• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Kajian Teori

3 Bimbingan Kelompok yang Efektif

3. Bimbingan Kelompok yang Efektif.

a. Pengertian Bimbingan Kelompok.

Menurut Siti Hartinah (2009: 6), menyebutkan; pengertian bimbingan kelompok yang lebih sederhana menunjuk kepada kegiatan bimbingan yang diberikan kepada kelompok individu yang mengalami masalah yang sama. Pengertian tersebut tidak secara langsung dan sengaja memanfaatkan dinamika kelompok, kelompok sekedar wadah isi bimbingan disampaikan. Penyajian

commit to user

informasi pendidikan kepada sejumlah murid dalam satu kelas termasuk ke dalam bimbingan kelompok dalam arti yang sederhana.

Menurut Gazda (dalam Tatiek Romlah, 2001:3) bimbingan konseling kelompok adalah masuk pada BK kelompok besar, yaitu proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok yang dilakukan dengan jumlah siswa antara 20 sampai 30 orang dengan tujuan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi dirinya.

Sujatha Venkatesh, dalam artikelnya mengatakan:

”Group counseling mainly involves a small group of members who come together forming their own specific goals, share their problem, provide emphaty and support to the others and also in turn try and change their self defeating behaviors. The group members are also assisted in developing their existing skills in dealing with interpersonal problems”.

(Konseling kelompok terutama melibatkan sekelompok kecil anggota yang datang bersama-sama membentuk spesifik tujuan mereka sendiri, berbagai masalah mereka, memberikan empati dan dukungan kepada yang lain dan juga pada gilirannya mencoba mengubah perilaku mereka mengalahkan diri sendiri. Anggota kelompok juga dibantu dalam mengembangkan keterampilan yang ada dalam menangani masalah-masalah interpersonal).

Lebih lanjut Sujatha Venkatesh, mengatakan:

“The role of the group counselor involves facilitating among the members, help them learn from one another, assist them establishing personal goals and also provide continuous emphaty and support to the members and also to check if the members have carried their learning experience from the group and practiced it in the outside world”.

(Peran konselor dalam kelompok memfasilitasi interaksi antara para anggota, membantu mereka belajar dari satu sama lain, membantu mereka dalam

commit to user

menetapkan tujuan pribadi dan juga memberikan empati berkelanjutan dan dukungan kepada anggota dan juga untuk memeriksa apakah anggota telah melakukan pengalaman belajar mereka dari kelompok dan dipraktekkan di dunia luar).

Menurut Orsetein dan Lasley, (2000: 96) mengatakan; Character of instructional objectives at the classroom level :

1) A statement of objectives should describle both the kind of behaviors expected and the content or the content to which that behavior applies. 2) Complex objectives need to be stated analytically and specifically enough so

that there is no doubt as to the kind of behavior expected, or that the behavior applies so.

3) Objectives should also be formulated so that clear distraction are required among…. to attain different behaviors.

4) Objectives are developmental, representing roads to travel rather than terminal points.

5) Objectives should be realistic and should include only what can be translated into classroom.

6) The scope of objectives should be broad enough to encompass all types of outcomes for which the should (or teacher) is responsible.

Bahwa karakteristik sasaran hasil yang dapat diukur dalam kelas adalah; 1) suatu pendapat bahwa keberhasilan terletak pada dua perilaku yaitu perilaku hasil dan isu, 2) hasil dapat dinyatakan secara analistis dari rincian suatu perilaku yang diharapkan, 3) hasilnya diharapkan dapat merubah perilaku yang lebih baik sesuai yang diharapkan, 4) sasarannya hasil adalah merupakan pengembangan sebagai wakil bukan pembanding, 5) hasil harus realistis sesuai apa yang terjadi dalam kelas, 6) lingkup hasilnya luas, guru bertanggungjawab atas keberhasilan itu.

Pembelajaran efektif merupakan proses pembelajaran yang

memungkinkan pembelajar dapat memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu dengan proses yang menyenangkan. Pembelajaran ini

commit to user

memfokuskan guru BK bahwa sebagai peserta didik harus terlibat aktif dalam keseluruhan proses kegiatan agar mereka langsung dapat memperoleh pengalaman dan bermanfaat dari hasil pembelajaran tersebut. Terjadinya proses belajar pada diri pembelajar merupakan pertanda keberhasilan pembelajaran, adalah diperolehnya peningkatan kemampuan belajar secara lebih mudah dan efektif di masa depan, akibat telah dikuasainya pengetahuan dan keterampilan pendidik yang mampu membawa pembelajar untuk mendidik diri, mampu memberdayakan pembelajar secara efektif, mendorong menggunakan sumber-sumber belajar, sehingga mereka mampu mempergunakan seluruh hasil belajar tersebut secara produktif (Joice, Weil & Calhoun, 2000: 6).

Menurut Prayitno (2001: 87) bahwa, bimbingan kelompok/klasikal adalah bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya baik secara individu maupun sebagai pelajar dan untuk pertimbangan dalam mengambil keputusan/tindakan tertentu.

Tujuan dan fungsi bimbingan dan konseling kelompok ini adalah untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh bahan atau informasi yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat secara efektif. Penyampaian informasi atau materi bimbingan dan konseling akan lebih efektif bila dilakukan secara klasikal karena

commit to user

dengan materi yang banyak dapat disampaikan kepada siswa/konseli yang besar secara cepat dan merata.

Suatu sekolah dapat melaksanakan layanan bimbingan dan konseling dalam waktu lama tanpa membuat program, misalnya pada suatu sekolah hanya memiliki seorang tenaga konselor, sedang guru bidang studi dan wali kelas tidak ikut melibatkan diri dalam kegiatan layanan bimbingan di dalamnya. Cara kerja semacam ini bisa saja dilaksanakan akan tetapi dampak positif membantu siswa dalam mengatasi masalahnya kurang efektif. Pelaksanaan layanan bimbingan akan berhasil apabila dilaksanakan atau dilakukan oleh suatu tim atau secara klasikal yang dibagi tugas sesuai dengan kelas bimbingannya. Tim bimbingan dan petugas yang terlibat akan dapat saling membantu, bertukar pikiran, pandangan, pengalaman dan bekerja bersama-sama.

Penyusunan program bimbingan di sekolah baik klasikal maupun individu haruslah diperhatikan beberapa hal, yaitu bahwa program bimbingan haruslah disusun atas dasar kebutuhan dan masalah siswa, menempatkan kedudukan guru dalam program bimbingan adalah penting dan tidak kalah pentingnya tenaga ahli yang memiliki keterampilan dalam bidang bimbingan dan konseling sangat diperlukan terutama memantau menangani masalah-masalah yang secara langsung sulit diatasi oleh guru. Program bimbingan di sekolah, khususnya bimbingan klasikal tidak akan berhasil dengan baik apabila tidak adanya bentuk kerjasama antar guru pembimbing dan kepala sekolah juga staf sekolah lainnya.

Beberapa pertimbangan atau referensi dalam penyusunan suatu program bimbingan dan konseling, di antaranya adalah :

commit to user

1) Program bimbingan di sekolah hendaknya disusun relevan dengan

kebutuhan bimbingan di sekolah bersangkutan dan mempertimbangkan sifat-sifat khas.

2) Dalam penyusunan program bimbingan di sekolah hendaknya diadakan

inventarisasi berbagai macam fasilitas yang ada termasuk di dalamnya personil bimbingan dan sarana teknologi yang dapat mendukung terselenggaranya kegiatan bimbingan.

3) Penyusunan program bimbingan di sekolah hendaknya ditentukan

personalia, pembagian tugas dan tanggungjawab yang merata dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan menentukan organisasi termasuk di dalamnya mekanisme kerja dan bentuk kerjasama serta diadakan evaluasi program bimbingan.

b. Tahap-Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok.

Tahapan pelaksanaan bimbingan kelompok maka, Sujatha Venkatesh, lebih lanjut mengemukakan sebagai berikut.

Stages in the development of the group :

1). Formation Group : it involves making students aware about the group by making announcements, putting poster etc. The second step involves screening and selection of group members. The third step involves briefing the members about the group, plan, its goals and also the group ethics. 2). Initial Stage : orientation and exploration, this involves determining the

structure of the group, getting acquainted and exploring the member’s espextations. They also become aware of how the group functions, define their own goals and clarify their expectations.

commit to user

3). Transition Stage : dealing witresistence, this is quite a difficult phase where the members deal with their anxiety, resistence and conflict and the leader helps them deal and work with their weaknesses.

4). Working Stage : cohesion and productivity, during this stage, the members develop greater cohesiveness, feel a sense of belonging to the group. It also involves in depth exploration of issues and also they strongly focus on bringing desirable changes in behavior.

5). Final Stage : consolidation and termination, this is a time for summarizing, pulling together the loose ends and integrating the group experience. Members may also feel sad, express their anxiety due to separation. Members may also share their experiences of being in the group with other members, they would also provide information about their insights and learning in the group and how they are going to put it into practice outside. They would also plan for follow up meetings for accountability so that members will carry out their plans for change. The leader in turn should help the members consolidate their learning by assisting them to develop a conceptual framework for working. They also develop specific contacts and home assignments as practical ways of making changes.

6). Follow up sessions ( post group ). Tahapan dalam pengembangan kelompok :

1). Pembentukan grup, ini melibatkan membuat siswa sadar tentang group dengan membuat pengumuman, meletakkan poster dan sebagainya. Langkah kedua melibatkan penyaringan dan pemilihan anggota kelompok. Langkah ketiga melibatkan anggota brifing tentang kelompok, rencana, tujuan dan juga etika grup.

2). Tahap awal, orientasi dan eksplorasi, ini melibatkan dan menentukan struktur kelompok, mulai mengenal dan mengeksplorasi harapan anggota. Mereka juga menjadi mengerti bagaimana fungsi kelompok, menentukan tujuannya sendiri dan memperjelas harapan mereka.

3). Tahap transisi, menghadapi perlawanan, ini merupakan fase sulit dimana kesepakatan anggota dengan kecemasan mereka, perlawanan dan konflik

commit to user

dan pemimpin membantu mereka menangani dan bekerja dengan kelemahan mereka.

4). Tahap kerja, kohesi dan produktivitas, dalam tahap ini anggota

mengembangkan keterpaduan yang lebih besar, merasakan rasa memiliki ke grup. Hal ini juga melibatkan eksplorasi mendalam tentang isu-isu dan juga mereka sangat fokus terhadap perubahan yang diinginkan dalam perilaku. 5). Tahap final, konsolidasi dan pemberhentian, ini adalah waktu untuk

meringkas, menarik bersama berakhir longgar dan mengintegrasikan

pengalaman kelompok. Anggota juga mungkin merasa sedih,

mengungkapkan kecemasan mereka karena pemisahan. Anggota juga dapat berbagi pengalaman mereka berada di grup dengan anggota yang lain, mereka juga memberikan informasi tentang wawasan mereka dan belajar dalam kelompok dan bagaimana mereka akan memasukkannya ke dalam praktik di luar. Mereka juga menindaklanjuti rencana pertemuan untuk akuntabilitas, sehingga anggota akan melaksanakan rencana mereka untuk

perubahan. Pemimpin pada gilirannya akan membantu anggota

mengkonsolidasikan belajar mereka dengan membantu mereka untuk mengembangkan sebuah kerangka kerja konseptual untuk bekerja. Mereka juga mengembangkan kontrak khusus dan tugas rumah sebagai cara praktis untuk membuat perubahan.

commit to user

Lebih lanjut Stanford & Corey (dalam Kusnarto Kurniawan, 2008: 4) mengemukakan secara rinci beberapa tahap yaitu :

Tahap Pembentukan dan Orientasi.

1). Menerima kehadiran anggota kelompok secara terbuka dan mengucapkan terima kasih.

2). Memimpin do’a

3). Menjelaskan pengertian dan tujuan bimbingan kelompok.

4). Menjelaskan cara pelaksanaan bimbingan kelompok.

5). Menjelaskan azas-azas bimbingan kelompok.

6). Kesepakatan waktu yang digunakan.

7). Perkenalan dilanjutkan dengan permainan. Tahap Peralihan.

1). Menjelaskan kembali norma dan tujuan kegiatan bimbingan kelompok.

2). Tanya jawab tentang kesiapan anggota kelompok untuk kegiatan lebih lanjut.

3). Mengenali suasana apabila anggota kelompok secara keseluruhan/sebagian belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi suasana tersebut.

4). Menjelaskan masalah pribadi yang hendaknya dikemukakan oleh anggota kelompok.

5). Mengatasi pertentangan-pertentangan dalam kelompok.

commit to user

1). Memberi contoh masalah-masalah yang dapat dikemukakan dan dibahas dalam kelompok.

2). Mempersilahkan anggota kelompok untuk mengemukakan masalah

masing-masing secara bergantian.

3). Memilih/menetapkan masalah yang akan dibahas dalam kelas ini. 4). Selingan melalui kegiatan menghibur (ice breaking).

5). Penyimpulan dari masalah yang sudah dibahas.

Tahap Pengakhiran / Tahap Terminasi.

1). Menjelaskan bahwa kegiatan Bimbingan Kelompok akan diakhiri.

2). Penilaian segera.

3). Pembahasan kegiatan lanjutan.

c. Materi Bimbingan Kelompok.

Melalui dinamika kelompok antar anggota bimbingan kelompok/klasikal dapat dibahas berbagai hal yang amat beragam yang berguna bagi siswa. Materi tersebut menurut Siti Hartinah (2009: 106) meliputi hal-hal berikut :

1) Pemahaman dan pemantapan kehidupan keagamaan dan hidup sehat.

2) Pemahaman dan penerimaan diri sendiri dan orang lain sebagaimana adanya

(termasuk perbedaan individu, sosial dan budaya serta permasalahannya). 3) Pemahaman tentang emosi, prasangka, konflik dan peristiwa yang terjadi di

commit to user

4) Pengaturan dan penggunan waktu secara efektif (untuk belajar, kegiatan sehari-hari,serta waktu senggang).

5) Pemahaman tentang adanya berbagai alternatif pengambilan keputusan dan berbagai konsekwensinya.

6) Pemahaman sikap dan kebiasaan belajar, pemahaman hasil belajar,

timbulnya kegagalan belajar dan cara penanggulangannya (termasuk UNAS, SPMB).

7) Pengembangan hubungan sosial yang efektif dan produktif.

8) Pemahaman tentang dunia kerja, pilihan dan pengembangan karier, serta masa depan.

9) Pemahaman tentang pilihan dan persiapan memasuki jurusan/pendidikan lanjutan.

d. Kriteria Penilaian Pelaksanaan Program Bimbingan Kelompok.

Kriteria atau patokan yang dipakai untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan Bimbingan Kelompok di sekolah adalah mengacu kepada terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan siswa (peserta didik) dan pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung berperan membantu siswa memperoleh perubahan-perubahan perilaku dan pribadi ke arah yang lebih baik secara rinci kebutuhan dimaksud adalah anak didik untuk mengerti dan menerima dirinya, harus mengembangkan kemampuan dirinya untuk membuat ketentuan-ketentuan dan merumuskan serta melaksanakan cara-cara untuk perkembangan lebih lanjut

commit to user

Hal tersebut di atas seperti yang dijelaskan Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas (2004: 9) sebagai berikut :

1) Hasil layanan imbingan dan konseling perlu dinilai untuk mengetahui efektifitas layanan dan dampak positif yang diperoleh siswa yang dilayani.

2) Fokus penilaian hasil layanan adalah diperolehnya pemahaman baru,

berkembangnya perasaan positif dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pasca layanan demi terentaskannya masalah secara tuntas.

3) Penilaian hasil layanan meliputi tiga jenis, yaitu penilaian segera, jangka pendek, dan jangka panjang, yang masing-masing dapat dilaksanakan baik melalui format lisan maupun tertulis.

4) Selain penilaian hasil layanan, penilaian proses juga perlu dilaksanakan yang hasilnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas proses layanan tersebut. 5) Pada kegiatan kontak langsung guru pembimbing membuat penilaian yang

dapat menjadi sajian utama laporan individu.

6) Hasil penilaian dilaporkan dalam laporan individu setiap akhir semester.

4. Pengembangan Profesionalisme Guru Pembimbing.

Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat lebih ditingkatkan dengan mengembangkan para pelaksananya (guru pembimbing), program-programnya, kerja sama dan dukungan moril dan materiil dari kepala sekolah dalam suasana kerjanya. Pengembangan para pelaksana itu perlu diikuti oleh pengembangan sarana prasarana. Sarana dan prasarana yang sangat terbatas, apalagi dibarengi dana yang langka, akan menjadi kendala yang cukup dalam

commit to user

memberikan layanan kepada siswa. Peningkatan tersebut akan ditunjang lagi oleh berkembangnya kerja sama dan suasana profesional.

Prayitno (1999: 339-340) menyebutkan, ”Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesional apabila ia memiliki syarat-syarat tertentu diantaranya, selama berada dalam pekerjaan itu para angotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang pekerjaan itu, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota”.

Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain : a) standarisasi untuk kerja profesional guru pembimbing, b) standarisasi

penyiapan guru pembimbing. (Prayitno, 1999 : 341).

a. Standarisasi Unjuk Kerja Profesional Guru Pembimbing.

Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapapun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan wawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas anggapan yang keliru. Pelayanan bimbingan dan konseling tidak semata-mata diarahkan kepada masalah saja, tetapi mencakup berbagai jenis layanan dan kegiatan yang mengacu kepada terwujudnya fungsi-fungsi yang luas. Berbagai jenis bantuan dan kegiatan itu menuntut adanya unjuk kerja professional tertentu. Di Indonesia memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja professional guru pembimbing yang

commit to user

standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar Bali (1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Rumusan unjuk kerja yang pernah disampaikan dan dibicarakan dalam Konvensi IPBI di Padang.

Rumusan tentang unjuk kerja itu mengacu pada wawasan dan keterampilan yang hendaknya dapat ditampilkan oleh para lulusan program studi bimbingan dan konseling. Keseluruhan rumusan unjuk kerja itu meliputi 28 gugus yang masing-masing terdiri atas sejumlah butir unjuk kerja, sehingga semua berjumlah 225 butir. Ke-28 gugus itu adalah :

1) Mengajar dalam bidang psikologi dan bimbingan dan konseling ( BK ).

2) Mengorganisasikan program bimbingan dan konseling.

3) Menyusun program bimbingan dan konseling.

4) Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling.

5) Mengungkapkan masalah klien.

6) Menyelenggarakan pengumpulan data tentang minat, bakat, kemampuan,

kondisi kepribadian.

7) Menyusun dan mengembangkan himpunan data.

8) Menyelenggarakan konseling perorangan.

9) Menyelenggarakan bimbingan konseling kelompok.

10) Menyelenggarakan orientasi studi siswa.

11) Menyelenggarakan kegiatan ko/ekstrakurikuler.

commit to user

13) Membantu guru bidang studi dalam menyelenggarakan pengajaran

perbaikan dan program pengayaan.

14) Menyelenggarakan bimbingan kelompok belajar.

15) Menyelenggarakan pelayanan penempatan siswa.

16) Menyelenggarakan bimbingan karier dan pemberian informasi

pendidikan/jabatan.

17) Menyelenggarakan konferensi kasus.

18) Menyelenggarakan terapi kepustakaan.

19) Melakukan kunjungan rumah.

20) Menyelenggarakan/mengkondisikan lingkungan klien.

21) Merangsang perubahan lingkungan klien.

22) Menyelenggarakan konsultasi khusus.

23) Mengantar dan menerima alih tangan kasus.

24) Menyelenggarakan diskusi profesional.

25) Memahami dan menulis karya-karya ilmiah dalam bidang BK.

26) Memahami hasil dan menyelenggarakan penelitian di bidang BK.

27) Menyelenggarakan kegiatan BK pada lembaga/lingkungan yang berbeda.

28) Berpartisipasi aktif dalam pengembangan profesi BK.

Walaupun rumusan butir-butir (sebanyak 28 butir) itu tampak sudah terinci, namun pengkajian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup praktis dan memberikan arah kepada para guru pembimbing bagi pelaksanaan

commit to user

layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah, menambah, merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu.

Sebagai bahan perbandingan berikut ini disajikan unjuk kerja konselor yang ditetapkan oleh American School Conselor Association (ASCA).

Dicantumkan hanya gugus-gugusnya saja, antara lain :

1) Menyusun program bimbingan dan konseling.

2) Menyelenggarakan konseling perseorangan.

3) Memahami diri siswa.

4) Merencanakan pendidikan dan pengembangan pekerjaan siswa.

5) Mengalihtangankan siswa.

6) Menyelenggarakan penempatan siswa.

7) Memberikan bantuan kepada orang tua.

8) Mengadakan konsultasi dengan staf.

9) Mengadakan hubungan dengan masyarakat.

Dalam menentukan kualitas dan kuantitas bimbingan dan konseling yang telah ditentukan, konselor mempunyai peran yang sangat penting. Oleh karena itu konselor harus memikirkan kualitas bimbingan dan konseling bagi konseli. Hal ini menuntut adanya inovasi dalam pengelolaan proses bimbingan, karena konselor sebagai penanggungjawab kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Tolok ukur untuk menilai konselor adalah kualitas kegiatan proses bimbingan dan konseling, hal ini merupakan pencerminan dari kemampuan kinerja konselor dalam mengelola proses bimbingan dan konseling.

commit to user

Profesionalisme konselor ditentukan oleh penguasaan

kompetensi/kemampuan dasar sebagai pembimbing dalam melaksanakan tugasnya. Dalam peraturan pemerintah nomor 28 dan 29 tahun 1990 serta peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1991, dinyatakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.

(Menurut Prayitno, 1999: 67) bahwa :

”Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasar norma-norma yang berlaku”.

Sejalan dengan itu Prayitno (1999: 99) mengemukakan bahwa :

”Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak,

remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat

mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku”.

Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu (konseli) yang sedang mengalami sesuatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang

commit to user

dihadapi konseli. Dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa

Dokumen terkait