• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Apakah ada program pemerintah yang telah terlaksana terkait pencegahan maupun penyelesaian masalah banjir rob di sekitar lokasi tempat tinggal Anda?

a. Ya b. Tidak

2. Jika Ya, apakah program tersebut sesuai dengan kebutuhan Anda?

a. Sangat Sesuai d. Kurang Sesuai

b. Sesuai e. Tidak Sesuai

c. Cukup Sesuai

3. Apa harapan Anda kepada pemerintah terkait penanggulangan kerugian dan dampak banjir rob di sekitar lokasi tempat tinggal Anda?

……… ……… ………

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 27 November 1989 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Teteng Ruhyadi dan Tiominar. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1994 di TK Islam Amanah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Pamulang Permai pada tahun 2001 dan melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Pamulang dan lulus pada tahun 2004. Setelah itu, penulis kembali melanjutkan sekolah di SMA Negeri 46 Jakarta dan dinyatakan lulus pada tahun 2007. Penulis memasuki Institut Pertanian Bogor di tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Penulis memilih minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan sebagai pelengkap kompetensi mayor.

Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis aktif sebagai anggota UKM Pers Mahasiswa Koran Kampus sejak tahun 2007 sampai tahun 2010 dengan jabatan terakhir sebagai Pemimpin HRD dan terpilih sebagai peliput untuk reportase khusus PIMNAS XXII di Universitas Brawijaya, Kota Malang, pada tahun 2009. Penulis tergabung dalam Resources and Environmental of Economics Students Association (REESA) sebagai staf public relation pada tahun 2008-2009. Penulis juga produktif dalam dunia sinematografi kampus dan tergabung dalam Komunitas Layar IPB (KLIP) sebagai Wakil Ketua periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) Kabinet Orange Beraksi sebagai Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi pada masa kepengurusan tahun 2010.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasi pelaksanaan fungsi administrasi pemerintahan dan perekonomian Republik Indonesia. Hal ini memicu pesatnya pembangunan dan pengembangan berbagai fasilitas dan sarana pendukung kegiatan tersebut. Penyediaan fasilitas dan pembangunan di berbagai sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai daerah untuk menetap dan memperoleh kesejahteraan di kota ini. Hal tersebut melatarbelakangi terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang signifikan di Jakarta. Menurut data BPS (2011), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9 607 787 jiwa atau lebih dari 13 000 jiwa/km2 dengan proporsi masyarakat pada garis kemiskinkan sebanyak 331 169 jiwa.

Jakarta memiliki 40 % daratan (24 000 ha) yang letaknya lebih rendah dibandingkan permukaan air laut (Firman et al. 2011). Kota ini dibangun oleh Jan Pieters Zoon Coen di awal abad ke-17 dengan konsep kota air (waterfront city). Konsep ini dipilih karena Jakarta telah diprediksi sebagai kota yang akrab dengan permasalahan banjir sehingga dibangun kanal-kanal yang pada awalnya direncanakan seperti yang telah dibangun di Kota Amsterdam. Namun, berselang beberapa waktu dari pembangunan hingga awal abad ke-20 genangan air yang lebih tinggi dari daratan Jakarta terus terjadi, dan banjir tidak dapat dihindari (Caljouw et al. 2004).

Permasalahan banjir tersebut terus berlanjut hingga saat ini, bahkan berdasarkan data Bappenas (2007) dalam Steinberg (2007) 60 % daratan di wilayah ibu kota terendam air akibat banjir siklus lima tahunan pada tahun 2007.

Banjir ini merupakan banjir terparah di Jakarta yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 48 orang dan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai US$ 453 juta. Kerugian ekonomi tersebut mencakup kerugian dan kerusakan aset pemerintah, aset dunia usaha, dan aset masyarakat.

Banjir dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab banjir adalah perubahan iklim. Perubahan iklim berpotensi menyebabkan banjir melalui peningkatan curah hujan, peningkatan aliran sungai gletser, dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub bumi atau dalam istilah Indonesia dikenal dengan rob (Satterthwaite 2008)1. Berdasarkan data kenaikan permukaan air laut hasil pengamatan Jaringan Stasiun Pasang Surut Nasional, variasi kenaikan permukaan laut di perairan Indonesia berkisar antara 3-8 mm per tahun. Bahkan, kondisi kenaikan permukaan air laut di pantai utara Jawa memiliki variasi yang lebih besar dan diperburuk dengan penurunan lahan di sejumlah kota besar, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya (Karsidi 2011)2.

Berdasarkan dari potensi dampak peningkatan permukaan air laut tersebut, Jakarta merupakan kota yang paling berisiko mengalami banjir (Firman et al. 2011). Hal tersebut juga didukung oleh daratan yang terletak di bawah permukaan air laut dan penurunan permukaan tanah yang semakin massive. Penurunan lahan ini terjadi dengan tingkat yang variatif mulai 1-15 cm per tahun, hingga di wilayah tertentu mencapai 20-25 cm per tahun, sedangkan untuk wilayah pesisir Jakarta rata-rata tingkat penurunan lahan mencapai 12 cm per tahun (Abidin et al. 2009).

1

http://www.un.org/esa/population/meetings/EGM_PopDist/P16_Satterthwaite.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011

2

http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/workshop-dampak-kenaikan-permukaan-laut-pada- lingkungan-pantai-indonesia-2/ diakses 18 Mei 2011

Ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi, penduduk miskin merupakan suatu bagian dari lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim (Firman et al. 2011; Adger et al. 2003). Selain itu, lapisan masyarakat yang berada di atasnya, yaitu penduduk yang memiliki penghasilan rendah namun belum masuk ke dalam kriteria penduduk miskin berpotensi menjadi miskin akibat dampak lingkungan yang harus ditanggungnya karena perubahan iklim (Susandi 2009). Dampak lingkungan tersebut dapat berupa banjir, abrasi, kekeringan, dan intrusi air laut (Sales Jr. 2009).

Adaptasi merupakan salah satu upaya masyarakat dalam merespon dampak lingkungan yang mereka terima akibat perubahan iklim. Adaptasi ini dapat bersifat swadaya seperti melindungi tempat tinggal mereka dari banjir dan berupa inisiatif pemerintah seperti penyediaan fasilitas pertahanan banjir lainnya. Upaya adaptasi ini juga menimbulkan biaya bagi pemerintah maupun masyarakat (Barker 2003). Namun, dalam hal ini masih terdapat kesenjangan terkait kemampuan beradaptasi antara masyarakat kaya dan miskin. Masyarakat lapisan menengah ke atas memiliki lebih banyak pilihan untuk beradaptasi, misalnya membangun tempat tinggal (menambah lantai) hingga pindah ke tempat lain. Berbeda dengan masyarakat miskin yang cenderung tidak memiliki banyak pilihan karena dampak lingkungan yang terjadi melebihi daya adaptasi. Hal tersebutlah yang menjadi potensi baru pemiskinan lebih lanjut (Caljouw et al. 2004). Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai adaptasi terhadap dampak lingkungan yang diterima masyarakat sebagai akibat perubahan iklim.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan kompleksitas yang dimilikinya perubahan iklim global dianggap sebagai induk dari berbagai permasalahan pasar dan non-pasar (Griffin 2003). Hal ini melatarbelakangi diangkatnya perubahan iklim sebagai isu global. Beberapa pertemuan antar negara terkait perubahan iklim ini telah dilakukan dan semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir, antara lain UNFCCC Kyoto3, UNFCCC Bali4, KTT Iklim Kopenhagen, dan KTT Iklim Cancun-Meksiko5.

Perubahan iklim dapat ditunjukkan oleh kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi, peningkatan permukaan air laut, banjir, dan kekeringan. Peningkatan suhu bumi berpengaruh terhadap pencairan es di kutub sehingga volume air laut meningkat dan berpotensi menggenangi daratan dan pemukiman di wilayah pesisir (Paw dan Thia-Eng 1991). Hal tersebut menimbulkan dampak lingkungan yang berimbas pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat (Barker 2003).

Parry et al. (1999) dalam Nicholls et al. (1999) meninjau dari berbagai studi, bahwa perubahan iklim secara regional maupun global berpotensi memberikan dampak terhadap ekosistem daratan, kesehatan manusia, sumber daya air, suplai pangan, dan wilayah pesisir. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu upaya adaptasi secara global maupun lokal.

Berdasarkan UNFCCC (2004) dalam Van Aalst et al. (2008) adaptasi secara global dilakukan melalui pendekatan top-down perspective dimana

3

http://iklimkarbon.com/perubahan-iklim/protokol-kyoto/ diakses pada tanggal 11 Februari 2011

4

http://unfccc.int/meetings/cop_13/items/4049.php diakses pada tanggal 11 Februari 2011

5

http://www.voanews.com/indonesian/news/Agus-Purnomo-Indonesia-Berkomitmen-Turunkan- Emisi-Gas-Rumah-Kaca-26-Persen-Tahun-2020-111707619.html diakses pada tanggal 2 Februari 2011

pemecahan masalah ditinjau dari upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim, yakni melalui penelitian dan pembentukan kebijakan. Sedangkan, adaptasi secara lokal dilakukan melalui pendekatan bottom-up perspective dimana prioritas utamanya adalah kebutuhan tingkat lokal untuk mengantisipasi maupun mengatasi risiko yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.

Kotamadya Jakarta Utara merupakan wilayah terendah di Jakarta yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Hasil studi yang dilakukan oleh Yusuf dan Fransisco (2009) dalam (Firman et al. 2011) menyatakan wilayah Jakarta Utara menempati posisi satu dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-Asia Tenggara. Selain itu, Jakarta Utara merupakan kotamadya dengan jumlah populasi penduduk miskin tertinggi dibandingkan kotamadya lain yang terdapat di daratan Jakarta. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.

Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) dalam Firman et al. (2011)

Gambar 1. Data Sebaran Masyarakat Miskin di Jakarta Tahun 2008.

Wilayah di Jakarta Utara yang memiliki populasi penduduk miskin terpadat adalah Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, dan Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan (Susandi 2009). Namun, di antara kedua lokasi tersebut, Kelurahan Penjaringan lebih rentan terhadap dampak banjir rob.

Ketinggian air di wilayah ini saat terjadi rob mencapai 50 cm (DPU 2008) dalam (Firman et al. 2011).

Berdasarkan penjelasan di atas perumusan masalah dari penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob?

2. Apa saja strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob?

3. Berapa besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob?

5. Apa saja program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan bagaimana kesesuaiannya dengan harapan masyarakat?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, tersebut dikaitkan dengan:

1. Menginterpretasikan presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob.

2. Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob.

3. Mengestimasi besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob.

4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob.

5. Mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dam Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

2. Bagi akademisi, sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.

3. Bagi pemerintah, sebagai bahan acuan dalam melakukan estimasi biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob dan pertimbangan dalam menentukan program dan kebijakan.

4. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi mengenai strategi dan besarnya biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob. 5. Sebagai referensi bagi penelitian terkait berikutnya

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

1. Penelitian ini tidak mengestimasi nilai kerugian harta benda penduduk dan barang bergerak serta yang berdampak terlalu luas.

2. Biaya adaptasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan aliran- aliran yang dikeluarkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat banjir rob meliputi biaya untuk penambahan kapasitas infrastruktur, yaitu rumah dan jalan.

3. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara dan hanya mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob melalui presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob, identifikasi strategi adaptasi masyarakat, estimasi besar biaya adaptasi akibat banjir rob, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi, dan kajian mengenai program dan rencana program pemerintah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Iklim dan Persepsi

Suatu kejadian dapat menimbulkan beragam persepsi dalam masyarakat. Salah satunya adalah fenomena perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkan. Dampak ini dapat bersifat global, regional, maupun lokal. Melalui persepsi dapat diketahui pula sejauh mana tingkat pengetahuan dan pandangan masyarakat mengenai perubahan iklim, serta dampak lokal yang diterimanya. Hal ini berimplikasi pada kesigapan dalam menentukan pilihan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat dan upaya untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar. Oleh sebab itu, fenomena ini penting untuk dipahami.

2.1.1 Pemahaman Mengenai Perubahan Iklim

Perubahan iklim merupakan implikasi dari pemanasan global yang mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) kembali ke permukaan bumi (Susandi et al. 2008).

Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global tersebut dominan dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil. Ada pun sektor lain yang berkontribusi signifikan dalam proses ini antara lain sektor pertanian, sektor industri, dan kegiatan pembukaan lahan hutan (forest clearing). Kegiatan tersebut menimbulkan risiko signifikan yang mempengaruhi kehidupan manusia dan sistem alam (IPCC 2007) dalam (Matson et al. 2010). Mc. Carthy et al. (2001) dalam Grothmann dan Patt (2005) menyatakan dampak yang ditimbulkan dari

perubahan iklim antara lain peningkatan suhu bumi, kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrim, gangguan terhadap biodiversitas, dan kerugian properti.

2.1.2 Pengertian dan Konsep Persepsi

Nazir (1988) mendefinisikan persepsi sebagai cara responden menilai sesuatu tentang perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain atau lingkungannya. Sedangkan, Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa persepsi merupakan pemberian makna melalui stimulasi inderawi.

Penduduk lokal Phinaya di wilayah Pegunungan Andes, Peru, dalam studi Adger et al. (2009) mengemukakan berbagai persepsi mengenai perubahan iklim. Fenomena alam yang disebabkan oleh ketidakstabilan atmosfer ini dianggap sebagai suatu proses lingkungan yang menyebabkan mencairnya lapisan es di wilayah tersebut. Proses ini beberapa kali disebut oleh masyarakat setempat sebagai ‘tukurapunqa vida’ yang berarti akhir dari kehidupan. Makna kalimat tersebut lebih direpresentasikan kepada kepunahan Alpaca (spesies domba di wilayah Andes) dan kedatangan angin besar yang akan menyapu seluruh vegetasi. Studi lain menyatakan penduduk lokal Phinaya juga memiliki berbagai persepsi mengenai penyebab perubahan iklim, antara lain polusi, pertambangan, industri dan perkotaan, serta kekuatan supranatural seperti kutukan Tuhan (Dewa Apus) dan nilai spiritual yang ada pada sebuah gunung.

Ditinjau dari penyebabnya perubahan iklim merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia yang memberikan timbal balik pada sejumlah aspek kehidupan. Dampak negatif yang ditimbulkan bagi kehidupan manusia memunculkan persepsi yang berbeda-beda dalam masyarakat. Hal ini dapat diakibatkan oleh perbedaan tingkat dampak yang diterima masyarakat.

2.1.3 Banjir Rob

Salah satu dampak perubahan iklim adalah banjir akibat kenaikan permukaan air laut yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai banjir rob. Berdasarkan hasil studi oleh Handoko et al. (2009), hal ini disebabkan oleh mencairnya permukaan es di kutub utara. Fenomena kenaikan tinggi permukaan air laut ini mempercepat proses erosi pantai (abrasi), intrusi air laut, merusak lahan basah di wilayah pantai, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Beberapa lokasi di Pulau Jawa yang rentan terhadap banjir rob merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Pantai Utara Jawa. Fauzi et al. (2010) menyatakan beberapa wilayah yang rentan tersebut antara lain Jakarta, Pekalongan, Jepara, dan Semarang6.

Banjir rob dan fenomena lain yang timbul sebagai efek samping dari naiknya permukaan air laut yang telah disebutkan di atas memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan kesejahteraan masyarakat. Dampak tersebut umumnya merupakan kehilangan pendapatan atau peningkatan jumlah pengeluaran untuk beradaptasi, misalnya biaya rekonstruksi rumah, biaya pembelian air bersih, dan lain sebagainya.

2.2 Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim

The 3rd Assessment Report of the IPCC (2001) dalam Adger et al. (2009) menerjemahkan adaptasi terhadap perubahan iklim sebagai penyesuaian pada alam maupun sistem kehidupan manusia dalam rangka merespon pergerakan iklim dan dampaknya yang merugikan atau mengurangi peluang manfaat. Adaptasi tersebut dibedakan ke dalam beberapa tipe yaitu adaptasi antisipatif dan

6

http://www.pices.int/publications/presentations/2010-Climate-Change/C1/C1-6124-Fauzi.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011

reaktif, adaptasi privat dan publik, serta adaptasi terencana dan otonomi. Ada pun beberapa konsep yang berhubungan dengan adaptasi antara lain kapasitas adaptasi, manfaat adaptasi, biaya adaptasi, dan penilaian adaptasi.

2.2.1 Strategi Adaptasi Masyarakat

Adaptasi disusun oleh berbagai tindakan dalam masyarakat yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan pemerintah. Adaptasi dilatarbelakangi oleh berbagai faktor termasuk perlindungan terhadap kesejahteraan dan keselamatan. Hal tersebut dapat dilakukan secara individu atas dasar kepentingan pribadi, atau tersusun dalam aksi pemerintah dan publik untuk melindungi penduduknya (Adger et al. 2004).

Burton et al. (1993) dalam Adger et al. (2005) menjelaskan klasifikasi adaptasi yang berbasis pada strategi sering kali berfokus pada tingkat kerugian yang diderita, kerugian yang dapat dihindari, modifikasi kejadian, pencegahan dampak, pengubahan pemanfaatan, atau pemindahan lokasi. Klasifikasi ini merupakan ekspansi dari tiga landasan adaptasi, yaitu (Adger 2005):

a. Mengurangi sensitivitas sistem yang terkena dampak, misalnya dengan memastikan bangunan di kawasan banjir dibangun dengan lantai dasar yang tahan banjir.

b. Mengubah kapasitas sistem untuk menerima dampak perubahan iklim, misalnya meningkatkan kesigapan dan mitigasi terhadap bahaya.

c. Meningkatkan daya tahan sistem sosial dan ekologi, hal ini dapat dicapai melalui berbagai tindakan yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan dan jaminan akses terhadap sumberdaya, tetapi juga tindakan yang spesifik yang dapat memulihkan kembali populasi tertentu dari kerugian yang dideritanya.

Adaptasi merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dalam menyikapi perubahan lingkungan. Dibutuhkan sejumlah pengeluaran dalam melakukan tindakan responsif ini, khususnya yang bersifat pencegahan terhadap nilai kerugian yang lebih tinggi. Biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat dapat berbeda satu sama lain. Hal ini didasarkan pada berbagai faktor sosial dan ekonomi masyarakat, serta tingkat dampak yang diterima oleh tiap individu.

2.3 Averting Behavior Method

Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengestimasi besar biaya adaptasi masyarakat adalah Averting Behavior Method (ABM). Metode ini menggambarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). Metode ABM ini terbatas untuk kasus dimana rumah tangga mengeluarkan sejumlah uang untuk mengimbangi dampak lingkungan yang diterima (Pearce 1993). Pendekatan ini terbagi menjadi tiga, yaitu:

1. Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure)

Pendekatan biaya pencegahan merupakan pendekatan melalui estimasi kesediaan individu untuk mengeluarkan biaya agar dapat terhindar dari kerusakan akibat degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). Biaya pencegahan dikeluarkan untuk melindungi rumah tangga dari penurunan kesejahteraan (Hanley dan Spash 1993).

2. Biaya Pengganti (Replacement Cost)

Pendekatan biaya pengganti digunakan untuk menggantikan aset pada harga saat ini. Penilaian dilakukan dengan mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk menggantikan manfaat jasa lingkungan yang rusak dengan

suatu nilai jasa lingkungan yang tidak mengalami kerusakan (Jones et al. 2000).

3. Biaya Substitusi (Substitute Cost)

Pendekatan biaya substitusi dilakukan dengan mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat dalam mensubstitusi barang dan jasa yang hilang akibat degradasi lingkungan (Jones et al. 2000).

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Perubahan iklim merupakan implikasi dari kegiatan manusia yang menyebabkan peningkatan suhu bumi. Hal ini menjadi faktor pemicu mencairnya lapisan es di kawasan kutub bumi yang berakibat pada peningkatan tinggi permukaan air laut (rob). Fenomena ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang rentan terhadap pasang surut air laut (Paw dan Thiang-Eng 1991).

Tingkat pengetahuan dan dampak perubahan iklim yang diterima oleh masyarakat tidak selalu seragam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan interpretasi mengenai persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim dan dampak lokal yang diterima. Proses interpretasi ini dilakukan sebagai awal dari beberapa proses identifikasi tingkat lanjut, karena melalui persepsi masyarakat tersebut peneliti dapat memperoleh informasi mengenai dampak umum dari banjir rob yang terjadi di lokasi penelitian.

Strategi adaptasi masyarakat pada umumnya didasari oleh persepsi setiap individu terhadap perubahan yang terjadi. Oleh sebab itu, informasi terkait persepsi masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi proses identifikasi selanjutnya seperti strategi dan biaya adaptasi, serta harapan masyarakat mengenai program pemerintah terkait permasalahan banjir rob. Selain itu, hasil identifikasi persepsi masyarakat tersebut dapat digunakan sebagai stimulan dan input komunikasi yang efektif saat melakukan wawancara dengan tiap responden.

Ada pun tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah identifikasi mengenai strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat untuk

meminimalisir dampak banjir rob di lokasi penelitian. Selain untuk mengidentifikasi jenis strategi adaptasi, hasil dari proses ini akan dikuantifikasi dalam tahap selanjutnya. Strategi adaptasi ini akan dikonversi ke dalam bentuk moneter yang dinilai sebagai biaya adaptasi masyarakat. Biaya adaptasi yang dimaksud diperoleh melalui penerapan Averting Behavior Method (ABM).

Garrod dan Willis (1999) menyatakan ABM merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menilai kerugian ekonomi melalui estimasi nilai dari komoditas non-market. Metode ini menggambarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak degradasi lingkungan. ABM terbatas untuk kasus dimana rumah tangga mengeluarkan sejumlah uang untuk mengimbangi dampak lingkungan yang diterima (Pearce 1993). Salah satu batasan dari penelitian ini adalah strategi adaptasi infrastruktur rumah dan jalan, dimana masyarakat diindikasi mengeluarkan sejumlah biaya untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Oleh

Dokumen terkait