• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA TENGKU IBRAHIM MANTIQ DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN DAN DAKWAH DI TANAH GAYO ACEH TENGAH

B. BIDANG DAKWAH

Setelah menghilang satu decade Tengku Ibrahim kembali tampil di panggung dakwah. Wawasannya semakin luas dengan warna dan corak yang tegas. Bahkan kajiannya tidak terpaku pada literatur-literatur kelasik, buah pemikiran ulama-ulama salaf, tetapi ruang kajiannya telah dapat beradaptasi dengan arus zaman. Konsepsinya yang jernih ia tuangkan dalam ruang-ruang pengajian, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.

Dalam meyampaikan dakwah selalu konseptual dan urainnya sistematis. Untuk melangkah kedepan ia melakukan muhasabah (koreksi diri). Toleransinya terhadap tradisi yang menyesatkan ia bersihkan dan celah-celah yang mengganggu ia tutup rapat.

Untuk mengelementasikan perihal tersebut, Tengku Ibrahim meletakkan Pesantren Al Huda yang berpusat di Mersah Uken Kenawat sebagai ajang dialog untuk menegakkan akidah, syariat dan akhlak sesuai dengan Al Qu’an dan Hadist.39 Kegiatan pesantren ini tidak hanya sebagai pentas dialog untuk merenung-renung kejayaan Islam, tetapi dimanfaatkan untuk melakukan telaah dan kajian-kajian yang berkualitas, sehingga dapat mengenal Islam sebagai mana mestinya. Untuk mengaktualisasikan hal tersebut, Tengku Ibrahim memadatkan frekuwensi kerjanya siang dan malam.

Dalam memberikan pelajarannya ia tidak bertindak seperti seorang guru dengan murid disekolahan, tetapi sebagi teman dengan menghidupkan dialog-dialog aktif. Karena tidak mengherankan para muridnya bukan saja menjadi mahir, tetapi dapat mengaktualisasikannya didalam kehidupan sehari-hari.

Mencermati akan padangan-padangan yang telah disampaikan oleh Tengku Ibrahim, menyatakan bahwa ia tidak berpihak pada golongan manapun, baik Kaum Tua atau Kaum Muda baik NU ataupun Muhammdiyah. Hal ini terlihat jelas dari sikap, kata dan perbuatan, bahwa ia adalah pengikutAhlussunah Waljama’ah.

Menurut Tengku Ibrahim, bahwa pengertian Ahlussunah Waljama’ah adalah segala perbuatan, segala tindakan haruslah sama dengan perbuatan dan tindakan Rasullah saw. Umpama kaidah, bagaimana kaidah Rasullah saw begitu juga kita perbuat, syariat

39

bagaimana syariat nabi Muhammad saw begitu juga kita kerjakan. Umpama moral kita harus berakhlak seperti nabi. Inilah yang disebutAhlussunahWaljama’ah.40

Kalau kita kembali kepada akidah, bahwa kaidah nabi, tidak jauh berkisar dari rubu’iah dan uluhiyah, artinya sesuatau yang terjadi adalah ciptaan Allah SWT, kendati dengan kecelakaan, karena semua itu dengan kehendak Allah SWT. Dengan berdasrkan kepada Lailahaillah, tiada tuhan yang disembah Allah, maka segala tindak tanduk, akidah, akhlak dan tidakan harus pas menurut perbuatan nabi. Itulah yang disebut Ahlussunah Waljama’ah.

Karena itu seperti yang dikaji tadi, amat keliru, kalu Kaum Muda menyatakan, bahwa mereka menyatakan, kami adalah pengikut Ahlussunah Waljama’ah. Begitu juga dengan Kaum Tuanya menyatakan, bahwa mereka adalah pengikut Ahlussunah Waljama’ah. Keliru juga kalau kita kembalikan kepada definisinya, apakah azas dan tujuannya, bahwa kami pemangku Ahlussunah Waljama’ah. Begitu juga organisasi politik atau organisasi sosial masing-masing. Akan tetapi, apabila akidah sudah mengikuti akidah nabi, betul-betul syariat seperti nabi, apakah perbuatan benar-benar seperti nabi, itulah yang disebut Ahlussunah Waljama’ah. Jadi jelasnya Ahlussunah Waljama’ahbukan karena Kaum Tuanya dan bukan karena kaum Mudanya.

Oleh karena itu, Ahlussunah Waljama’ah tidaklah begitu susah dan juga tidak mudah. Kita tidak perlu menambah-nambah dari ibadah nabi, kita tidak perlu mengurangi dari ibadah nabi. Apa yang telah digariskan oleh nabi enteng, tidak berat, karna itu buat apa kita menambah-nambah, seperti sebuah contoh, apakah ada orang Islam disuruh mengadakan khalwat, umpama tahlil seribu, tahmid seribu. Itu merupakan suatu perbuatan yang membatas-bataskan, memberat-beratkan yang tidak pernah dikerjakan

40

oleh nabi. Dengan demikian orang-orang yang berbuat demikian itu amatlah keliru, itu bukan perbuatan Nabi Muhammad saw.

Ahlussunah Waljama’ah adalah berasal dari perkataan nabi Muhammad saw. “Pada suatu hari nabi pernah bercerita pada para sahabat, wahai sahabatku, bahwa agama Yahudi sesudah nabi Musa terpecah dalam 71 firkah”. Semua mereka menganggap bahwa agama Yahudi, firkah mereka yang benar karena berasal dari Nabi Musa. Kemudian Nabi melanjutkan ceritanya, Nabi Isa (Yesus), kata nabi Muhammad, bahwa umatku nanti terpecah menjadi 71 firkah, tetapi kesemuanya hanya satu yang benar. Demikian juga Nabi Muhammad saw, umatku terpecah dalam 73 firkah, hanya satu yang benar. Yang benar satu itu siapa ya Rasull?,Ahlussunah Waljamaa’ah. Lalu para sahabat bertanya lagi, yang benar itu siapa ya Rasull? Baik agama Nabi Musa atau agama Nabi Isa? “ajaranku sendirilah yang benar”, kata Nabi Muhammad saw.41

Berangkat dari semua itu, maka dengan ini saya berpendapat dan menyatakan bahwa, Ahlussunah Waljama’ah yang betul-betul pas akidahnya yang dijalankan oleh Nabi Muhammad, ibadatnya dan moral seperti nabi, itulahAhlussunah Waljama’ah. Jadi bukan karena organisasinya, seperti Muhammadiyah Ahlussunah waljama’ah, kalau Muhammadiyah karena Allah, tetapi Muhammadiyah bukan karena Muhammadiyahnya. Begitu juga dengan Al Washliyah, bukan karena Washliyahnya, tetapi betul-betul seperti ajaran nabi Muhammad saw, demikian juga dengan yang lainnya. Apabila tidak sesuai dengan perbuatan Rasullah saw, walaupun mengaku Islam seperti Kaum Tua, Kaum Muda, Muhammadiyah, NU dan lain-lainya, dengan demikian ditegaskan bahwa

Ahlussunah waljama’ah, akidahnya seperti Nabi syariatnya sperti Nabi dan moral seperti Nabi.

41

Demikianlah pendapat Tengku Ibrahim tentangAhlussunah Waljama’ah. Hal ini telah diyakininya dengan seyakin-yakinnya dan dipegang dengan erat, seerat-eratnya untuk menjadi rujukan di dalam segala aspek kehidupan, baik diri pribadi maupun yang telah disampaikannya kepada orang banyak. Karena itu ia terus mengingatkan, agar pedoman tersebut patut dipegang dengan erat.42

Pedoman tersebut telah dituangkan secara transparan kepada khalayak ramai, khususnya masyarakat Kenawat. Dengan harapan supaya anak negri Kenawat yang sudah memiliki karakteristik yang Islami dapat menjadi lampu penerang, contoh teladan dan dapat menyebar luaskan bagi masyarakat yang masih terbelenggu di dalam kehidupan kegelapan seperti di tahun 1930-an.

Dari apa yang telah disampaikan oleh Tengku Ibrahim membenami nyata didalam masyarakat Kenawat didalam pelaksanaannya. Dalam prakteknya telah tampak didalam ibadat, seperti shalat. Dalam pelaksanaannya telah diterapkan, seperti cara yang telah diajarkan atau dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw, tidak ditambah-tambah dan tidak dikurangi. Oleh karena itu didalam praktek shalat, hal yang ditambah seperti ushali dan yang sunat sepertiqunuttelah ditinggalkan.

Seperti juga yang menyangkut tradisi seperti dalam upacara kematian, talkin dan keduri sudah ditinggalkan. Karena perbuatan tersebut selain tidak ada dalam perintah agama, juga secara logika berarti sama dengan membuang-buang harta dan mengingat-ingat atau memperbaharui kesedihan bagi para ahlinya.

Sedang sebagai pengganti keduri Tengku Ibrahim, seperti yang telah dihidupkan oleh Nabi Muhammad saw, sebagai rasa turut berduka cita bagi keluarga yang ditinggalkan mengadakan takziyah selama tiga hari berturut-turut. Dalam kesempatan

42

tersebut, khususnya di Kenawat, Tengku Ibrahim telah menghidupkan acara dengan memberikan ceramah yang bermanfaat, guna menghilangkan kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan.43

Selain itu untuk mendekatkan jurang pemisah dengan faham yang berseberangan, Tengku Ibrahim mengajak berdialog dan bersama-sama mencari sumber yang jernih. Untuk mencari titik temu dan kebenaran, ia sering melontarkan pertanyaan: “siapa yang menyuruh kita melakukan kenduri, adakah perintah yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadis? “atau adakah imam yang melakukannya, Imam Syafi’i umpama? Kalau memang ada, mari sama-sama kita buka kitabnya, apakah ada perintah untuk melakukannya? Kalau pertanyaan demikian yang dilontarkan, biasanya orang diam dan tak berkutik, beluh gere bersinen(pergi tanpa permisi).

Untuk memecahkan permasalahan ia membuka pintu dialog selebar-lebarnya dengan siapa saja. Karena ia merasa prihatin terutama kepada tengku-tengku muda yang bidang kajiannya masih terbelenggu kuat dengan faham yang hidup pada tahun 1930-1940-an

Demikianlah Tengku Ibrahim ia tidak lagi berpegang pada prinsip kebersamaan, tetapi pandangan telag berfokus dalam mencari kebenaran, karena itu ia sangat gigih untuk membangun kekuatan dan kebersamaan guna membendung segala penyimpangan. Untuk mecari kebenaran, ia sangat bersemangat melakukan dialog-dialog dengan tengku-tengku muda, agar mereka dapat memperkaya ilmu untuk mencari sumber-sumber, sehingga dapat menyaring dan kemudian dapat melepaskan diri dari faham-faham yang keliru. Oleh karena itu jalan yang terbaik adalah menawarkan kepada mereka untuk

43

bersama-sama menelaah atau mengkaji sumber-sumber yang saheh, sehingga dapat memisahkan, mana yang benar dan mana yang salah, agar aman melalui jalan yang benar.

C. RESPON RAKYAT ACEH TENGAH TERHADAP TENGKU IBRAHIM

Dokumen terkait