Lestari

4201411039

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran

Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP” bebas plagiat, dan apabila di kemudian

hari terbukti terdapat plegiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima

(3)
(4)

iv MOTTO

 Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta

(Albert Enstein).

 Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (QS. Al-insyirah: 5-6)

 Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-

Rahman: 77).

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil, kita baru yakin

kalau kita berhasil melakukannya dengan baik.

PERSEMBAHAN

 Skripsi ini kupersembahkan untuk Bapak Soekimin,

Almh. Ibu Saniyem, kakak-kakakku, Irfan Al

Ayubbi, sahabat-sahabatku serta teman-teman

pendidikan Fisika 2011 tercinta yang selalu

(5)

v

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan

rahmat dan hidayah-Nya serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW. Atas petunjuk dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan

bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima

kasih kepada.

1. Kedua orang tua dan kakak-kakak tercinta yang selalu memberikan doa dan

semangat;

2. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang;

3. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang;

4. Dr. Khumaedi, M.Si. Ketua Jurusan Fisika;

5. Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. dan Prof. Dr. Hartono, M.Pd. Pembimbing

yang telah memberikan arahan dan bimbingan;

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini;

7. Asikin, M.Pd. Kepala SMP Negeri 2 Boja yang telah memberi izin penelitian;

8. Winda Agustina dan Andika Kusumawati. Guru fisika kelas VIII SMP Negeri

(6)

vi

10.Teman-teman kos Lestari (Novi, Mba Sasti, Dany, Mike) yang selalu

mendukung, membantu, dan memberikan motivasi;

11.Sahabat-sahabatku (Cahya, Mba Lusi, Irma, Destianna, Wina, Eca, Desi, Diaz,

Anis, Putri) yang selalu menemani dan memberikan doa;

12.Irfan Al Ayubbi yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungan;

13.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Terima

kasih.

Semarang, Agustus 2015

(7)

vii

Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. & Prof. Dr. Hartono, M.Pd.

Kata kunci: pembelajaran PBL, pohon masalah, kemampuan berpikir kritis

Kemampuan berpikir kritis diperlukan untuk pemecahan masalah dalam pembelajaran fisika. Oleh karena itu siswa dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis siswa yang perlu ditingkatkan. Pemilihan dan pelaksanaan model pembelajaran serta media yang tepat oleh guru akan membantu guru dalam membelajarkan fisika, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan, meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya, dan akhirnya mampu memecahkan setiap permasalahan yang muncul pada materi. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa berlatih berpikir kritis diantaranya model PBL berbantuan pohon masalah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dikatakan efektif apabila pada tes kemampuan berpikir kritis lebih dari 50% siswa memperoleh nilai minimal 70, dengan skor gain >0,3 dan mencapai persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis mencapai 50%. Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP N 2 Boja tahun ajaran 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII B dan C sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan tes.

(8)

viii

Based Learning in Improving Students’ Critical Thinking Skill of Junior High

School Students. Final Project, Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences of State University of Semarang. Supervisor Drs. Sukiswo Supeni Edie, M.Si. and Prof.Dr.Hartono, M.Pd.

Keyword: PBL learning, tree diagram, critical thinking skill

Critical thinking skill is one of the objectives in learning physics. Therefore, students are required to have the ability to think critically. The problem in this research was the students’ critical thinking skill need to be improved. The selection and implementation of learning models and also appropriate media that was used by teachers would assist teachers in teaching physics, so that students can understand the material given well, improve their critical thinking skills, and finally able to solve any problems that arise of the studied material. One of the learning model that can help students in thinking critically was model of tree diagram-assisted PBL.

The purpose of this study was to analyze whether PBL-assisted learning problem tree is effective in improving students' critical thinking skills. Said to be effective if the critical thinking skills tests more than 50% of students scored at least 70, with a score gain of > 0.3 and reached the average percentage of critical

thinking skills achieve ≥50%. The study population was all class VIII SMP N 2

Boja academic year 2014/2015. The sample in this research is class VIII B and C as the experimental group and class VIII F as a control group. Methods of data collection methods and test documentation.

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Rumusan Masalah ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

1.7 Penegasan Istilah 1.7.1 Keefektifan ... 6

1.7.2 Kemampuan Berpikir Kritis ... 7

(10)

x

1.8 Sistematika Penulisan Skripsi ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belajar ... 9

2.1.1.1 Teori Vigotsky ... 10

2.1.1.2 Teori Brunner ... 11

2.1.1.3 Teori Belajar Konstruktivisme ... 12

2.1.2 Berpikir Kritis ... 14

2.1.3 Pohon Masalah ... 17

2.1.4 Problem Based Learning (PBL) ... 19

2.1.4.1 Pengertian dan Karakteristik Problem Based Learning ... 19

2.1.4.2 Tujuan, Kelebihan, dan Kekurangan PBL ... 21

2.1.4.3 Langkah-langkah Pembelajaran PBL ... 24

2.1.4.4 Langkah Pembelajaran Fisika dengan Model Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah ... 27

2.1.5 Pembelajaran Ekspositori ... 28

2.2 Materi Tekanan Zat Cair ... 32

2.2.1 Tekanan Hidrostatis ... 32

2.2.2 Hukum Pascal ... 32

2.2.3 Bejana Berhubungan ... 33

2.2.4 Prinsip Archimedes ... 33

(11)

xi BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Subjek Penelitian

3.1.1 Desain Penelitian ... 40

3.1.2 Populasi ... 43

3.1.3 Sampel dan Teknik Sampling ... 44

3.1.4 Variabel Penelitian ... 45

3.2 Teknik dan Alat Pengumpulan Data 3.2.1 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.2.2 Materi ... 47

3.2.3 Instrumen Penelitian ... 47

3.2.4 Analisis Data Uji Coba Instrumen ... 48

3.2.4.1 Analisis Validitas Item ... 48

3.2.4.2 Analisis Reliabilitas Tes... 49

3.2.4.3 Analisis Taraf kesukaran ... 50

3.2.4.4 Analisis Daya Pembeda ... 52

3.2.5 Penentuan Instrumen ... 53

3.2.6 Analisis Data Awal ... 54

3.2.6.1 Uji Normalitas ... 54

3.2.6.2 Uji Homogenitas ... 56

3.2.7 Analisis Data Akhir ... 57

(12)

xii

3.2.7.4 Uji N-Gain (Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis) ... 59

3.2.7.5 Uji Hipotesis II (Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak) ... 59

3.3 Indikator Pencapaian ... 61

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 62

4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ... 62

4.1.2 Hasil Analisis Data Akhir ... 62

4.1.2.1 Uji Normalitas ... 63

4.1.2.2 Uji Homogenitas ... 63

4.1.2.3 Hasil Pretest dan Posttest ... 64

4.1.2.4 Uji N-Gain ... 65

4.1.2.5 Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 66

4.1.2.6 Uji Hipotesis 2 ... 67

4.2 Pembahasan ... 67

4.2.1 Pelaksanaan Pembelajaran ... 68

4.2.1.1 Pelaksanaan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Pohon Masalah ... 69

4.2.1.2 Pelaksanaan Pembelajaran Ekspositori ... 74

4.2.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 77

4.2.1 Uji Hipotesis 2 (Uji Kesamaan Dua Rata-rata) ... 88

(13)

xiii

(14)

xiv

Tabel Halaman

2.1 Sintaksis untuk PBL ... 26

2.2 Perbandingan Komponen Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah dengan Pembelajaran Ekspositori ... 31

3.1 Desain Penelitian ... 40

3.3 Kriteria Taraf Kesukaran... 51

3.4 Kriteria Daya Pembeda ... 53

3.5 Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis... 58

4.1 Analisis Deskriptif Data Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 64

4.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Masing-masing Aspek ... 65

(15)

xv

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ... 38

3.1 Langkah Penelitian ... 43

4.1 Grafik Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 65

(16)

xvi

1. Daftar Nama Siswa Kelompok Eksperimen ... 97

2. Daftar Nama Siswa Kelompok Kontrol ... 99

3. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 100

4. Nilai UAS Fisika ... 101

5. Uji Normalitas Data Awal ... 105

6. Uji Homgenitas Data Awal ... 107

7. Penggalan Silabus ... 109

8. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 111

9. Soal Uji Coba ... 129

10.Perhitungan Validitas Butir Soal ... 136

11.Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 140

12.Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ... 143

13.Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 147

14.Hasil Analisis Data Soal Uji Coba ... 151

15.Kisi-kisi Soal Pre-test Kemampuan Berpikir Kritisi ... 153

16.Soal Pre-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 164

17.Kisi-kisi Soal Post-test kemampuan Berpikir Kritis ... 168

18.Soal Post-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 177

19.RPP Kelompok Eksperimen ... 181

20.RPP Kelompok Kontrol ... 182

21.Lembar Diskusi Siswa ... 201

(17)

xvii

25.Hasil Post-test Kemampuan Berpikir Kritis ... 224

26.Uji Normalitas Data Akhir ... 227

27.Uji Homogenitas Data Akhir ... 229

28.Perhitungan Nilai Gain ... 231

29.Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 237

30.Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 239

31.Dokumentasi ... 243

32.Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 244

33.Surat Izin Observasi ... 245

34.Surat Keterangan Observasi ... 246

35.Surat Izin Penelitian ... 247

36.Surat Keterangan Penelitian ... 248

37.Daftar Luas Daerah Lengkungan Normal Standart ... 249

38.Daftar D Tabel Komolgorov-Sminorv ... 250

39.Daftar X2 Tabel... 251

40.Daftar r Tabel ... 252

(18)

1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Hasil observasi tanggal 10 Januari 2015 dan wawancara terhadap guru IPA

Fisika kelas VIII SMP N 2 Boja, diketahui bahwa proses pembelajaran Fisika di

kelas VIII masih menekankan pengetahuan dan pemahaman materi. Guru selama

ini lebih banyak memberikan latihan mengerjakan soal-soal pada LKS atau buku

paket. Aktivitas yang terjadi di kelas umumnya masih menempatkan guru sebagai

satu-satunya sumber informasi yang membuat siswa menjadi bertambah

pengetahuannya. Banyak teman-teman guru di berbagai jenjang pendidikan yang

asyik mengelola kelasnya dengan pembelajaran satu arah antar guru dengan siswa,

sehingga interaksi antar siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru tidak

berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang

ditetapkan (Rusmono, 2014: 2). Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih

mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah dan

menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.

Fisika merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sains, dengan demikian

mempunyai karakteristik yang tidak berbeda dengan sains pada umumnya.

Pembelajaran sains termasuk fisika, lebih menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi, agar siswa mampu

(19)

diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk

memperoleh pemahaman yang lebih mendasar tentang alam sekitar (Yulianti &

Wiyanto, 2009: 2). Fisika menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin

dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataan. Persyaratan

dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut

(Sambada, 2012: 39).

Kenyataannya siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang

dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Jika prinsip penyelesaian masalah

diterapkan dalam pembelajaran, maka siswa dapat terlatih dan membiasakan

berpikir kritis secara mandiri. Berpikir kritis dibutuhkan agar siswa dapat

mengahadapi tantangan yang akan terjadi dalam kehidupan. Berpikir kritis

merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan

mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk,

menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah

kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisasi. Berpikir kritis

merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat

pribadi dan pendapat orang lain (Johnson, 2014: 183).

Menurut Sizer, sebagaimana dikutip oleh Johnson (2014: 181), sekolah

artinya menggunakan pikiran dengan baik, berpikir kreatif menghadapi

persoalan-persoalan penting, serta menanamkan kebiasaan untuk berpikir. Pembelajaran

disekolah sebaiknya melatih siswa untuk menggali dan meningkatkan kemampuan

dalam mencari, mengolah, dan menilai berbagai informasi secara kritis. Proses

(20)

berperan serta dalam diskusi, tetapi siswa juga diminta menghabiskan waktunya

di perpustakaan, di situs web atau terjun di tengah-tengah masyarakat. Menurut

Dewey, sekolah merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan

nyata, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk menyelidiki lingkungan

mereka dan membangun secara pribadi pengetahuannya (Rusmono, 2014: 74).

Salah satu upaya mendorong terjadi proses pembelajaran dengan hasil belajar

yang optimal bagi pengembangan seluruh potensi anak diperlukan strategi

pembelajaran yang menyenangkan. Menurut Reigeluth, sebagaimana dikutip

Rusmono (2014: 21), menyatakan definisi strategi pembelajaran merupakan

pedoman umum (blueprint) yang berisi komponen-komponen yang berbeda dari

pembelajaran agar mampu mencapai keluaran yang diinginkan secara optimal di

bawah kondisi-kondisi yang diciptakan.

Salah satu strategi pembelajaran adalah pemilihan model pembelajaran.

Model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa

agar mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari adalah model Problem Based Learning. Model Problem Based Learning (PBL) menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Untuk membuat

pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa tertarik maka diperlukan media yang

tepat dan kreatif. Peneliti memilih media berupa pohon masalah yang dirancang

dalam bentuk menarik untuk memacu minat dan kemampuan berpikir siswa.

Pohon masalah digunakan siswa untuk menghubungkan sebab-akibat dari suatu

(21)

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang “Keefektifan

Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Pohon Masalah dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”.

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

(1) Kurangnya kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah fisika di

SMP N 2 Boja.

(2) Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah cenderung berpusat

pada guru.

(3) Siswa masih kesulitan dalam menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam

kehidupan sehari-hari.

(4) Kurangnya penerapan metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk

mencoba mencari sendiri pengetahuan atau informasi yang mereka

butuhkan.

1.3

Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah pada penelitian ini antara lain:

a. Objek yang akan diteliti adalah kemampuan berpikir kritis siswa.

b. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP N 2 Boja.

c. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah Problem Based

Learning (PBL) berbantuan pohon masalah.

(22)

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan

permasalahannya yaitu,

1. Apakah pembelajaran Problem Based Learning berbantuan pohon masalah

efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII

SMP N 2 Boja?

2. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa dengan model PBL berbantuan

pohon masalah lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis

siswa dengan pembelajaran ekspositori?

1.5

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis apakah pembelajaran Problem Based Learning berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa kelas VIII SMP N 2 Boja.

2. Menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dengan model PBL berbantuan pohon masalah dan kemampuan berpikir kritis siswa dengan

pembelajaran ekspositori.

1.6

Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

(23)

2. Bagi Siswa

Memberi pengalaman belajar yang lebih variasi sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran

fisika.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan informasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut

mengenai kemampuan berpikir kritis menggunakan Problem Based Learning berbantuan pohon masalah.

1.7

Penegasan Istilah

Untuk menghindari penafsiran makna yang berbeda terhadap judul dan

rumusan masalah oleh para pembaca, diperlukan penegasan istilah sebagai

berikut:

1.7.1 Keefektifan

Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keberhasilan suatu

model pembelajaran yang diterapkan. Indikator keefektifan model pembelajaran

Problem Based Learning berbantuan pohon masalah adalah hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP N 2 Boja yang diajar menggunakan model

Problem Based Learning berbantuan pohon masalah dapat mencapai sekurang-kurangnya 50% siswa memperoleh nilai minimal 70. Keefektifan juga ditunjukan

dengan adanya peningkatan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa

dengan mencapai skor gain lebih besar dari 0,3 termasuk dalam kategori sedang

sampai tinggi dan persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis mencapai

(24)

1.7.2 Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Sadia (2008: 22), berpikir kritis dimaksudkan sebagai berpikir

yang benar dalam pencarian pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang dunia

nyata. Menurut Norins & Ennis, sebagaimana dikutip oleh Fisher (2014 : 4),

mendefinisikan berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif

yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.

1.7.3 Pohon Masalah

Menururt Silverman, sebagaimana dikutip Asmoko (2014), istilah tree diagram atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat suatu permasalahan.

1.7.4 Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends (2008; 41), model Problem Based Learning menyuguhkan

berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat

berfungsi sebagai batu loncatan dalam penyelidikan. Menurut Rusmono (2014:

82), strategi pembelajaran dengan PBL yang lebih dipentingkan adalah dari segi

proses dan bukan hanya sekedar hasil belajar yang diperoleh.

1.7.5 Pembelajaran Ekspositori

Menurut Rusmono (2014: 66), melalui pembelajaran ekspositori, guru

menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur dengan harapan materi

pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai oleh siswa dengan baik. Media

pembelajaran biasa digunakan untuk alat bantu dalam rangka memperjelas materi

(25)

1.8

Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas bagian awal skripsi, bagian isi

skripsi, dan bagian akhir skripsi, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut:

1.8.1 Bagian Awal

Bagian ini terdiri atas halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan,

motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar

gambar, dan daftar lampiran.

1.8.2 Bagian Isi

Bagian ini merupakan bagian pokok skripsi yang terdiri atas 5 bab, yaitu:

BAB 1 : Pendahuluan, berisi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah, dan

sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 : Tinjauan pustaka, berisi landasan teori, kerangka berpikir, dan hipotesis

penelitian.

BAB 3 : Metode penelitian, berisi metode penentuan subjek penelitian, desain

penelitian, langkah-langkah penelitian, metode pengumpulan data,

instrument penelitian, analisis instrument penelitian, analisis data awal,

dan analisis data akhir.

BAB 4 : Hasil penelitian dan pembahasan.

BAB 5 : Penutup, berisi simpulan dan saran.

1.8.3 Bagian Akhir

(26)

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Belajar

Setiap orang baik disadari ataupun tidak, selalu melaksanakan kegiatan

belajar. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang

dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh

seseorang (Anni & Rifa’i, 2012: 66). Menurut Morgan, sebagaimana dikutip oleh

Anni (2012: 66), menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif

permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Hal ini senada

dengan Hudojo, sebagaimana dikutip oleh Istiandaru (2011: 11), yang

menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh

pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah

laku. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa proses

belajar menghasilkan perubahan perilaku yang berupa pemahaman, keterampilan

dan sikap. Perubahan perilaku tersebut merupakan hasil interaksi berbagai macam

unsur-unsur dalam belajar.

Belajar dipandang sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat berbagai

(27)

(1) peserta didik;

(2) rangsangan (stimulus) indera pembelajar;

(3) memori pembelajar dan;

(4) respon (Anni & Rifa’i, 2012: 68).

Belajar adalah lebih dari sekedar mengingat. Siswa yang mampu memahami

dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari, mereka harus mampu

memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri, dan berkutat

dengan berbagai gagasan (Anni & Rifa’i, 2012: 114).

Berbagai teori yang mengkaji konsep belajar telah banyak dikembangkan

oleh para ahli. Teori-teori belajar yang mendukung penelitian ini diuraikan

sebagai berikut:

2.1.1.1 Teori Vigotsky

Vigotsky setuju dengan teori Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi

secara bertahap, akan tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget

bahwa anak menjelajahi dunianya dan membentuk gambaran realitasya sendirian.

Menurut Vygotsky, suatu pengetahuan tidak diperoleh anak secara sendiri

melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya.

Ada empat pinsip kunci dari teori Vygotsky, yaitu: pada prinsip pertama,

Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain (orang

dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu) dalam proses pembelajaran. Prinsip

kedua dari Vygotsky adalah ide bahwa siswa belajar paling baik apabila berada

dalam zona perkembangan terdekat mereka, yaitu tingkat perkembangan sedikit di

(28)

menekankan pada kedua-duanya, hakikat sosial dari belajar dan zona

perkembangan. Siswa dapat menemukan sendiri solusi dari permasalahan melalui

bimbingan dari teman sebaya atau pakar. Prinsip keempat, Vygotsky

memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, dan kemudian mengurangi

bantuan tersebut untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat

melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa bimbingan atau petunjuk,

peringatan, dorongan, ataupun yang lainnya (Trianto, 2007: 27).

Penerapan teori Vygotsky dalam proses pembelajaran Fisika adalah siswa

melakukan pekerjaan diperkenankan untuk berkelompok kecil. Guru merangsang

siswa untuk aktif bertanya dan berdiskusi untuk menemukan solusi dari

permasalahan yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Prinsip

scaffolding juga diterapkan pada penelitian ini, dimana siswa dibimbing dalam membuat pohon masalah untuk menemukan solusi permasalahan. Dengan

membuat pohon masalah siswa dituntut menuangkan ide-ide mereka.

2.1.1.2 Teori Brunner

Jerome Bruner merupakan ahli psikologi yang menganjurkan

pembelajaran dengan penemuan. Menurut Trianto (2007: 26), belajar penemuan

sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan

sendirinya memberikan hasil yang paling baik . Pembelajaran penemuan

merupakan suatu pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa

(29)

penemuan mempunyai beberapa keuntungan antara lain: memacu keingintahuan

siswa, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya sehingga mereka

menemukan jawaban, dan belajar memecahkan masalah secara mandiri serta

melatih ketrampilan berpikir kritis.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan belajar penemuan

adalah PBL. Penerapan PBL dalam pembelajaran Fisika sesuai dengan teori Bruner, menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian

pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil

yang paling baik. Siswa belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep

dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan

melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan

konsep dan prinsip itu sendiri. Pada PBL berbantuan pohon masalah, siswa diajak

menemukan solusi dari permasalahan yang mereka dapatkan. Pohon masalah

digunakan sebagai alat bantu siswa dalam proses penemuan. Untuk menyusunnya,

siswa diajak berpikir secara runtut, menghubungkan sebab-akibat permasalahan

sampai siswa dapat menemukan solusi permasalahan. Hal tersebut dapat melatih

kemampuan berpikir kritis siswa.

2.1.1.3 Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut pandangan rekonstrivistik, belajar berarti mengkonstruksi makna

atas informasi dan masukan-masukan yang masuk ke dalam otak (Anni & Rifa’i, 2012: 114). Inti dari pembelajaran konstruktivis adalah siswa dapat mengkonstruk

sendiri informasi yang diperolehnya. Menurut teori konstruktivis yang penting

(30)

pengetahuannya melalui pengalaman yang diperolehnya sendiri. Guru dapat

memberikan stimulus ataupun rangsangan-rangsangan berupa pertanyaan maupun

tugas untuk membangun pengetahuan siswa. Guru juga dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide mereka dalam

menyelesaikan masalah mengenai apa yang dipahaminya.

Dari uraian di atas, maka dalam pembelajaran yang mengacu pada pandangan

konstruktivisme menekankan pada langkah-langkah berikut. Pertama guru sebaiknya

memilih pengalaman belajar yang mendukung konsep yang akan dipelajari siswa.

Kedua, siswa menyusun pengertian pribadinya terhadap pengalaman belajar tersebut,

sehingga pengetahuan yang disusun itu harus bermakna bagi siswa itu sendiri. Ketiga,

pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh siswa itu sendiri dievaluasi melalui diskusi,

masing-masing siswa mengemukakan pendapatnya dan guru berperan sebagai

fasilitator dan mediator yang kreatif. Keempat, masing-masing siswa mengkonstruksi

kembali tentang pengertiannya dengan dikaitkan pengalaman aslinya. Konstruksi

pengetahuan yang sesuai dengan kriteria, akan diterima secara ilmiah, sedangkan

yang tidak sesuai akan dimodifikasi, adaptasi melalui akomodasi sampai diterima

secara ilmiah. Penerapan teori konstruktivis dalam penelitian ini adalah siswa

dapat membangun pengetahuan sendiri dan menyelesaikan soal dengan

membangun ide-ide yang mereka temukan sehingga dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis melalui model pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah dengan rangsangan-rangsangan dari guru siswa mempunyai motivasi

(31)

2.1.2 Berpikir Kritis

Kurikulum berbasis kompetensi menjelaskan melalui pembelajaran mata

pelajaran fisika dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif

dengan menggunakan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah. Baik

secara kualitatif mapun kuantitatif dengan menggunakan matematika serta dapat

mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap percaya diri (Yulianti &

Wiyanto, 2009: 53). Usaha seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih

bermakna, tidak lepas dari proses. Berpikir merupakan kemampuan untuk

menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasakan pada referensi

atau pertimbangan yang seksama (Yulianti & Wiyanto, 2009: 53). Menurut

Nasution, sebagaimana dikutip oleh Yulianti & Wiyanto (2009: 53), kemampuan

berpikir adalah sarana untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu agar siswa mampu

memecahkan masalah taraf tingkat tinggi. Menerapkan mata pelajaran ke dalam

tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan ke dalam masalah yang

mereka alami, siswa sedikit demi sedikit akan membangkitan kebiasaan berpikir

dengan baik, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain dengan tulus, berpikir

sebelum bertindak, mendasari kesimpulan dengan bukti kuat, dan melatih

imajinasi (Johnson, 2014: 182). Siswa harus mampu membedakan antara alasan

yang baik dan alasan yang buruk dan membedakan kebenaran dari kebohongan.

Siswa harus mengetahui bagaimana berpikir dengan kritis dan kreatif.

Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang

digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil

(32)

Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpendapat dengan terorganisasi

(Johnson, 2014: 193). Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu

sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang

berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang

metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; (3) semacam suatu ketrampilan

untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut keras untuk

memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan buktu

pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Fisher,

2009: 3).

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang

mendalam. Pemahaman membuat siswa mengerti maksud dibalik ide yang

mengarahkan hidup setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu

kejadian. Mayer mengungkapkan strategi-strategi untuk mengembangkan

kemampuan dan ketrampilan berpikir kritis sebagai berikut : Pertama, Menyeimbangkan antara konten dan proses, dalam penyajian materi pelajaran

agar diseimbangkan antara konten dan proses. Dalam pelajaran sains, harus

seimbang antara sains sebagai produk (penyajian fakta, konsep, prinsip, hukum)

dan sains sebagai proses (keterampilan proses sains), seperti mengobsevasi

kejadian, merumuskan masalah, berhipotesis, mengukur, menyimpulkan, dan

(33)

pertanyaan yang dapat mengkreasi suasana antisipasi dan inkuiri (Sari, 2012: 27).

Menurut Glaser kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan untuk: (1)

mengenal masalah; (2) menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk

menangani masalah; (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang

diperlukan; (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; (5)

memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas; (6) menganalisis

data; (7) menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan; (8) mengenal

adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah; (9) menarik

kesimpulan-kesimpulan dan persamaan-persamaan yang diperlukan; (10) menguji

ksamaan-kesamaan dan kesimpuan-kesimpulan yang diambil seseorang; (11) menyusun

kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas;

dan (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas

tertentu dalam kehisupan sehari-hari (Fisher, 2009: 7).

Ennis mengungkapkan bahwa, ada 12 indikator berpikir kritis yang

dikelompokkan dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:

1. Memberikan penjelasan sederhana yang berisi : memfokuskan pertanyaan,

menganalisis pertanyaan, dan bertanya serta menjawab pertanyaan tentang

suatu penjelasan atau pernyataan.

2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri dari mempertimbangkan

apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta

(34)

3. Menyimpulkan yang terdiri dari kegiatan mendeduksi atau

mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan

hasil induksi, untuk sampai pada kesimpulan.

4. Memberikan penjelasan lanjut yang terdiri dari mengidentifikasi

istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi

asumsi.

5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri dari menentukan tindakan dan

berinteraksi dengan orang lain (Afrizon, 2012).

Peneliti menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang

dikemukakan Ennis untuk dijadikan acuan penelitian. Indikator kemampuan

berpikir kritis yang digunakan peneliti adalah: memberikan penjelasan sederhana,

membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut

dan, mengatur strategi dan teknik.

2.1.3 Pohon Masalah

Menururt Silverman, sebagaimana dikutip Asmoko (2014), istilah tree diagram atau diagram pohon dirancang untuk mengurutkan hubungan sebab-akibat suatu permasalahan. Pohon Masalah atau sering disebut tree diagram, merupakan teknik untuk memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target,

tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara

lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci.

Morse & Field menefinisikan tree diagram sebagai berikut:

(35)

purpose of the study, researchers might decide to identify the relationship between categories and subcategories further based on their concurrence, antecedents, or consequences (Shannon & H sieh, 2005).

Artinya, sebuah diagram pohon dapat dikembangkan untuk membantu

dalam mengatur kategori ini ke dalam struktur hirarkis. Definisi untuk setiap

kategori, subkategori, dan kode dikembangkan. Untuk mempersiapkan untuk

melaporkan temuan, eksemplar untuk setiap kode dan kategori diidentifikasi dari

data. Tergantung pada tujuan penelitian, peneliti dapat memutuskan untuk

mengidentifikasi hubungan antara kategori dan subkategori lanjut berdasarkan

persetujuan mereka.

Pohon masalah adalah salah satu langkah pemecahan masalah dengan

mencari sebab dari suatu akibat. Sebagai suatu alat atau teknik dalam

mengidentifikasi dan menganalisis masalah, analisis pohon masalah mempunyai

banyak kegunaan. Alat analisis ini membantu untuk mengilustrasikan korelasi

antara masalah, penyebab masalah, dan akibat dari masalah dalam suatu hirarki

faktor-faktor yang berhubungan. Analisis ini digunakan untuk menghubungkan

berbagai isu atau faktor yang berkontribusi pada masalah organisasi dan

membantu untuk mengidentifikasi akar penyebab dari masalah organisasi tersebut

(Asmoko, 2014: 2).

Beberapa manfaat dari penggunaan analisis pohon masalah adalah:

1. Membantu kelompok/tim kerja organisasi untuk merumuskan persoalan

utama atau masalah prioritas organisasi.

2. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis secara rinci dalam

(36)

3. Membantu kelompok/tim kerja organisasi menganalisis pengaruh persoalan

utama terhadap kinerja/hasil/dampak bagi organisasi atau stakeholder lainnya.

4. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mengilustrasikan hubungan

antara masalah utama, penyebab masalah, dan dampak dari masalah utama

dalam suatu gambar atau grafik

5. Membantu kelompok/tim kerja organisasi mencari solusi atas persoalan

utama yang ada.

2.1.4 Problem Based Learning (PBL)

2.1.4.1 Pengertian dan Karakteristik Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang

disajikan. Strategi pembelajaran dengan PBL menawarkan kebebasan siswa dalam

proses pembelajaran. Secara umum, PBL dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi

siswa untuk belajar tentang ketrampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis

untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial.

Menurut Panen, sebagaimana dikutip Rusmono (2014: 74), dalam strategi

pembelajaran PBL, siswa diharapkan terlibat dalam proses penelitian untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data, dan menggunakan data untuk

memecahkan masalah. Menurut Arends (2008: 41), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan

(37)

investigasi dan penyelidikan. PBL membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Baron mengemukakan ciri-ciri PBL sebagai berikut:

1. Menggunakan permasalahan dunia nyata

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga

siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat

menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

2. Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui

dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga siswa berusaha

untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi

lainnya.

3. Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan

pengetahuannya sendiri.

4. Guru berperan sebagai fasilitator

Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Guru harus

selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar

mencapai target yang hendak dicapai (Rusmono, 2014: 74).

Dilihat dari ciri-cirinya, pembelajaran PBL cocok digunakan untuk pelajaran

(38)

dan kegiatan perorangan. Dalam kelompok, siswa melakukan kegiatan-kegiatan:

(1) membaca kasus, (2) menentukan masalah mana yang paling relevan dengan

tujuan pembelajaran, (3) merumuskan masalah, (4) membuat hipotesis, (5)

mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas, (6)

melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan

kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi di kelas

(Rusmono, 2014: 75).

Menurut Yazdani, sebagaimana dikutip oleh Rusmono (2014: 82), proses

pembelajaran dengan PBL ditandai dengan karakteristik:

(1) siswa menentukan isu-isu pembelajaran,

(2) pertemuan-pertemuan pembelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan

masalah, sehingga memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam

satu kali pertemuan,

(3) tutor adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya bertindak sebagai pakar

yang merupakan satu-satunya sumber informasi,

(4) tutorial berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang berpusat pada siswa.

2.1.4.2 Tujuan, Kelebihan, dan Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

Berhasil tidaknya suatu pengajaran bergantung kepada suatu tujuan yang

hendak dicapai, begitu pula model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning (PBL) dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah,

(39)

melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, dan menjadi pelajar

yang mandiri dan otonomi.

Tujuan umum pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL)

menurut Putra (2011 : 74), sebagai berikut:

1. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan

masalah, serta kemampuan intelektual.

2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam

pengalaman nyata atau simulasi.

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan

model Problem Based Learning (PBL) adalah:

a. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan

konsep tersebut.

b. Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut

keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa,

sehingga pembelajaran lebih bermakna.

d. Siswa dapat merasakan manfaaat pembelajaran, kaaena masalah-masalah

yang diseleseikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa

menigkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahanyang

dipelajarinya.

e. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan

menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif

(40)

f. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi

terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar

siswa dapat diharapkan.

g. PBL diyakini pula dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas

siswa, baik secara individual maupun kelompok karena hampir disetiap

langkah menuntut adanya keaktifan siswa (Putra, 2011 : 82).

Kekurangan PBL adalah sebagai berikut:

a. Tujuan dari model pembelajaran PBL tidak akan tersampaikan pada siswa yang tidak aktif.

b. Alokasi waktu yang dibutuhkan model pembelajaran ini cukup banyak,

sehingga guru harus pintar memanage waktu dengan baik.

c. Tidak semua mata pelajaran dapat menerapkan model PBL (Putra, 2011: 84).

Berdasarkan uraian di atas, PBL merupakan model yang efektif digunakan dalam pelajaran Fisika. Pembelajaran dengan PBL membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah ada dalam benaknya dan menyusun

pengetahuan mereka sendiri. Siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka

masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan

menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai

pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kelompok dalam pemecahan

(41)

2.1.2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Menurut Rusmono (2014: 83), prosedur strategi pembelajaran dengan PBL

sebagai berikut:

1. Pendahuhluan

a. Pemberian motivasi

b. Pembagian kelompok

c. Informasi dan tujuan pembelajaran

2. Penyajian

a. Mengorientasikan siswa kepada masalah

b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

c. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

d. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya dan pameran

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

3. Penutup

a. Merangkum materi yang telah dipelajari

b. Melaksanakan tes dan pemberian pekerjaan rumah.

Menurut Putra (2011 : 78), dalam pengelolaan PBL ada beberapa langkah

utama berikut:

a. Mengorientasikan siswa pada masalah

b. Mengorganisasikan siswa agar belajar

c. Memandu menyelidiki secara mandiri ataupun kelompok

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja

(42)

Sintaksis untuk PBL menurut Arrends (2008: 57), dapat disajikan seperti Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sintaksis untuk PBL

Fase Perilaku Guru

Fase 1:

Memberikan orientasi tentang

permasalahannya kepada siswa

Guru membahas tujuan pelajaran,

mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2:

Mengorganisasi siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Fase 3:

Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan

eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.

Fase 4:

Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit

Guru membantu siwa dalam merencakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.

Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Secara umum pembalajaran diawali dengan pengenalan masalah kepada

siswa. Selanjutnya siswa diorganisasikan dalam beberapa kelompok untuk

(43)

dipresentasikan kepada kelompok lain. Akhir pembelajaran guru melakukan

klarifikasi mengenai hasil penyelidikan.

Pada pembelajaran berdasarkan masalah sistem penilaian tidak cukup

hanya dengan tes tertulis namun lebih diarahkan pada hasil penyelidikan siswa.

Hasil penyelidikan yang dimaksud adalah hasil dari kegiatan siswa dalam upaya

menyelesaikan masalah. Penilaian dan evaluasi dilakukan dengan mengukur

kegiatan siswa, misal dengan penilaian kegiatan dan peragaan hasil melalui

presentasi. Penilaian kegiatan diambil melalui pengamatan, kemudian

kemampuan siswa dalam merumuskan pertanyaan, dan upaya menciptakan solusi

permasalahan. Model Problem Based Learning erat kaitannya dengan karakteristik kemampuan berpikir kritis. Model PBL lebih menekankan pada usaha penyelesaian masalah melalui kegiatan penyelidikan. Kegiatan penyelidikan

peserta didik ini tentunya membutuhkan informasi dari segala sumber.

Keterampilan mengolah informasi merupakan salah satu ciri dari kemampuan

berpikir kritis.

Penilaian dalam strategi pembelajaran dengan PBL meliputi penilaian oleh:

siswa, guru, teman sebaya. Penilaian oleh siswa yaitu setiap siswa diberi kuisioner

oleh sekolah untuk menilai penampilan setiap kelompok, setiap siswa membuat

catatan sendiri langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam kelompok dan

perorangan termasuk komentar. Penilaian oleh guru, meliputi: guru mengadakan

ujian tertulis atau lisan, dimana setiap siswa diminta untuk memperagakan

mengenai: penguasaan informasi, pemahaman terhadap proses penyelesaian

(44)

informasi dan pengetahuan baru pada masalah baru. Disamping itu guru juga

mengadakan pengamatan setiap kelompok karena guru berperan sebagai fasilitator

dalam kegiatan kelompok. Penilaian teman sebaya dilakukan dengan

menggunakan lembaran penilaian untuk setiap siswa yang disiapkan oleh sekolah

mengenai bagia-bagian yang akan dinilai seperti pengetahuan, kontribusi terhadap

proses, dan pemahamn terhadap permasalahan (Rusmono, 2014: 78).

2.1.2.4 Langkah Pembelajaran Fisika dengan model PBL Berbantuan Pohon Masalah

Pohon masalah digunakan dalam proses pembelajaran fisika bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Penerapan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam mata pelajaran fisika dilakukan dengan lima tahap. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Orientasi

Tahap orientasi adalah tahap atau langkah awal yang diberikan untuk

membentuk kesan umum dan pemahaman global mengenai batas-batas ruang

lingkup masalah. Tahapan ini, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dalam

bentuk masalah, menjelaskan perangkat yang diperlukan, memotivasi siswa agar

terlibat pada aktivitas untuk mendapatkan masalah.

b. Tahap Mengorganisasi Siswa untuk Belajar

Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4

anggota kelompok. Guru memberikan beberapa permasalahan. Masing-masing

kelompok memilih masalah yang telah disediakan. Masalah tersebut diselesaikan

dengan membuat pohon masalah untuk menghubungkan sebab-akibat

(45)

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengorganisasi tugas yang

berhubungan dengan masalah.

c. Tahap Membimbing Penyelidikan Individual

Tahap ini, tugas guru adalah mendorong siswa mengumpulkan informasi

sesuai masalah yang dipilih untuk mendapatkan penjelasan dan memecahkan

masalah.

d. Tahap Membimbing, Membangun, dan Menyajikan Hasil Karya

Tahap ini, guru membimbing siswa dalam merencanakan dan

mempersiapkan hasil karya setiap kelompoknya. Hasil karya ini bisa berupa

laporan, video, karya tulis, dan model-model lain yang dapat dibaca oleh

kelompok lainnya.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses Pemecahan Masalah

Kegiatan evaluasi adalah kegiatan belajar siswa baik individual maupun

diskusi kelompok, dinilai oleh guru melalui pengamatan atau observasi. Tahap

evaluasi ini terdapat tiga hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru yaitu : (1)

guru menilai produk atau hasil akhir setiap kelompok, (2) guru menilai keempat

tahap sebelumnya, (3) guru menilai cara penyampaian atau presentasi dari setiap

kelompoknya. Seorang guru juga harus melakukan refleksi, penguatan, dan

memberikan motivasi kepada siswa.

2.1.5 Pembelajaran Ekspositori

Menurut Brady, sebagaimana dikutip Rusmono (2014: 67), pembelajaran

ekspositori adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dengan fokus

(46)

mengkoordinir belajar siswa. Menurut Romizouwski, sebagaimana dikutip oleh

Rusmono (2014: 67), pembelajaran ekspositori berakar dari teori pemrosesan

informasi atau pembelajaran resepsi. Menurut Rusmono (2014: 66), melalui

pembelajaran ekspositori, guru menyampaikan materi pelajaran secara terstruktur

dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai oleh siswa

dengan baik. Media pembelajaran biasa digunakan untuk alat bantu dalam rangka

memperjelas materi pelajaran yang disampaikan.

Jadi, kegiatan pembelajaran ekspositori bukan sekedar memberi pelajaran

dengan bermakna saja, tetapi juga dituntut hal-hal yang lebih dalam, seperti

mengaplikasikan informasi yang telah dipelajari dengan situasi yang berbeda

dengan yang dipelajari. Pembelajaran ekspositori juga menuntut guru lebih untuk

dapat menyampaikan materi dengan menggunakan media-media pembelajaran

yang sederhana walaupun pada pelaksanaannya lebih berpusat pada guru.

Adapun langkah-langkah pembelajaran ekpositori:

1. Pendahuluan

a. Pemberian motivasi

b. Menjelaskan tujuan dan materi pembelajaran

c. Apersepsi atau pre-tes

2. Penyajian

a. Menjelaskan isi pelajaran

b. Pemberian contoh

c. Bertanya kepada siswa

(47)

3. Penutup

a. Melaksanakan tes

b. Pekerjaan rumah

Berdasarkan uraian di atas berikut perbandingan komponen pembelajaran

PBL berbantuan pohon masalah dengan ekspositori disajikan dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbandingan Komponen Strategi pembelajaran dengan PBL

Berbantuan Pohon Masalah dan Ekspositori.

Pembelajaran PBL Berbantuan Pohon Masalah

Pembelajaran Ekspositori Urutan kegiatan

A.Tahap Pendahuluan

1. Guru memberi motivasi kepada siswa dengan mengaitkan materi dengan peristiwa sehari-hari 2. Guru membagi siswa ke dalam

kelompok 3 sampai 4 orang per kelompok

3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

B.Tahap Penyajian

1. Setiap kelompok memperoleh Buku Siswa.

2. Siswa mempelajari materi pelajaran melalui Buku Siswa dalam kelompok

3. Siswa menyusun pohon masalah untuk menyelesaikan permasalahan 4. Guru memeriksa pemahaman siswa

dengan mengajukan pertanyaan lisan pada saat siswa

mempresentasikan hasil kerja kelompok (pohon masalahnya) 5. Guru memberikan umpan balik

dengan mengacu pada Buku Siswa 6. Siswa mengerjakan latihan soal

yang diberikan guru dari LKS

i. Tahap Pendahuluan A.Guru memberikan motivasi B.Guru menyampaikan tujuan dan

materi yang akan dipelajari C.Guru memberikan pre-test

ii. Tahap Penyajian

1. Guru menjelaskan isi mata pelajaran

2. Guru memberikan contoh-contoh soal

3. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi yang telah dijelaskan

(48)

C.Tahap Penutup

1. Siswa bersama guru merangkum materi pelajaran

2. Guru memberikan penilaian dengan lembar penilaian

3. Siswa menerima pekerjaan rumah (PR) baik dari soal buatan guru ataupun dalam buku siswa

iii. Tahap Penutup

1. Guru memberikan tes formatif 2. Guru memberikan pekerjaan rumah

(PR) sebagai pemantapan

Metode yang Digunakan 1. Pemberian Tugas

2. Kerja Kelompok 3. Diskusi

1. Ceramah 2. Tanya jawab 3. Latihan 4. Pemantapan Penggunaan Media Pembelajaran 1. Alat dan bahan diperlukan siswa

sebagai alat bantu bekerja siswa 2. Media pembelajaran diperlukan

untuk menampilkan kerja hasil siswa

3. Jenis dan penggunaan media ditentukan bersama oleh guru dan siswa

1. Alat dan bahan diperlukan sebagai alat bantu mengajar guru

2. Media pembelajaran diperlukan untuk mempermudah guru menyajikan materi

3. Jenis dan penggunaan media ditentukan oleh guru

Peran Guru dan Siswa 1. Kegiatan belajar berfokus pada

siswa

2. Siswa belajar melalui diskusi 3. Proses belajar cenderung

dilakukan multi arah

4. Guru berperan sebagia motivator dan fasilitator

1. Kegiatan belajar terfokus pada guru

2. Siswa belajar dengan mendengarkan

3. Proses belajar cenderung dilakukan dua arah

4. Guru mengendalikan seluruh proses pembelajaran

2.2

Materi Tekanana Zat Cair

2.2.1 Tekanan Hidrostatis

Tekanan Hidrostatis adalah tekanan yang terjadi di bawah air. Tekanan ini terjadi karena adanya berat air yang membuat cairan tersebut mengeluarkan

tekanan. Tekanan sebuah cairan bergantung pada kedalaman cairan di dalam

(49)

Hubungan ini dirumuskan sebagai berikut:

"P = ρgh"

Dimana:

ρ adalah masa jenis cairan,

g (10 m/s2) adalah gravitasi, dan

h adalah kedalaman cairan (h dihitung dari permukaan air menuju ke

kedalaman benda).

2.2.2 Hukum Pascal

Bunyi hukum Pascal “ Gaya yang bekerja pada zat cair dalam ruang

tertutup, tekananya akan diteruskan oleh zat cair itu ke segala arah sama besar”. Hukum Pascal dapat dirumuskan:

P1 = P2

=

Keterangan :

P1 = Tekanan penampang 1

P2 = Tekanan penampang 2

F1 = Gaya penampang 1

F2 = Gaya penampang 2

A1 = Luas penampang 1

A2 = Luas penampang 2

Aplikasi Hukum Pascal:

(50)

b. Pompa sepeda

c. Mesin Pengepres kapas

2.2.3 Bejana Berhubungan

Bejana berhubungan adalah dua atau lebih wadah dengan bagian atas yang

terbuka, dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ketinggian permukaan zat

cair pada bejana berhubungan tidak dipengaruhi oleh bentuk bejana dan selalu

rata.

2.2.4 Prinsip Archimedes

Prinsip Archimedes menyatakan ketika sebuah benda seluruhnya atau

sebagian dimasukkan ke dalam zat cair, maka zat cair akan memberikan gaya

tekan ke atas pada benda yang besarnya sama dengan berat zat cair yang didesak

(dipindahkan). Gaya yang diberikan oleh fluida pada benda yang tenggelam

dinamakan gaya apung (Tipler, 1998: 394). Jika berat benda di udara W dan berat

benda di dalam zat cair W’, gaya ke atas (FA), maka:

FA = W –W’ (2.1)

Gaya apung atau gaya tekan ke atas juga dapat dinyatakan dengan

persamaan FA = mf . g. Jika mf diuraikan menjadi . diperoleh persamaan:

FA = . . g (2.2)

dengan, FA : gaya apung atau gaya ke atas (N)

: massa fluida yang dipindahkan (kg)

: massa jenis zat cair (kg/ )

: volume benda yang tercelup dalam zat cair ( )

(51)

Tenggelam, Melayang dan Terapung

Jika benda dicelupkan ke dalam zat cair, maka berat benda atau gaya berat

benda dilawan oleh gaya ke atas yang diberikan oleh zat cair. Gaya berat memiliki

arah ke bawah dan gaya zat cair memiliki arah ke atas. Berdasarkan besarnya gaya

berat dan gaya ke atas (gaya apung), posisi benda dalam zat cair digolongkan

menjadi tiga yaitu tenggelam, melayang, dan mengapung (Sukabdiyah, 2012: 69).

(1) Tenggelam

Sebuah benda dikatakan tenggelam jika benda tersebut tercelup seluruhnya

dan berada di dasar suatu zat cair. Hal ini terjadi karena berat benda lebih besar

daripada gaya apung, sehingga secara matematis dapat dituliskan:

(2.3)

Karena dan nilai gravitasi tetap, maka

(2) Melayang

Sebuah benda dikatakan melayang jika benda tersebut tercelup seluruhnya

tetapi tidak mencapai dasar dari zat cair tersebut. Dalam keadaan ini berat benda

sama dengan gaya apung dan volume benda yang tercelup sama dengan volume

zat cair yang dipindahkan. Sehingga persamaannya adalah:

(2.4)

Karena dan nilai gravitasi tetap, maka

(52)

Sebuah benda dikatakan terapung jika benda tersebut tercelup sebagian di

dalam zat cair. Dalam keadaan ini berat benda yang tercelup dalam fluida sama

dengan gaya apung.

(2.5)

Karena dan nilai gravitasi tetap, maka

2.3

Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah

dilakukan oleh Happy (2014) tentang penerapan model PBL sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa menyatakan bahwa berdasarkan

analisis data diperoleh kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan

sebesar 26,39%. Penelitian tersebut menunjukan penerapan pembelajaran berbasis

masalah efektif meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Sari (2012) telah melakukan penelitian tentang penerapan model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA. Hasil penelitian menunjukan bahswa kemampuan berpikir

kritis siswa meningkat 84% pada siklus II setelah diterapkannya model Problem Based Learning.

2.4

Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran Fisika di kelas masih menekankan pengetahuan dan

pemahaman materi. Aktivitas yang terjadi di kelas umumnya masih menempatkan

guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang membuat siswa menjadi

(53)

mengembangkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah dalam

menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.

Diperlukan penerapan pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar

siswa yang aktif, memupuk kerjasama antar siswa, serta melatih kemampuan

berpikir sehingga dapat memecahkan masalah yakni melalui model Problem Based Learning.

Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berlatih berpikir karena langkah pembelajaran ini adalah

dengan menyajikan suatu masalah sebagai awal proses pembelajaran. Model

pembelajaran ini dirancang untuk dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan

memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sekitar. Untuk membuat siswa

tertarik dan termotivasi dapat menggunakan media yang kreatif yaitu melalui

bantuan pohon masalah dimana siswa akan memilih masalahnya dan

penyelesaiannya disusun dalam bentuk diagram berdasarkan sebab-akibat

disajikan secara menarik. Dengan penerapan model berdasarkan masalah

berbantuan pohon masalah, kemampuan siswa dalam berpikir kritis akan lebih

meningkat.

Pada penelitian ini diambil tiga kelas. Dua kelas sebagai kelompok

eksperimen dan satu kelas yang lain sebagai kelompok kontrol. Kelompok

eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan model PBL dan kelompok kontrol

tanpa perlakuan. Sebelum proses berlangsung kedua kelas tersebut diberikan soal

(54)

kegiatan pembelajaran dan observasi selesai dilakukan, masing-masing kelompok

sampel akan diberikan test.

Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa tersebut, kemudian

dianalisis apakah kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dan

dibandingkan nilai tes tersebut untuk menentukan manakah yang lebih baik

kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen yang menggunakan

(55)
[image:55.595.124.518.97.698.2]

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Fisika

1. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru.

2. Proses pembelajaran masih menekanakan pengetahuan dan pemahaman materi.

3. Kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah kurang terlatih.

Strategi Pembelajaran

Pemilihan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Pemilihan Media Pembelajaran menggunankan Pohon masalah

Problem Based Learning berbantuan pohon masalah

Kemampuan berpikir kritis melalui pemecahan suatu masalah dengan menghubungkan sebab-akibat permasalahan

(56)

2.5

Hipotesis

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir maka disusun

hipotesis penelitian sebagai berikut:

a) Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) berbantuan pohon masalah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP.

b) Kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran dengan model PBL

berbantuan pohon masalah lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan

(57)

40

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penentuan Subjek Penelitian

3.1.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian

eksperimen. Menurut Sugiyono (2013: 107), metode penelitian eksperimen dapat

diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Desain

penelitian yang dipakai adalah quasi-experimental designs karena dalam desain ini peneliti tidak dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi

jalannya eksperimen. Terdapat 2 kelompok dalam penelitian, kelompok pertama

yang diberi perlakuan pembelajaran dengan model PBL berbantuan pohon masalah disebut kelompok eksperimen dan kelompok lain sebagai kelompok

kontrol. Kedua kelompok akan diberikan pretest-posttest untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis. Adapun desain penelitian dapat dilihat

[image:57.595.108.517.642.713.2]

pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

(Kelompok Eksperimen) (Kelompok Kontrol)

O1 O3

X1 X2

(58)

Keterangan:

O1 : Pretest kelompok eksperimen

O2 : Posttest kelompok eksperimen

O3 : Pretest kelompok kontrol

O4 : Posttest kelompok kontrol

X1 : pembelajaran dengan model pembelajaran PBL berbantuan pohon

masalah

X2 : pembelajaran dengan model ekspositori

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

(1) Menentukan populasi.

(2) Meminta kepada guru nilai Ulangan Akhir Semester Ganjil mata pelajaran

fisik

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Gambar 3.1 Langkah penelitian
Tabel 3.2 Kriteria Taraf Kesukaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan problem based learning lebih baik daripada menggunakan

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “PENERAPAN STRATEGI PROBLEM SOLVING BERBASIS SUPERITEM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis

KESIMPULAN Melalui penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ditemukan adanya pengaruh pelaksanaan Problem Based Instruction berbantuan e-Learning pada kemampuan berpikir kritis materi

Berdasarkan jabaran-jabaran tersebut model project-based learning PjBl berbantuan penilaian teman sebaya akan berdampak terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa karena mahasiswa

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul “Pembelajaran Model Problem Based Learning Berbantuan Multimedia untuk Meningkatkan Kemampuan

untuk mendeskripsikan terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa pada pengukuran awal pre-test antara kelas eksperimen yang menggunakan metode PBL berbantuan LKS dengan kelas

SIMPULAN DAN SARAN Pembelajaran menggunakan model problem based learning berbantu media interaktif berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis pada peserta didik kelas V