• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.9. Beban Pajak

2.9.4. Biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50%

Menurut Suandy (2011) ada biaya-biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50%

(lima puluh persen) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut :

1. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon selular yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

2. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon selular yang dimiliki dan dipergunakan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

3. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

4. Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

49 2.9.5. Kelompok Harta Berwujud dan Tarif Penyusutan

Penentuan kelompok dan tarif penyusutan Harta Berwujud didasarkan pada Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan Sebagai berikut :

Tabel 2.1: Kelompok Harta Berwujud dan Tarif Penyusutan

Kelompok Harta

II. Bangunan Permanen Tidak Permanen

Adapun kriteria penggolongan Harta Berwujud menurut Waluyo (2011) adalah sebagaimana terlampir dalam lampiran B.

50 2.9.6. Strategi yang dapat digunakan untuk menghemat beban pajak (Suandy :

2011) :

1. Pemilihan alternatif dasar pembukuan, basis kas atau basis akrual

Seperti halnya akuntansi dasar pembukuan yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi. Pada basis akrual, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya hak dan kewajiban, Meskipun uangnya belum diterima atau dibayar. Sedangkan pada basis kas, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang.

2. Pengelolaan transaksi yang berhubungan dengan pemberian kesejahteraaan karyawan

Perusahaan memiliki banyak peluang utuk melakukan efisiensi PPh Badan terhadap biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan ini sangat tergantung dari kondisi perusahaan sebagai berikut :

a. Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak yang telah dikenakan tarif tertinggi (di atas Rp. 100.000.000) dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

b. Untuk perusahaan yang PPh Badannya dikenakan pajak secara final, sebaiknya memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan

51 kenikmatan karena pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan tidak termasuk objek PPh Pasal 21, sedangkan pengeluaran untuk pemberian natura dan kenikmatan tersebut tidak mempengaruhi besarnya PPh Badan karena PPh final dihitung dari presentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi dengan biaya-biaya.

c. Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan akan menurunkan PPh pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil.

3. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

Penentuan metode penilaian persediaan cukup penting dalam perancanaan pajak terutama untuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan perdagangan. Untuk efisien pajak, terutama dalam kondisi perekonomian yang inflasi di mana harga barang cenderung naik, maka metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibanding dengan metode FIFO. Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga akan menjadi lebih kecil.

4. Pendanaan Aset Tetap dengan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi

Untuk efisiensi beban pajak, sewa guna usaha dengan hak opsi sebaiknya dipilih karena jangka waktu sewa guna usaha umumnya lebih pendek dari umur aset dan pembayaran sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya.

Dengan demikian, aset tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.

52 5. Pemilihan Metode Penyusutan Aset Tetap dan Amortisasi atas Aset Tak

Berwujud

Penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tak berwujud yang diakui oleh fiskus sejak tahun 1995 terdiri atas dua metode sebagai berikut:

a. Metode Garis Lurus b. Metode Garis Menurun

Penyusutan atau amortisasi dengan metode garis lurus akan menghasilkan beban penyusutan yang sama besarnya setiap periode, sedangkan penyusutan atau amortisasi dengan metode saldo menurun akan menghasilkan beban penyusutan lebih besar pada awal periode dan dan makin menurun pada periode-periode berikutnya. Pada saat umur ekonomis asset tersebut habis, maka jumlah akumulasi penyusutan atau amortsasi dari keduan metode ini sama.

Untuk efisiensi beban pajak, sebelum menentukan metode mana yang akan digunakan, terlebih dahulu seorang perencana pajak (tax planner) harus melihat kondisi dari perusahaan yang bersangkutan. Jika kondisi perusahaan adalah laba dan besarnya penghasilan kena pajak sudah mencapai tarif pajak yang tinggi atau tertinggi, maka metode saldo menurun akan lebih menguntungkan. Sebaliknya, jika kondisi perusahaan rugi maka lebih baik memilih metode garis lurus.

53 6. Transaksi yang Berkaitan dengan Perusahaan sebagai Pemungut Pajak

(withholding tax )

Selain membayar pajak, perusahaan juga sebagai pemotong pajak terhadap pihak ketiga (withholding tax). Masalah yang sering timbul adalah pihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong (withholding tax) (misalnya PPh Pasal 23 atas jasa konsultan), maka perusahaan akan menanggung akibatnya jika dilkukan pemeriksaan oleh fiskus karena perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar withholding tax dimaksud tambah denda bunga atas keterlambatan penyetoran sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pokok pajak

Untuk mengatasi hal tersebut dapat di tempuh dengan dua cara yaitu :

a. Perusahaan membayar withholding tax, pajak yang dibayarkan ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

b. Perusahaan sebaiknya me-mark up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perusahaan hanya membayar PPh pasal 23 maka PPh yang dibayar oleh perusahaan tidak dapat dibebankan sebagi biaya.

Tabel 2.2: Rumus untuk menghitung metode mark-up

= x Nilai Kontrak (Beban Bersih)

54 7. Optimalisasi Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Telah Dibayar

Pajak penghasilan yang dapat dikreditkaan selain angsuran masa bulanan (PPh Pasal 25) atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah Pajak Penghasilan yang dibayar maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final. PPh yang dapat dikreditkan, antara lain : PPh atas penghasilan tanah atau bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estat, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina, fiskal luar negeri karyawan (setoran a.n karyawan q.q perusahaan berikut NPWP perusahaan) PPh Pasal 23 atas bunga dari non bank, royalti PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri.

8. Pengajuan Penurunan Masa PPh Pasal 25

Besarnya pembayaran PPh Pasal 25 tergantung dari besarnya PPh terutang tahun lalu atau adanya kenaikan laba pada RKAP tahun berjalan untuk BUMN/BUMD. Namun bisa saja diproyeksikan dalam tahun berjalan akan dapat penurunan laba (Penghasilan Kena Pajak), sehingga jika kita mengangsur PPh Pasal 25 yang besarnya berdasarkan tahun lalu maka kemungkinan pada akhir tahun akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.

Untuk itu, perusahaan sebaiknya mengajukan permohonan penurunan angsuran masa dengan disertai proyek laba pada akhir tahun dan alasannya terjadi penurunan laba. Hal ini disebabkan jika terjadi kelebihan pembayaran pajak yang walaupun dapat direstitusi, tetapi sebelumnya Wajib Pajak akan dikenakan tindakan pemeriksaan.

55 9. Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 dan Pasal 23

Untuk beberapa jenis withholding tax seperti PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 yang tidak termasuk PPh final dapat diajukan permohonan SKB oleh Wajib Pajak memenuhi kriteria.

10. Rekonsiliasi SPT

Sebaiknya perusahaan melakukaan rekonsiliasi secara periodik antara rekening-rekening yang ada di SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21, dan SPT PPN. Jika ada perbedaan segera dapat dilakukan koreksi, hal ini untuk menghindari pengenaan sanksi. Rekonsiliasi dapat dilakukan antara SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 21 dan antara SPT PPh Badan dengan SPT PPN.

11. Penyertaan Modal pada Perseroan Terbatas Dalam Negeri

Dividen yang diperoleh dari perseroan terbatas dalam negeri dikecualikan dari pengenaan PPh dengan syarat jumlah saham yang yang dimiliki minimal 25%

(dua puluh lima persen). Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan investasi dengan membeli saham. Hal ini lebih menguntungkan dari pada investasi dalam obligasi atau deposito yang bunganya merupakan objek pajak.

56 2.10. Hasil Penellitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan perencanaan pajak (tax planning), diantaranya dikutip dari beberapa sumber :

Tabel 2.3: Penelitian Terdahulu No Nama dan Tahun

Penilitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Fajar (2005) Analisis Perencanaan Pajak Untuk Meminimalkan

57 Tabel 2.3: Penelitian Terdahulu (Lanjutan).

2. Siti Badriah (2007) Analisis Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Penghematan

58 Tabel 2.3: Penelitian Terdahulu (Lanjutan).

3. Bayu Wibowo (2008) Analisis Perencanaan Pajak Sebagai Upaya

59 Tabel 2.3: Penelitian Terdahulu (Lanjutan).

4. Eni Ramayanti

60 2.11. Kerangka Pemikiran

Secara singkat penelitian ini akan menerangkan bagaimana Perencanaan Pajak (Tax Planning) dapat menghemat beban pajak. Untuk mengetahui secara finansial Perencanaan Pajak (Tax Planning) dapat menghemat beban pajak, dapat dilihat dari rekonsiliasi dan koreksi pajak yang dilakukan oleh perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut : Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran

Laporan Keuangan Komersial PT Wastumatra Kencana Indonesia Yogyakarta

Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Pemilihan Transaksi

Rekonsiliasi dan Koreksi Fiskal

Beban Pajak Menjadi Minimum

Kebijakan Perusahaan

–Mark Up atas nilai transaksi pada pihak ketiga

61 BAB III

Dokumen terkait