• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEKNO EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENINGKATN NILAI TAMBAH BAUKSIT, NIKEL,BIJIH BESI, MANGAN DAN ANODE SLIME. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN TEKNO EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENINGKATN NILAI TAMBAH BAUKSIT, NIKEL,BIJIH BESI, MANGAN DAN ANODE SLIME. Oleh :"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

Puslitbang tekMIRA Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211

Telp : 022-6030483 Fax : 022-6003373

E-mail : Info@tekmira.esdm.go.id

D

DR RA A FT

F

T L LA AP PO OR RA AN N

KAJIAN TEKNO EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENINGKATN NILAI TAMBAH BAUKSIT, NIKEL,BIJIH BESI, MANGAN DAN ANODE SLIME

Oleh :

Drs. Ijang Suherman Prof. DR. Ir. Pramusanto

Drs. Sudjarwanto Drs. Triswan Suseno Drs. Jafril Rochman Saefudin, ST.

Drs. Harta Haryadi Ir. Edwin A. Daranin, M.Sc.

Yudo Supriyantono, ST.

Ir. Suryadi Saleh Ir. Suratman

(2)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BALITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

2011

(3)

1 S A R I

Pengaturan mengenai perlunya dilakukan peningkatan nilai tambah komoditas mineral dan batubara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU No 4/2009) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 (PP No 23/2010) yang mengamanatkan kepada pemegang izin pertambangan (KK, PKP2B dan KP) untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakukannya UU No 4/2009.

Dari gambaran pasar di dalam negeri dan dunia terhadap mineral logam bauksit, nikel, besi, mangan dan produk samping anode slime, menunjukkan prospek yang positif bagi tumbuhnya industri pengolahan dan pemurnian di Indonesia. Demikian pula melihat adanya peningkatan nilai tambah dari pengolahan dan pemurnian dibandingkan hanya menambang saja.

Penyediaan dan peningkatan infrastruktur fisik seperti sarana dan prasarana perhubungan serta penyediaan energi sebagai syarat utama didalam pembangunan industri pengolahan dan pemurnian di Indonesia. Sedangkan peningkatan koordinasi, baik antara lembaga pemerintah secara sektoral maupun antara lembaga pemerintah dengan pihak swasta (perusahaan), merupakan prasyarat dalam menuntaskan Rancangan Peraturan Menteri tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, dan juga dalam pelaksanaannya.

Kata Kunci : pengololahan, pemurnian, mineral logam, pasar, nilai tambah, kebijakan.

(4)

i KATA PENGANTAR

Untuk meningkatkan nilai tambah dari kegiatan pertambangan mineral dan batubara, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti Undang-Undang No.11 Tahun 1967 Tentang Pertambangan Umum.

Salah satu upaya pemerintah di dalam peningkatan nilai tambah adalah mewajibkan perusahaan tambang di dalam negeri untuk mengolah lebih lanjut hasil tambangnya, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari komoditas tambang tersebut, menyetap tenaga kerja lokal, mendukung industri hilir di dalam negeri dan meningkatkan pemerimaan negara serta memberikan manfaat lainnnya.

Oleh karena itu, untuk mendukung pelaksanaan peraturan yang terdapat di Undang-undang tersebut, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) melakukan pengkajian tekno ekonomi dan kebijakan peningkatan nilai tambah bauksit, nikel, bijih besi, mangan dan tembaga/anode slime, yang dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2011 ini dengan sasaran diketahuinya nilai keekonomian melalui kajian pasar mineral utama dan ikutan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara.

Dengan hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah di dalam menerapkan kebijakan dan regulasi peningkatan nilai tambah, khususnya mineral bauksit, nikel, bijih besi, mangan dan tembaga/anode slime.

Bandung, Desember 2011 Tim Kajian Tekno-ekonomi dan Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah

(5)

ii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

S A R I ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan ... 5

1.3 Tujuan ... 6

1.4 Sasaran ... 6

1.5 Lokasi Kegiatan Penelitian ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Potensi Sumber Daya Dan Cadangan Mineral ... 7

2.2 Kondisi Pengusahaan Mineral ... 10

2.3 Kebijakan Nilai Tambah ... 16

2.4 Teknologi Pengolahan dan Pemurnian ... 20

3 PROGRAM KEGIATAN ... 44

3.1 Analisis Pasar ... 44

3.2 Analisis Ekonomi ... 45

4 METODOLOGI ... 46

4.1 Metoda Pengumpulan Data ... 46

42 Metoda Pengolahan ... 47

4.2 Metoda Analisis ... 47

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

5.1 Bauksit ...51

5.1.1 Kajian Pasar ... 51

5.1.2 Kajian Peningkatan Nilai Tambah dan Penerimaan Negara ...60

5.2 Nikel ... 69

5.2.1 Kajian Pasar ... 69

5.2.2 Kajian Peningkatan Nilai Tambah dan Penerimaan Negara ...75

5.3 Bijih Besi ...82

(6)

iii

5.3.1 Kajian Pasar ... 82

5.3.2 Kajian Peningkatan Nilai Tambah dan Penerimaan Negara ...90

5.4 Mangan ...98

5.4.1 Kajian Pasar ... 98

5.4.2 Kajian Peningkatan Nilai Tambah dan Penerimaan Negara ...107

5.5 Tembaga ...112

5.5.1 Kajian Pasar ... 112

5.5.2 Kajian Peningkatan Nilai Tambah ... 123

5.5.3 Optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak ... 128

5.6 Kajian Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah ... 133

5.6.1 Perubahan Paradigma ... 133

5.6.2 Tantangan Implementasi Peningkatan Nilai Tambah ... 135

5.6.3 Strategi Peningkatan Nilai Tambah ... 138

6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 150

6.1 Kesimpulan ... 150

6.2 Rekomendasi ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155

(7)

iv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sumberdaya dan Cadangan Mineral Logam

Di Indonesia Tahun 2010 ... 7

2.2 Produksi Dan Cadangan Bauksit Dunia ... 10

2.3 Sumber Daya Mangan Dunia ... ... 14

2.4 Produksi Dan Penjualan Komoditas Mineral Logam, Tahun 2010 ... 17

2.5 Realisasi Dan Proyeksi Produksi Tambang Mineral Menurut Jenis , 2009 - 2014 ... 18

2.6 Perkembangan Ekspor Tambang Mineral Menurut Perusahaan , 2005 - 2010*) ... ... 20

2.7 Mineral Oksida ... ... 27

2.8 Jenis Bijih Vs Teknologi Proses ... ... 29

2.9 Klasifikasi Logam Utama Dan Unsur Ikutan ... ... 38

3.0 Klasifikasi Mineral Utama Dan Mineral Ikutan ... ... 38

4.1 Matrik Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal ... ... 50

5.1 Perkembangan Ekspor – Impor Bauksit Dan Alumina Di indonesia Tahun 2001 – 2010 (TON)... ... 54

5.2 Produksi Bauksit , Alumina Dan Aluminium Dunia ... ... 55

5.5 Perkembangan Ekspor – Impor Aluminium Dirinci Berdasarkan Jenis Produk ... ... 57

5.4 Produksi Dan Penjualan Alumunium Ingot PT INALUM , Tahun 2004 – 2011 ... ... 59

5.5 Produksi Alumunium Dan Alumina Dunia , 2007 – 2010 ... ... 60

5.6 Nilai Tambah Penambangan Bijih Bauksit ... ... 63

5.7 Perbedaan Properti SGA Dan CGA ... ... 65

5.8 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit Menjadi CHEMICAL GRADE ALUMINA ... ... 66

5.9 Nilai Tambah Bauksit Menjadi ALUMINIUM ... ... 68

5.10 Perimbangann Pemasukan Dan permintaan Nikel Indonesia , 2003 – 2010 ... ... 70

5.11 Pengunaan Nikel Dunia ... ... 72

(8)

v

5.12 Produksi Nikel Dunia ... ... 73

5.13 Nilai Tambah Penambangan Biji Nikel ... ...80

5.14 Nilai Tambah Pengolahaan Bijih Nikel Menjadi FerroNikel ... ... 81

5.15 Produesn Bijih Besi Terbesar Dunia , Tahun 2010 ... ... 83

5.16 Produksi Dan Cadangan Bijih Besi Dunia ,Tahun 2009 – 2010 ... .... 83

5.17 Produksi PIG IRON Dunia Tahun 2009 – 2010 ... ... 84

5.18 Ekspor Bijih Besi Dari Kalimantan Selatan Dan Nanggroe Aceh Darussalam,Tahun 2007 – 2011 ... ... 84

5.19 Neraca Perdagangan Biji Besi ... 85

5.20 Perkembangan Produksi , Impor,Konsumsi,Ekspor Logam Besi Baja Indonesia ... ... 87

5.21 Rencana Pembangunan Industri Besi Baja Di Kalimantan Selatan ... ... 89

5.22 Material Consunmption 3 Mt Pa Steel Pt.Krakatau Posco ... ... 89

5.23 Nilai Tambah Penambangan Bijih Besi ... ... 94

5.24 Nilai Tambah Sponge Iron ... ... 95

5.25 Potensi Peningkatan Nilai Tambah Dan Penerimaan Negara Dari Komoditas Besi Tahun 2014 ... ... 97

5.26 Produksi Bijih Mangan Dunia Menurut Negara (1000 ton) ... ... 99

5.27 Perkembangan Produksi Ferromanganese Dan Siliconmanganese Tahun 2004 – 2010 (ton)... ... 102

5.28 Volume Dan Nilai Ekspor Mangan Provinsi Ntt Tahun 2009 – 2010 ... . 104

5.29 Prakiraan Kebutuhan Investasi Peralatan / Mesin Tambang Bijih Mangan ... ... 108

5.30 Nilai Tambah Penambangan Bijih Mangan ... ... 110

5.31 Nilai Tambah Pengolahan Bijih Mangan Menjadi Manganese Ingot... ... 111

5.32 Tambang Tembaga Dunia Dengan Kapasitas Nya ... ... 113

5.33 Smelter Tembaga Dunia Dengan Kapasitas nya ... ... 114

5.34 Trend Pemasokan Dan Permintaan Tembaga Dunia , Tahun 2006 - 2011 ... ... 116

5.35 Penjualan Katoda Tembaga Pt Smelting , Tahun 2008 – 2011 ... ...118

5.36 Perkembangan Produksi Mineral Tembaga ,Tahun 2001 – 2010 ... 119

(9)

vi 5.37 Ekspor Tembaga Dan Olahannya ... ...121

5.38 Impor Tembaga Dan Olahannya ... ....122 5.39 Perkembangan Penerimaan Negara Dari Pt Freeport Indinesia,

Tahun 1992 -2010 ... ....123 5.40 Manfaat Langsung Dan Tidak Langsung Pt Freeprot Indinesia,

Tahun 1992 – 2010 ... ...12 4 5.41 Nilai Tambah Pengolahan Bijih Tembaga Menjadi

Konsentrat Tembaga ... ...125 5.42 Nilai Tambah Pengolahan Konsentrat Menjadi Tembaga Katoda ... 129 5.43 Rekapitulasi Penerimaan Pnbp Per Komoditi

SD Semester II - Tahun 2010 ... .130 5.44 Jumlah Unsur Mineral Ikutan Dari Anode Slime PT Smelting Gresik ... 131 5.45 Potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Unsur Mineral

Ikutan Pengolahan Bijih Tembaga ... .131 5.46 Penerimaan Negara Dari Pertambangan Migas Dan Non Migas,

Tahun 2009 – 2011 ... ....134

(10)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah ... 3 1.2 Kondisi Pengusahaan Bijih Besi, Mangan, Bauksit,

Nikel, Dan Anode Slime ... 4 1.3 Road Map Pengkajian Tekno Ekonomi Dan Kebijkan

Peningkatan Nilai tambah Bauksit, Nikel, Bijih Besi, Mangan,

Dan Tembaga /Anode Slime ... ... 5 1.4 Lokasi Kegiatan ... 6 2.1 Sumberdaya Dan Cadangan Mineral

Logam Di Indonesia Tahun 2010 ... 7 2.1 Sebaran Sumberdaya Dan Cadangan Bauksit

Di Indonesia Tahun 2010 ... 9 2.2 Sumberdaya Laterit Nikel Dunia ... 11 2.3 Sebaran Sumberdaya Dan Cadangan Nikel Di Indonesia,

Tahun 2010 ... 12 2.4 Sebaran Sumberdaya Dan Cadangan Besi Di Indonesia,

Tahun 2010 ... 13 2.5 Sebaran Sumberdaya Dan Cadangan Mangan

Di Indonesia ... 15 2.6 Sebaran Sumberdaya Dan Cadangan Tembaga

Di Indonesia ... 16 2.5 Block Diagram Pengolahan Bauksit ... 28 2.6 Skema Profil Laterit, Komposisi Kimia Dan

Jalur Proses Ekstraksi... 30

(11)

viii

2.7 Bagan Alir Proses Pengolahan Nikel Laterit ... 31

2.8 Diagram Alir Proses Pembuatan Ferronikel... 32

2.9 Diagram Alir Proses Pembuatan Nickelmatte ... 33

2.10 Flowsheet Pembuatan Nickel Pig Iron ... 35

2.11 Flowsheet Pembuatan Crude Feni ... 36

2.12 Teknologi Sl/Rn Dalam pengolahan Bijih besi (Sumber : Pt Antam) ... 37

2.13 Bagan Alir Proses Pengolahan Bijih Tembaga Menjadi Konsentrat Bijih Tembaga ... 40

2.14 Diagram Alir Proses Peleburan Dan Pemurnian Konsentrat Tembaga Di Pt Smelting Gresik ... 42

4.1 Matrik Kuadran Swot ... 49

5.1 Kegiatan Proses Pencucian Bijih Bauksit Di Pt Harita Prima Abadi Mineral, Kabupaten Ketapang ... 53

5.2 Produksi Aluminium Dunia, 2009 ... 55

5.3 Konsumsi Aluminium Oleh Industri Hilir... 55

5.4 Kebutuhan Aluminium Dunia, Tahun 2004 – 2020 ... 56

5.5 Perkembangan Ekspor – Impor Produk Aluminium ... 57

5.6 Proses Pencetakan Aluminium Batangan Pt Inalum, Kuala Tanjung – Sumut ... 59

5.7 Rantai Industri Aluminium ... 61

5.8 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit ... 61

5.9 Kegiatan Kontruksi Kawasan Pabrik Chemical Grade Alumina – Pt antam Di Tayan – Kalimantan Barat ... 64

5.10 Proses Bayer... 65

5.11 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit ... 67

5.12 Proses Penambangan – Pengolahan Nikel Pomalaa – Aneka Tambang Tbk ... 71

5.13 Proses Penambangan – Pengolahan Nikel Soroako – Pt Inco ... 71

5.14 Harga Dan Stok Nikel ... 74

5.15 Proyeksi Pasokan Dan Permintaan Nikel Dunia ... 75

5.16 Nilai Tambah Pengolahan Bauksit ... 76

5.17 Rantai Industri Aluminium ... 76

(12)

ix

5.18 Proyek Pembangunan Feni Halmahera ... 77

5.19 Komposisi Biaya Pengolahan Untuk Ferronikel ... 79

5.20 Kiri : Kegiatan Penambangan Bijih Besi Di pt Babh Rot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kanan : Lokasi Penambangan Bijih Besi Laterit Di Pt Sebuku Iron Lateritic Ores (Pt SILO),Kabupaten Kota Baru ... 85

5.21 Kegiatan Proses Pembangunan Pabrik Pengolahan Bijih Besi Pt Meratus Jaya Iron & Steel, Kabupaten Tanah Bumbu ... 88

5.22 Pola Bisnis Pengolahan Bijih Besi Kalsel (Sumber Pt Antam ) ... 90

5.23 Pohon Industri Baja Di Indonesia ... 91

5.24 Teknologi Sl/Rn Dalam Pengolahan Bijih Besi (Sumber Pt Antam)... 92

5.25 Peningkatan Nilai Tambah Mineral Besi ... 96

5.26 Realisasi Dan Proyeksi Produk Berbahan Baku Bijih Mangan Dunia Tahun 2004 - 2010 Dan 2011 – 2021 (000 Ton) ... 102

5.27 PerkemBAngan Ekspor Mangan Ntt, 2009 – 2010 ... 104

5.28 Aktifitas Penambangan Mangan DI Pt Soe Makmur Resources, Tts, Ntt ... 105

5.29 Perkembangan Pasokan Dan Permintaan Tembaga Dunia, Tahun 1960 – 2010 ... 116

5.30 Tahapan Proses Dan Produk Peleburan Dan Pemurnian Konsentrat Tembaga DI Pt Smelting Gresik ... 120

5.31 Nilai Tambah Smelting ... 126

5.32 Analisis SWOT ... 148

5.33 Strategi Peningkatan Nilai Tambah Tembaga / Anode Slime ... 148

(13)

1 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki berbagai sumber daya komoditas tambang (mineral dan batubara) di samping cadangannya cukup besar juga karena kualitasnya sangat baik sehingga menjadi incaran para investor dari luar negeri dan investor lokal (dalam negeri). Sebagai contoh data sumber daya dan cadangan bauksit masing-masing 626,6 ton Al dan 161,6 juta ton Al, sumber daya dan cadangan nikel 1.716,5 juta ton Ni dan 555,1 juta ton Ni, sumber daya dan cadangan besi 1.984,7 juta ton Fe dan 87,5 juta Fe, dan sumber daya dan cadangan tembaga masing-masing 69,8 juta ton Cu dan 44,1 juta ton Cu. Selain itu, jenis mineral yang dimiliki ternyata bernilai ekonomi tinggi dan dibutuhkan oleh beberapa industri hilir, seperti mesin dan suku cadang otomotif, kontruksi, badan pesawat terbang, komponen dan perangkat elektronik dan peralatan rumah tangga.

Beberapa di antaranya tembaga, emas, perak, bauksit, nikel, besi dan mangan. Mineral tersebut sudah diusahakan baik oleh perusahaan pemerintah (BUMN), swasta nasional, maupun internasional.

Pada saat ini, komoditas hasil tambang di Indonesia dijual ke pasaran internasional dalam bentuk yang bervariasi. Beberapa produk tambang diekspor dalam bentuk bijih, seperti bauksit, besi, nikel, dan mangan, sebagian lagi dalam bentuk konsentrat dan logam seperti tembaga. Pengolahan dan/atau pemurnian mineral (dalam bentuk konsentrat atau logam) di Indonesia masih terbatas dilakukan oleh perusahaan berskala besar terhadap mineral unggulan, seperti nikel dan tembaga. Sedangkan perusahaan berskala kecil, dengan berbagai alasan, hanya mampu mengekspor komoditas mineral dalam bentuk material kasar/wantah.

Pada sisi lain, industri pengguna mineral di dalam negeri yang membutuhkan bahan baku hasil olahan (setengah jadi atau bahan jadi) komoditas hasil tambang terus tumbuh dan berkembang. Hal ini mengakibatkan impor bahan baku tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yang pada akhirnya banyak menyedot devisa negara, mengurangi daya tahan dan daya saing industri lokal, serta merugikan negara karena nilai tambah atas pengolahan atau pemurnian komoditas tambang diambil oleh negara lain (pengimpor).

Dari kondisi di atas cukup ironis, di satu sisi Indonesia yang memiliki sumber daya mineral yang cukup besar, dikenal sebagai pengekspor mineral (dalam bentuk bahan mentah), tetapi

(14)

2 di sisi lain menjalankan peran sebagai negara pengimpor mineral (dalam bentuk bahan setengah jadi dan bahan jadi). Terlebih lagi, baik ekspor maupun impor dari tahun ketahun cenderung meningkat baik dari segi jumlah maupun nilai. Bukan tidak mungkin, devisa negara yang kesedot lebih besar daripada perolehan devisa dari menjual komoditi yang diekspor. Hal ini karena komoditi yang diimpor lebih mahal daripada yang diekspor, yang notabene komoditi tersebut juga berasal dari Indonesia.

Pengaturan mengenai perlunya dilakukan peningkatan nilai tambah komoditas mineral dan batubara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU No 4/2009) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 (PP No 23/2010) yang mengamanatkan kepada pemegang izin pertambangan (KK, PKP2B dan KP) untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakukannya UU No 4/2009. Artinya tidak ada lagi barang mentah (raw material) hasil tambang Indonesia yang dijual ke luar (ekspor). Smelter dan pengolahan harus dilakukan di dalam negeri, untuk mendapatkan nilai tambah (added Value). Pengolahan dan pemurnian akan diatur oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai tata cata peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Peningkatan nilai tambah bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang, tersedianya bahan baku di dalam negeri, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan penerimaaan negara.

Sudah jelas dan terang benderang, jika pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral itu dibangun di Indonesia, maka berbagai peluang akan di dapat, seperti kesempatan kerja, peluang usaha, dan penerimaan negara lebih besar, serta yang tidak kalah penting adalah industri di dalam negeri tidak tergantung pada bahan baku impor, sehingga kelangsungan industri tetap terjamin, yang pada gilirannya mampu menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Sudah barang tentu untuk mewujudkan amanah UU No 4/2009 diperlukan upaya atau langkah-langkah strategis sekaligus tantangan bukan saja oleh perusahaan dan pemerintah tetapi juga stakeholders lainnya. Mulai dari pemetaan potensi untuk produk nilai tambah hingga pembuatan regulasi yang selaras untuk mendorong tersinerginya rantai industri.

Secara umum kebijakan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara seperti pada Gambar 1.1.

(15)

3 Dalam rangka dukungan pelaksanaan peningkatan nilai tambah mineral sebagai amanah yang terkandung dalam UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, serta dikaitkan dengan koridor ekonomi Indonesia, yaitu Masterplan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), akan dilakukan Pengkajian Tekno-ekonomi dan Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Bauksit, Nikel, Besi, Mangan dan Tembaga/Anode Slime, dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :

PER TAM BANG AN

MINERAL LOGAM

MINERAL BUKAN LOGAM

BATUAN

BATUBARA Bauksit, Pasir/Bijih besi Nikel, Tembaga, Timah, Mangan, Timbal, Seng

Zirkon, Feldpar, Batu Gamping, Bentonit, Kaolin

Batu Mulia, Granit, Marmer, Andesit

Optimalisasi nilai tambang

Penyediaan bahan baku industri

Penyerapan tenaga kerja

Peningkatan penerimaan negara Bahan Baku Industri

Bahan Bangunan

KETAHANAN ENERGI

PROSES NILAI TAMBAH

Gambar 1.1 : Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah

1) Bauksit diekspor 100% dalam bentuk bijih dan mengimpor alumina 100% untuk bahan baku pabrik pengolahan aluminium (PT. Inalum) di dalam negeri. Ada rencana pembangunan pabrik pengolahan bauksit, yaitu Smelting Grade Alumina (SGA) di Mempawah dan Chemical Grade Alumina di Tayan, Kalimantan Barat oleh PT Aneka Tambang, dan rencana pembangunan SGA di Ketapang oleh PT Harita Prima Abadi Mineral. Perlu upaya pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian atau custom plant di area sekitar penambangan bauksit (KP/IUP). Tentunya memerlukan investasi yang sangat besar dan perlu dukungan infrastuktur antara lain energi listrik yang sangat besar.

2) Bijih nikel baru sebagian kecil yang diolah menjadi ferronikel dan nikel matte, sedangkan sebagian besar masih diekspor dalam bentuk bijih. Perlu adanya investasi untuk pengembangan industri dan custom plant pengolahan ferro nikel atau produk olahan lainnya, misalnya minimal untuk pemrosesan crude ferro nickel (5-10% Ni), yang

(16)

4 selanjutnya dapat diproses menjadi ferronikel seperti yang dilakukan PT Aneka Tambang.

3) Besi diekspor dalam bentuk bijih dan mengimpor pelet untuk bahan baku industri besi/baja di dalam negeri. Oleh karena itu, perlu upaya membangun industri pengolahan dan pemurnian besi untuk menghubungkan mata rantai industri hulu hilir berbasis mineral besi. Ada upaya ke arah itu, seperti rencana yang dilakukan PT Krakatau Steel, PT Aneka Tambang dan Pemerintah Daerah melalui Jonit Venture membentuk PT Meratus Jaya Iron and Steel (PT MJIS) dengan bahan baku dari tambang- tambang marginal di Kalimantan Selatan untuk mendirikan pabrik pengolahan sponge iron.

4) Mangan diekspor sebagian besar dalam bentuk bijih dan mengimpor produk olahan dari mangan untuk bahan baku industri besi/baja di dalam negeri. Perlu pembangunan pabrik pengolahan seperti yang dirintis di Kupang-NTT oleh PT. Setia Lestari Permai dalam pembangunan yang bertahap untuk memproduksi mangan kimia berteknologi tinggi.

5) Konsentrat tembaga produk PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara sebagian besar (70%) di ekspor dan 30% diolah oleh Smelting Gresik menjadi katoda tembaga, sementara anode slime yang mengandung unsur ikutan yang bernilai ekonomi diolah di luar negeri.

Adapun kondisi pengusahaan pertambangan dan program peningkatan nilai tambah (PNT) dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.2.

Bauksit Bijih Besi

Fe-Ni, Ni matte Terak (Phyrometalurgi)

Alumina Ekspor

Ekspor

Ekspor

Ekspor Dalam negeri

Mangan Ekspor

Ekspor Logam

Alumunium Ekspor Dalam negeri

(17)

5

GAMBAR 1.2

KONDISI PENGUSAHAAN BIJIH BESI, MANGAN, BAUKSIT, NIKEL DAN ANODE SLIME

Rencana kajian terkait dengan peningkatan nilai tambah ini akan dilakukan dalam dua tahap seperti road map berikut :

Nikel Crude Fe-Ni

Program PNT Tembaga

1.asam sulfat 2.gypsum 3. terak 4.anode slime

SMELTER GRESIK

Dalam negeri Ekspor

Ekspor Katoda tembaga

Terak

Ekspor Dalam negeri

Konsentra t 70%

30%

Fe-Ni, Ni matte Terak, mineral/unsur

ikutan (Hidrometalurgi)

(18)

6 Untuk tahun 2011 bobot pengkajian ke arah pengukuran pasar, peningkatan nilai tambah dan penerimaan negara. Sedangkan untuk tahun 2012 bobotnya kearah pengkajian tekno- ekonomi dan kebijakan pengembangan industri pengolahan dan pemurnian dalam mendukung peningkatan nilai tambah komoditas tambang, khususnya mengenai mineral bauksit, nikel, pasir/bijih besi, mangan dan tembaga/anode slime.

1.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan kajian Tekno Ekonomi dan Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Bauksit, Nikel, Bijih Besi, Mangan dan Anode Slime untuk tahap pertama (2011) meliputi :

• Analisis Pasar :

• Gambaran Umum pasar

• Potensi pemasokan dan permintaan dalam dan luar negeri

• Analisis Potensi Ekonomi

• Potensi peningkatan nilai tambah

• Potensi peningkatan penerimaan negara

• Analisis Kebijakan yang diperlukan

1.3 Tujuan

Melakukan kajian keekonomian dan kebijakan peningkatan nilai tambah bauksit, nikel, bijih besi, mangan dan anode slime, untuk mendukung kebijakan pelaksanaan kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

1.4 Sasaran

a) Diketahuinya kondisi pasar mineral utama dan mineral/ unsur ikutan dari bauksit, nikel, bijih besi, mangan dan anode slime,

b) Diketahuinya nilai keekonomian atau nilai tambah dari bauksit, nikel, bijih besi, mangan dan anode slime dalam rangka optimalisasi penerimaan negara,

c) Mendukung kebijakan pemerintah tentang peningkatan nilai tambah.

1.5 Lokasi Kegiatan

Sesuai dengan tujuan dari kajian ini, maka untuk mengoptimalkan hasil kajian lokasi yang

(19)

7 diambil sebagai studi kasus adalah sebagai berikut :

1) Bauksit : Propinsi Kalbar, Kep.Riau, Sumatera Utara, Pulau jawa 2) Nikel : Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara,

Pulau Jawa

3) Bijih besi : Propinsi Kalimantan Selatan, NAD, Pulau Jawa 4) Mangan : Propinsi Nusa Tenggara Timur, Pulau Jawa 5) Tembaga (anode slime) : Propinsi Papua, Nusa Tenggara Barat, Pulau Jawa

Gambar 1.4 : Lokasi Kegiatan

Semarang

Pacific Ocean

AUSTRALIA

Indian Ocean

EASTMALAYSIA Banda Aceh

Lhokseumawe

Medan

Duri Padang

Bintan SINGAPORE

Samarinda Balikpapan

Bontang

KALIMANTAN

Banjarmasin

Manado

SULAWESI

Ujung Pandang

BURU SERAM

Ternate HALMAHERA

PAPUA

Jakarta

J A V A SurabayaBangkalan

BALI SUMBAWA

Pagerungan

LOMBOK

FLORES

SUMBA TIMOR

I N D O N E S I A

Dumai Batam

MADURA

Jayapura

Merauke Sorong

Grissik Palembang

Jambi

(20)

7 II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dibahas tinjauan kondisi pertambangan di Indonesia saat ini dan arah pengembangan ke depan, tinjauan pustaka terkait dengan potensi sumberdaya dan cadangan, perkembangan tingkt produksi dan ekspor, serta perkembangan haraga mineral logam terutama menyangkut mineral bauksit, nikel, besi, mangan dan tembaga (konsentrat dan abode slime).

2.1 Sumberdaya dan Cadangan Mineral Logam

Di Sektor Pertambangan, Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan kandungan mineral. Sehingga Indonesia menempati posisi produsen terbesar kedua untuk komoditas timah, posisi terbesar keempat untuk komoditas tembaga, posisi kelima untuk komoditas nikel, posisi terbesar ketujuh untuk komoditas emas dan posisi kedelapan untuk komoditas batubara.

Berdasarkan data dari Pusat Sumber Daya Geologi, hingga tahun 2010 telah diidentifikasi beberapa mineral logam baik dari sisi sumberdaya maupun dari sisi cadangan (Tabel 2.1).

Disisi lain, saat ini kondisi pertambangan Indonesia dinilai masih belum dapat meraih peluang, dimana kegiatan eksplorasi hanya 2% dari eksplorasi dunia. Oleh karena itu, kondisi ini perlu segera diperbaiki, mengingat jika tidak ada kegiatan eksplorasi maka produksi mineral Indonesia akan menghadapi kesulitan dalam mempertahankan kelangsungannya. Oleh karena itu pemetaan di Sektor Pertambangan ini penting dilakukan mengingat peranannya yang penting dalam memberi manfaat bagi pembangunan nasional.

TABEL 2.1

SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL LOGAM DI INDONESIA, TAHUN 2010

(21)

8

Sumber data : Badan Geologi 2011 (diolah kembali)

Saat ini Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan bauksit sangat besar dengan rincian, sumber daya hipotetik sebesar 30,33 juta ton, terduga 5,00 juta ton, indikasi sebesar 75,06 juta ton, dan sumber daya terukur sebesar 828,33 juta ton, sedangkan jumlah cadangan diketahui mencapai 107,72 juta ton tereka dan 115,73 juta ton terbukti (total keseluruhan ± 1,16 miliar ton) dengan kadar Al2O3 berkisar 27- 55 persen.

Sumber daya dan cadangan bauksit Indonesia tersebar di Propinsi Kepulauan Riau, Propinsi Bangka Belitung dan Propinsi Kalimantan Barat, dengan rincian :

1) Riau :

a) Tanjung Pinang (kandungan Al2O3 = 15,05 – 58,10%),

b) P.Bulan, P.Bintan (kandungan SiO2 = 4,9%, Fe2O3 = 10,2%, TiO2 = 0,8%, Al2O3 = 54,4%), c) P.Lobang (kepulauan Riau), P.Kijang (kandungan SiO2 = 2,5%, Fe2O3 = 2,5%, TiO2 =

0,25%, Al2O3 = 61,5%, H2O = 33%). Sumber daya dan cadanga buksit di Kepulauan Riau, merupakan akhir pelapukan lateritic setempat.

d) Selain ditempat tersebut terdapat juga di daerah lain yaitu, Galang, Wacopek, Tanah Merah,dan Searang.

2) Kalimantan Barat :

a)

Tayan dan sekitarnya, Tipe endapan laterit. Cadangan= 560 juta ton kadar Al2O3 = 27- 30%

NO KOMODITI TOTAL SUMBER DAYA (TON) TOTAL CADANGAN (TON)

BIJIH LOGAM BIJIH LOGAM

1 Bauksit 551.961.397,00 223.763.002,47 179.503.546,00 73.065.071,32 2 Nikel 2.633.500.434,00 40.125.550,23 576.914.000,00 13.236.888,00 3 Besi Laterit 1.462.374.969,30 591.836.571,01 106.030.000,00 24.178.655,00 4 Besi Primer 563.073.744,32 313.505.841,73 29.884.494,00 18.824.146,74

5 Besi Sedimen 18.002.186,00 11.496.162,00 - -

6 Pasir Besi 1.649.833.892,64 148.977.918,16 4.732.000,00 2.417.961,40 7 Mangan 11.195.340,73 5.684.457,92 4.078.029,00 2.834.916,25 8 Tembaga 4.925.066.644,94 82.511.945,04 4.161.388.376,80 31.551.873,63

(22)

9

b)

Sandai, Tipe endapan laterit. Cadangan = 95 juta ton kadar Al2O3 = 29.4 %

c)

Air Upas & Riam, Tipe endapan laterit. Cadangan = 90 juta ton kadar Al2O3 = 28-35 %

d)

Kendawangan, Tipe endapan laterit. Cadangan = 98 juta ton kadar Al2O3 = 31 %

e)

Kab. Sambas, Kec. Sei Raya, Cadangan = 2 juta ton, kadar AL2O3 = 47-53%

f)

Kab. Ketapang dan Sanggau , Mungguk Pasir, Kusik, Simpang Dua, P.Kunyit, Balai Bekuak, Pantah, S. Dawak, S. Semandang . Deposit terdapat pada kedalaman 2 m dengan ketebalan antara 1,5 -2 m.

3) Bangka Belitung : Sigembir.

Sumber daya bauksit di Kalimantan Barat telah diselidiki dan meliputi tiga daerah yaitu Kendawangan, Air Upas, Sandai-Jago dan Sungai Kapuas (Tayan, Munggu Pasir, Pantas, Simpang Dua). Di daerah Kendawangan, laterit alumina terdapat di dekat pantai. Sumber daya yang ditemukan cukup besar seperti di daerah lainya. Di daerah Sandai-Jago, walaupun eksplorasi tidak dilanjutkan, Sumber daya yang terbukti menunjukkan bahwa daerah ini merupakan sumber laterit alumina cukup tinggi untuk ditambang secara besar-besaran.

(23)

10

Gambar 2.1

Sebaran Sumbedaya Dan Cadangan Bauksit Di Indonesia, Tahun 2010

Untuk cadangan yang cukup besar ditemukan di daerah Sungai Kapuas. Endapan batuan di daerah ini berserakan di bukit-bukit setinggi 30 - 40 meter dan merupakan sisa erosi yang memiliki lereng-lereng landai. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa cadangan bauksit di daerah Kalimantan berupa cadangan tereka mencapai 90,86 juta ton, dan cadangan terbukti mencapai 108,13 juta ton sehingga total cadangan mencapai 200 juta ton.

Sementara itu, sumber daya bauksit di Propinsi Kepulauan Riau sebagian besar berada di daerah Pulau Bintan dimana sumber daya terukur sebesar 146,29 juta ton dan sumber daya terduga sebesar 5,01 juta ton, lihat Tabel 2.3 (Pusat Sumber Daya Geologi, 2009).

Dari data yang disampaikan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, ada 14 lokasi di tiga provinsi (Propinsi Kepulauan Riau, Propinsi Kalimantan Barat dan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung), yang memiliki deposit bauksit. Data dari Kementerian ESDM dan Pusat Sumber Daya Geologi, menyebutkan, sumber daya bauksit di Indonesia sebanyak 938.347.654,00 ton, cadangan sebanyak 223.456.017,00 ton sehingg total sumber daya dan cadangan mencapai 1.161.803.671,00 ton, selengkapnya lihat Tabel 1 (Pusat Sumber Daya Geologi, 2009).

Sementara itu, Antam selaku produsen bauksit terbesar dan tertua di Indonesia dalam laporannya menyebutkan, cadangan dan sumberdaya yang dimilikinya di tahun 2008 sebesar 201.200.000 ton kemudian terjadi peningkatan cadangan dan sumberdaya di tahun 2009 sebesar 73 persen atau 304.200.000 ton. Sementara cadangan terbukti dan terkira sebanyak 70.900.000 ton di tahun 2008 kemudian mengalami kenaikan sebanyak 47 persen di tahun 2009, menjadi 104.500.000 ton. Kenaikan jumlah cadangan sumberdaya dan cadangan terbukti dan terkira milik Antam tersebut, karena adanya kegiatan eksplorasi yang terus dilakukan di beberapa wilayah di Kalimantan Barat. Eksplorasi yang dilakukan PT. Antam, karena tambang bauksit di Kijang, sejak 2009 lalu sudah tidak berproduksi lagi.

(24)

11 Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia yang memiliki sumber daya dan cadangan bauksit, maka Indonesia merupakan negara dengan cadangan bauksit no 8 terbesar di dunia dengan jumlah 1,16 miliar ton. Negara terbesar cadangannya adalah Guinea sebesar 8,60 miliar ton, diikuti oleh Australia sebanyak 7,90 miliar ton, Vietnam sebesar 5,40 miliar ton, Jamaika dan Brasil dengan dengan jumlah yang sama sebesar 2,50 miliar ton, China sebesar 2,30 miliar ton, serta India dengan cadangan sebesar 1,40 miliar ton, lihat Tabel 2.2 (Mineral Information Institute).

Tabel 2.2

Produksi dan cadangan bauksit dunia

Negara Produksi Tambang (000 ton) Cadangan Dasar (000 ton)

2007 2008

Guinea Australia Vietnam Jamaica Brazil China India Indonesia Guyana Yunani Suriname Kazakhstan Venezuela Rusia Amerika Negara lainnya

18.000 62.400 30 14.600 24.800 30.000 19.200 15.406 1.600 2.220 4.900 4.800 5.900 6.400 NA 7.150

18.000 63.000 30 15.000 25.000 32.000 20.000 9.885 1.600 2.200 4.500 4.800 5.900 6.400 NA 6.800

8.600.000 7.900.000 5.400.000 2.500.000 2.500.000 2.300.000 1.400.000 1.161.803 900.000 650.000 600.000 450.000 350.000 250.000 40.000 3.800.000

TOTAL 217.406 247.115 38.801.803

Sumber : Mineral Information Institute, 2008.

Sementara ini, Indonesia mempunyai cadangan nikel laterit terindetifikasi sekitar 576,9 juta ton dengan total kandungan nikel sebanyak 13,2 juta ton. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai sumber nikel laterit terbesar ketiga dunia setelah Kaledonia Baru dan Filipina (Gambar 2.2.) Distribusi deposit laterit nikel Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Potensi bijih nikel antara lain berada di Sulawesi (Pomala, Naniang, Tapunopoka, Mandiodo, Buhubulu, Soroako dan Bahudopi), di sekitar Ternate (P. Gee, P. Gebe, P. Gag, Malamala), Kalimantan (Gunung Nuih) dan Papua (Tablasufa, Tanah Merah, Amaybu).

(25)

12 Gambar 2.2

Sumberdaya Laterit Nikel Dunia

(26)

13

Gambar 2.3

Sebaran Sumbedaya Dan Cadangan Nikel Di Indonesia, Tahun 2010

Hingga kini terdapat dua perusahaan pertambangan nikel berskala besar yang beroperasi di Indonesia yaitu PT Aneka Tambang (Antam) di Pomalaa dan Maniang, Sulawesi Tenggara dan di Buli, Maluku Utara, sedangkan PT Inco beroperasi di Sorowako, Sulawesi Selatan. Selain kedua perusahaan itu, terdapat ratusan perusahaan tambang nikel yang beroperasi terutama di Sulawesi Tenggara.

PT Antam sendiri memproduksi dua jenis nikel yaitu bijih nikel (nickel ore) dan feronikel, sedangkan PT Inco memproduksi converter matte dan Ni+Co in matte. Sebagian besar produksi nikel Indonesia di ekspor antara lain ke Jepang, Australia, dan Belanda. Sedangkan perusahaan tambang-tambang kecil mengekspor bijih nikel ke China.

Potensi bijih besi di Indonesia banyak tersebar di berbagai wilayah, seperti: Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Lampung, Bangka-Belitung, Jawa, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, NTT, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua dengan jumlah deposit berupa sumberdaya dan cadangan sekitar 5.617.087.555 ton (DESDM, 2009/ data diolah kembali). Potensi bijih besi tersebut memiliki karakteristik yang beragam, baik dari segi kualitas maupun jenis mineral besi yang terkandung di dalamnya.

Namun, nilai tambah yang diperoleh dari pengusahaan penambangan kedua bahan galian tersebut masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena produknya dijual dalam bentuk konsentrat atau bijih saja. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk melakukan peningkatan nilai tambahnya

(27)

14 untuk menjadi produk logam, sehingga akan memiliki nilai tambah yang lebih besar. (untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.4 Peta Penyebaran Bijih Besi Indonesia).

Gambar 2.4

Sebaran Sumbedaya Dan Cadangan Besi Di Indonesia, Tahun 2010

Sumber bahan baku untuk industri besi baja di Indonesia dapat diklasifikan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Bijih besi metasomatik dengan deposit sebesar 320.462.611 ton yang tersebar di Lampung, Sumatera Barat, Belitung, Kalimantan Selatan, Tanalang, Pleihari.

Bijih besi metasomatik adalah bijih besi magnetit-hematit dengan kadar yang sangat bervariasi dari 25% Fe- 67% Fe.

2. Besi besi lateritik dengan deposit yang sangat besar 1.391.246.630 ton yang tersebar di Kalimantan Selatan, Pomalaa, Halmahera. Bijih besi lateritik merupakan hasil pelapukan sehingga banyak didominasi oleh mineral-mineral gutit dan mengandung nikel. Kadar bijih besi lateritik juga bervariasi umumnya berkadar sekitar 40% Fe dengan kandungan nikel mencapai 0,5%. Bijih besi latertik dapat juga ditingkatkan kadarnya dengan berbagai macam teknologi peningkatan kadar. Lurgi dan Crest Exploration Limited (Crest, 1965)

(28)

15 mengembangkan teknik magnetizing roasting untuk mengubah sifat diamagnetik dari mineral besi hematit menjadi feromagnetik. Dilaporkan bahwa teknik ini cukup berhasil untuk meningkatkan kadar besi dari kadar 30% Fe menjadi 65% Fe. China mengembangkan teknik hydrophobic floculation untuk meningkatkan kadar bijih hematit berkadar 30% Fe dan 55% SiO2 menjadi 60% Fe. India mengembangkan teknik flotasi kolom untuk meningkatkan kadar besi menghasilkan konsentrat berkadar 67% Fe dan 2%

SiO2+Al2O3 dengan perolehan mencapai 85-90%.

Demikianhalnya dengan mangan, unsur yang melimpah di kerak bumi. Namun hanya jarang ditemukan dalam konsentrasi cukup tinggi untuk membentuk deposit bijih mangan. Sumber daya mangan dunia saat ini diperkirakan hampir mencapai 5 miliar ton, kandungan mangan dalam bijih tersebut berkisar antara 20%-54%. Lebih dari 80% sumber mangan dunia berada di Afrika Selatan (80,73%) dan Ukraina (10,49%), sisanya berada di negara Cina, Australia, Brazil, gabon,India dan Meksiko.

Tabel 2.3

Sumber Daya Mangan Dunia

Negara Kandungan

mangan (%) Sumber daya bijih mangan (000 ton)

Australia 37-53 82.000

Brazil 33-51 51.000

China 20-30 100.000

Gabon 45-53 160.000

India 10-54 33.000

Mexico 36-37 9.000

South Africa 30-48

4.000.000

Ukraine 30-35 520.000

Other countries Small

Total 4.955.000

Source : World Mineral Production, 2011

Amerika merupakan salah satu negara pengimpor bijih mangan terbesar dunia karena hanya memiliki sedikit sumber daya. Bijih mangan yang diimpor Amerika sebagian besar digunakan untuk indutri manufaktur yang memproduksi feroaloy mangan (manganese ferroaloy) dan

(29)

16 mangan elektorlitik pada sel batere kering, sebagian kecil lainnya digunakan untuk proses pembuatan baja.

Adapun sumberdya mangan di tanah air terdapat antara lain di Propinsi Bengkulu dan Lampung, di Propinsi di Pulau Jawa Kecuali DKI Jakarta, Propinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluki Utara, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (Gambar 2.5).

Gambar 2.5

Sebaran Sumbedaya Dan Cadangan Mangan Di Indonesia, Tahun 2010

Tembaga merupakan logam penting nomor tiga dalam jumlah pemakaian setelah besi-baja dan alumunium, tembaga merupakan salah satu logam yang dapat ditemukan dalam keadaan bebas (native metal). Tembaga dalam keadaan murni banyak dipakai sebagai penghatar listrik dalam bentuk kawat. Selain itu tembaga dipadukan dengan logam lainnya menjadi kuningan dan perunggu yang banyak digunakan dalam dunia teknik.

Potensi tambang tembaga hampir tersebar di seluruh Indonesia yaitu di Sumatera (Tangse, Muarasipongi, Pagar Gunung, Sulit Air, Sumpahan, Lubuk Selasih, S.Tubun), di Jawa (G.Gede, Kasihan, G.Domasan, dan Noyu-Ngrandon), di Kalimantan (Barol dan Ruwai), di Sulawesi

(30)

17 (Bulagidun, Selatan Buol, Tapadaa, Sungai Mak, Tulabalo, Matamboto, Kayubulan, Tambulitato, S.

Manupu, Sasak, Sangkaropi) dan di Irian Jaya (Komopa dan Dawagu), di Mataram (Batuhijau dan Taemaman) dan sekitar Ternate (Kaputusan).

Sumber daya bijih tembaga sebesar 4,925 milyar ton, tersebar di seluruh Indonesia dengan cadangan terbesar di Aceh Darusalam sebesar 600 juta ton (Gambar 2.6). Penambangan bijih tembaga dilakukan oleh dua perusahaan besar yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.

PT Freeport Indonesia mengusahakan penambangan bijih tembaga di Grasberg yang termasuk salah satu tambang emas terbesar di dunia dan terbesar ketiga untuk tambang tembaga.

Terletak di Papua dekat Puncak Jaya, diperkirakan mempunyai cadangan 2.8 milyar ton dengan kadar: 1,09% Cu, 0,98 gram/ton emas and 3,87 gram/ton perak. Produksi 2008 mencapai 610.800 ton tembaga; 58.474 kg emas; dan 174,458 kg perak[1].

PT Newmont Nusa Tenggara mengusahakan penambangan tembaga dan emas di Batu Hijau, Sumbawa. Konstruksi dan pembangunan infrastruktur selesai pada tahun 1999, dan mulai beroperasi tahun 2000. Pada tahun 2008, PT Newmont berproduksi sebanyak 496 ribu ton konsentrat tembaga, 129.032 ton tembaga, 8.369 kg emas dan 36.546 kg perak.

Gambar 2.6

Sebaran Sumbedaya Dan Cadangan Tembaga Di Indonesia, Tahun 2010

(31)

18 2.2 Kondisi Pengusahaan Mineral Logam

2.2.1 Perkembangan Produksi

Pada tahun 2010, beberapa mineral mengalami kenaikan produksi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Misalnya produksi tembaga mencapai 878.376 ton (tahun 2008 sebesar 655.058 ton), emas sebesar 105.404 kg (tahun 2008 sebesar 64.376 kg), perak sebesar 232.064 kg (tahun 2008 sebesar 226.051 kg), timah sebesar 105.000 ton (tahun 2008 sebesar 72.017 ton), bauksit sebesar 10.083.258 metrik ton (tahun 2008 sebesar 9.885.547 metrik ton), ferronikel sebesar 17.917 metrik ton (tahun 2008 sebesar 17.566 metrik ton), bijih nikel sebesar 10.847.141 ton (tahun 2008 sebesar 10.634.452 ton) dan granit sebesar 1.989.504 m3 (tahun 2008 sebesar 1.950.494 m3). Sementara pada tahun 2009, tidak tercatat adanya produksi intan (diamond), karena adanya permasalahan lahan tambang dan lingkungan.

Belakangan ini, masalah lingkungan menjadi bagian penting dalam perekonomian, sesuai UU Minerba, daerah pertambangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi (pasal 28). Sisi lain pengelolaan pertambangan mineral dan energy tergantung pada modal besar dan beresiko tinggi, mengakibatkan ketergantungan pada perekonomian global, termasuk di dalamnya inventasi dan nilai tukar mata uang, pajak, ketenagakerjaan sampai ekspor-impor. Impor peralatan, mesin dan teknologi dari beberapa negara, sebaliknya hasil kegiatan pertambangan di ekspor ke luar negeri.

Dari sisi mikro-ekonomi fluktuasi harga komoditas, akuisisi perusahaan, penggabungan beberapa perusahaan bahkan pengalihan bidang usahapun perlu diperhitungkan untuk keamanan berusaha dan mempertahankan stabilitas inventasi. Untuk itu pelaksanaan rangkaian kegiatan pertambangan di Indonesia masih dikontrol langsung, pemerintah, mulai dari perencanaan, eksplorasi-eksploitasi hingga pengawasan dan audit pasca kegiatan pertambangan.

Tabel 2.3 : Produksi Dan Penjualan Komoditas Mineral Logam, Tahun 2010

(32)

19 Sumber data : Realisasi produksi tahun 2010, DJMB

Secara keseluruhan, berikut adalah tabel realisasi dan proyeksi produksi tambang mineral menurut jenis selama tahun 2010-2014.

Tabel 2.3

Realisasi Dan Proyeksi Produksi Tambang Mineral Menurut Jenis, 2009-2014 Jenis Mineral Unit Realisasi Rencana Rencana Produksi

2009 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Tembaga Ton 999.260 868.171 930.993 665.158 673.555 683.584 744.457

Emas kg 128.844 105.404 107.480 102.237 66.237 87.972 76.375

Perak kg 327.795 232.064 355.744 178.431 250.484 251.428 251.390 Bijih Nikel Ton 6.099.673 10.847.141 6.200.000 6.324.000 6.450.480 6.579.490 6.711.079 Ni+Co in matte Ton 68.228 63.548 77.700 82.372 77.700 82.372 82.009 Ferronikel mt 12.550 17.917 15.700 16.014 16.334 16.661 16.994 Bauksit mt 5.424.114 10.083.258 7.500.000 8.250.000 9.075.000 9.982.500 10.980.750 Bijih Besi mt 5.172.443 4.044.348 5.275.000 5.380.500 5.488.110 5.597.872 5.709.830

Mangaan Ton - - 70.000 71.400 72.828 74.285 75.770

Sumber: KESDM

Beberapa jenis mineral logam yang tersedia dalam jumlah besar, telah diproduksi baik dalam bentuk bijih maupun produk olahan (konsentrat, logam), seperti tembaga, bauksit, nikel, pasir/bijih besi dan mangan (Tabel 2.2). Produksi mineral logam yang cukup menonjol dari segi

No. Komoditi Unit Produksi Ekspor Domestik 1 Tembaga ton 878.376 612.208 227.811

2 Bauksit mt 15.595.049 15.236.492 0

3 Bijih Nikel ton 7.522.759 6.393.145 0

4 Ni+Co in matte ton 77.186 70.379 0

5 Feronikel mt 18.688 18.253 0

Bijih Besi mt 3.865.385 3.865.385 0

7 Emas kg 104.536 81.196 22.053

8 Perak kg 278.781 226.719 62.803

(33)

20 kuantitas adalah : tembaga, emas, perak, bauksit, bijih besi, dan nikel baik berupa bijih maupun olahan dalam bentuk ferronickel dan nickel matte.

Negara Indonesia adalag penghasil tembaga ketiga terbesar didunia, dan berada pada urutan kelima dan ketujuh masing-masing untuk produksi nikel dan emas.

2.2.2. Perkembangan Ekspor Tambang

Sebagian produksi mineral yang dihasilkan baik oleh perusahaan tambang BUMN maupun perusahaan pemegang KK dipasaran melalui ekspor. Misalnya PT Aneka Tambang/Antam, dalam pemasaran, produksi bijih nikel diekspor ke Jepang dan Cina. Sedangkan bijih nikel yang diproses menjadi feronikel dipasarkan ke perusahaan-perusahaan stainless steel di Eropa dan Asia Timur. Selai itu, BUMN pertambangan ini juga menjual emas dan produk sampingan dari proses pemurnian emas, yaitu perak, ke industri perhiasan di Indonesia dan luar negeri.

Sementara produksi bauksit yang merupakan bahan baku untuk aluminium, di pasarkan ke Jepang dan Cina.

Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir ini, sekitar setengah dari produksi konsentrat PT Freeport Indonesia Company (FIC) dipasok ke Atlantic Copper dan PT Smelting di Gresik, Jawa Timur yang mengoperasikan copper smelter dan refinery di Gresik, Jawa Timur. FIC sendiri merupakan anak perusahaan Freeport Mc-Moran Company (FMC) yang juga mengoperasikan pabrik peleburan (smelter) dan pemurnian (refines) konsentrat tembaga di Spanyol dan sekaligus melakukan pemasaran produk refined copper melalui anak perusahaannya yaitu Atlantic Copper, S.A. Secara keseluruhan, FIC melakukan pemasaran ekspor perdana konsentrat tembaga pada Desember 1972.

Hal yang sama juga dilakukan perusahaan pemegang KK yaitu PT Inco yang menghasilkan nikel dalam matte, yaitu produk setengah jadi yang diolah dari bijih laterit di fasilitas pertambangan dan pengolahan terpadu dekat Sorowako, Sulawesi. Seluruh produksi PT Inco, diekspor berdasarkan kontrak-kontrak jangka panjang untuk dimurnikan di Jepang.

Per 31 Desember 2009, Vale Inco, merupakan salah satu di antara pemimpin pasar produsen nikel dunia, yang memiliki saham PT Inco secara langsung 58,7% dan secara tidak langsung sebesar 0,4% melalui Vale Inco Japan Limited. Secara keseluruhan Vale Inco memiliki 59,1%.

(34)

21 Selebihnya dipegang Sumitomo Metal Minig Co., Ltd. (Sumitomo) dari Jepang, sebuah perusahaan penambangan dan peleburan utama yang memiliki 20,1% saham dan 21,2% saham dimiliki publik dan pemegang saham lain.

Belakangan, sebagai hasil dari penjualan 20,7% saham Inco yang dimiliki Vale Inco pada Agustus 2009, maka jumlah saham Inco yang diperdagangkan kembali menjadi 20%. Selain itu, Sojitz Corporation, pemegang saham pendiri, telah menjual saham Inco melalui BEI yang meningkatkan jumlah saham yang dimiliki publik menjadi 20,14%.

Sedangkan produk yang dihasilkan Newmont Nusa Tenggara adalah konsentrat tembaga yang mengandung sejumlah kecil emas, yang dipasok ke berbagai pabrik peleburan di Indonesia maupun di luar negeri untuk pengolahan selanjutnya.

Pertumbuhan sektor industri pertambangan tidak terlepas dari dukungan harga komositas pertambangan di pasar internasional. Sebagai gambaran, harga tembaga misalnya dari rata-rata US$ 3.221 per ton pada Januari 2009 naik menjadi US$ 6.986 per ton pada Desember 2009.

Sedangkan harga aluminium naik dari rata-rata US$ 1.413 per ton pada Januari 2009 menjadi US$ 2.181 per ton pada Desember 2009. Meski permintaan komoditas pertambangan cenederung melemah saat krisis global akhir tahun 2008, namun pertumbuhan nilai ekspor komoditas pertambangan selain migas juga mengalami peningkatan yang berarti sejak akhir tahun 2008. Dari pertumbuhan negatif 5,9% pada Juni 2008, pertumbuhan nilai ekspor komoditas di sektor pertambangan mulai membaik pada Agustus 2008 dan menunjukan tren meningkat hingga mencapai 32,1% pada Desember 2009.

Berikut adalah tabel perkembangan ekspor menurut perusahaan dan jenis mineral, 2000-2010.

Tabel 2.4

Perkembangan Ekspor Tambang Mineral Menurut Perusahaan, 2005-2010*)

No Perusahaan Unit 2005 2006 2007 2008 2009 2010

1. Aneka Tambang, PT

Nikel ore wmt 2,688,477 4,309,134 6,907,459 5,342,924 4,901,699 1,421,028

Ferro nickel mt 24,463 - - - - -

Ni In Fe Ni ton 4,930 13,389 17,548 17,025 14,191 8,080

(35)

22

Gold kg 753 1,458 5,000 9,441 12,893 1,355

Silver kg 9,257 8,098 26,968 34,342 87,188 10,412

Bauxite mt 1,039,380 1,536,542 964,282 893,088 445,662 109,794

Iron sand wmt - - - - - -

3. Freeport Indonesia, PT

Copper ton 784,732 784.732 611,532 581,899 313,099 249,315

Gold kg 106,563 106,563 58,287 83,857 22,146 21,475

Silver kg 221,904 221,904 167,687 164,709 84,446 67,481

5. International Nickel Ind, PT

Ni+Co in matte ton 77,218 72,879 77,838 74,030 67,782 49,944

16. Newmont Nusa Tenggara, PT

Copper ton 270,046 204,649 203,653 137,562 170,312 136,941

Gold kg 22,761 13,849 15,704 9,522 12,957 11,911

Silver kg 67,343 49,955 52,931 31,246 46,028 40,218

*) Januari-Agustus

Sumber : Ditjen Minerbapabum

Seperti diketahui, sebelumnya Kementerian Perdagangan menerbitkan Permendag No. 10/M- DAG/PER/3/2009. Aturan tersebut membatasi hanya ekspor produk pertanian dan pertambangan, terutama timah dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dengan nilai lebih dari US$ 1 juta wajib menggunakan L/C.

Dalam ketentuan itu, ekspor komoditi lainnya seperti karet, kakao dan kopi juga dikenakan wajib lapor kegiatan ekspornya untuk keperluan evakuasi dan persiapan penerangan wajib L/C pada 31 Agustus 2009. Laporan yang harus diserahkan setiap bulan ke Kementerian Perdagangan berupa realisasi ekspor, termasuk cara pembayaran, nama bank devisa dalam negeri penerima hasil ekspor dan nomor rekening eksportir.

Menurut Kepala Pusat Humas Kementerian Perdagangan, ketiga industri tersebut dipilih, karena Indonesia diperkirakan masih memiliki daya tawar. Dan kebijakan ini dikeluarkan untuk memperlancar perolehan hasil devisa ekspor.

Pada akhir Oktober 2009, pemerintah melakukan perubahan terhadap beberapa pasal dalam Permendag No. 10/M-DAG/PER/3/2009 dengan menerbitkan Permendag. No. 57/M-

(36)

23 DAG/PER/10/2009. Perubahan antara lain dilakukan pada pasal-pasal yang mengatur pelaporan realisasi dan penerimaan ekspor, kewajiban menggunakan cara pembayaran L/C melalui Bank Devisa Dalam Negeri, kewajiban pencantuman cara pembayaran L/C serta nomor dan tanggalnya pada Pemberitahuan Ekspor Barang.

Menurut Mendag, atas dasar pertimbangan dan masukan dari dunia usaha berkaitan dengan belum pulihnya kondisi ekspor dunia, Depdag perlu untuk menyempurnakan penerapan kebijakan, tanpa mengurangi latar belakang dan tujuan dikeluarkannya kebijakan ekspor wajib L/C tersebut. Namun setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan wajib L/C ini, yang antara lain terlihat dari peningkatan cadangan devisa pada Juni 2010, pemerintah akhirnya memutuskan untuk membatalkan kebijakan tersbut.

Pemerintah menilai pertimbangan kebijakan ekspor telah berjalan dengan baik, yang antara lain terlihat dari peningkatan cadangan devisa. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan membatalkan kebijakan tentang ekspor barang yang wajib menggunakan letter of credit (L/C).

Aturan itu dicabut dengan pertimbangan kebijakan ekspor telah berjalan dengan baik, yang antara lain terlihat dari peningkatan cadangan devisa. Pembatalan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 27/M-DAG/PER/6/2010 yang ditetapkan pada 24 Juni 2010.

Pencabutan kebijakan tersebut dapat meringankan beban eksportir mengingat tidak semua transaksi dapat dilakukan dengan L/C. Sebagai gambaran, selama ini pelanggan tidak menghendaki agar transaksi pembayaran dilakukan dengan L/C. Karena mereka terbiasa membayar secara cash. Jika kebijakan wajib L/C akhirnya disetujui pemerintah maka para konsumen akan pindah ke negara lain.

2.3 Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah

Pengaturan mengenai perlunya dilakukan peningkatan nilai tambah komoditas mineral dan batubara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU No 4/2009) tentang

(37)

24 Pertambangan Mineral dan Batubara, yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 (PP No 23/2010) yang mengamanatkan kepada pemegang izin pertambangan (KK, PKP2B dan KP) untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakuknya UU No 4/2009.

Pengolahan dan pemurnian akan diatur oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai tata cata peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Peningkatan nilai tambah bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang, tersedianya bahan baku di dalam negeri, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan penerimaaan negara.

Jika pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral itu dibangun di Indonesia, maka berbagai peluang akan di dapat, seperti kesempatan kerja, peluang usaha, dan penerimaan negara lebih besar, serta yang tidak kalah penting adalah industri di dalam negeri tidak tergantung pada bahan baku impor, sehingga kelangsungan industri tetap terjamin, yang pada gilirannya mampu menjamin keberlanjutan pembangunan nasional (Gambar 2.1). Sudah barang tentu untuk mewujudkan amanah UU No 4/2009 diperlukan upaya atau langkah-langkah strategis sekaligus tantangan bukan saja oleh perusahaan dan pemerintah tetapi juga stakeholders lainnya. Mulai dari pemetaan potensi untuk produk nilai tambah hingga pembuatan regulasi yang selaras untuk mendorong tersinerginya rantai industri.

Ada dua dasar hukum dalam peningkatan nilai tambah, yaitu peraturan yang terkait langsung dengan peningkatan nilai tambah dan peraturan yang mendukung upaya untuk peningatan nilai tambah.

2.3.1 Peraturan tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara 1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, mengamanatkan peningkatan nilai tambah :

a) Pasal 5 ayat (1) : “Untuk kepentingan nasional, Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.”

(38)

25 b) Pasal 95 huruf c: pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah;

c) Pasal 102: pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan/pemurnian, dan pemanfaatan minerba;

d) Pasal 103 ayat (1) : “Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.”

e) Pasal 170 : Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

a) Pasal 93 : pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan/pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya;

b) Pasal 94: pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya;

c) Pasal 95 : komoditas tambang yang ditingkatkan nilai tambahnya adalah mineral logam, bukan logam, batuan, atau batubara;

d) Pasal 96 : ketentuan tentang tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Menteri.

3) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Kebijakan Pembatasan Produksi Pertambangan Mineral Nasional:

(39)

26 a) Pasal 4 ayat (2): Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral nasional

tertentu, antara lain dapat berupa timah, nikel, besi, emas, atau tembaga.

b) Pasal 6: Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral tertentu nasional untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi setiap tahun. Evaluasi didasarkan atas kajian terhadap asas konservasi, kapasitas produksi nasional, optimalisasi penerimaan negara, peningkatan nilai tambah, kebutuhan ekspor, pasokan dalam negeri dan daya dukung Iingkungan.

4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2009

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2009tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri:

a) Pasal 2 ayat (1): badan usaha pertambangan mineral dan batubara harus mengutamakan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri;

b) Pasal 6 ayat (1): pemerintah (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) merencanakan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri untuk masa satu tahun;

c) Pasal 9: harga mineral dan batubara yang dijual di dalam negeri mengacu pada harga patokan mineral dan batubara, baik untuk penjualan langsung (spot) atau penjualan jangka tertentu (term).

2.3.2 Peraturan Pendukung (Terkait Solusi Peningkatan Nilai Tambah) 1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

a. Pasal 3 ayat (2): tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

b) Menciptakan lapangan kerja;

c) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

d) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;

e) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri;

f) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada analisis data yang telah dilakukan, bahwa sebagian besar dosen akuntansi dalam mendapatkan informasi, lebih menyukai berdasarkan pengalaman atau concentrete

Apalagi dalam cerita kancil selalu menjadi tokoh sentral, dan dalam ceritanya tidak ada punishment, sanksi jera dari perbuatan buruk yang dia lakukan, apalagi

Sebagai balasan terhadap premium tambahan yang Anda telah bayar kepada Kami bagi endorsmen ini, Kami bersetuju bahawa insurans yang diberikan di bawah Seksyen A Polisi ini

Berdasarkan pada hasil penelitian tanggapan wisatawan terhadap kepuasan terlihat indikator yang mendapatkan nilai tertinggi yaitu 13,1% dengan skor 449 terdapat

Misalnya penumpang pesawat dari luar negeri yang turun di Terminal 2 Bandara Narita dan ingin menuju Kota Tokyo dapat berjalan menuju Narita Airport Terminal 2·3 Station jika

Pupuk daun selain Hyponex dan Gandasil D yang dapat dicoba efektivitasnya sebagai bahan media dasar adalah Growmore biru 32-10- 10, Growmore adalah pupuk yang

Program Pencegahan adalah upaya pencegahan agar penyakit menular tidak menyebar didalam masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan kekebalan kepada host

(1995), Lakonishok dan Shapiro (1984), serta Utomo (2007) adalah bahwa pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian pengaruh risiko sistematis dan risiko tidak sistematis