• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioavaibilitas, Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Eksresi dari Flavonoid

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Bioavaibilitas, Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Eksresi dari Flavonoid

Bila mengikuti proses pencernaan dari konsumsi flavonoid secara oral (dalam bentuk aglikon atau terkonjugasi dengan glikosida), hanya sebagian kecil persentase yang dapat mencapai sirkulasi sistemik dan jaringan, dan sebagian kecil lagi dari flavonoid yang terabsorbsi berada dalam struktur aslinya.

Gambar 2.8. Skema bioavaibilitas, absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi dari flavonoid (Bageta et al, 2012).

Konjugasi Flavonoid Glikosida

Aglikon

Lumen Intestinal

LPH

Difusi Pasif

Sel epitel usus halus

Aglikon Metabolit sulfat Metabolit termetilasi Metabolit glukoronat COMT UGTs SULT SGLT-1 Aglikon Metabolit Asam fenolat dan

hidroksisinamat

Darah Usus besar

Flavonoid dan metabolitnya tidak terabsorbsi dalam usus halus

Mikroflora kolon Asam fenolat dan hidroksisinamat

Liver

Metabolit

Konversi lebih jauh

Transport sirkulasi enterohepatik Sebagian besar metabolit

Dari gambar diatas secara singkat dapat dijelaskan mengenai metabolisme flavonoid dari tumbuhan setelah pemberian oral. Flavonoid yang terkonjugasi dengan glikosida akan mengalami hidrolisis oleh Lactase Phloridizin Hydrolase (LPH) di brush border dari sel epitel usus halus menghasilkan aglikon. LPH bekerja pada substrat yang luas dengan spesifikasi pada flavonoid-glukosida dan menghasilkan aglikon yang kemudian menembus sel epitel dengan mekanisme difusi pasif sebagai hasil dari peningkatan lipofilisitas. Hidrolisis alternatif dilakukan oleh cytosolic β

glucosidase (CBG) dengan mekanisme transport aktif menggunakan

sodium-dependent glucose transporter SGLT1 untuk membawa glukosida yang polar ke dalam sel epitel. Sebelum mencapai perjalanan lebih lanjut dalam aliran darah aglikon tersebut mengalami metabolisme membentuk sulfat, glukoronat, dan atau metilasi metabolit dengan masing-masing aksi dari enzim sulfotransferases (SULT), uridine-5’-diphosphatase glucoronosyl-transferases (UGTs), dan catechol-O-methyltransferases

(COMT). Ada juga sedikitnya beberapa metabolit kembali ke dalam lumen usus halus dan ini mungkin melibatkan transport dari multidrug resistance protein (MRP) dan P-glycoprotein (P-gp). Sesudah mencapai pembuluh darah, metabolit mengalami metabolisme fase II dengan konversi lebih jauh terjadi di dalam liver, dengan aliran transport enterohepatik dalam empedu yang tinggi menyebabkan sebagian besar metabolit mengalami siklus kembali ke dalam usus halus. Sebagian kecil flavonoid dan metabolitnya yang tidak terabsorbsi di usus kecil kemudian terabsorbsi di usus besar namun mengalami pemecahan oleh mikroflora kolon. Mikroflora kolon kemudian memecah setengah konjugasi dan menghasilkan aglikon yang akan mengalami pemecahan cincin kemudian menghasilkan asam fenolat

dan hidroksisinamat. Senyawa tersebut kemudian diabsorbsi dan mungkin mengalami metabolisme fase 2 di enterosit dan atau dalam liver sebelum diekskresikan melalui urin dalam jumlah yang besar dimana sebagian besar merupakan kelebihan metabolit flavonoid yang menembus sistem sirkulasi melewati usus halus (Bageta et al, 2012).

Deglikosilasi pada glikosida flavonoid merupakan metabolisme fase I. (Day et al, 2000). Dengan menggunakan usus halus manusia dan ekstrak bebas sel hati untuk mengetahui apakah ada aktivitas glukosidase terhadap glikosida flavonoid. Beberapa tetapi tidak semua glikosida flavonoid dihidrolisa oleh usus halus dan ekstrak hati. Setelah diabsorpsi, flavonoid berikatan dengan albumin dan diangkut ke hati melalui vena porta (Manach et al, 2005).

2.6 Tinjauan Tentang Analisis Biotransformasi Flavonoid Dengan LC-MS/MS.

Metode yang digunakan untuk analisis fitoestrogen dan konjugasinya dalam urin manusia menggunakan liquid chromatography electrospray ionization tandem mass spectrometry (LC-ESI-MS/MS). Senyawa yang stabil secara isotop berlabel (13C3) daidzein dan (13C3) genistein (merupakan senyawa sintesis) dan digunakan sebagai standar internal untuk pengenceran isotop spektrometri massa. Daidzein dan genistein merupakan aglikon flavonoid golongan isoflavon. Aglikon bebas dan glucuronide lengkap, sulfat, diglucuronide, disulfat, serta campuran konjugasi sulfoglucuronide isoflavon dan lignan yang diamati pada terjadi

secara alami pada sampel urin setelah konsumsi menu dengan rata-rata kandungan isoflavon sebesar 0,5-100 mg/hari selama 11 hari. Tidak perlu dilakukan pretreatment terhadap sampel, selain penambahan standar internal dan penyesuaian pH. Urin disuntikkan langsung ke kolom analitis. Jumlah rata-rata daidzein dan bentuk konjugatnya berada sampai kadar 20% dari nilai terhidrolisis. Konsentrasi dari aglikons bebas hingga 22% dari genistein dan daidzein 18% dari yang diamati. Rata-rata jumlah yang teramati adalah 54% 7-glucuronide, 25% 4’-glucuronide, 13% monosulfat, daidzein bebas 7%, 0,9% sulfoglucuronide, diglucuronide 0,4%, dan disulfat <0,1% (Clarke et al., 2002).

Dua puluh satu metabolit flavonol telah diidentifikasi dengan LC/ESI-MS/MS dalam urin manusia, termasuk isomernya setelah enam subyek (5 wanita dan 1 pria) mengkonsumsi bawang yang dimasak. Metabolit yang teridentifikasi meliputi kuersetin monoglukoronat, metil kuersetin monoglukoronat, suatu sulfat monoglukuronat kuersetin, kuersetin diglukuronat, metil kuersetin diglukuronat, kuersetin glukosida sulfat, metil quercetin, kuersetin, kaempferol dan monoglukuronat. Dua isomer glukosida kuersetin sulfat juga ditemukan dalam urin, menunjukkan bahwa banyak dari glukosida quercetin dalam bawang diserap lengkap dan menjalani metabolisme terkonjugat sulfat. Selain itu, variasi antarindividu pada profil metabolit kuersetin di urin ditentukan dengan membandingkan tingkat relatif dari enam metabolit kuersetin berbeda yang diekskresikan dalam urin dari sukarelawan yang sehat. Kisaran metabolit kuersetin diekskresikan adalah serupa antara relawan, belum ada perbedaan di jumlah metabolit antara individu-individu yang diamati (Yun dan Alyson, 2004).

Keberhasilan metode analisis juga ditentukan pula oleh faktor preparasi sampel selain faktor instrumentasi, termasuk proses ekstraksi dan purifikasi. Urin mempunyai kandungan bermacam-macam konjugat, molekul-molekul sisa dalam darah dan senyawa residu tubuh yang siap di ekskresi dengan matriks yang kompleks. Dibutuhkan suatu tahapan yang dapat memisahkan analit dari matriks sampel, termasuk ekstraksi dan purifikasi yang umumnya bertingkat, lama dan membutuhkan waktu yang lama. Dengan metode LC-MS/MS preparasi sampel dan waktu analisis yang lebih singkat, jumlah sampel lebih sedikit, memiliki sensitivitas yang rendah sampai level ppb, mampu menganalisa berbagai macam cemaran, deteksi yang sanagt selektif dengan hasil analisis yang terpercaya (Yuwono, 2009).

)

Gambar 2.9 Contoh kromatogram MRM LC-MS/MS dari 3-O-MA (3-O-Methylaspalathin) dan 4-O-MA (4-O-(3-O-Methylaspalathin), dengan spektra skaning dan produk ion skaning dari 3-O-MA (Courts et al, 2009).

Gambar 2.10 Contoh kromatogram LC-ESI-MS/MS dari sampel urin setelah konsumsi ekstrak rooibos (16,3 % aspalathin) dari subyek babi pada hari ke-7 penelitian. Total Ion Current (TIC) dari sampel urin tanpa treatmen enzimatik (A), ekstrak ion kromatogram dari 6 metabolit (B-F) sebagai berikut: (B) [M-H]- m/z 627 glucuronidated aspalathin, (C) [M-H] -m/z 641 glucuronidated dan methylated aspalathin, (D) [M-H]- m/z 451

aspalathin, (E) [M-H]- m/z 465 glucuronidated aglycone dan methylated aspalathin, (F) [M-H]- m/z 653 double glucuronidated dan methylated eriodictyol. Kelimpahan relatif di normalisasi (NL) dari kromatogram yang paling banyak peak-nya (Kreuz et al, 2008)

Dokumen terkait