• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Biaya Non Tuna

Biaya non tunai yang dikeluarkan petani meliputi biaya penyemaian benih dari tanaman tomat sebelumnya, biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa lahan milik pribadi, serta biaya penyusutan peralatan. Benih yang digunakan petani tomat di Kecamatan Lembang diperoleh dari toko saprotan dan petani penyemaian benih, sehingga tidak terdapat biaya non tunai dari kegiatan penyemaian benih di Kecamatan Lembang.

Berdasarkan rata-rata penggunaan tenaga kerja pada Tabel 29, diketahui bahwa jumlah Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) terbesar adalah pada sistem usahatani tomat berbasis SOP dengan nilai 30.80 HOK, sedangkan jumlah tenaga kerja konvensional adalah sebesar 29.20 HOK. Pada sistem usahatani berbasis SOP, penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKDK) terbesar terletak pada kegiatan perawatan tanaman yaitu sebesar 16.00 HOK yang kemudian disusul oleh kegiatan pemanenan sebesar 9.60 HOK, pengolahan lahan sebesar 3.80 HOK, penyemaian benih sebesar 1.00 HOK, serta penanaman dan pemasangan ajir sebesar 0.20. Berbeda halnya dengan sistem usahatani berbasis SOP, urutan penggunaan tenaga kerja pada sistem usahatani konvensional terbesar adalah pengolahan lahan sebesar 16.13 HOK, pemanenan sebesar 7.73 HOK, penyemaian benih sebesar 3.27 HOK, pengolahan lahan sebesar 1.20 HOK, pemasangan ajir sebesar 0.53 HOK, dan penanaman sebesar 0.33 HOK. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada sistem usahatani berbasis SOP lebih besar jika dibandingkan dengan penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada sistem usahatani konvensional.

Biaya sewa lahan perlu diperhitungkan dalam biaya non tunai baik bagi petani penggarap lahan milik, maupun bagi petani penggarap lahan sewa meskipun tidak diperhitungkan secara tunai bagi petani penggarap lahan milik. Biaya sewa lahan pertanian di Kecamatan Lembang dibayar setiap tahun sesuai dengan luas lahan yang disewa. Rata-rata biaya yang dikeluarkan petani untuk membayar sewa lahan atas lahan pertanian yang digarapnya per 1 000 m2 di Kecamatan Lembang adalah sebesar Rp 1 510 661.38 untuk sistem usahatani

62

tomat SOP dan Rp 503 553.79 untuk sistem usahatani tomat konvensional setiap tahunnya.

Peralatan pertanian merupakan sarana penunjang kegiatan usahatani yang harus dimiliki oleh setiap petani. Peralatan yang dimiliki oleh petani responden di Kecamatan Lembang adalah cangkul, karung, kored, gunting, dan sprayer. Peralatan yang digunakan selain berpengaruh terhadap modal usahatani, juga mempengaruhi besarnya biaya penyusutan yang termasuk pada biaya non tunai. Perhitungan nilai penyusutan peralatan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis dari perlatan. Pada perhitungan ini, nilai sisa dianggap tidak ada sehingga tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Besarnya rata-rata biaya penyusutan peralatan pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang disajikan pada Tabel 34.

Tabel 33 Nilai rata-rata penyusutan peralatan per 1 000 m2 pada usahatani tomat di Kecamatan Lembang

Usahatani tomat berbasis SOP No. Jenis peralatan Jumlah (unit) Harga (Rp/unit) Umur teknis (bulan) Biaya penyu- sutan (Rp)

Nilai penyusutan per musim tanam (Rp) Joint cost (Rp) 1 Cangkul 4 50 000 12 16 388 49 166 17 916 2 Karung 166 1 500 12 20 791 62 375 21 604 3 Kored 3 15 000 24 1 875 5 625 2 020 4 Gunting 30 375 000 180 4 166 12 500 4 513 5 Sprayer 1 200 000 48 4 444 13 333 4 583 Jumlah 204 641 500 276 47 667 143 000 50 639

Usahatani tomat konvensional

1 Cangkul 3 50 000 12 12 777 38 333 14 444 2 Karung 99 1 500 12 12 325 36 975 13 758 3 Kored 3 15 000 24 1 708 5 125 1 895 4 Gunting 2 25 000 12 4 027 12 083 4 444 5 Sprayer 1 200 000 48 3 055 9 166 3 750 Jumlah 107 291 500 108 33 894 101 683 38 293

Berdasarkan perhitungan nilai penyusutan peralatan pada Tabel 34, menunjukkan bahwa penyusutan terbesar pada sistem usahatani berbasis SOP terletak pada karung yang kemudian disusul oleh cangkul, sprayer, gunting, dan kored. Sedangkan nilai penyusutan peralatan terbesar pada usahatani tomat konvensional terletak pada cangkul, yang kemudian diikuti oleh karung, gunting, sprayer, dan kored. Dari perbandingan sistem usahatani tersebut, biaya penyusutan terbesar adalah pada sistem usahatani tomat berbasis SOP dengan nilai penyusutan per musim tanam sebesar Rp 50 639 dibandingkan sistem usahatani tomat konvensional dengan nilai Rp 38 293.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui faktor produksi yang, dimasukan ke dalam tabel perbandingan yang tersaji pada Lampiran 11. mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang. Perbedaan biaya yang dikeluarkan antara kedua sistem usahatani juga semakin terlihat jelas. Biaya-biaya pada faktor produksi pupuk, pestisida, tenaga kerja, serta penyusutan peralatan dihitung berdasarkan nilai pemakaian bersama (joint cost) karena sistem usahatani dilakukan secara tumpangsari. Besarnya biaya pemakaian bersama (joint cost) pada setiap petani berbeda-beda, sesuai dengan

63 jenis komoditas yang diusahakan pada lahan yang digarapnya. Secara umum, terdapat tiga komoditas pertanian yang ditanam secara tumpangsari dalam satu luasan lahan garapan. Perbedaan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani di atas

Hasil perhitungan yang tersaji pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan pada sistem usahatani berbasis SOP lebih besar jika dibandingkan dengan sistem usahatani konvensional, yaitu sebesar Rp 6,663 429.83 pada usahatani SOP dan Rp 6 475 858.09 pada usahatani konvensional. Pada sistem usahatani tomat berbasis SOP, tiga komponen dengan persentase biaya terbesar terletak pada biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) yaitu sebesar 55.67 persen (Rp 3 326 013.78), yang kemudian disusul oleh pestisida sebesar 23.15 persen (Rp 1 382 997.34), dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) sebesar 11.90 persen (Rp 710 666.67). Sedangkan pada sistem usahatani tomat konvensional, tiga komponen biaya tertinggi adalah biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) yaitu sebesar 41.41 persen (Rp 2 512 624.89), yang diikuti dengan biaya pupuk sebesar 28.19 (Rp 1 710 459.24), dan Tenaga Kerja dalam Keluarga sebesar 13.40 persen (Rp 812 776.67). Hal ini menunjukkan penggunaan tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar pada kedua sistem usahatani. Sistem usahatani berbasis SOP lebih banyak mengeluarkan biaya pada komponen pestisida setelah tenaga kerja, yang menunjukkan bahwa penggunaan pestisida pada sistem usahatani ini lebih banyak dari usahatani konvensional. Berbeda dengan sistem usahatani konvensional, komponen biaya terbesar setelah penggunaan tenaga kerja terletak pada pupuk yang menunjukkan bahwa penggunaan pupuk pada sistem usahatani ini lebih besar dari sistem usahatani SOP. Secara keseluruhan, biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan pada sistem usahatani konvensional lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan pada sistem usahatani berbasis SOP.

Analisis Penerimaan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang

Analisis penerimaan usahatani tomat dihitung berdasarkan penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani selama satu musim tanam. Penerimaan dalam kegiatan usahatani tomat adalah berupa tomat yang diproduksi dikali dengan harga jual tomat. Penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani pada kedua sistem usahatani disajikan pada Tabel 35.

Tabel 34 Rata-rata penerimaan usahatani tomat pada luas lahan 1 000 m2 di Kecamatan Lembang

Uraian Penerimaan usahatani SOP Penerimaan usahatani konvensional

Produksi (kg) 2 429.85 2 294.29

Harga jual (Rp/kg) 3 966.67 3 646.67

Penerimaan 9 638 408.53 8 366 495.24

Produksi tomat yang dihasilkan pada sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah sebesar 2 429.85 kilogram, sedangkan produksi tomat yang dihasilkan pada sistem usahatani konvensional adalah 2 294.29 kilogram. Perbedaan jumlah produksi tomat yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh penggunaan input produksi yang digunakan pada kegiatan usahatani. Tomat yang dihasilkan dari sistem usahatani berbasis SOP jauh lebih banyak dibandingkan tomat yang

64

diproduksi pada sistem usahatani konvensional. Tomat yang dihasilkan dari kegiatan panen pada kedua sistem usahatani dijual kepada agen pengumpul dan dijual langsung ke pasar tradisional, seperti Pasar Lembang dengan harga jual Rp 3 966.67 pada usahatani SOP dan Rp 3 646.67 pada usahatani konvensional. Sehingga hasil perhitungan menunjukkan bahwa sistem usahatani berbasis SOP memberikan penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan pada sistem usahatani konvensional. Rata-rata penerimaan yang dihasilkan dari sistem usahatani SOP adalah sebesar Rp 9 638 408.53, sedangkan rata-rata penerimaan yang diperoleh dari sistem usahatani konvensional adalah sebesar Rp 8 336 495.24. Sehingga selisih penerimaan adalah sebesar Rp 1 301 913.29.

Analisis Pendapatan Usahatani Tomat di Kecamatan Lembang

Analisis pendapatan usahatani diperoleh dari besaran nilai pendapatan yang diterima petani pada kedua sistem usahatani tomat. Pendapatan usahatani dibagi menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total karena biaya yang dibagi menjadi komponen biaya tunai, biaya non tunai, dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan total diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya total. Analisis perbandingan pendapatan usahatani tomat dilakukan dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari kedua sistem usahatani tomat. Perhitungan analisis pendapatan usahatani tomat di Kecamatan Lembang tersaji pada Tabel 36.

Tabel 35 Analisis rata-rata pendapatan usahatani tomat per 1 000 m2 di Kecamatan Lembang

Uraian Usahatani SOP Usahatani

konvensional Selisih Total penerimaan (Rp) 9 358 720.54 8 345 873.02 1 012 847.52 Total biaya tunai (Rp) 5 123 916.41 5 223 354.43 -99 438.02 Total biaya non tunai (Rp) 850 132.28 899 184.72 -49 052.45 Total biaya (Rp) 5 974 048.68 6 122 539.05 -148 490.47 Pendapatan tunai (Rp) 4 234 804.13 3 122 518.59 1 112 285.55 Pendapatan total (Rp) 3 384 671.86 2 223 333.86 1 161 337.99

R/C atas biaya tunai 1.83 1.60 0.20

R/C atas biaya total 1.57 1.36 0.23

Dari perhitungan analisis rata-rata pendapatan pada Tabel 36 di atas, diketahui bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh dari sistem usahatani SOP lebih besar dari pendapatan dari sistem usahatani konvensional. Sistem usahatani tomat berbasis SOP menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 4 234 804.13 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 177 375.73. Sedangkan sistem usahatani tomat konvensional menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 3 384 671.86 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 2 278 191.01. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih menguntungkan petani dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional karena nilai pendapatan tunai dan pendapatan total yang dihasilkan lebih tinggi.

65 Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani Tomat Berbasis SOP dan Usahatani

Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang

Efisiensi pendapatan usahatani tomat diperoleh dari besaran nilai R/C ratio. Pada penelitian ini, peneliti membagi komponen biaya menjadi biaya tunai, biaya non tunai, dan biaya total sehingga diperoleh nilai R/C rasio tunai dan R/C ratio total. Perbandingan efisiensi pendapatan usahatani tomat pada kedua sistem usahatani dilakukan dengan membandingkan nilai R/C rasio tunai dan R/C ratio total yang diperoleh dari kedua sistem usahatani. Kedua nilai R/C rasio yang diperoleh dari dari analisis perhitungan pendapatan tertera pada Tabel 35.

Hasil perhitungan menunjukkan analisa R/C rasio atas biaya tunai pada sistem usahatani tomat berbasis SOP adalah sebesar 1.83, hal ini mengandung arti bahwa setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.83. Nilai R/C rasio atas biaya total adalah sebesar 1.57 yang menunjukkan bahwa setiap Rp 1 biaya keseluruhan yang dikeluarkan, akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.57. Sedangkan hasil perhitungan R/C rasio pada sistem usahatani tomat konvensional adalah sebesar 1.61 untuk R/C rasio atas biaya tunai dan 1.38 untuk R/C rasio pada biaya total. Hal ini berarti setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.61 dan setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.38.

Nilai R/C ratio lebih dari satu pada kedua sistem usahatani menunjukkan bahwa kedua sistem usahatani efisien dan layak untuk dilakukan karena mampu menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkannya. Namun, penerimaan atas satu rupiah biaya yang dikeluarkan, baik biaya tunai maupun biaya total pada sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih besar dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem usahatani tomat berbasis SOP lebih efisien dibandingkan dengan sistem usahatani tomat konvensional dilihat dari nilai R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total yang lebih besar.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tomat Berbasis SOP dan Usahatani Tomat Konvensional di Kecamatan Lembang

Evaluasi Model Dugaan

Evaluasi model digunakan yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan mampu memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi, sehingga komponen error bernilai kecil. Evaluasi model dugaan dianalisis melalui nilai koefisien determinasi (R-Sq), nilai uji signifikasi model dugaan (T-value), dan uji signifikasi koefisien model dugaan (P-value). Hasil perhitungan dugaan faktor- faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang disajikan pada Lampiran 12. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat (Y) di Kecamatan Lembang, yaitu jumlah bibit (X1), jumlah pupuk kandang (X2), jumlah pupuk NPK (X3), jumlah pupuk TSP (X4), jumlah pupuk KCl (X5), jumlah pestisida (X6), jumlah mulsa (X7), jumlah tenaga kerja (X8), serta dummy sistem usahatani (D). Hasil analisis faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat disajikan pada Tabel 37.

66

Tabel 36 Analisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi tomat di Kecamatan Lembang

Variabel Koefisien regresi

Standar d

Error Nilai t hitung Peluang VIF

Konstanta (b0) 0.7053 0.6002 1.18 0.025 Bibit (X1) 0.6934 0.1865 3.72 0.001 4.6 Pupuk kandang (X2) 0.1076 0.0885 1.22 0.023 1.9 Pupuk NPK (X3) 0.0808 0.0875 0.92 0.036 1.7 Pupuk TSP (X4) 0.0506 0.0605 0.84 0.041 1.8 Pupuk KCl(X5) 0.0311 0.6576 0.47 0.041 2.7 Pestisida (X6) -0.0179 0.0379 -0.47 0.034 1.3 Mulsa (X7) 0.2177 0.1910 1.14 0.268 3.0 Tenaga kerja (X8) 0.0157 0.3639 0.04 0.046 3.2

Dummy sistem usahatani (D) 0.0146 0.0880 -0.17 0.870 1.6 Koefisien Determinasi R-Sq = 87.0%

R-Sq (adj) = 76.5%

α (0.05)

Berdasarkan perhitungan analisis pada Tabel 37 di atas, dapat diketahui keragaman total data yang dijelaskan dengan nilai koefisien determinasi, akurasi model dugaan yang dijelaskan dengan uji signifikasi model dugaan, pengaruh signifikasi produksi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Dokumen terkait