• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3 Biaya Pencegahan ( Preventive Expenditure )

Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat di atas tidak terlepas dari sejumlah biaya pembangunan. Biaya tersebut merupakan biaya pencegahan (preventive expenditure) yaitu biaya yang dikeluarkan oleh individu untuk menghindari kerusakan akibat degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999), dalam hal ini kerugian yang lebih besar akibat kerusakan harta benda yang dimiliki. Seluruh biaya yang dikeluarkan responden dalam melakukan adaptasi tempat tinggal telah dikonversi ke dalam nilai saat ini (present value) yaitu pada tahun 2011 dengan tingkat suku bunga 6.75 % sesuai dengan suku bunga Bank Indonesia per 12 Mei 2011.

6.3.1 Biaya Pencegahan untuk Pembuatan Tanggul

Terdapat 8 % responden yang beradaptasi dengan membuat tanggul untuk mengantisipasi masuknya air ke dalam rumah. Umumnya tanggul dibuat di pintu masuk maupun teras rumah. Tanggul yang dibuat bersifat permanen maupun non- permanen. Tanggul permanen terbuat dari bahan bangunan dan diplester atau dilapisi keramik, sedangkan tanggul non-permanen dibuat dari tumpukan karung berisi ijuk, pasir atau tanah yang dipadatkan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden pembuatan tanggul dilatarbelakangi oleh kepemilikan rumah, keterbatasan ekonomi, dan ketinggian air yang tidak terlalu parah di lokasi tempat tinggal responden.

Biaya total yang dikeluarkan responden untuk pembuatan tanggul adalah sebesar Rp 3 989 007.62. Besar biaya tersebut dibagi dengan jumlah responden yang membuat tanggul, dan menghasilkan biaya pencegahan rata-rata untuk pembuatan tanggul, yaitu sebesar Rp 997 251.91. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 3.93 % dari total biaya pencegahan rata-rata.

6.3.2 Biaya Pencegahan untuk Peninggian Lantai Dasar

Peninggian lantai dasar merupakan upaya responden untuk mengantisipasi tinggi genangan di lantai dasar rumah yang diakibatkan oleh banjir. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko menggenangnya air di dalam rumah dalam kurun waktu tertentu, terutama bagi rumah responden yang posisinya lebih rendah dari jalan.

Terdapat 72 % responden yang menerapkan pola adaptasi ini. Berdasarkan data yang diperoleh, biaya pencegahan untuk peninggian lantai dasar cukup variatif. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk meninggikan lantai dasar adalah sebesar Rp 236 824 505.88. Nilai biaya ini merupakan nilai total biaya pencegahan terbesar yang diperoleh di antara biaya bagi strategi adaptasi lainnya. Hal ini disebabkan mayoritas responden melakukan strategi adaptasi ini. Biaya tersebut dibagi dengan jumlah responden yang meninggikan lantai dasar, dan menghasilkan biaya pencegahan rata-rata untuk peninggian lantai dasar, yaitu sebesar Rp 6 578 458.50. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 25.92% dari total biaya pencegahan rata-rata.

6.3.3 Biaya Pencegahan untuk Penambahan Lantai

Penambahan lantai atau meningkatkan rumah merupakan bentuk adaptasi tempat tinggal untuk mengantisipasi banjir yang lebih besar dan genangan air

yang lebih lama di dalam rumah. Misalnya, banjir siklus lima tahunan yang dapat menggenangi rumah lebih dari satu hari.

Terdapat 8% responden yang menerapkan pola adaptasi ini. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk menambah lantai adalah sebesar Rp 70 601 508.07. Biaya tersebut dibagi dengan jumlah responden yang menambah lantai, dan menghasilkan biaya pencegahan rata-rata untuk penambahan lantai, yaitu sebesar Rp 17 650 377.02. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 69.54 % dari total biaya pencegahan rata-rata, dan merupakan biaya rata-rata strategi adaptasi tertinggi.

6.3.4 Biaya Pencegahan untuk Peninggian Jalan

PT Pelindo telah meninggikan beberapa ruas jalan utama di pemukiman responden. Hal ini menyebabkan ketinggian jalan utama dan jalan-jalan kecil lainnya cukup timpang, sehingga air mengalir ke jalan yang lebih rendah. Salah satu upaya masyarakat untuk mengantisipasi genangan di jalan depan rumah adalah dengan melakukan peninggian jalan yang biayanya ditanggung bersama atau yang lebih dikenal dengan istilah swadaya masyarakat. Setiap responden tertentu dimintai sejumlah uang sebagai iuran maupun sumbangan untuk beradaptasi secara kolektif.

Terdapat 10 % responden yang mengeluarkan biaya adaptasi peninggian jalan. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk meninggikan jalan adalah sebesar Rp 781 430.27. Biaya pencegahan total yang dibagi dengan jumlah responden yang meninggikan jalan menghasilkan biaya rata-rata, yaitu sebesar Rp 156 286.05. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 0.62 % dari total biaya pencegahan rata-rata, dan merupakan biaya rata-rata strategi adaptasi terendah.

Ada pun proporsi tiap biaya rata-rata tiap bentuk adaptasi ditampilkan pada gambar berikut.

Sumber: data primer (diolah)

Gambar 18. Proporsi Biaya Rata-Rata Tiap Strategi Adaptasi Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011

6.3.5 Biaya Adaptasi Total Kelurahan Penjaringan Tahun 2011

Berdasarkan perhitungan menggunakan pendekatan biaya pencegahan, diperoleh biaya adaptasi total sebesar Rp 312 196 451.84. Biaya adaptasi total dibagi dengan jumlah responden, yaitu 50 orang dan menghasilkan biaya adaptasi rata-rata per responden sebesar Rp 6 243 929.04. Biaya adaptasi rata-rata per responden tersebut diasumsikan sama bagi seluruh kepala keluarga (KK) yang rentan terhadap dampak banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan. Hasil dari biaya adaptasi rata-rata per responden yang dikalikan dengan jumlah KK yang rentan terhadap genangan banjir tersebut merupakan total biaya adaptasi yang harus ditanggung masyarakat di Kelurahan Penjaringan.

Wilayah yang rentan genangan banjir di wilayah Kelurahan Penjaringan yaitu wilayah Luar Batang yang terdiri dari RW 01, 02, dan 03, serta wilayah Muara Baru yang terdiri dari RW 17. Jumlah KK di wilayah Luar Batang adalah sebanyak 1 882 KK dan jumlah KK di wilayah Muara Baru adalah sebanyak 6 250 KK. Jadi, total KK yang rentan terhadap dampak banjir rob di Kelurahan

Tanggul 3.93% Peninggian lantai dasar 25,92% Penambahan lantai rumah 69,54% Jalan 0.62%

Penjaringan adalah sebanyak 8 132 KK. Berdasarkan perhitungan yang telah disebutkan sebelumnya, diperoleh biaya adaptasi total untuk wilayah Kelurahan Penjaringan per tahun 2011, yaitu sebesar Rp 50 775 630 927.44.

6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Biaya Adaptasi Akibat Banjir Rob

Model pendugaan fungsi faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mempengaruhi biaya adaptasi merupakan model regresi doublelog. Peubah bebas yang dimasukan ke dalam model, yaitu pendapatan rumah tangga (X1), jarak

rumah ke tepi laut (X2), status kepemilikan (D1), dan jenis bangunan (D2). Model

diperoleh dari pengolahan data melalui program Microsoft Office Excel 2007 dan Stastistical Product and Service Solutions (SPSS) 15. Persamaan biaya adaptasi yaitu:

Ln Y = -2.402 + 1.034 Ln X1– 0.161 Ln X2 + 2.114 D1 + 1.053 D2 + …….(6.1)

Hasil dari pengolahan data menunjukkan persamaan regresi double log dengan peubah tak bebas biaya adaptasi memiliki koefisien determinasi yang telah disesuaikan (R2Adjusted) sebesar 41.3 %. Artinya, keragaman pada biaya adaptasi dapat dijelaskan oleh peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model, dan sisanya, yaitu 58.7 % dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Selain itu, setelah melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas dilakukan pengujian terhadap model.

Pertama, model diuji kenormalannya, diperoleh P-value sebesar 0.945 atau lebih dari alpha 5 % yang berarti galat menyebar normal. Kedua, dilakukan uji terhadap multikolinearitas dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Berdasarkan pengolahan data, diperoleh nilai VIF dari tiap peubah bebas berkisar antara 1.002 sampai dengan 1.421. Hal ini menunjukkan tidak terjadi

multikolinearitas, dimana keberadaan multikolinearitas ditunjukkan apabila VIF > 10. Uji terakhir yang dilakukan terhadap model ini adalah pembuktian terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil olah data, diperoleh residual yang tidak membentuk pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Melalui berbagai uji tersebut dapat disimpulkan tidak terdapat pelanggaran asumsi regresi linear berganda dalam model.

Tanda koefisien negatif memiliki arti pengaruh dari peubah bebas tersebut bersifat berbanding terbalik, yaitu peningkatan peubah tersebut akan menurunkan biaya adaptasi. Sedangkan, tanda koefisien positif memiliki arti sebaliknya, yaitu peningkatan peubah bebas tersebut juga akan meningkatkan biaya adaptasi. Ada pun peubah bebas yang terdapat pada model berpengaruh nyata pada alpha 15 % adalah pendapatan rumah tangga, jarak rumah ke laut, dan status kepemilikan. Peubah bebas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

6.4.1 Pendapatan Rumah Tangga

Hasil regresi pada model double log menunjukkan peubah bebas pendapatan rumah tangga memiliki hubungan positif terhadap biaya adaptasi. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Nilai elastisitas peubah bebas pendapatan rumah tangga adalah 1.034 yang berarti apabila terjadi peningkatan pendapatan sebesar 1 %, maka rata-rata biaya adaptasi diduga akan ikut meningkat sebanyak 1.034 % dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus).

Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.002 yang berarti pendapatan rumah tangga memberikan pengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Secara teoritis, semakin besar nilai pendapatan rumah tangga yang dihasilkan maka kemampuan untuk

mengeluarkan biaya adaptasi akan mengalami peningkatan, terutama yang berkaitan dengan upaya proteksi banjir (Grothmann dan Patt 2005).

6.4.2 Jarak Rumah ke Tepi Laut

Jarak rumah ke laut mempengaruhi besar dampak banjir yang diterima responden. Berdasarkan hasil regresi pada model double log, peubah bebas jarak rumah ke laut memiliki hubungan negatif terhadap besar biaya adaptasi dengan nilai elastisitas -0.161. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan jarak rumah ke laut sebesar 1%, maka rata-rata biaya adaptasi diduga akan mengalami penurunan sebesar 0.161 % dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal.

Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.146 yang berarti jarak rumah ke laut memberikan pengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Hal tersebut sesuai secara teoritis dan keadaan di lapang dimana responden yang tinggal lebih dekat dengan laut menerima dampak yang lebih besar sehingga dibutuhkan biaya yang lebih besar pula untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungan.

6.4.3 Status Kepemilikan Rumah

Berdasarkan status kepemilikan rumah, hasil regresi pada model double log menunjukkan rata-rata biaya adaptasi antara penduduk yang merupakan pemilik rumah lebih besar dibandingkan yang bukan pemilik rumah dengan nilai dugaan sebesar 2.114 % saat peubah bebas lain bersifat tetap (cateris paribus). Hal ini berarti penduduk yang merupakan pemilik rumah memiliki kemampuan maupun keinginan untuk beradaptasi dibandingkan dengan penduduk yang bukan pemilik dari rumah yang dihuninya (menumpang atau mengontrak).

Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.002 yang berarti status kepemilikan rumah memberikan pengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Secara teoritis, penduduk yang merupakan pemilik dari rumah yang dihuni lebih independen dalam berperilaku dan memutuskan apa saja yang harus dilakukan terhadap properti yang dimiliki, khususnya terkait dengan adaptasi tempat tinggal (Grothmann dan Patt 2005). Sedangkan, berdasarkan fakta di lapang, lebih rendahnya biaya adaptasi yang diperoleh dari penduduk yang bukan pemilik rumah dikarenakan tidak ada biaya tambahan yang dikeluarkan untuk adaptasi atau telah menerima kondisi rumah yang sudah memiliki kapasitas untuk beradaptasi.

Ada pun peubah bebas yang tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 15 % adalah jenis bangunan. Peubah bebas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

6.4.4 Jenis Bangunan

Jenis bangunan yang terdapat di lokasi penelitian terbagi menjadi bangunan permanen dan semi permanen. Hasil regresi pada model double log menunjukkan rata-rata biaya adaptasi penduduk yang tinggal di rumah berjenis bangunan permanen lebih besar dibandingkan penduduk yang tinggal di rumah berjenis bangunan semi permanen dengan nilai dugaan sebesar 1.053 % saat peubah bebas lain bersifat tetap (cateris paribus). Hal ini berarti bangunan jenis permanen membutuhkan biaya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan bangunan semi permanen.

Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.209 yang berarti jenis bangunan tidak berpengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan

taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, dimana jenis bangunan diduga berpengaruh signifikan terhadap biaya adaptasi.

6.5 Program dan Rencana Program Pemerintah di Wilayah Kelurahan

Dokumen terkait