STRATEGI DAN BIAYA ADAPTASI MASYARAKAT TELUK
JAKARTA TERHADAP DAMPAK BANJIR ROB AKIBAT
PERUBAHAN IKLIM
DINA BERINA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
RINGKASAN
DINA BERINA. Strategi dan Biaya Adaptasi Masyarakat Teluk Jakarta Terhadap Dampak Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim. Dibimbing oleh PINI WIJAYANTI
Perubahan iklim berpotensi memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan. Fenomena ini ditunjukkan dengan adanya pencairan es di kutub dan kenaikan permukaan air laut. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan permukaan air laut adalah banjir di wilayah pesisir atau yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai rob. Dibutuhkan suatu upaya adaptasi sebagai bentuk tindakan responsif yang dilakukan untuk meminimalisir dan mengantisipasi dampak yang diterima. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji upaya adaptasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini secara khusus yaitu: (1) menginterpretasikan presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob; (2) mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob; (3) mengestimasi besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob; (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob; dan (5) mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, selama bulan April sampai dengan Mei 2011. Kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh perubahan iklim berimplikasi pada terjadinya banjir rob di wilayah tersebut. Fenomena ini menimbulkan suatu strategi dan biaya adaptasi yang harus ditanggung oleh masyarakat. Proses interpretasi persepsi masyarakat, identifikasi strategi adaptasi, dan kajian program menggunakan metode analisis deskriptif. Sementara itu, biaya adaptasi diperoleh melalui pendekatan Averting Behavior Method dan analisis faktor yang mempengaruhi biaya adaptasi menggunakan regresi linear berganda dengan model double log.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat Kelurahan Penjaringan belum memahami istilah perubahan iklim. Saat banjir terjadi, masyarakat lebih memilih menetap di rumah dibandingkan mengungsi ke tempat lain. Hal tersebut menimbulkan biaya yang harus ditanggung masyarakat untuk beradaptasi. Biaya adaptasi total yang harus ditanggung masyarakat Kelurahan Penjaringan adalah sebesar Rp 50 775 630 927.44. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi tersebut yaitu pendapatan rumah tangga, jarak rumah ke laut, dan status kepemilikan rumah. Masyarakat berpendapat bahwa fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Terdapat berbagai sudut pandang dalam menanggapi hal tersebut, mulai dari belum adanya optimalisasi program hingga moral hazard masyarakat di wilayah tersebut. Pemerintah telah menyiapkan beberapa program terkait dengan antisipasi banjir rob dan penurunan lahan, yaitu reklamasi pantai dan Giant Sea Wall sepanjang garis pantai Jakarta Utara.
STRATEGI DAN BIAYA ADAPTASI MASYARAKAT TELUK
JAKARTA TERHADAP DAMPAK BANJIR ROB AKIBAT
PERUBAHAN IKLIM
DINA BERINA H44070041
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Strategi dan Biaya Adaptasi Masyarakat Teluk Jakarta Terhadap Dampak Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim
Nama : Dina Berina
NIM : H44070041
Disetujui
Pini Wijayanti, SP, M.Si. Nuva, SP, M.Sc.
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Ketua Departemen
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Strategi dan Biaya Adaptasi
Masyarakat Teluk Jakarta Terhadap Dampak Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberi bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Mama (Tiominar), Bapak (T. Ruhyadi), dan adik-adik penulis (Nirwan
Hartadi dan Netya Marsheli) atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang.
2. Pini Wijayanti, SP, M.Si. (Pembimbing I) dan Nuva, SP, M.Sc. (Pembimbing
II) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk
memberi bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr. selaku dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar,
S.Pi, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.
4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS. selaku pembimbing akademik.
5. Kelurahan Penjaringan, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, dan
Suku Dinas Tata Kelola Air Wilayah Kotamadya Jakarta Utara, atas data dan
informasinya.
6. Rekan satu bimbingan, Andrian Irwansyah, Andika Lesmana, Desi Irnalia,
dan Nasya Fathiras, serta seluruh sahabat ESL 44 atas kebersamaan, bantuan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
selalu memberikan rahmat serta karunia-Nya. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
strategi dan biaya adaptasi masyarakat dimana dalam penelitian ini adalah
adaptasi terhadap banjir rob di kawasan Teluk Jakarta. Kajian yang dilakukan
meliputi interpretasi persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak
banjir rob, serta identifikasi strategi adaptasi melalui analisis deskriptif. Selain itu,
dilakukan pula estimasi terhadap biaya adaptasi melalui pendekatan Averting
Behavior Method dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya melalui
regresi linear berganda. Penelitian ini juga mengkaji program dan rencana
program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara terkait
banjir rob dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya pihak
yang terkait dengan penelitian ini.
Bogor, Juni 2011
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN KEORISINILAN ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
2.1.1 Pemahaman Mengenai Perubahan Iklim ... 9
2.1.2 Pengertian dan Konsep Persepsi ... 10
2.1.3 Banjir Rob ... 11
2.2 Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim ... 11
4.4.3 Analisis Deskriptif ... 25
5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian... 30
5.2 Karakteristik Responden ... 32
6.1 Persepsi Responden Kelurahan Penjaringan Terhadap Perubahan Iklim ... 41
6.1.1 Penilaian Responden Terhadap Suhu Udara ... 42
6.1.2 Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan ... 43
6.1.3 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan ... 43
6.1.4 Penilaian Responden Terhadap Banjir Rob ... 45
6.2 Strategi Adaptasi Responden Terhadap Banjir Rob... 48
6.3 Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) ... 52
6.3.1 Biaya Pencegahan untuk Pembuatan Tanggul ... 52
6.3.2 Biaya Pencegahan untuk Peninggian Lantai Dasar ... 53
6.3.3 Biaya Pencegahan untuk Penambahan Lantai ... 53
6.3.4 Biaya Pencegahan untuk Peninggian Jalan ... 54
6.3.5 Biaya Adaptasi Total Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 . 55 6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Biaya Adaptasi Akibat Banjir Rob ... 56
6.4.1 Pendapatan Rumah Tangga ... 57
6.4.2 Jarak Rumah ke Tepi Laut ... 58
6.4.3 Status Kepemilikan Rumah ... 58
6.4.4 Jenis Bangunan ... 59
6.5 Program dan Rencana Program Pemerintah di Wilayah Kelurahan Penjaringan ... 60
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
7.1 Kesimpulan ... 64
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Matriks Metode Analisis Data ... 24 2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2010 ... 31 3 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Penjaringan Tahun 2010.... 31 4 Perilaku Responden Kelurahan Penjaringan dalam Mengombinasi-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Data Sebaran Masyarakat Miskin di Jakarta Tahun 2008 ... 5 2 Diagram Alur Pikir ... 20 3 Peta Kelurahan Penjaringan ... 30 4 Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan
Jenis Kelamin Tahun 2011 ... 32
5 Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan
Usia Tahun 2011 ... 33 6 Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan
Status Kependudukan Tahun 2011 ... 34
7 Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Tahun 2011 ... 35
8 Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan
Mata Pencaharian Kepala Keluarga Tahun 2011 ... 36 9 Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan
Pendapatan Rumah Tangga Tahun 2011 ... 37
10 Proporsi Status Kepemilikan Rumah Responden Kelurahan
Penjaringan Tahun 2011 ... 38 11 Proporsi Jenis Bangunan Rumah Responden Kelurahan
Penjaringan Tahun 2011 ... 39
12 Proporsi Luas Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 39 13 Sumber Pengetahuan Responden Kelurahan Penjaringan
Mengenai Perubahan Iklim Tahun 2011... 41 14 Penilaian Responden Kelurahan Penjaringan Mengenai Jumlah
Hari Hujan Tahun 2011 ... 44 15 Data Iklim Pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung
Priok untuk Wilayah Jakarta Utara Tahun 2001-2010 ... 44
16 Perilaku Adaptasi Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 .. 49 17 Penerapan Strategi Adaptasi Tempat Tinggal Responden
Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 ... 49 18 Proporsi Biaya Rata-Rata Tiap Strategi Adaptasi Responden
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 71 2 Biaya Adaptasi Total dan Rata-Rata Masyarakat Kelurahan
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasi pelaksanaan fungsi
administrasi pemerintahan dan perekonomian Republik Indonesia. Hal ini memicu
pesatnya pembangunan dan pengembangan berbagai fasilitas dan sarana
pendukung kegiatan tersebut. Penyediaan fasilitas dan pembangunan di berbagai
sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai
daerah untuk menetap dan memperoleh kesejahteraan di kota ini. Hal tersebut
melatarbelakangi terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang signifikan di
Jakarta. Menurut data BPS (2011), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9 607 787
jiwa atau lebih dari 13 000 jiwa/km2 dengan proporsi masyarakat pada garis
kemiskinkan sebanyak 331 169 jiwa.
Jakarta memiliki 40 % daratan (24 000 ha) yang letaknya lebih rendah
dibandingkan permukaan air laut (Firman et al. 2011). Kota ini dibangun oleh Jan
Pieters Zoon Coen di awal abad ke-17 dengan konsep kota air (waterfront city).
Konsep ini dipilih karena Jakarta telah diprediksi sebagai kota yang akrab dengan
permasalahan banjir sehingga dibangun kanal-kanal yang pada awalnya
direncanakan seperti yang telah dibangun di Kota Amsterdam. Namun, berselang
beberapa waktu dari pembangunan hingga awal abad ke-20 genangan air yang
lebih tinggi dari daratan Jakarta terus terjadi, dan banjir tidak dapat dihindari
(Caljouw et al. 2004).
Permasalahan banjir tersebut terus berlanjut hingga saat ini, bahkan
berdasarkan data Bappenas (2007) dalam Steinberg (2007) 60 % daratan di
Banjir ini merupakan banjir terparah di Jakarta yang menimbulkan korban jiwa
sebanyak 48 orang dan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai US$ 453
juta. Kerugian ekonomi tersebut mencakup kerugian dan kerusakan aset
pemerintah, aset dunia usaha, dan aset masyarakat.
Banjir dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab banjir
adalah perubahan iklim. Perubahan iklim berpotensi menyebabkan banjir melalui
peningkatan curah hujan, peningkatan aliran sungai gletser, dan peningkatan
permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub bumi atau dalam istilah
Indonesia dikenal dengan rob (Satterthwaite 2008)1. Berdasarkan data kenaikan
permukaan air laut hasil pengamatan Jaringan Stasiun Pasang Surut Nasional,
variasi kenaikan permukaan laut di perairan Indonesia berkisar antara 3-8 mm per
tahun. Bahkan, kondisi kenaikan permukaan air laut di pantai utara Jawa memiliki
variasi yang lebih besar dan diperburuk dengan penurunan lahan di sejumlah kota
besar, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya (Karsidi 2011)2.
Berdasarkan dari potensi dampak peningkatan permukaan air laut tersebut,
Jakarta merupakan kota yang paling berisiko mengalami banjir (Firman et al.
2011). Hal tersebut juga didukung oleh daratan yang terletak di bawah permukaan
air laut dan penurunan permukaan tanah yang semakin massive. Penurunan lahan
ini terjadi dengan tingkat yang variatif mulai 1-15 cm per tahun, hingga di
wilayah tertentu mencapai 20-25 cm per tahun, sedangkan untuk wilayah pesisir
Jakarta rata-rata tingkat penurunan lahan mencapai 12 cm per tahun (Abidin et al.
2009).
1
http://www.un.org/esa/population/meetings/EGM_PopDist/P16_Satterthwaite.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011
2
Ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi, penduduk miskin merupakan suatu
bagian dari lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan
iklim (Firman et al. 2011; Adger et al. 2003). Selain itu, lapisan masyarakat yang
berada di atasnya, yaitu penduduk yang memiliki penghasilan rendah namun
belum masuk ke dalam kriteria penduduk miskin berpotensi menjadi miskin
akibat dampak lingkungan yang harus ditanggungnya karena perubahan iklim
(Susandi 2009). Dampak lingkungan tersebut dapat berupa banjir, abrasi,
kekeringan, dan intrusi air laut (Sales Jr. 2009).
Adaptasi merupakan salah satu upaya masyarakat dalam merespon
dampak lingkungan yang mereka terima akibat perubahan iklim. Adaptasi ini
dapat bersifat swadaya seperti melindungi tempat tinggal mereka dari banjir dan
berupa inisiatif pemerintah seperti penyediaan fasilitas pertahanan banjir lainnya.
Upaya adaptasi ini juga menimbulkan biaya bagi pemerintah maupun masyarakat
(Barker 2003). Namun, dalam hal ini masih terdapat kesenjangan terkait
kemampuan beradaptasi antara masyarakat kaya dan miskin. Masyarakat lapisan
menengah ke atas memiliki lebih banyak pilihan untuk beradaptasi, misalnya
membangun tempat tinggal (menambah lantai) hingga pindah ke tempat lain.
Berbeda dengan masyarakat miskin yang cenderung tidak memiliki banyak
pilihan karena dampak lingkungan yang terjadi melebihi daya adaptasi. Hal
tersebutlah yang menjadi potensi baru pemiskinan lebih lanjut (Caljouw et al.
2004). Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian dan pengkajian lebih lanjut
mengenai adaptasi terhadap dampak lingkungan yang diterima masyarakat
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan kompleksitas yang dimilikinya perubahan iklim global
dianggap sebagai induk dari berbagai permasalahan pasar dan non-pasar (Griffin
2003). Hal ini melatarbelakangi diangkatnya perubahan iklim sebagai isu global.
Beberapa pertemuan antar negara terkait perubahan iklim ini telah dilakukan dan
semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir, antara lain UNFCCC Kyoto3,
UNFCCC Bali4, KTT Iklim Kopenhagen, dan KTT Iklim Cancun-Meksiko5.
Perubahan iklim dapat ditunjukkan oleh kenaikan suhu rata-rata
permukaan bumi, peningkatan permukaan air laut, banjir, dan kekeringan.
Peningkatan suhu bumi berpengaruh terhadap pencairan es di kutub sehingga
volume air laut meningkat dan berpotensi menggenangi daratan dan pemukiman
di wilayah pesisir (Paw dan Thia-Eng 1991). Hal tersebut menimbulkan dampak
lingkungan yang berimbas pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
(Barker 2003).
Parry et al. (1999) dalam Nicholls et al. (1999) meninjau dari berbagai
studi, bahwa perubahan iklim secara regional maupun global berpotensi
memberikan dampak terhadap ekosistem daratan, kesehatan manusia, sumber
daya air, suplai pangan, dan wilayah pesisir. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu
upaya adaptasi secara global maupun lokal.
Berdasarkan UNFCCC (2004) dalam Van Aalst et al. (2008) adaptasi
secara global dilakukan melalui pendekatan top-down perspective dimana
3
http://iklimkarbon.com/perubahan-iklim/protokol-kyoto/ diakses pada tanggal 11 Februari 2011
4
http://unfccc.int/meetings/cop_13/items/4049.php diakses pada tanggal 11 Februari 2011
5
pemecahan masalah ditinjau dari upaya pengurangan risiko bencana akibat
perubahan iklim, yakni melalui penelitian dan pembentukan kebijakan.
Sedangkan, adaptasi secara lokal dilakukan melalui pendekatan bottom-up
perspective dimana prioritas utamanya adalah kebutuhan tingkat lokal untuk
mengantisipasi maupun mengatasi risiko yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Kotamadya Jakarta Utara merupakan wilayah terendah di Jakarta yang
berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Hasil studi yang dilakukan oleh Yusuf
dan Fransisco (2009) dalam (Firman et al. 2011) menyatakan wilayah Jakarta
Utara menempati posisi satu dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir
se-Asia Tenggara. Selain itu, Jakarta Utara merupakan kotamadya dengan jumlah
populasi penduduk miskin tertinggi dibandingkan kotamadya lain yang terdapat di
daratan Jakarta. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) dalam Firman et al. (2011)
Gambar 1. Data Sebaran Masyarakat Miskin di Jakarta Tahun 2008.
Wilayah di Jakarta Utara yang memiliki populasi penduduk miskin
terpadat adalah Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, dan Kelurahan
Penjaringan, Kecamatan Penjaringan (Susandi 2009). Namun, di antara kedua
Ketinggian air di wilayah ini saat terjadi rob mencapai 50 cm (DPU 2008) dalam
(Firman et al. 2011).
Berdasarkan penjelasan di atas perumusan masalah dari penelitian ini
antara lain:
1. Bagaimana presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak
banjir rob?
2. Apa saja strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam
mengantisipasi dampak banjir rob?
3. Berapa besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir
rob?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat
dalam mengantisipasi dampak banjir rob?
5. Apa saja program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah
Kelurahan Penjaringan dan bagaimana kesesuaiannya dengan harapan
masyarakat?
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob di
Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, tersebut dikaitkan dengan:
1. Menginterpretasikan presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan
dampak banjir rob.
2. Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam
3. Mengestimasi besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat
banjir rob.
4. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi
masyarakat terhadap dampak banjir rob.
5. Mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dam Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di
wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan
masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi
sumberdaya dan lingkungan.
2. Bagi akademisi, sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi
sumberdaya dan lingkungan.
3. Bagi pemerintah, sebagai bahan acuan dalam melakukan estimasi biaya
adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob dan pertimbangan
dalam menentukan program dan kebijakan.
4. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi mengenai strategi dan
besarnya biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob.
5. Sebagai referensi bagi penelitian terkait berikutnya
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
1. Penelitian ini tidak mengestimasi nilai kerugian harta benda penduduk
2. Biaya adaptasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan
aliran-aliran yang dikeluarkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat
banjir rob meliputi biaya untuk penambahan kapasitas infrastruktur, yaitu
rumah dan jalan.
3. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara dan hanya mengkaji upaya adaptasi
masyarakat terhadap dampak banjir rob melalui presepsi masyarakat
mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob, identifikasi strategi
adaptasi masyarakat, estimasi besar biaya adaptasi akibat banjir rob,
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Iklim dan Persepsi
Suatu kejadian dapat menimbulkan beragam persepsi dalam masyarakat.
Salah satunya adalah fenomena perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkan.
Dampak ini dapat bersifat global, regional, maupun lokal. Melalui persepsi dapat
diketahui pula sejauh mana tingkat pengetahuan dan pandangan masyarakat
mengenai perubahan iklim, serta dampak lokal yang diterimanya. Hal ini
berimplikasi pada kesigapan dalam menentukan pilihan yang berkaitan dengan
kesejahteraan masyarakat dan upaya untuk mengantisipasi dampak yang lebih
besar. Oleh sebab itu, fenomena ini penting untuk dipahami.
2.1.1 Pemahaman Mengenai Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan implikasi dari pemanasan global yang
mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat
dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya
gas-gas rumah kaca yang menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap
gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) kembali ke permukaan bumi
(Susandi et al. 2008).
Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global tersebut
dominan dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil. Ada pun sektor lain yang
berkontribusi signifikan dalam proses ini antara lain sektor pertanian, sektor
industri, dan kegiatan pembukaan lahan hutan (forest clearing). Kegiatan tersebut
menimbulkan risiko signifikan yang mempengaruhi kehidupan manusia dan
sistem alam (IPCC 2007) dalam (Matson et al. 2010). Mc. Carthy et al. (2001)
perubahan iklim antara lain peningkatan suhu bumi, kenaikan permukaan air laut,
cuaca ekstrim, gangguan terhadap biodiversitas, dan kerugian properti.
2.1.2 Pengertian dan Konsep Persepsi
Nazir (1988) mendefinisikan persepsi sebagai cara responden menilai
sesuatu tentang perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain atau
lingkungannya. Sedangkan, Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa persepsi
merupakan pemberian makna melalui stimulasi inderawi.
Penduduk lokal Phinaya di wilayah Pegunungan Andes, Peru, dalam studi
Adger et al. (2009) mengemukakan berbagai persepsi mengenai perubahan iklim.
Fenomena alam yang disebabkan oleh ketidakstabilan atmosfer ini dianggap
sebagai suatu proses lingkungan yang menyebabkan mencairnya lapisan es di
wilayah tersebut. Proses ini beberapa kali disebut oleh masyarakat setempat
sebagai ‘tukurapunqa vida’ yang berarti akhir dari kehidupan. Makna kalimat
tersebut lebih direpresentasikan kepada kepunahan Alpaca (spesies domba di
wilayah Andes) dan kedatangan angin besar yang akan menyapu seluruh vegetasi.
Studi lain menyatakan penduduk lokal Phinaya juga memiliki berbagai persepsi
mengenai penyebab perubahan iklim, antara lain polusi, pertambangan, industri
dan perkotaan, serta kekuatan supranatural seperti kutukan Tuhan (Dewa Apus)
dan nilai spiritual yang ada pada sebuah gunung.
Ditinjau dari penyebabnya perubahan iklim merupakan hasil dari berbagai
kegiatan manusia yang memberikan timbal balik pada sejumlah aspek kehidupan.
Dampak negatif yang ditimbulkan bagi kehidupan manusia memunculkan
persepsi yang berbeda-beda dalam masyarakat. Hal ini dapat diakibatkan oleh
2.1.3 Banjir Rob
Salah satu dampak perubahan iklim adalah banjir akibat kenaikan
permukaan air laut yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai banjir rob.
Berdasarkan hasil studi oleh Handoko et al. (2009), hal ini disebabkan oleh
mencairnya permukaan es di kutub utara. Fenomena kenaikan tinggi permukaan
air laut ini mempercepat proses erosi pantai (abrasi), intrusi air laut, merusak
lahan basah di wilayah pantai, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Beberapa
lokasi di Pulau Jawa yang rentan terhadap banjir rob merupakan wilayah yang
berbatasan langsung dengan Pantai Utara Jawa. Fauzi et al. (2010) menyatakan
beberapa wilayah yang rentan tersebut antara lain Jakarta, Pekalongan, Jepara, dan
Semarang6.
Banjir rob dan fenomena lain yang timbul sebagai efek samping dari
naiknya permukaan air laut yang telah disebutkan di atas memberikan dampak
secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan kesejahteraan
masyarakat. Dampak tersebut umumnya merupakan kehilangan pendapatan atau
peningkatan jumlah pengeluaran untuk beradaptasi, misalnya biaya rekonstruksi
rumah, biaya pembelian air bersih, dan lain sebagainya.
2.2 Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim
The 3rd Assessment Report of the IPCC (2001) dalam Adger et al. (2009)
menerjemahkan adaptasi terhadap perubahan iklim sebagai penyesuaian pada
alam maupun sistem kehidupan manusia dalam rangka merespon pergerakan
iklim dan dampaknya yang merugikan atau mengurangi peluang manfaat.
Adaptasi tersebut dibedakan ke dalam beberapa tipe yaitu adaptasi antisipatif dan
6
reaktif, adaptasi privat dan publik, serta adaptasi terencana dan otonomi. Ada pun
beberapa konsep yang berhubungan dengan adaptasi antara lain kapasitas
adaptasi, manfaat adaptasi, biaya adaptasi, dan penilaian adaptasi.
2.2.1 Strategi Adaptasi Masyarakat
Adaptasi disusun oleh berbagai tindakan dalam masyarakat yang
dilakukan oleh individu, kelompok, dan pemerintah. Adaptasi dilatarbelakangi
oleh berbagai faktor termasuk perlindungan terhadap kesejahteraan dan
keselamatan. Hal tersebut dapat dilakukan secara individu atas dasar kepentingan
pribadi, atau tersusun dalam aksi pemerintah dan publik untuk melindungi
penduduknya (Adger et al. 2004).
Burton et al. (1993) dalam Adger et al. (2005) menjelaskan klasifikasi
adaptasi yang berbasis pada strategi sering kali berfokus pada tingkat kerugian
yang diderita, kerugian yang dapat dihindari, modifikasi kejadian, pencegahan
dampak, pengubahan pemanfaatan, atau pemindahan lokasi. Klasifikasi ini
merupakan ekspansi dari tiga landasan adaptasi, yaitu (Adger 2005):
a. Mengurangi sensitivitas sistem yang terkena dampak, misalnya dengan
memastikan bangunan di kawasan banjir dibangun dengan lantai dasar yang
tahan banjir.
b. Mengubah kapasitas sistem untuk menerima dampak perubahan iklim,
misalnya meningkatkan kesigapan dan mitigasi terhadap bahaya.
c. Meningkatkan daya tahan sistem sosial dan ekologi, hal ini dapat dicapai
melalui berbagai tindakan yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan dan
jaminan akses terhadap sumberdaya, tetapi juga tindakan yang spesifik yang
Adaptasi merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dalam
menyikapi perubahan lingkungan. Dibutuhkan sejumlah pengeluaran dalam
melakukan tindakan responsif ini, khususnya yang bersifat pencegahan terhadap
nilai kerugian yang lebih tinggi. Biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat
dapat berbeda satu sama lain. Hal ini didasarkan pada berbagai faktor sosial dan
ekonomi masyarakat, serta tingkat dampak yang diterima oleh tiap individu.
2.3 Averting Behavior Method
Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengestimasi besar biaya
adaptasi masyarakat adalah Averting Behavior Method (ABM). Metode ini
menggambarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan tujuan
mencegah atau mengurangi dampak degradasi lingkungan (Garrod dan Willis
1999). Metode ABM ini terbatas untuk kasus dimana rumah tangga mengeluarkan
sejumlah uang untuk mengimbangi dampak lingkungan yang diterima (Pearce
1993). Pendekatan ini terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure)
Pendekatan biaya pencegahan merupakan pendekatan melalui estimasi
kesediaan individu untuk mengeluarkan biaya agar dapat terhindar dari
kerusakan akibat degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). Biaya
pencegahan dikeluarkan untuk melindungi rumah tangga dari penurunan
kesejahteraan (Hanley dan Spash 1993).
2. Biaya Pengganti (Replacement Cost)
Pendekatan biaya pengganti digunakan untuk menggantikan aset pada harga
saat ini. Penilaian dilakukan dengan mengestimasi biaya yang dikeluarkan
suatu nilai jasa lingkungan yang tidak mengalami kerusakan (Jones et al.
2000).
3. Biaya Substitusi (Substitute Cost)
Pendekatan biaya substitusi dilakukan dengan mengestimasi biaya yang
dikeluarkan masyarakat dalam mensubstitusi barang dan jasa yang hilang
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Perubahan iklim merupakan implikasi dari kegiatan manusia yang
menyebabkan peningkatan suhu bumi. Hal ini menjadi faktor pemicu mencairnya
lapisan es di kawasan kutub bumi yang berakibat pada peningkatan tinggi
permukaan air laut (rob). Fenomena ini berdampak pada kehidupan masyarakat
yang tinggal di wilayah pesisir yang rentan terhadap pasang surut air laut (Paw
dan Thiang-Eng 1991).
Tingkat pengetahuan dan dampak perubahan iklim yang diterima oleh
masyarakat tidak selalu seragam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan interpretasi
mengenai persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim dan dampak lokal yang
diterima. Proses interpretasi ini dilakukan sebagai awal dari beberapa proses
identifikasi tingkat lanjut, karena melalui persepsi masyarakat tersebut peneliti
dapat memperoleh informasi mengenai dampak umum dari banjir rob yang terjadi
di lokasi penelitian.
Strategi adaptasi masyarakat pada umumnya didasari oleh persepsi setiap
individu terhadap perubahan yang terjadi. Oleh sebab itu, informasi terkait
persepsi masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi proses identifikasi
selanjutnya seperti strategi dan biaya adaptasi, serta harapan masyarakat mengenai
program pemerintah terkait permasalahan banjir rob. Selain itu, hasil identifikasi
persepsi masyarakat tersebut dapat digunakan sebagai stimulan dan input
komunikasi yang efektif saat melakukan wawancara dengan tiap responden.
Ada pun tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
meminimalisir dampak banjir rob di lokasi penelitian. Selain untuk
mengidentifikasi jenis strategi adaptasi, hasil dari proses ini akan dikuantifikasi
dalam tahap selanjutnya. Strategi adaptasi ini akan dikonversi ke dalam bentuk
moneter yang dinilai sebagai biaya adaptasi masyarakat. Biaya adaptasi yang
dimaksud diperoleh melalui penerapan Averting Behavior Method (ABM).
Garrod dan Willis (1999) menyatakan ABM merupakan salah satu metode
yang digunakan dalam menilai kerugian ekonomi melalui estimasi nilai dari
komoditas non-market. Metode ini menggambarkan sejumlah biaya yang
dikeluarkan oleh masyarakat dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak
degradasi lingkungan. ABM terbatas untuk kasus dimana rumah tangga
mengeluarkan sejumlah uang untuk mengimbangi dampak lingkungan yang
diterima (Pearce 1993). Salah satu batasan dari penelitian ini adalah strategi
adaptasi infrastruktur rumah dan jalan, dimana masyarakat diindikasi
mengeluarkan sejumlah biaya untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Oleh
sebab itu, pendekatan ABM yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
biaya pencegahan (preventive expenditure).
Strategi yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari tingkat
kemampuan beradaptasi yang direpresentasikan melalui biaya adaptasi yang
dikeluarkan. Tingkat kemampuan tersebut dipengaruhi berbagai faktor sosial,
ekonomi, dan lingkungan seperti pendidikan, pendapatan rumah tangga, jarak
tempat tinggal ke laut, dan sebagainya. Oleh sebab itu, identifikasi mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat adaptasi masyarakat menjadi
data karakteristik yang diperoleh dari tiap responden yang diolah melalui proses
regresi linear berganda.
Kemampuan individu untuk mengeluarkan biaya adaptasi tidak selalu
sama. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal ini dipengaruhi oleh tingkat
dampak yang diterima oleh tiap individu. Selain itu, faktor lain yang diindikasi
mempengaruhi besar biaya adaptasi adalah tingkat pendapatan masyarakat,
dimana masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah memiliki kapasitas dan
kemampuan adaptasi yang lebih rendah (terbatas) pula.
Keterbatasan adaptasi masyarakat ini harus didukung oleh inisiatif
pemerintah sebagai penyedia barang publik dan pihak yang memiliki andil dalam
menjamin kesejahteraan masyarakat. Dukungan ini dapat diberikan dalam bentuk
program adaptasi berupa pembangunan infrastruktur maupun penyediaan barang
publik lainnya yang sesuai kebutuhan masyarakat, terutama yang dapat mereduksi
peluang penurunan kesejahteraan akibat dampak banjir rob.
Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang dilakukannya kajian
mengenai program dan rencana program pemerintah, serta kesesuaiannya dengan
harapan masyarakat. Melalui hasil yang diperoleh dari tahap ini, peneliti dapat
memberikan gambaran mengenai sejauh mana program pemerintah membantu
masyarakat dalam mengurangi dampak banjir yang diterima, serta menjembatani
harapan masyarakat agar pemerintah dapat memberikan program yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Hal-hal yang telah disebutkan di atas erat kaitannya dengan kesejahteraan
dan proses pemiskinan masyarakat akibat kerugian yang diderita. Oleh sebab itu,
strategi dan biaya adaptasi masyarakat agar dapat menghasilkan suatu
rekomendasi dan acuan bagi penerapan kebijakan yang tepat sasaran.
3.2 Hipotesis
Persepsi yang akan dinilai dalam penelitian ini, yaitu mengenai fenomena
perubahan iklim dan dampak lokal yang dirasakan masyarakat. Peneliti menduga
bahwa sebagian besar masyarakat belum cukup memahami fenomena tersebut dan
belum menyadari bahwa banjir yang terjadi di kawasan Kelurahan Penjaringan
merupakan implikasi dari perubahan iklim. Sebagai bentuk antisipasi terhadap
penurunan kesejahteraan dan kerugian yang lebih besar masyarakat membentuk
suatu strategi adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Bentuk adaptasi yang telah
dilakukan oleh masyarakat adalah meningkatkan daya tahan bangunan tempat
tinggal agar lebih adaptif terhadap banjir rob.
Diperlukan sejumlah biaya dalam melakukan strategi adaptasi. Namun,
dalam penerapannya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi besar biaya
adaptasi tersebut. Faktor yang dimaksud dimasukkan sebagai peubah bebas ke
dalam model yang akan ditentukan pada penelitian ini. Ada pun peubah yang
dimasukkan dalam model adalah pendapatan rumah tangga (X1), jarak rumah ke
laut (X2), status kepemilikan (D1), dan jenis bangunan (D2). Seluruh peubah
bebas diduga signifikan pada taraf nyata 15 %, yaitu batasan yang ditentukan
langsung oleh peneliti di bawah dari taraf nyata untuk ilmu sosial yang telah
disepakati para ahli, yaitu sebesar 20 %.
Peubah bebas yang diduga berpengaruh positif terhadap biaya adaptasi
antara lain pendapatan rumah tangga, dimana peningkatan dalam peubah tersebut
diduga berpengaruh negatif terhadap biaya adaptasi adalah jarak rumah ke laut,
dimana peningkatan dalam peubah tersebut akan menurunkan besar biaya
adaptasi. Selain itu, terdapat peubah bebas yang berlaku sebagai dummy dalam
model tersebut, yaitu status kepemilikan dan jenis bangunan, dimana penduduk
yang merupakan pemilik rumah mempunyai nilai biaya adaptasi yang lebih besar
dibandingkan penduduk yang bukan pemilik rumah, dan penduduk yang memiliki
tempat tinggal berjenis bangunan permanen mempunyai nilai biaya adaptasi yang
lebih besar dibandingkan penduduk yang memiliki tempat tinggal berjenis
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja karena
Kelurahan Penjaringan merupakan salah satu wilayah yang paling rentan terhadap
dampak banjir rob di Provinsi DKI Jakarta. Banjir rob yang terjadi menimbulkan
berbagai persepsi dan strategi adaptasi, serta jenis biaya tertentu yang harus
ditanggung oleh masyarakat. Proses pengambilan data primer dan data sekunder
berlangsung selama bulan April sampai dengan Mei 2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui proses wawancara responden yang
merupakan penduduk setempat dengan menggunakan kuesioner, serta melalui
wawancara dengan perwakilan atau narasumber yang ditunjuk oleh institusi
penyedia fasilitas dan infrastruktur adaptasi terhadap dampak banjir rob untuk
wilayah tersebut, yakni Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta (DPU) dan
Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Kelola Air Wilayah Kotamadya Jakarta Utara.
Jumlah responden dalam penilitian ini yaitu sebanyak 50 kepala keluarga (KK).
Data sekunder diperoleh melalui berbagai sumber data yang relevan berupa buku
referensi, laporan kegiatan, jurnal ilmiah, internet, serta informasi dan sumber dari
instansi terkait seperti Kantor Walikota Jakarta Utara, Kelurahan Penjaringan, dan
4.3 Metode Pengambilan Contoh
Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah
stratified random sampling dan snowball random sampling. Metode stratified
random sampling diterapkan dalam pengambilan data kuesioner yang dilakukan
terhadap 50 responden, sedangkan metode snowball random sampling diterapkan
dalam pengambilan data sekunder dan wawancara dengan narasumber yang
kompeten sesuai dengan informasi yang dibutuhkan peneliti.
4.3.1 Stratified Random Sampling
Nazir (2005) menyatakan metode ini memisahkan elemen-elemen populasi
dalam kelompok-kelompok yang tidak overlapping yang disebut strata. Kemudian
sampel diambil secara random dari tiap strata yang dibentuk.
Kriteria dasar yang digunakan dalam penerapan metode stratified random
sampling pada penelitian ini adalah jarak rumah ke tepi laut. Unit satuan yang
digunakan dalam metode ini adalah satuan jarak dalam meter. Unit ini dinilai
berdasarkan jarak rumah responden ke tepi laut yang berada di wilayah Luar
Batang (RW 01), Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
Wilayah ini dipilih karena memiliki kriteria sesuai dengan ketentuan yang
dibuat peneliti untuk menilai perbedaan dampak yang diterima oleh responden
pada jarak tertentu agar data yang dihasilkan bervariasi dan dapat
merepresentasikan keadaan di lapang. Wilayah ini dibagi menjadi dua, yaitu strata
I dan strata II. Strata I merupakan wilayah dengan kelas jarak antara nol sampai
dengan 75 meter dari tepi laut. Strata II merupakan wilayah dengan kelas jarak
yang diperoleh dari warga setempat mengenai batas-batas wilayah genangan air
saat terjadi banjir.
4.3.2 Snowball Random Sampling
Teknik bola salju merupakan teknik yang dapat dimanfaatkan ketika ada
suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi suatu populasi atau fakta yang
sebelumnya belum diketahui. Proses pada teknik ini dimulai dengan suatu
identifikasi awal dari masyarakat maupun narasumber berpengaruh lainnya yang
kemudian menentukan narasumber yang sesuai dan kompeten yang akan ditanya
selanjutnya. Proses berlanjut sampai alasan maupun fakta yang dikehendaki
diperoleh7.
Metode snowball random sampling yang diterapkan dalam penelitian ini
digunakan untuk mencari informasi mengenai program dan rencana program
pemerintah, serta data sekunder pendukung lainnya seperti gambaran program
pemerintah dan data iklim. Proses pencarian informasi mengenai program dan
rencana program pemerintah diawali dengan wawancara yang dilakukan terhadap
aparat Kelurahan Penjaringan sampai dengan tingkat Ketua Rukun Tetangga (RT)
dan beberapa tokoh masyarakat. Setelah informasi dan fakta tertentu diperoleh,
peneliti meminta narasumber tersebut merekomendasikan pihak yang lebih
berwenang dan kompeten untuk memberikan informasi mengenai hal-hal yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, khususnya program dan rencana program
pemerintah terkait antisipasi dampak banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan
dan sekitarnya.
7
4.4 Metode dan Prosedur Analisis
Data yang telah terkumpul diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Tabel 1
menjelaskan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data
No Tujuan Penelitian Sumber masyarakat akibat banjir rob.
Data primer Averting Behavior Method
4 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob.
Data primer Regresi Linear Berganda
5 Mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan
Teknik analisis statistik ini mengatur data mentah yang dimasukkan ke
dalam kategori-kategori yang telah ditentukan. Interpretasi dilakukan setelah
frekuensi pemunculan data dijumlahkan. Interpretasi dapat dilakukan dengan
menyebutkan jumlah maupun persentase kemunculan kategori tertentu (Nazir
4.4.2. Skala Perbedaan Semantik
Skala ini digunakan untuk mengukur pengertian suatu objek atau konsep
oleh seseorang. Responden akan diminta untuk menilai suatu konsep atau objek
dalam suatu skala biopolar. Skala biopolar merupakan skala yang berlawanan
seperi baik-buruk, cepat-lambat, dan sebagainya. Nilai untuk seorang responden
adalah jumlah skor dari pasangan sifat biopolar yang digunakan (Nazir 2005).
Nilai semantik secara umum adalah nilai rata-rata yang diperoleh dari total skor
seluruh responden. Skor yang diberikan pada pilihan dalam kuesioner berselang
antara 1 sampai dengan 5 atau 7. Nilai ini memperlihatkan kecondongan secara
umum sebagai opini yang merupakan suatu kesatuan dari berbagai pilihan
responden terhadap objek tertentu.
4.4.3. Analisis Deskriptif
Metode analisis data yang digunakan dalam mengkaji upaya adaptasi
masyarakat terhadap dampak banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara,
adalah metode analisis deskriptif. Nazir (2005) menyatakan bahwa analisis
deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Analisis deskriptif merupakan metode pencarian
fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat, tata cara yang berlaku, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang
hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh dari suatu fenomena (Withney 1960) dalam (Nazir 2005).
Beberapa hal terkait strategi adaptasi yang akan dijelaskan melalui analisis
dampak banjir rob, strategi adaptasi, serta program dan rencana program
pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi
banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan
masyarakat. Penjelasan ini dilakukan untuk memberi gambaran sistematis
mengenai fakta-fakta mengenai strategi adaptasi masyarakat terhadap dampak
banjir rob di wilayah tersebut.
4.4.4. Averting Behavior Method
Averting Behavior Method (ABM) merupakan metode yang digunakan
untuk mengestimasi nilai kerugian akibat kerusakan sumberdaya alam dan
lingkungan. Metode ini menggambarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh
masyarakat dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak degradasi
lingkungan (Garrod dan Willis 1999). ABM terdiri dari tiga bagian yaitu biaya
pencegahan (preventive expenditure), biaya pengganti (replacement cost), dan
biaya substitusi (substitute cost). Salah satu batasan dari penelitian ini adalah
bentuk adaptasi infrastruktur rumah dan jalan, dimana masyarakat diindikasi
mengeluarkan sejumlah biaya untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Oleh
sebab itu, pendekatan ABM yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
biaya pencegahan (preventive expenditure).
4.4.4.1. Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure)
Biaya adaptasi diestimasi melalui biaya yang dikeluarkan untuk
melindungi rumah tangga dari penurunan kesejahteraan. Ada pun tahapan dalam
mengestimasi biaya adaptasi dalam penelitian ini melalui pendekatan biaya
pencegahan, antara lain: (1) identifikasi dampak lingkungan akibat banjir rob; (2)
dampak yang lebih besar; dan (3) hitung biaya atau sejumlah uang yang
dikeluarkan masyarakat untuk upaya pencegahan yang dilakukan. Strategi
adaptasi pencegahan dampak ini dapat berupa penambahan daya dukung atau
kapasitas bangunan tempat tinggal dan infrastruktur penunjang lainnya. Besar
biaya rata-rata untuk upaya pencegahan tersebut dapat diperoleh melalui rumus:
PE = ………..…(4.1)
dimana:
PE = Rata-rata biaya pencegahan (Rupiah/Kepala Keluarga)
PEi = Biaya pencegahan untuk responden i (Rupiah)
n = Jumlah responden (Kepala Keluarga)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, …, n)
Tiap biaya pencegahan yang dikeluarkan masyarakat dikonversi ke dalam
nilai saat ini (present value) sesuai dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia per
12 Mei 2011, yaitu 6.75 %. Perhitungan present value dari biaya pencegahan
adalah sebagai berikut (Pearce 1998).
PV = PEi (1+r)-t………..………(4.2)
dimana:
PV = Nilai saat ini (Rupiah)
PEi = Biaya pencegahan untuk responden i (Rupiah)
r = Suku bunga bank (0.0675)
t = Selisih waktu saat ini dan saat biaya dikeluarkan (tahun)
4.4.4.2. Biaya Adaptasi Total
Akumulasi dari nilai yang dihasilkan oleh penjumlahan biaya pencegahan
masyarakat akibat banjir rob. Biaya adaptasi tersebut dapat diperoleh melalui
rumus:
BA = + + + ………..……(4.3)
dengan rata-rata adaptasi tiap kepala keluarga,
BA = ………...……….……….…...….(4.4)
dimana:
BA = Total biaya adaptasi (Rupiah)
BA = Rata-rata biaya adaptasi (Rupiah/Kepala Keluarga)
n = Jumlah responden (Kepala Keluarga)
i = Responden ke-i (1, 2, 3, …, n)
= Strategi adaptasi untuk rumah
m = Strategi adaptasi untuk infrastruktur penunjang
4.4.5. Analisis Regresi Linear Berganda
Biaya adaptasi merupakan fungsi dari beberapa variable bebas, yaitu:
Y = f(X1, X2, D1, D2, ε) .……….…..(4.5)
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam besar biaya adaptasi tersebut dianalisis
melalui metode regresi linear berganda pada aplikasi Stastistical Product and
Service Solutions (SPSS) 15. Model yang digunakan dalam menganalisis
faktor-faktor tersebut adalah model double log. Persamaan tersebut adalah sebagai
berikut:
Ln Y = β0+β1 Ln X1+β2 Ln X2+β3D1+β4D2 + ε..…...(4.6)
dimana:
β1,2,3,4 = Elastisitas peubah bebas
Ln X1 = Pendapatan rumah tangga (Rp/bulan)
Ln X2 = Jarak rumah ke laut (meter)
D1 = Status kepemilikan (asli = 1; pendatang = 0)
D2 = Jenis bangunan (permanen = 1; semi permanen = 0)
= Galat
Variasi model ini dipilih karena mengubah peubah bebas menjadi Ln
membuat jarak antar data menjadi tidak terlalu lebar, sehingga dapat terhindar dari
heteroskedastisitas dan ketidakstasioneran. Hasil regresi pun berupa presentase
yang telah mencerminkan elastisitas variabel X terhadap variabel Y (Juanda
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya
Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang
terbagi dalam 17 Rukun Warga (RW) dan 240 Rukun Tetangga (RT). Kelurahan
Penjaringan memiliki dataran yang kurang lebih satu meter lebih rendah dari
permukaan air laut dan merupakan muara dari tiga sungai sehingga memiliki
potensi banjir yang cukup tinggi apabila terjadi hujan dan pasang air laut.
Kawasan yang memiliki potensi banjir tertinggi akibat air pasang dan kenaikan
permukaan air laut adalah wilayah Luar Batang (RW 01, 02, dan 03) dan Muara
Baru (RW 17). Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pluit dan Kelurahan
Penjagalan, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ancol, sebelah utara
berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan
Roa Malaka, Kelurahan Tambora, dan Kelurahan Penjagalan. Peta Kelurahan
Penjaringan dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: Kelurahan Penjaringan (2011)
Jumlah penduduk Kelurahan Penjaringan pada tahun 2011 sebesar 79 066
jiwa yang terdiri dari 46 028 (58.21 %) laki-laki dan 33 038 (41.79 %)
perempuan. Kepadatan penduduk di Kelurahan Penjaringan yaitu 1 420 jiwa/km2.
Jumlah penduduk di Kelurahan Penjaringan dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok usia muda (0-14 tahun), kelompok usia kerja (15-64
tahun) dan kelompok usia tua (65 tahun ke atas). Kelompok usia di Kelurahan
Penjaringan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel. 2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2010 Kelompok Umur Jumlah Penduduk
0-14 18 289
15-64 57 553
65+ 3 224
Sumber: Kelurahan Penjaringan, 2011 (diolah)
Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Penjaringan yaitu pegawai
swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), nelayan, buruh bangunan, dan pedagang.
Mayoritas penduduk Kelurahan Penjaringan adalah sebagai pegawai
swasta/PNS/TNI yaitu 39.42 %, kemudian diikuti pedagang dengan presentase
sebesar 29.47 %. Mata pencaharian lainnya sebesar 17.01 % yang terdiri dari
wirausaha, dokter, akademisi, dan buruh pelabuhan. Daftar mata pencaharian
penduduk Kelurahan Penjaringan dapat dilihat pada Tabel 3di bawah ini.
Tabel. 3 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Penjaringan Tahun 2010
Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Presentase (%)
Swasta/PNS/TNI 20 231 39.42
Karakteristik umum responden di Kelurahan Penjaringan pada penelitian
ini diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 50 orang responden
yang dibagi ke dalam dua strata berdasarkan jarak rumah ke laut. Karakteristik
umum tersebut terdiri dari jenis kelamin, usia, status kependudukan, tingkat
pendidikan, mata pencaharian kepala keluarga (KK), dan pendapatan rumah
tangga.
5.2.1 Jenis Kelamin Responden
Penduduk yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri dari jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Sebagian besar responden dalam penelitian ini
berjenis kelamin perempuan, yaitu 62 %, sedangkan responden laki-laki
berjumlah 38 %. Hal ini disebabkan oleh survei yang dilaksanakan pada hari kerja
dimana pada umumnya laki-laki mencari nafkah. Proporsi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 4 berikut.
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 4. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011
Responden dengan jenis kelamin perempuan pada umumnya lebih
memahami berbagai pengeluaran rumah tangga. Hal ini membantu peneliti dalam
memperoleh informasi mengenai biaya adaptasi yang dikeluarkan oleh rumah
tangga tersebut.
5.2.2 Tingkat Usia Responden
Perempuan 62% Laki-laki
Usia menjadi salah satu faktor yang mencerminkan tingkat kedewasaan
dan pola pikir seseorang dalam menentukan berbagai hal dalam hidupnya,
misalnya jenis pekerjaan maupun alokasi pendapatan yang diterima. Responden
pada usia produktif pada umumnya lebih bijak dalam mengalokasikan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat usia responden dalam penelitian ini
dapat dilihat dalam Gambar 5 berikut.
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 5. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Usia Tahun 2011
Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat usia responden cukup bervariasi
dengan distribusi usia antara 25 tahun hingga 83 tahun. Sebagian besar responden
berada pada kelompok usia 25-34 tahun, yaitu 40 %. Sedangkan jumlah
responden terendah terdapat pada kelompok usia 55-64 tahun dan 65 tahun ke
atas, yaitu masing-masing 4 %.
5.2.3 Status Kependudukan Responden
Status kependudukan dari responden mempengaruhi tingkat kepedulian
sosial dan lingkungan tempat tinggalnya. Status kependudukan dalam penelitian
ini diklasifikasikan menjadi penduduk asli dan pendatang. Penduduk asli ialah
penduduk yang berasal (lahir) dan bertempat tinggal di Kelurahan Penjaringan.
Sedangkan, pendatang ialah penduduk yang berasal dan bertempat tinggal di luar
kependudukan responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 6
berikut.
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 6. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Status Kependudukan Tahun 2011
Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei, sebagian besar responden
merupakan penduduk asli Kelurahan Penjaringan, yaitu sebanyak 60 %.
Sedangkan, selebihnya berasal dari berbagai daerah di luar Kelurahan Penjaringan
maupun pendatang dari luar Provinsi DKI Jakarta. Jumlah responden pendatang
yaitu 40 % dan terbagi dalam beberapa daerah asal, yaitu Bekasi, Solo, Blitar,
Kebumen, Pacitan, Subang, Kuningan, Makasar, Ujung Pandang, Bone, dan
Ambon. Sebagian besar pendatang memilih berdomisili di wilayah Kelurahan
Penjaringan dengan alasan mencari mata pencaharian yang lebih baik dan
kemudahan akses fasilitas publik.
5.2.4 Tingkat Pendidikan Responden
Selain tingkat usia, tingkat pendidikan juga mempengaruhi jenis pekerjaan
dan pola pikir responden dalam menentukan pilihan demi kelangsungan hidupnya.
Jenis pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan dan kesejahteraan seseorang.
Tingkat kesejahteraan berpengaruh pada daya beli seseorang, dalam hal ini daya
adaptasi terhadap kerusakan dan perubahan kondisi lingkungan. Tingkat
pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 7 berikut. Penduduk Asli
60% Pendatang
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 7. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011
Hasil survei menunjukkan jumlah responden terbanyak terdapat pada
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, yaitu 40 %.
Sedangkan jumlah responden terendah terdapat pada tingkat Perguruan Tinggi
(PT), yaitu 2 % yang merupakan lulusan S1. Responden lainnya menempuh
jenjang pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu sebanyak 26
% dan Sekolah Dasar (SD) atau sederajat, yaitu sebanyak 32 %, Artinya,
mayoritas responden berpendidikan rendah, hal ini dapat dilihat dari proporsi
lulusan SMA dan PT lebih kecil dibandingkan lulusan SD dan SMP.
5.2.5 Mata Pencaharian Kepala Keluarga Responden
Jenis mata pencaharian kepala keluarga dalam rumah tangga responden
cukup variatif. Jenis mata pencaharian tersebut antara lain pegawai swasta,
nelayan, pedagang, buruh, wirausaha, dan beberapa pekerjaan lainnya. Wirausaha
yang dimaksudkan adalah usaha yang dibangun sendiri oleh individu dalam skala
yang lebih besar dengan status hukum yang jelas, misalnya penyedia jasa,
koorporasi, dan usaha sejenisnya. Sedangkan, pedagang yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah jenis usaha dengan skala yang lebih kecil seperti warung,
penjual makanan dan sayuran, penjual alat dapur, dan sebagainya. Jenis mata
pencaharian responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 8 berikut. SD
32%
SMP 26% SMA
40%
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 8. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Mata Pencaharian Kepala Keluarga Tahun 2011
Jenis mata pencaharian kepala keluarga (KK) responden dengan jumlah
terbanyak adalah pegawai swasta, yaitu 30 %. Hal ini dikarenakan banyak industri
dan perkantoran yang beroperasi di wilayah tersebut. Jumlah mata pencaharian
KK responden dengan jumlah terbanyak kedua adalah pedagang, yaitu sebanyak
22 %. Hal ini disebabkan latar belakang pendidikan sebagian kepala keluarga
yang masih tergolong rendah dan lokasi tempat tinggal responden yang dekat
dengan pasar. Kepala keluarga responden yang menjadikan wirausaha sebagai
mata pencaharian yaitu sebanyak 10 %. Jenis usaha tersebut antara lain penyedia
jasa travel, event organizer, percetakan, dan lain sebagainya. Responden yang
memiliki jenis mata pencaharian lainnya yaitu sebanyak 20 %. Jenis pekerjaan
tersebut antara lain keorganisasian, tukang ojek, seniman (pemain lenong),
petugas keamanan, dan TNI.
5.2.6 Pendapatan Rumah Tangga
Besar jumlah pendapatan rumah tangga responden cukup variatif.
Pendapatan rumah tangga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jumlah
dari penghasilan utama dan sampingan kepala keluarga dengan penghasilan
anggota keluarga lainnya yang masih tinggal di rumah yang sama. Besar
mempengaruhi daya adaptasi seseorang. Variasi jumlah pendapatan rumah tangga
responden dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 9. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga Tahun 2011
5.3 Kondisi Tempat Tinggal dan Banjir Rob
Kelurahan Penjaringan merupakan muara dari tiga sungai dan memiliki
permukaan tanah yang lebih rendah kurang lebih satu meter dari permukaan laut.
Hal tersebut memperparah potensi dampak perubahan iklim melalui kenaikan
permukaan air laut. Banjir pasang atau yang biasa dikenal dengan istilah rob
adalah peristiwa yang biasa terjadi di wilayah ini. Berdasarkan data yang
diperoleh dari responden, 84 % menyatakan terjadi peningkatan intensitas banjir
rob sejak tahun 2007, yakni sejak banjir siklus lima tahunan terakhir. Sedangkan,
responden yang menyatakan tidak terdapat perubahan sebanyak 6 % dan
responden yang menyatakan terjadi penurunan sebanyak 10 %. Hal ini disebabkan
lokasi atau jarak rumah responden dengan muara sungai yang bervariasi. Selain
itu, menurut informasi yang diperoleh dari responden intensitas rob meningkat
tetapi ketinggian air menurun pada sebagian wilayah pemukiman. Ketinggian air
terendah rata-rata di tempat tinggal responden saat terjadi air pasang adalah 0.08
5.3.1 Status Kepemilikan Rumah
Status kepemilikan merupakan faktor yang mempengaruhi keinginan dan
kepedulian seseorang untuk melakukan perlindungan maupun kemampuan
beradaptasi dari rumah yang dihuni. Berdasarkan data yang diperoleh melalui
survei responden yang merupakan pemilik dari rumah yang dihuninya yaitu
sebanyak 80 %, sedangkan responden bukan pemilik yaitu sebanyak 20 %.
Responden bukan pemilik yang diperoleh dalam survei merupakan responden
yang tinggal di rumah sewa atau mengontrak. Proporsi tersebut dapat dilihat
dalam Gambar 10 berikut.
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 10. Proporsi Status Kepemilikan Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011
5.3.2 Jenis Bangunan
Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap biaya adaptasi adalah jenis
bangunan. Jenis bangunan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
bangunan permanen dan semi permanen. Bangunan permanen merupakan
bangunan yang memiliki konstruksi kokoh atau tembok. Sedangkan bangunan
semi permanen adalah bangunan yang sebagian besar konstruksinya terbuat dari
bambu, kayu, maupun bilik. Proporsi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 11
berikut.
Pemilik 80% Bukan Pemilik
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 11. Proporsi Jenis Bangunan Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011
Berdasarkan data yang diperoleh, responden yang menghuni tempat
tinggal jenis bangunan permanen yaitu sebanyak 86 %. Sedangkan responden
yang menghuni tempat tinggal jenis bangunan semi permanen, yaitu sebanyak 14
%.
5.3.3 Luas Rumah
Lokasi penelitian ini merupakan kawasan padat penduduk dimana
mayoritas penduduk tinggal di rumah yang berhimpitan dengan rumah lain dan
cenderung tidak terlalu luas, bahkan dapat dikatakan terlalu kecil untuk jumlah
anggota dalam keluarga tertentu. Proporsi luas rumah responden tersebut dapat
dilihat dalam Gambar 12 berikut (dalam meter persegi).
Sumber: data primer (diolah)
Mayoritas responden memiliki rumah tidak lebih luas dari 41 m2. Hal ini
dapat disebabkan oleh keterbatasan ekonomi dan luas lahan di wilayah tersebut.
Meskipun harus tinggal di rumah yang sempit, sebagian besar responden mengaku