• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA TENGKU IBRAHIM MANTIQ DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN DAN DAKWAH DI TANAH GAYO ACEH TENGAH

A. BIDANG PENDIDIKAN

Pada tahun 1936, Ibrahim setelah memperoleh dipeloma dari Al Muslim Gelumpang Dua, ia kembali ke daerah Gayo dan sesuai dengan tradisi ia sudah berhak menyandang gelar Tengku. Untuk sementara ia menetap di kampungnya di Kenawat Takengon.

Sementara itu Raja Cik Kenawat, selaku orang nomor satu di Kenawat, menawarkan harapan kepada Tengku Ibrahim untuk memimpin dan mengajar di madrasah Kenawat. Karena gedung madrasah tersebut telah berdiri sejak tahun 1926 yang di bangun oleh swadaya masyarakat Kenawat. Tanah untuk tempat ini yang terletak dibagian hulu Kenawat yang diwakafkan oleh Aman Murah. Sedangkan untuk membangunnya masyarakat Kenawat bergotong royong mencari bahan-bahan ke hutan dan yang dibeli hanya lah bagian atap saja yang terdiri dari seng33. Sedang tenaga pengajar belum ada, tetapi tenaga pengajar yang cocok belum ada. Oleh karena itu, Raja Cik Kenawat sangat mengharapkan kesediaan Tengku Ibrahim untuk memimpin madrasah tersebut.

Tawaran baik tersebut secara halus ditolak oleh Tengku Ibrahim, perihal ini karma ia melihat bahwa Tengku Abdul Kadir Aman Siti Rani, santri pertama Tengku Kadhi Rampak telah lama mengabdi dan mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat Kenawat. Dengan demikian Tengku Abdul Khadir telah cukup berjasa dalam meneruskan

33

dan mengembangkan pendidikan di Kenawat. Oleh karena itu, menurut hemat Tengku Ibrahim agaknya kurang etis, kalau ia menerima tawaran Raja Cik Kenawat untuk memimpin madrasah baru tersebut. Kalau ia terima, ini sama artinya ia telah turut menyingkirkan kedudukan Tengku Abdul Khadir yang juga saudara ipar dari kedudukanya sebagai guru yang sangat dihargai di Kenawat.

Sementara itu, pada tahun 1928 Muhammadiyah telah masuk ke daerah Gayo dibawa oleh P.K.Abd. Madjid.34 Didalam perkembangannya, Muhammadiyah telah banyak membari sumbangan bagi pertumbuhan pendidikan, khususnya pendidikan Islam yang bercorak moderen. Kehadiran Muhammadiyah telah memberi inspirasi bagi tokoh pendidik untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan usaha tersebut telah memberi kesempatan bagi semua lapisan masyarakat untuk menikmati pendidikan di Gayo.

Mengikuti perkembangan tersebut pada tahun 1938, Tengku Ahmad Damanhuri atau lebih dikenal dengan sebutan Tengku Silang mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam moderen, Tarbiyah Islamiyahdi kebayakan. Bersamaan dengan ini ia mendirikan pula pesantren yang disebutMersah Atu35.

Lembaga pendidikan yang telah dibangun oleh Tengku Silang sangat besar artinya bagi perkembangan pendidikan Islam di Gayo. Karena sejak itu sistem pendidikan tradisional yang semula diselenggarakan di Mersah dan Joyah secara berangsur-angsur mulai pindah pada sistem pendidikan madrasah di dalam pengertian sekolah. Dengan

34

Mukhlis Paeni, RIAK di Laut Tawar, Kelanjutan Tradisi Dalam Perubahan di Gayo Aceh Tengah. ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) kerjasama dengan Gadja Mada University Press. Jakarta 2003

35

demikian terjadilah perobahan posisi duduk bersila di lantai berpindah duduk pada bangku didalam ruangan kelas yang berpetak-petak

Mengikuti perkembangan tadi pada akhir tahun 1938, di Kute Lintang dibangun madrasah diatas tanah wakaf Tengku Bahagia Cut atau lebih dikenal dengan sebutan Tengku Lah. Pimpinan madrasah tersebut juga sepenuhnya dipercayakan kepada Tengku Silang. Seiringan dengan tahun ini juga, Tengku Abdul Jalil, santri lepasan PERSIS36dan Tengku Muchlis, santri lepasan Al Irsyad37 mendirikan taman Pendidikan Islam (PI) di Hakim-Bale Takengon. Lembaga ini berkembang pesat karena mendapat dukungan dana dari keluarga Tengku Abdul Jalil yang terkenal sebagai pedagang kaya di Aceh Tengah.

Mengikuti langkah tersebut seorang ulama dan tokoh kaya Delung Tue Tengku Cut mempelopori masyarakatnya untuk mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Delung Tue Simpang Tiga Redlong. Untuk memimpin dan tenaga pengajar dipercayakan kepada Tengku Ibrahim dan dibantu oleh Abdul Wahab santri lepasan Cut Muerak. Mereka ini dua-duanya dari kenawat. Sebagai pimpinan madrasah, Tengku Ibarahim hanya dibayar f 15 (golden, uang Belanda).

Berdirinya madrasah ini telah cukup mendapat perhatian dari masyarakat sekitarnya. Peminatnya bukan saja datang dari masyarakat Delung Tue, tatapi juga dari masyarakat Kenawat Delung, sebagai kampung baru dan Wih Ilang, sehingga murid-murid yang terdaftar berjumlah 50. mata pelajaran yang diberikan mengikuti kurikulum yang diterapkan di Madrasah Cut Meurak.38

36

Persis atau Persatuan Islam didirikan di Bandung 1920 oleh kelompok modernis yang terdiri atas Yusuf ZamZam, Qamaruddin dan Abdulrahman.

37

Al Irsyad: (Jam’iiyat Al Islam Wal Ersyad Al Arabia) berdiri tahun 1913 oleh Syaikb Soorkatti (Deliar Noer, 1980, 96)

38

Kedatangan Jepang telah membawa malapetaka bagi kelangsungan pendidikan di Indonesia dan Aceh khususnya. Karena itu madrasah yang dipimpin oleh Tengku Ibrahim terpaksa ditutup untuk selama-lamanya. Tindakan ini terpaksa diambil, karena mengikuti peratutan pemerintah Jepang yang melarang berdirinya sekolah swasta. Kemudian Tengku Ibrahim sebagai komponen ulama bersama ulama lainnya telah dimanfaatkan untuk kepentingan perang dengan selogan untuk Asia Timur Raya.

Meskipun Pemarintah Jepang melakukan tekanan-tekanan, tetapi secara bergerilia Tengku Ibrahim dan Tengku Muchklis masih menyempatkan waktunya untuk mengajar anak-anak gadis di Kampung Bale Simpang Tiga Redlong. Pelaksanaan waktunya dilakukan antara waktu Dhuhur dan Ashar setiap harinya.

Pada masa kemerdekaan Tengku Ibrahim dan Ramli serta dukungan masyarakat Kenawat Redlong mendirikan Sekolah Rendah Islam (SRI). Gagasan untuk mendirikan lembaga tersebut, selain jauhnya lembaga pendidikan dari Kenawat, juga karena masyarakat Kenawat sudah merasa perlu membuka lembaga pendidikan untuk menampung anak-anak yang jumlahnya sudah pantas untuk mendapatkan pendidikan. Juga yang paling utama adalah harapan mereka agar lembaga pendidikan ini dapat memasukkan pelajaran ilmu umum dan agama. Dengan demikian lepasan sekolah dapat menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat.

Tenaga-tenaga intinya, seperti Ramli sebagai kepala dan guru untuk mata pelajaran umum, Tengku Ibrahim guru yang memberikan pelajaran agama. Sedang guru-guru lainnya adalah Tengku Mataridi, Tengku Ali Jadun dan dibantu oleh Aman Hasbalah.

Perkembangan sekolah ini cukup mengembirakan, karena peminatnya datang dari Delung Tue, Wih Ilang dan kampung lainnya. Kegiatan di luar sekolah adalah terbentuknya unit drum band yang instrumennya hanya drum dan seruling bambu. Namun kemahiran anak-anaknya telah dapat memainkan sebuah simponi yang kompak dan lagu-lagu yang disuguhkan bernada gembira, sehingga yang dapat membangkitkan semangat.

Dalam perkembangan selanjutnya, Pemerintah lewat Departemen Agama RI mengangkat Tengku Ibrahim sebagai guru agama pada SRI Kenawat. Dengan pangkat ini berarti ia duduk sebagai pegawai negeri dengan tugas sebagai guru. Karir sebagai guru ia tekuni hanya berlangsung sampai pada tahun 195o-an, karena sesudah itu ia turut di dalam gerakan DI TII Aceh. Sedang sekolah tersebut terus berjalan, menjalankan sebagai lembaga pendidikan oleh tenaga-tenaga muda belakangan sekolah tersebut namanya diganti menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN).

Dokumen terkait