• Tidak ada hasil yang ditemukan

Besarnya nilai tambah pada kegiatan penambangan bijih nikel dan proses pengolahan menjadi Feni dan Nikel mate dapat dilihat pada Tabel 5.13

Kegiatan penambangan bijih nikel dengan volume penjualan 5.407.715.00 ton, harga Rp 411.931 atau US $ 45,77 per ton, maka nilai tambah yang diperoleh adalah sebesar US $ 77,857 juta atau US $ 30,056 per ton. Nilai tambah Feni dengan volume penjualan 18.500 ton, adalah US $ 213,117 juta atau US $ 137,495 per ton (Tabel 5.13 dan Tabel 5.14).

Penerimaan negara yang diperoleh dari usaha nikel, baik usaha yang menghasilkan bijih nikel maupun meliputi komponen PPh badan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPh karyawan dan iuran ekploitasi (royalty) dan pajak lainnya. Penerimaan negara pengusahaan dari pengusahaan bijih nikel dan Feni berturut-turut adalah sebesar

US $ 14,397 dan US $ 29,251 per ton. Sehingga ada potensi penerimaan negara dari pengolahan 11.635.416 ton bijih nikel menjadi Feni US $ 254,676 juta atau sebaliknya ada dampak kehilangan penerimaan negara sebesar

10%

82

US $ 167,519 juta apabila volume bijih nikel yang selama ini di ekspor

diberhentikan.

83

TABEL 5.13

NILAI TAMBAH PENAMBANGAN BIJIH NIKEL

ALIRAN KAS TAHUN NILAI TAMBAH PENERIMAAN NEGARA

( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) ( DALAM US $ )

SUMBER : PT. ANTAM, TBK UPB NIKEL MALUKU UTARA, 2011 (diolah kembali)

84

TABEL 5.14

NILAI TAMBAH PENGOLAHAN BIJIH NIKEL MENJADI FERRONIKEL

ALIRAN KAS TAHUN NILAI TAMBAH PENERIMAAN NEGARA

( DALAM RUPIAH ) ( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) SUMBER : PT. ANTAM, TBK UPB NIKEL SULTRA, 2011 (DIOLAH KEMBALI)

NO. URAIAN

82 5.3 Besi

5.3.1 Analisis Pasar

5.3.1.1 Kondisi Pertambangan Dunia

Produksi bijih besi dunia tahun 2010 mencapai 2,177 milyar ton, dan sebagian besar dihasilkan dari tambang bijih besi di Vale Group, Brasil, diikuti oleh perusahan Anglo-Australia BHP Billiton dan Rio Tinto Group. Tabel 5.15. memperlihatkan kelompok perusahaan terbesar yang memasok bijih besi dunia berdasarkan kapasitas produksi. Sedangkan berdasarkan negara, China memproduksi bijih besi terbesar di dunia sebesar 900 ribu ton meningkat 2,3% dari tahun sebelumnya, kemudian diikuti oleh Australia, Brazil, dan Russia (Tabel 5.16). Dalam dua tahun terakhir, produksi bijih besi dunia meningkat sekitar 8,3%. China bukan saja mendominasi dunia sebagai produsen tambang bijih besi, tetapi juga di industri pengolahan dengan produk pig iron. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.17. Dari jumlah poduksi pig iron dunia sebesar 999 juta ton, diantaranya sebesar 600 juta ton atau 60% diproduksi China. Sedangkan Jepang yang terdekat hanya memproduksi 82 juta ton untuk tahun 2010. Sementara produksi dunia tahun 2010 meningkat sekitar 6,8% dari tahun 2009, China meningkat sekitar 10,3%. Dalam periode tersebut Amerika Serikat, demikian pula Jerman, Perancis dan India kelihatannya meningkatkan kapasitas dengan membangun smelter menimbang peningkatannya sangat signifikan.

5.3.1.2 Kondisi Pertambangan Indonesia 1) Pasokan dan Permintaan Bijih Besi

Peningkatan kebutuhan baja dunia untuk pembangunan, terutama di Cina, menyebabkan bijih besi kadar rendah Indonesia juga ikut diperdagangkan dalam perdagangan dunia, seperti tercatat pada tahun 2010 mencapai lebih dari 5,5 juta ton.

Perusahaan penambangan bijih besi di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Kalimantan Selatan dan pada tahun-tahun terakhir berkembang pula di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Berdasarkan perolehan data ekspor selama di lapangan menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi NAD merupakan penyumbang ekspor bijih besi terbesar di Tanah Air. Sebagai gambaran, ekspor bijih besi melalui pelabuhan di Wilayah Kalimantan Selatan

83 tahun 2010 sebesar 4,95 juta ton dengan nilai FOB US$ 83,15 juta, sedangkan ekspor bijih besi yang melalui pelabuhan di Wilayah NAD baru mencapai 556,85 ribu ton dengan nilai FOB US$

12,13 juta (Tabel 5.18). Selama empat tahun terakhir ekspor bijih besi dari kedua wilayah tersebut 37,41%, dengan tujuan sebagai besar ke China, dan sebagaian kecil ke Hongkong, Malaysia, Jepang dan Vietnam.

TABEL 5.15

PRODUSEN BIJIH BESI TERBESAR DUNIA, TAHUN 2010

Perusahaan Negara Kapasitas (mt/thn)

Vale Group Brazil 417.1

Rio Tinto Group UK 273.7

BHP Billiton Group Australia 188.5

ArcelorMittal Group UK 78.9

Fortescue Mtals Group Australia 55.0

EvrazhHolding Group Rusia 50.4

Metalloinvest Group Rusia 44.7

AnBen Group China 44.7

Metinvest Holding Group Ukraina 42.8

Anglo American Group Afrika Selatan 41.1

LKAB Group Swedia 38.5

CVG Group Venezuela 37.9

Cliffs Natural Resources USA 34.6

NMDS Group India 32.6

Imidro Group Iran 29.8

CSN Group Brazil 28.0

Shougang Beijing Group China 26.5

US Stell Group USA 23.5

ENRC-Eurasian Natural Resources Kazakhstan 19.7

Wuhan Iron & Steel Group China 18.6

Total Kapasitas 2,177.3

Sumber : http://www.steelonthenet.com/plant.html

84

EKSPOR BIJIH BESI DARI KALIMANTAN SELATAN DAN NANGGROE ACEH DARUSSALAM, TAHUN 2007 – 2011

2009 2010 e Crude Iron content

PRODUKSI DAN CADANGAN BIJH BESI DUNIA, TAHUN 2009-2010

85 Hingga saat ini Indonesia hanya mampu memproduksi bijih besi, dan kemudian diekspor ke luar negeri, belum dan masih dalam tahapan pembangunan industri pengolahan bijih besi menjadi pelet berupa sponge iron atau pig iron sebagai bahan baku untuk industri besi baja (Gambar 5.20). Sehingga pemenuhan bahan baku pellet untuk industri besi baja di Indonesia sampai saat ini masih harus diimpor.

GAMBAR 5.20

KIRI : KEGIATAN PENAMBANGAN BIJIH BESI DI PT BABH ROT, KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

KANAN : LOKASI PENAMBANGAN BIJIH BESI LATERIT DI PT SEBUKU IRON LATERITIC ORES (PT SILO), KABUPATEN KOTA BARU

NO. PELABUHAN MUAT SATUAN 2007 2008 2009 2010 2011 (JANUARI - JULI)

Ton 2.280.410,02 2.483.729,00 2.592.798,00 3.081.051 2.170.319,00

NO. PELABUHAN MUAT SATUAN 2007 2008 2009 2010 2011 (JANUARI - MARET)

Ton 28.400,00

Sumber : Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Banjarmasin, Kotabaru, Kalimantan Selatan, Dinas Perdagangan NAD, 2011 (Data Diolah Kembali).

4. Sabang

5. Lhoong Port Aceh

7. Ulee Lheue Sea Port

JUMLAH DARI PELABUHAN KALSEL DAN NAD 6.

86 Berdasarkan data historis periode 2001-2010, sejak 2006, volume ekspor bijih besi lebih besar dari impor. Tapi hingga kini neraca perdagangan bijih besi tetap defisit. Hal ini mengingat harga ekspor bijih besi jauh lebih murah dari harga impor. Ekspor dalam bentuk bijih atau pasir sementara impor dalam bentuk pellet (Tabel 5.19).

TABEL 5.19

NERACA PERDAGANGAN BIJIH BESI

2) Pasokan dan Permintaan Industri Besi Baja

Sementara ini, industri besi baja di Indonesia masih menggunakan bahan baku berupa pellet dan scrap yang di impor. PT Karakatau Steel (PT KS) sebagai salah satu industri besi baja nasional mengimpor pellet berkualitas tinggi yang memenuhi spesifikasi kimia dan fisik tertentu, berkadar minimum 65% Fe, sebanyak sekitar 2,5 juta ton per tahun dan akan mencapai 4 juta tahun pada akhir tahun 2020. Proses yang digunakan di PT KS adalah HYL proses yang menggunakan gas alam yang direformasi menjadi gas CO dan H2 untuk mereduksi pellet menjadi sponge iron. Selanjutnya sponge iron dilebur menjadi baja dalam tungku listrik.

Sedangkan industri baja lainnya yang dijalankan oleh pihak swasta seperti PT Gunung Garuda, Ispatindo, dll, kebanyakan menggunakan bahan baku berupa scrap yang juga diimpor sebesar 1,4 juta ton per tahun.

Berdasarkan data dari Direktorat Industri Logam, jenis besi baja dari ratusan jenis dikelompokkan menjadi delapan jenis, yaitu besi baja kasar, besi beton, batang kawat, hot rolled cols, pipa cold rolled cols, baja lembaran dan tin plate.

Dalam kurun waktu 2004-2010, produksi besi baja relatif meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 1,58% per tahun. Pada tahun 2010 ini tingkat produksi mencapai 11,181 juta ton.

Produk jenis terbesar adalah besi kasar, hot rolled coils, dan besi beton, sedangkan jenis lainnya di bawah 1 juta ton.

2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010

1 Iron ores and concentrates :

non agglomerated 43.154.340 101.231.602 135.924.644 105.752.922 178.419.373 2.161.408.325 5.207.610.648 6.545.776.882 5.736.606.437 8.548.101.488 2 Iron ores and concentrates :

agglomerated - 848.870 4.289.901 2.307.354 3.851.807 - 20.512.661 139.200.552 52.700.379 108.031.259 TO TAL EXPO RT 43.154.340 102.080.472 140.214.545 108.060.276 182.271.180 2.161.408.325 5.228.123.309 6.684.977.434 5.789.306.816 8.656.132.747

1 Iron ores and concentrates :

non agglomerated 181.586.576 187.831.885 416.299.558 173.468.561 383.355.045 1.725.346.434 1.676.411.077 2.204.755.263 1.327.640.743 2.241.330.585 2 Iron ores and concentrates :

agglomerated 2.813.932 3.034.560 30.912.148 10.937.622 9.223.661 47.702.133 60.731.825 213.975.694 40.426.854 65.028.389

TO TAL IMPO RT 184.400.508 190.866.445 447.211.706 184.406.183 392.578.706 1.773.048.567 1.737.142.902 2.418.730.957 1.368.067.597 2.306.358.974

-141.246.168 -88.785.973 -306.997.161 -76.345.907 -210.307.526 388.359.758 3.490.980.407 4.266.246.477 4.421.239.219 6.349.773.773 Sumber : Kementerian Perindustrian, 2011

KESEIMBANGAN

NILAI : US$ BERAT : KG

URAIAN NO

87 Dalam rangka memenuhi kebutuhan besi baja di samping dipasok dari dalam negeri, juga mendapat pasokan dari luar negeri. Perkembangan impor ini sangat signifikan menimbang dalam kurun waktu 6 tahun terakhir hampir melipat dua kali. Tahun 2010 jumlah impor mencapai 8,533 juta ton, terutama sumbangan dari jenis besi kasar, hot rolled coils, cold rolled coils, baja lembarang dan batang kawat baja.

Konsumsi besi baja di dalam negeri tahun 2010 mencapai 18,125 juta ton, di antaranya permintaan dari jenis besi kasar mencapai 7,132 juta ton, hot rolled coils 3,652 juta ton, cold rolled coils 2,092 juta ton, besi beton 2,049 juta ton, dan batang kawat baja 1,300, sedangkan jenis lainnnya dibawah 1 juta ton. Pertumbuhan konsumsi dalam periode 2004-2010 berkembangan dengan rata rata 7,14% per tahun.

Adapun besi baja yang diekspor ke luar negeri cukup berkembang dengan tingkat pertumbuhan sekitar 9,24% per tahun, dan hingga tahun 2010 mencapai 1,515 juta ton.

Dengan demikian, perkembangan pemasokan (produksi dan impor) dan kebutuhan (konsumsi dan ekspor) besi baja di Indonesia sejak tahun 2004 hingga 2010 cenderung terus meningkat (Tabel 5.20). Keseimbangan pasokan dan permintaan hampir tecapai pada tahun 2010-2011 ini, namun untuk tahun ke depannya, Indonesia dihadapkan pada permintaan yang melebihi pasokan. hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang berkembangnya industri pengolahan besi di Indonesia.

88

TABEL 5.20

PERKEMBANGAN PRODUKSI, IMPOR, KONSUMSI, EKSPOR LOGAM BESI BAJA INDONESIA

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010* Sumber : Direktorat Industri Logam, Tahun 2009 ( Data Diolah Kembali)

NO . URAIAN JUMLAH PRO DUKSI (DALAM TO N)

Trend (%)

89 3) Perkembangan Investasi Pembangunan Industri Besi Baja

Perkembangan investasi pembangunan industri besi baja di tanah air pada masa mendatang tampaknya cukup menggembirakan, terbukti sejak tanggal 7 April 2009 tahun 2009 PT. Meratus Jaya Iron & Steels, yang merupakan perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel Tbk dan PT Aneka Tambang Tbk, telah memulai pembangunan tiang pancang pabrik sponge iron dengan kapasitas 315.000 ton/tahun di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan dengan investasi awal sebesar 62 juta $ USA dengan menggunakan teknologi Direct Rotary Kiln yang saat ini masih dalam taraf konstruksi dan rencananya akan mulai produksi perdananya pada awal tahun 2012 (Gambar 5.21). Selain PT. Meratus Jaya Iron & Steels yang saat ini sedang menyelesaikan tahap konstruksinya, akan disusul kemudian oleh investor-investor lain yang telah berminat mendirikan pabrik pengolahan besi-baja di Provinsi Kalimantan dan Banten.

GAMBAR 5.21

KEGIATAN PROSES PEMBANGUNAN PABRIK PENGOLAHAN BIJIH BESI PT. MERATUS JAYA IRON & STEEL, KABUPATEN TANAH BUMBU

Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian Provinsi Kalimantan Selatan, beberapa perusahaan lain yang akan menyusul pembangunan pabrik pengolahan besi baja di Provinsi Kalimantan Selatan adalah : PT. Mandan Steel berlokasi di Kabupaten Tanah Bumbu dengan kapasitas produksi 1.000.000 ton Sponge Iron/tahun, PT. Delta Prima Steel berlokasi di Kabupaten Tanah Laut dengan kapasitas produksi 126.000 ton Sponge Iron/tahun, PT. Tri Agung Tambang berlokasi di Kabupaten Tabalong (kapasitas produksi belum jelas), dan PT. Semeru Surya Steel berlokasi di Kabupaten Tanah Laut dengan kapasitas produksi 120.000 ton Pig Iron/tahun.

Sementara itu berdasarkan data dari Dinas Perindustrian Provinsi Banten, di wilayah ini akan dibangun industri baja terpadu Joint antara PT. Krakatau Steel dan Pohang Steel & Iron

90 Company (POSCO) dengan nama PT. Krakatau Posco yang berlokasi di Cilegon-Banten dengan kapasitas produksi 3.000.000 ton/tahun (produksi : slab 1,5 juta ton, pelat 1,5 juta ton).

Sementara itu kebutuhan bahan baku berupa bijih besi dan pellet setiap tahunnya hingga tahun 2014 untuk PT. Meratus Jaya Iron & Steel ± 500.000 MT/tahun, PT. Mandan Steel ± 1.600.000 MT/tahun, PT. Delta Prima Steel ± 200.000 MT/tahun, PT.Semeru Surya Steel ± 200.000 MT/ton, dan PT. Krakatau Posco ± 4.920.000 MT/tahun dan akan meningkat menjadi ± 9.840.000 ton pada tahun 2016. Dengan demikian pada tahun 2014 setidaknya akan terserap bijih besi sebagai bahan baku industri besi baja olahan sekitar 7.420.000 MT/tahun, dan mulai tahun 2016 diperkirakan akan menyerap bahan baku bijih besi sekitar 12.340.000 MT/tahun.

Dengan demikian apa yang dikhawatirkan selama ini bahwa jika ekspor bijih besi di stop pada tahun 2014 setidaknya tidak usah dikhawatirkan lagi karena jika rencana pembangunan pabrik pengolahan besi baja tersebut sukses dibangun maka justru masih akan kekurangan pasokan bijih besi yang dibutuhkan (Tabel 5.21 dan Tabel 5.22).

TABEL 5.21

RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI BESI BAJA DI KALIMANTAN SELATAN

TABEL 5.22

MATERIAL CONSUMPTION 3 MT PA STEEL PT. KRAKATAU POSCO

JUMLAH KEBUTUHAN BIJIH BESI DAN PELLET

1. PT. MERATUS JAYA IRON STEEL 315.000 TON/TAHUN SPONGE ± 500.000 MT / TAHUN KAB. TANAH BUMBU TIANG PANCANG 7 APRIL 2009

TECH. DIRECT ROTARY KILN

2. PT. MANDAN STEEL 1.000.000 TON/TAHUN SPONGE ± 1.600.000 MT / TAHUN KAB. TANAH BUMBU

3. PT. DELTA PRIMA STEEL 2 x 175 TPD SPONGE IRON ± 200.000 MT / TAHUN KAB. TANAH LAUT TECH. DIRECT ROTARY KILN

( ± 126.000 TON/TAHUN)

4. PT. TRI AGUNG TAMBANG KAB. TABALONG

5. PT. SEMERU SURYA STEEL 120.000 TON/TAHUN PIG IRON ± 200.000 MT / TAHUN KAB. TANAH LAUT TECH. BLAST FURNASE /

TOTAL INVESTASI DI KALSEL OPEN HEARTH FURNACE

6. PT. KRAKATAU POSCO 3.000.000 TON / TAHUN 4.920.000 MT / TAHUN CILEGON-BANTEN INDUSTRI BAJA TERPADU,

(Saham KS 30%, POSCO 70%) (Prod. Slab 1,5 jt ton, Pelat 1,5 jt ton) mulai produksi penuh 2014

Joint : KS & Pohang Steel & Iron Company (POSCO)

- Data Diolah Kembali

NO. NAMA PERUSAHAAN NILAI INVESTASI KAPASITAS PRODUKSI LOKASI KETERANGAN

Sumber : - Dinas Perindustrian Provinsi Kalimantan Selatan, 2011 - PT. Krakatau Posco, Cilegon 2011

828 juta US $

1,5 Milyard US $ 12 juta US $ 60 juta US $

91 5.3.2 Peningkatan Nilai Tambah

Pemegang KP pertambangan bijih besi, kecuali PT SILO di P Sebuku, umumnya hanya menguasai wilayah terbatas dengan jumlah cadangan marginal/kecil. PT SILO menguasai cadangan lebih dari 300 juta ton bijih laterit dibandingkan dengan lebih dari selusin perusahaan di Kalimantan Selatan yang hanya meliputi cadangan sekitar 70 juta ton. Dari cadangan PT SILO sebesar itu, hanya 20% yang dapat dijual ke pasar dunia sebagai bijih besi, sehingga sisanya akan digunakan sendiri untuk memproduksi pig iron, diperkirakan pada 2014 sudah mulai berproduksi. Tambang marjinal yang dikuasai oleh banyak perusahan di luar PT SILO belum mempunyai rencana untuk mendirikan smelter untuk peleburan bijih besi. Oleh karena itu, saat ini PT Meratus Jaya Iron and Steel (MJIS) mencoba membangun smelter peleburan bjih besi dengan teknologi SL/RN. Konsep bisnis yang akan diterapkan oleh MJIS adalah bijih besi dipasok dari tambang-tambang marjinal dan produk berupa sponge iron dioleh menjadi baja di PT Krakatau Streel. Pola kerjasama tersebut disajikan pada Gambar 5.22.

GAMBAR 5.22

Sumber : PT. Krakatau Posco, Integrated Steel Mill Project In Indonesia. 2011

INPUT (DRY BASIS) PT. KP REQ UIREMENT (TO N/ YEAR)

92

POLA BISNIS PENGOLAHAN BIJIH BESI KALSEL (SUMBER PT ANTAM)

Namun demikian tidak ada jaminan perusahan-perusahan tersebut akan mensupply bijih besi sebagai bahan baku, karena selama ini produksi bijih besi langsung diekspor. Diperlukan regulasi kebijakan pemerintah untuk memaksa tambang-tambang marjinal memasok kebutuhan lokal. PT Meratus Jaya Iron and Steel (MJIS) adalah perusahaan patungan antara PT.

Karakatau Steel (60,22%), PT Antam (31%) dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan 8,76%.

Konservasi lingkungan juga menjadi masalah utama dalam pengolahan pasir besi menjadi pig iron. PT Jogja Magasa Iron yang sudah melakukan ekplorasi secara detil terkandung deposit 280 juta belum dapat didirikan akibat terkendala kesiapan/ketakutan masyarakat akan kerusakan lingkungan.

Permasalahan lainnnya beredarnya produk impor besi baja dengan harga tidak wajar yang pemasukannya illegal yang merusak pasar industri dalam negeri. Diharapkan dengan adanya kebijakan peningkatan nilai tambah, seperti PT SILO dan PT MJIS dapat menjembatani yang hingga kini industri besi baja di Indonesia seperti halnya PT Krakatau Steel sangat tergantung bahan baku impor berupa pelet.

GAMBAR 5.23

POHON INDUSRI BAJA DI INDONESIA

5.3.2.1 Alternatif Teknologi Pengolahan Bijih Besi

93 Pada saat ini logam besi wantah (pig iron) dihasilkan dari proses tanur tegak (Blast furnace), membutuhkan bijih besi berupa lump berkadar tinggi, pellet atau sinter, dan kokas sebagai pereduksi dan sumber panas. Dalam tanur tegak bijih besi mengalami reduksi secara bertingkat sampai dihasilkan logam besi wantah. Kapasitas minimum pengolahan bijih besi menggunakan blast furnace adalah 300-500 ribu ton hot metal per tahun. Pengaplikasi teknologi blast furnace di Indonesia harus memperhitungkan kebutuhan kokas, yang harus di import. Sintering plant bijih besi juga harus dintegrasikan untuk mengolah bijih besi halus maupun konsentrat besi hasil peningkatan kadar.

Teknologi lain yang sudah proven dalam pengolahan bijih besi maupun pasir besi adalah SL/RN proses yang pada intinya adalah proses reduksi dalam tungku putar dan peleburan terhadap reduced iron dalam tungku listrik (EAF/SAF). Reduksi dalam tungku putar membutuhkan gas alam sebagai reduktor dan sumber panas, tetapi juga dapat mempergunakan sub bituminous coal. Sumber daya batubara dan gas alam banyak terdapat di Indonesia. Teknologi SL/RN membutuhkan kandungan Fe dalam bijih besi relative rendah minimum 55% Fe. Diagram alir proses pengolahan bijih besi dengan teknologi SL/RN dapat dilihat pada Gambar 5.24, hasil reduksi berupa reduced iron/sponge iron dilebur dalam tungku listrik (EAF, electric arc furnace).

GAMBAR 5.24

TEKNOLOGI SL/RN DALAM PENGOLAHAN BIJIH BESI (SUMBER PT ANTAM)

94 Hasil reduksi berupa reduced iron/sponge iron selanjutnya dilebur dalam tungku listrik (EAF, electric arc furnace). Peningkatan nilai tambah pengolahan bijih besi dari bijih besi bisa ditingkatkan menjadi produk sponge iron/pig iron, kemudian sponge iron/pig iron dimurnikan dalam tungku converter akan dihasilkan baja yang telah memiliki nilai tambah lebih tinggi dari pada pig iron. Ilustrasi peningkatan nilai tambah bijih besi dengan melakukan diversifikasi produk. Peningkatan nilai tambah lain dari pengolahan bijih besi dengan teknologi SL/RN adalah pemanfaatan terbentuknya gas buang (heat off gas) dari proses reduksi untuk menggerakkan tenaga listrik berdaya 24,8 MW, sehingga kelebihan dari tenaga listrik dapat disalurkan kemasyarakat sekitar.

Perbedaan pengolahan bijih besi dan pasir besi adalah pada pengolahan bijih besi, produk yang dihasilkan masih bisa dibuat sebagai produk antara berupa sponge iron sedangkan pengolahan pasir besi harus sampai pig iron karena besi reduksi dari pasir besi belum dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja, kandungan titan yang tinggi menyebabkan peleburan harus dilakukan tungku SAF, submerge arc furnace. Sedangkan sponge dari bijih besi dapat dilakukan dalam tungku EAF, electric arc furnace.

5.3.2.2 Peningkatan Nilai Tambah Besi

a) Peningkatan Nilai Tambah Penambangan Bijih Besi (Wantah)

Untuk mengetahui gambaran umum besarnya nilai tambah penambangan bijih besi (wantah), maka konsep perhitungannya didasarkan pada sumber dari PT. Babahrot, PT. SILO Sebuku, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Barat Daya, dan dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru.

Berdasarkan data tersebut dan berdasarkan model pendekatan pendapatan, besarnya nilai tambah produk bijih besi (wantah) dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi, sehingga diperoleh hasil sebesar US $ 7,31 juta atau US $ 7,31 per ton. Adapun perinciannya adalah berupa : PPh Tenaga Kerja sebesar US $ 0,14, Balas Jasa Tenaga Kerja Bersih sebesar US $ 0,77, Surplus Usaha Badan Bersih sebesar US $ 3,67, PPh Badan sebesar US $ 1,57, CSR ke desa sebesar US $ 0,04, Jasa Surveyor sebesar US $ 0,20, Asuransi/Jamsostek sebesar US $ 0,08, Royalty tambang sebesar US $ 0,60, jasa lainnya US $ 0,07, dan berupa bunga sebesar US $ 0,18.

95 Demikian pula penerimaan negara untuk tingkat produksi 1.000.000 ton/tahun akan berjumlah sebesar US $ 2.304.132,20, terdiri atas dari penerimaan PPh tenaga kerja sebesar US $ 136.500 $ USA, PPh Badan sebesar US $ 1.572.632,20 $ USA, dan Royalty tambang sebesar US $ 595.000 (PPn 10 % belum diperhitungkan/untuk lebih jelasnya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.23).

TABEL 5.23

NILAI TAMBAH PENAMBANGAN BIJIH BESI

96 b) Peningkatan Nilai Tambah Pegolahan Bijih Besi menjadi Sponge Iron

ALIRAN KAS TAHUN NILAI TAMBAH PENERIMAAN NEGARA

( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) ( DALAM US $ ) Sumber : - PT. Bumi Babahrot di Kabupaten Aceh Barat Daya, 2011 (Cash Flow FS Iron O re Project - Belitung Island, 2008).- PT. Bumi Babahrot di Kabupaten Aceh Barat Daya dan PT SILO , 2011

- Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Barat Daya, 2011 - Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kotabaru, 2011

NO . URAIAN

97 Gambaran umum besarnya nilai tambah produk sponge iron berdasarkan sumber data dari PT Meratus Jaya Iron & Steel (Plant Batulicin, 2011), dapat disebutkan bahwa dengan menggunakan technologi Direct Rotary Kiln berkapasitas 315.000 ton sponge iron, dimana sisa panas pada proses peleburan dimanfaatkan untuk menggerakkan PLTU berkapasitas 28 MW, dan nilai jual per ton sponge iron sebesar 240, maka akan diperoleh nilai tambah sebesar US $ 27.128.296,81 / tahun, atau sebesar US $ 86,58 / ton yang secara rinci adalah berupa : PPh tenaga kerja sebesar US $ 1,30, balas jasa tenaga kerja bersih sebesar US $ 8,67, PPh Badan Usaha sebesar US $ 21,68, Surplus Usaha bersih sebesar US $ 50,58, pendapatan bunga US $ 2,53, asuransi/jamsostek US $ 1,32, dan CSR US $ 0,51 $ USA. Sedangkan dilihat dari sisi penerimaan negara, untuk setiap tonnya negara akan mendapatkan penerimaan sebesar US $ 22,98 (PPn 10 % belum diperhitungkan) dengan perincian berupa : PPh tenaga kerja sebesar US $ 1,30, dan PPh Badan sebesar US $ 21,68. Dengan demikian untuk produk sponge iron berkapasitas 315.000 ton/tahun negara akan menerima US $ 7.237.141,20, dengan perincian dari PPh tenaga kerja sebesar US $ 409.500,00 $ USA, dan PPh Badan sebesar US $ 6.827 (untuk lebih jelasnya lihat Tabel 5.24).

TABEL 5.24

Sumber : Data hasil kunjungan di PT Meratus Jaya Iron & Steel Batulicin, 2011 (Data diolah kembali) HARGA (US $ )

NO . URAIAN JUMLAH

98 Jika dari proses penambangan bijih besi (wantah) tersebut langsung diolah menjadi 315.000 ton sponge iron, maka nilai tambah sebesar US $ 30.144.451,6, nilai surplus usaha ditambah bunga sebesar US $ 18.256.198,1, nilai balas jasa, asuransi/jamsostek, CSR, dan jasa lainnya sebesar US

$ 3.632.823,3, dan Penerimaan negara berupa royalty, PPh. Tenaga kerja, dan PPh. badan usaha (PPn 10 % belum diperhitungkan) sebesar US $ 8.255.403,1.

Berdasarkan kajian, nilai tambah komoditas besi dimulai dari adanya kegiatan penambangan kemudian untuk kegiatan proses pengolahan menjadi produk olahan sponge iron atau sejenisnya seperti pig iron atau billet hingga ke proses lebih hilir lagi, dapat disajikan seperti pada Gambar berikut.

GAMBAR 5.25

PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL BESI

5.3.2.3 Dampak Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Bijih Besi

Jika rencana pembangunan industri besi baja di Kalimantan Selatan dan Banten berjalan sesuai rencana, dengan kapasitas produksi sponge iron atau sejenisnya, pada tahun 2014 sebesar 4.785.000,00 ton (3.000.000 ton diantaranya adalah kapasitas produksi PT. Krakatau-Posco) maka diperkirakan pada tahun tersebut akan membutuhkan bijih besi sekitar 7.500.000 ton.

Jika rencana pembangunan industri besi baja di Kalimantan Selatan dan Banten berjalan sesuai rencana, dengan kapasitas produksi sponge iron atau sejenisnya, pada tahun 2014 sebesar 4.785.000,00 ton (3.000.000 ton diantaranya adalah kapasitas produksi PT. Krakatau-Posco) maka diperkirakan pada tahun tersebut akan membutuhkan bijih besi sekitar 7.500.000 ton.