• Tidak ada hasil yang ditemukan

b) Pasal 94: pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah, langsung atau

kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya;

c) Pasal 95 : komoditas tambang yang ditingkatkan nilai tambahnya adalah mineral logam, bukan logam, batuan, atau batubara;

d) Pasal 96 : ketentuan tentang tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Menteri.

3) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Kebijakan Pembatasan Produksi Pertambangan Mineral Nasional:

26 a) Pasal 4 ayat (2): Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral nasional

tertentu, antara lain dapat berupa timah, nikel, besi, emas, atau tembaga.

b) Pasal 6: Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral tertentu nasional untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi setiap tahun. Evaluasi didasarkan atas kajian terhadap asas konservasi, kapasitas produksi nasional, optimalisasi penerimaan negara, peningkatan nilai tambah, kebutuhan ekspor, pasokan dalam negeri dan daya dukung Iingkungan.

4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2009

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2009tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri:

a) Pasal 2 ayat (1): badan usaha pertambangan mineral dan batubara harus mengutamakan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri;

b) Pasal 6 ayat (1): pemerintah (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) merencanakan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri untuk masa satu tahun;

c) Pasal 9: harga mineral dan batubara yang dijual di dalam negeri mengacu pada harga patokan mineral dan batubara, baik untuk penjualan langsung (spot) atau penjualan jangka tertentu (term).

2.3.2 Peraturan Pendukung (Terkait Solusi Peningkatan Nilai Tambah) 1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

a. Pasal 3 ayat (2): tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

b) Menciptakan lapangan kerja;

c) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

d) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;

e) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;

f) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

27 b. Pasal 4 ayat (1): pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal, antara lain untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Kemudahan Penanaman Modal di Daerah:

a. Pasal 3: pemberian insentif dapat berbentuk:

a) Pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak daerah;

b) Pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi daerah;

c) Pemberian dana stimulan; dan/atau d) Pemberian bantuan modal.

b. Pasal 7: pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal diatur dengan peraturan daerah.

3) Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional:

a. Pasal 4 ayat (1): pemerintah dapat memberikan fasilitas kepada:

a) Industri prioritas tinggi, baik industri prioritas nasional maupun industri prioritas berdasarkan kompetensi inti industri daerah;

b) Industri yang dibangun di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau daerah lain yang dianggap perlu;

c) Industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan inovasi;

d) Industri yang melakukan pembangunan infrastruktur;

e) Industri yang melakukan alih teknologi;

f) Industri yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, menengah, atau koperasi;

g) Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri; atau

h) Industri yang menyerap banyak tenaga kerja.

b. Pasal 4 ayat (2): fasilitas yang diberikan tersebut berupa insentif fiskal, insentif nonfiskal, dan kemudahan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28 4) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2008 tentang Verifikasi Ekspor Produk

Pertambangan:

Setiap pelaksanaan ekspor produk pertambangan tertentu wajib terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis. Jenis produk pertambangan tersebut antara lain : kuarsa, bijih besi, bijih mangan, bijih tembaga, bijih nikel, bijih aluminium, bijih timbal, bijih seng, bijih uranium, bijih titanium, bijih zirkon, dan batubara.

5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang dan Modal Bahan Untuk Bangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal:

a. Pasal 2 ayat (1): Pembebasan bea masuk diberikan pada industri yang menghasilkan barang dan/atau industri yang menghasilkan jasa yang mengimpor mesin, barang, dan bahan.

b. Pasal 2 ayat (2): Industri yang menghasilkan jasa antara lain mencakup industri pertambangan, konstruksi, transportasi, dan kepelabuhan.

c. Pasal 2 ayat (3): Pembebasan bea masuk diberikan sepanjang mesin, barang, dan bahan tersebut:

a) belum diproduksi di dalam negeri;

b) sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan; atau

c) sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.

6) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19/M-Ind/Per/2/2010 tentang Daftar Mesin, Barang, dan Bahan Produksi Dalam Negeri Untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal, yang antara lain memuat daftar mesing, barang, dan bahan yang akan dijadikan acuan untuk pembebasan bea masuk atau tidak.

2.4 Teknologi Pengolahan dan Pemurnian 2.4.1 Bauksit

29 Pencucian bijih bauksit dilakukan dua kali proses, pertama dilakukan di areal tambang dan yang kedua dilakukan di Pabrik sebelum bahan galian disimpan di stockpile. Proses ini dilakukan untuk mengurangi kadar silika, oksida besi, oksida titan dan mineral-mineral pengotor lainnya sehingga akan mempertinggi kualitas bijih bauksit

Proses pencucian yang dilakukan pada instalasi pencucian bertujuan untuk meliberasi bijih bauksit terhadap unsur-unsur pengotornya yang pada umumnya berukuran -2 mm yaitu berupa tanah liat (clay) dan pasir kuars. Sehingga hasil dari proses pencucian tersebut akan mempertinggi kualitas bijih bauksit, yaitu didapatkan kadar alumina yang lebih tinggi dengan berkurangnya kadar silika, oksida besi, oksida titan dan mineral-mineral pengotor lainnya.

Peningkatan nilai kadar Al2O3 hasil pencucian sebagai contoh dari analisis sampai sebelum dicuci diperoleh harga sekitar 35,34 %, pada sampel setelah dicuci didapatkan kadar 47,28 %.

Instalasi pencucian digunakan untuk mencuci bijih bauksit yang berasal dari front penambangan. Peralatan pencucian berupa ayakan putar (tromol rail atau rotary grizzly) dan ayakan getar (vibrating screen). Atau bisa juga menggunakan alat tromol screen. Ayakan putar mempunyai fungsi untuk mencuci bijih bauksit yang masuk melalui hopper (stationary grizzly), sedangkan ayakan getar berfungsi untuk mencuci bijih bauksit yang keluar dari ayakan putar.

Ayakan getar mempunyai dua tingkat, ayakan tingkat pertama (bagian atas) mempunyai lebar lubang bukaan 12,5 mm dan ayakan tingkat kedua (bagian bawah) mempunyai lebar bukaan 2 mm, alat ini disebut juga sistem ayakan getar bertingkat (vibration horizontal double deck screen).

Secara keseluruhan proses pencucian bauksit terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Penghancuran untuk memperkecil ukuran bijih bauksit yang berasal dari front penambangan.

2. Pembebasan (liberasi) yaitu proses pembebasan bijih bauksit dari unsur-unsur pengotor.

3. Pemisahan (sorting) bijih bauksit yang berdasarkan pada perbedaan ukuran dan pemisahan terhadap fraksi yang tidak diinginkan yaitu yang berukuran -2 mm.

Untuk mendapatkan alumina murni dapat dilakukan proses pengolahan bauksit sebagai berikut :

30 Bijih bauksit merupakan mineral oksida yang sumber utamanya adalah:

1. Al2O3.3H2O, Gibbsit yang sifatnya mudah larut

2. Al2O3.3H2O, Bohmit yang sifarnya susah larut dan Diaspore yang tidak larut. Berdasarkan data yang ada:

Tabel 2.5