• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kabupaten yang memiliki wilayah perairan laut di Sulawesi Selatan, terletak di pantai Barat Selat Makassar. Potensi sumberdaya perikanan yang terdapat dalam perairan masih sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, diantaranya potensi sumberdaya hayati dan non hayati.

Potensi sumberdaya hayati terdiri dari berbagai jenis ikan dan non ikan, diantara potensi tersebut terdapat potensi sumberdaya rajungan (P. pelagicus). Sumberdaya rajungan pada kenyataannya tidak tersebar merata di seluruh perairan Kabupaten Pangkep. Hal tersebut antara lain dikarenakan perbedaan kondisi lingkungan perairan. Pada umumnya rajungan menyebar di perairan kecamatan pesisir pantai dan kecamatan kepulauan terdekat di wilayah Kabupaten Pangkep. Rajungan merupakan komoditi perikanan yang bernilai ekonomis penting dan merupakan komoditi eksport yang setiap tahunnya mengalami peningkatan permintaan terutama pasar Asia, Eropa, dan Amerika, menyebabkan sumberdaya rajungan banyak di eksploitasi oleh nelayan. Kementerian Kelautan dan Perikanan, (2008) menjelaskan bahwa daging rajungan jenis blue swimming crab merupakan pemegang pangsa pasar terbesar yakni 41 %.

Hasil olahan daging rajungan yang di ekspor pada umumnya merupakan hasil tangkapan dari alam yang menyebabkan tekanan yang berat bagi suatu perairan. Peningkatan jumlah permintaan produk olahan daging rajungan setiap tahunnya akan menyebabkan meningkatnya jumlah penangkapan rajungan meningkat.

Listianingsih, (2012) mengatakan bahwa minat pasar yang tinggi menyebabkan harga daging rajungan, mencapai US$ 9 - US$ 10 perkg, akibatnya, terjadi penangkapan besar-besaran rajungan dari alam. Padahal, sebagian besar produksinya masih mengandalkan alam dan kelangkaan rajungan pun dikeluhkan para produsen.

Di Kabupaten Pangkep, para pengusaha olahan daging rajungan membeli rajungan dari luar kabupaten, dan provinsi seperti Kabupaten Luwu, Kalimantan dan Sulawesi Tenggara, walaupun terbebani biaya transportasi besar dan keuntungan kecil, tetap dilakukan untuk memenuhi permintaan eksportir.

Masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep, memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada sumberdaya rajungan (P. pelagicus), sedangkan disisi lain ada gejala hasil tangkapan nelayan cenderung menurun yang diduga kuat berdampak pada penurunan tingkat pendapatannya. Operasi penangkapan rajungan di wilayah perairan Kabupaten Pangkep, bukan saja dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Kabupaten Pangkep, tetapi juga nelayan dari kabupaten lain yang bertetangga. Hal ini terjadi, karena laut dan pantai merupakan wilayah terbuka untuk semua orang (open acces), menimbulkan konsekwensi sumberdaya perikanan pada suatu kawasan dapat diakses oleh siapapun dan dengan teknologi penangkapan yang beragam. Sedangkan degradasi

32

habitat sumberdaya perikanan diperkirakan disebabkan karena terjadinya penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di Kabupaten Pangkep.

Untuk menjaga agar supaya rajungan tetap berkelanjutan maka perlu adanya pemanfaatan yang baik dan benar, salah satu diantaranya yang dapat dilakukan adalah pengkajian terhadap potensi lestari sumberdaya rajungan (P. pelagicus), sehingga dapat diketahui berapa besar rajungan yang boleh tertangkap dan berapa alat tangkap yang boleh di operasikan. Dengan demikian sangat jelas berapa besar potensi rajungan (P. pelagicus), yang dapat di eksploitasi, dan dengan data dan informasi ini dapat memberikan batasan kepada pengambil kebijakan untuk mengatur jumlah hasil tangkapan yang dapat di tangkap setiap tahunnya. Saat ini masih terbatas dan tidak terintegrasi kajian yang dilakukan terkait potensi lestari dan aspek biologi populasi sumberdaya rajungan. Dalam usaha pemanfaatan yang rasional agar sumberdaya rajungan mampu berada dalam keseimbangan, beberapa faktor penting yang harus diketahui, diantaranya adalah parameter biologi populasi rajungan.

Selanjutnya menjadi tantangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan antara peningkatan produksi dengan keberlanjutan sumberdaya perikanan rajungan. Menurut Fauzi dan Anna, (2002) bahwa keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan perikanan yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat perikanan itu sendiri.

Sehubungan dengan hal tersebut maka usaha mempertahankan potensi rajungan (P. pelagicus), adalah mengetahui ketersedian potensi lestari di dalam perairan dan aspek biologi populasinya. Sebagai rumusan masalah dalam penelian ini adalah bagaimana potensi, lestari dan parameter biologi populasi rajungan terhadap penangkapan rajungan di perairan Kabupaten Pangkep.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga potensi lestari atau maksimum sustainable yield (MSY) rajungan, dan menganalisis aspek biologi populasi rajungan di perairan Kabupaten Pangkep.

Kebutuhan Data dan Metode Analisis Kebutuhan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan berbagai bahan penelitian antara lain: daftar kuisioner dan peta lokasi. Sedangkan alat yang disediakan adalah: perahu, alat tangkap rajungan (gillnet dasar, bubu lipat, dan mini trawl), kamera digital, alat tulis, cold box, timbangan elektrik, mistar geser, form isian pengamatan, pinset, label, dan set alat bedah (gunting dan pisau). Dalam pengumpulan data menggunakan metode survei lapang terhadap potret kondisi sumberdaya rajungan, melakukan pencatatan data produksi rajungan selama lima tahun pada seluruh nelayan pengumpul di seluruh kecamatan lokasi penelitian, melakukan survey penangkapan rajungan terhadap masing-masing alat tangkap yang digunakan, pencatatan jumlah (kg/ekor) rajungan yang tertangkap, berdasarkan lokasi penangkapan dari masing-masing jenis alat tangkap nelayan.

Disamping itu dilakukan pengukuran panjang, lebar, dan berat rajungan pada seluruh kecamatan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menetapkan setiap titik pada setiap pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang mewakili seluruh lokasi titik sampling dengan pertimbangan bahwa lokasi yang dipilih merupakan kawasan perkampungan nelayan, dengan mengacu pada pertimbangan persyaratan pembangunan PPI yakni lokasi PPI adalah perkampungan nelayan. Selanjutnya dilakukan pengukuran rajungan sebanyak 1526 ekor, dengan lama pengukuran rajungan yang dilakukan selama 6 bulan untuk seluruh lokasi yang ditetapkan. Pengukuran panjang dan lebar karapas menggunakan jangka sorong/mistar. Lebar karapas diukur dari sisi kiri sampai kanan, sedangkan panjang karapas diukur dari sisi atas ke bawah dari karapas. Dalam pengamatan parameter biologi rajungan yang dilakukan terhadap contoh meliputi pengukuran lebar karapas, dan jenis kelamin. Sebelum pengukuran rajungan terlebih dahulu dilakukan identifikasi untuk memastikan jenis rajungan (P. pelagicus) yang terukur. Dalam identifikasi rajungan menggunakan panduan yang dikeluarkan oleh [FAO], Food and Agriculture Organization of the United Nations, (1998). Selanjutnya teknik pengukuran lebar dan panjang karapas menggunakan metode yang dilakukan oleh Jafar, (2011) sebagaimana disajikan berikut ini:

Sumber: Jafar, (2011)

Gambar 5 Teknik pengukuran panjang dan lebar karapaks rajungan Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai pustaka yang ada, dari berbagai laporan instansi dan institusi terkait sesuai tujuan penelitian yang akan dicapai. Data sekunder ini terdiri dari dua bentuk yaitu data geofisik (iklim, fisiografi, topografi), data tabular dan data keruangan.

Pengumpulan data sekunder lainnya dilakukan melalui studi kepustakaan seperti laporan-laporan hasil survei, jurnal ilmiah dan publikasi-publikasi lainnya serta peta-peta yang tersedia.

Metode Analisi Data

Ihsan, (2000); Gigentika, (2012) mengatakan bahwa pendugaan potensi sumberdaya ikan dilakukan dengan cara mengolah data hasil tangkapan utama dari 3 jenis alat tangkap yang dioperasikan dan upaya penangkapan. Parameter biologi untuk menduga konstanta-konstanta persamaan “Surplus Produksi”. Dari ketujuh model tersebut diambil yang paling dapat diandalkan dan merupakan “best fit” dari pendekatan yang lain. Adapun pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

34

1) Model Schnute (1977)

Menyatakan bahwa permasalahan terbesar perkiraan perbedaan terbatas adalah model resultan yang dapat digunakan untuk menentukan Catch Perunit Effort (CPUE) tahun mendatang tanpa menspesifikasi tingkat usaha sehingga untuk mengkompensasi permasalahan ini Schnute mengembangkan suatu model Schaefer sebagai berikut:

2) Model Walter – Hilborn (WH)

3) Model Disequilibrium Schaefer (DS)

4) Model Equilibrium Schaefer

Dimana: Ut : CPUE pada peride t; Et : Effort pada periode t; K: Konstanta daya

dukung perairan; R : Konstanta pertumbuhan alami dan Q : Konstanta kemampuan alat tangkap.

Untuk menduga mengenai dinamika sumberdaya rajungan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan “Model Surplus Produksi”. Data yang digunakan berupa data hasil tangkap (Cacth) dan upaya penangkapan (Effort) dan pengolahan data melalui pendekatan Schaefer. Hubungan hasil tangkap (Catch) dengan upaya penangkapan (Effort).

5). Model Gulland

Pesamaan matematika pendugaan parameter biologi dengan model Gulland menggunakan persamaan sebagai berikut:

Ut = a + bEt...7 Dimana : Ut = CPUEt, a = perkiraan untuk qK dan b= perkiraan untuk q2K/r, dan

Et = effort rata-rata yang dipergunakan terhadap T tahun sebelumnya

dan masuk tahun ke I yang merupakan rentan hidup rata-rata individu dalam stok yang dieksploitasi.

6. Model Clarke, Yoshimoto, dan Pooley(CYP)

Pesamaan matematika pendugaan parameter biologi dengan model CYP menggunakan persamaan sebagai berikut:

ln (Ut+1) = {2r/(2+r)} ln(qK) + {(2-r)/(2+r)}lnUt - {q/(2+r)}(Et+Et+1)...8 Dimana : Ut= Catch per Unit Effort (CPUE) pada waktu ke-t ; Ut+1= Catch

per Unit Effort (CPUE) pada waktu ke-t+1; Et = effort ke t ; Et+1 = effort

ke t+1; r = Laju pertumbuhan intrisik; q = Koeffisien kemampuan penangkapan k = Daya dukung lingkungan.

7. Model Fox

Pesamaan matematika pendugaan parameter biologi dengan model Fox menggunakan persamaan sebagai berikut:

lnUt = a + bEt...9 Dimana : Ut = CPUEt, a dan b= konstanta dan koefesien parameter dari model Fox, dan

Et = effortt..

Perhitungan upaya penangkapan optimum, dilakukan dengan menurunkan persamaan (1) terhadap upaya penangkapan (Effort)

Perhitungan nilai MSY ditempuh dengan memasukkan persamaan (3) ke persamaan (1) sehingga didapatkan kondisi MSY pada saat:

Analisis biologi populasi

Untuk melakukan analisis aspek biologi dan parameter dinamika populasi, data lebar karapas yang diperoleh kemudian ditabulasi dalam tabel distribusi frekuensi lebar karapas dengan menggunakan bantuan program Microsoft Excel. Data frekuensi lebar karapas tersebut selanjutnya digunakan untuk mengestimasi parameter populasi rajungan. Pendugaan ukuran rajungan pertama kali matang kelamin dilakukan dengan metode Spearman-Karber (Udupa, 1986) dalam Kembaren et al, (2012). Adapun formulasi disajikan berikut ini:

dimana: m = log ukuran rajungan saat pertama matang ovarium Xk = Log ukuran rajungan dimana 100% rajungan sampel

sudah matang

X = selang log ukuran (log size increment)

36

Rata-rata ukuran rajungan pertama kali matang gonada diperoleh dari nilai antilog (m). Pertumbuhan rajungan dianalisis menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema, 1999) dengan persamaan sebagai berikut:

Penentuan lebar karapas asimtotis/infinitif (CW ) dan koefisien pertumbuhan (K) diduga menggunakan program ELEFAN yang dikemas dalam perangkat lunak FISAT II (Gayalino et.al., 2005). Umur teoritis (t0) diduga

dengan persamaan empiris Pauly (1983) sebagai berikut:

Log – (to) = -0,3922 – 0,2752 Log Cw – 1,038 Log K

Untuk penentuan kelompok umur (Kohort) dilakukan pemisahan distribusi normal data frekuensi lebar karapas dengan metode gerak maju modus analisis Battacharya menggunakan paket program FISAT II (King, 1995; Gayalino et.al., 2005) dalam Kembaren et al, (2012). Laju mortalitas alamiah (M) diduga dengan persamaan empiris Pauly (1983) yang mengguna data rerata suhu permukaan perairan tahunan sebagai berikut:

Log (M) = -0,0066 – 0,279 Log Cw + 0,6543 Log K + 0,4634 Log T Pendugaan mortalitas total (Z) dilakukan dengan metode kurva konversi hasil tangkapan dengan panjang (length converted catch curve) pada paket program FISAT II (Pauly, 1983; Gayalino et.al., 2005). Mortalitas penangkapan (F) dan laju eksploitasi (E) dihitung dengan rumus (Pauly, 1983):

Z = F + M dan E = F/Z

Hasil dan Pembahasan

Potensi lestari rajungan Produksi (catch) aktual

Hasil produksi (catch) aktual rajungan (P. pelagicus) selama 5 tahun terakhir (2008-2012) menunjukan adanya fluktuasi hasil tangkapan rajungan. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 420.335,87 kg, dan terendah pada tahun 2009 sebesar 288.088,21 kg. Sedangkan perbandingan 3 jenis alat tangkap rajungan yang digunakan, untuk produksi (catch) aktual rajungan selama 5 tahun tertinggi adalah alat tangkap gillnet, disusul bubu dan mini trawl. Selengkapnya disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 11 Produksi aktual rajunganselama 5 tahun (2008-2012)

Tahun Produksi (kg) Jumlah (kg)

Bubu Gillnet Mini trawl

2008 112.412,81 206.192,62 49.926,60 368.532,03

2009 113.235,28 148.948,52 25.904,41 288.088,21

2010 128.134,35 273.684,73 18.516,79 420.335,87

2011 117.134,75 224.810,28 25.891,84 367.836,87

2012 234.562,15 285.022,96 66.820,27 586.405,38

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa jumlah produksi rajungan (P. pelagicus) untuk ketiga alat tangkap rajungan masing-masing bubu, gillnet dan mini trawl berfluktuasi setiap tahunnya. Produksi bubu, gillnet dan mini trawl tertinggi diperoleh pada tahun 2012 dengan masing-masing produksi bubu sebesar 234.562,15 kg, gillnet 285.022,96 kg dan mini trawl 66.820,27 kg, sedangkan terendah untuk bubu terjadi pada tahun 2008, untuk gillnet terendah pada tahun 2009 dengan produksi sebesar 148.948,52 kg dan mini trawl terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 18.516,79 kg. Meningkatnya produksi rajungan (P. pelagicus) pada tahun 2012 karena meningkatnya harga rajungan yang memberikan motivasi nelayan intensif melakukan penangkapan baik siang maupun malam harinya.

Laju peningkatan produksi rajungan (P. pelagicus) selama 5 tahun terakhir 2008-2012 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008-2009 terjadi penurunan produksi rajungan, dan produksi meningkat pada tahun 2010, dan turun kembali pada tahun 2011. Pada tahun 2012, produksi rajungan mengalami kenaikan dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Adapun diagram produksi hasil tangkapan rajungan selama 5 tahun sebagai berikut:

Gambar 6 Produksi aktual rajungan selama 5 tahun (2008-2012)

Firman (2008) mengatakan bahwa pada tahun 1996-1998 tingkat produksi aktual rajungan di Kabupaten Pangkep lebih besar dibandingkan dengan produksi lestari dan terus menurun sampai dengan tahun 1999 naik kembali, akan tetapi masih di bawah produksi lestari. Penurunan produksi lestari ini diikuti dengan meningkatnya produksi aktual. Produksi aktual selanjutnya terindikasi akan semakin menurun setiap tahunnya.

Di perairan pantai Barat Selat Makassar, penangkapan rajungan sangat dipengaruhi oleh perubahan musim dimana pada bulan Desember – April angin bertiup sangat kencang yang mempengaruhi frekwensi penangkapan nelayan karena gelombang besar. Pada bulan tersebut nelayan tetap melakukan operasi penangkapan tetapi tripnya terbatas. Sebagian nelayan melakukan andon (perpindahan) ke daerah lain untuk melakukan penangkapan ikan dan yang lainnya bertani dan lain-lain. Sementara itu pada bulan Mei - November adalah musim dimana nelayan efektif melakukan penangkapan rajungan.

Penurunan hasil tangkapan yang terjadi sepanjang tahun disebabkan oleh 1) jumlah trip penangkapan berkurang, 2) jumlah alat tangkap yang beroperasi berkurang dan 3) nelayan melakukan perpindahan (andon) ke daerah lain untuk melakukan penangkapan ikan dan 4) alat tangkap mini trawl mengalihkan

- 50.000,00 100.000,00 150.000,00 200.000,00 250.000,00 300.000,00 1 2 3 4 5 Produk si ( k g ) Tahun 2008 - 2012

38

penangkapannya yakni melakukan penangkapan udang dan ikan. Pada tabel berikut ini disajikan deskripsi periode produksi rajungan setiap bulan yang disajikan sebagai berikut ini:

Tabel 12 Deskripsi waktu penangkapan rajungan setiap bulan berdasarkan wawancara dan pengamatan di wilayah perairan Kabupaten Pangkep

Bulan Keterangan

Desember – Maret

 Periode bulan Desember-Maret, kondisi cuaca kurang bagus, angin bertiup kencang, gelombang besar (sering badai) dan puncaknya terjadi pada bulan Januari, Februari. Nelayan kurang melaut dan frekwensinya tergantung dari cuaca (lebih banyak tidak melaut). Jika pada waktu cuaca bagus maka mereka segera melaut, dan tidak jarang nelayan bergerak menuju daerah penangkapan harus kembali karena gelombangnya besar. Menurut nelayan pada priode bulan ini banyak rajungan keluar dari habitatnya baik dari ekosistem terumbu karang maupun yang membenamkan diri dalam pasir campur lumpur karena teraduk oleh gelombang yang kuat.  Jumlah hasil tangkapan rajungan pada priode bulan ini rendah

karena kurangnya frekwensi penangkapan dan jumlah nelayan yang beroperasi terbatas.

 Pada periode bulan ini umumnya nelayan mini trawl melakukan penangkapan udang laut.

 Pada bulan Februari, Maret dan April nelayan di Kecamatan Mandalle, Sigeri dan Ma’rang melakukan andon di Kecamatan Bungoro dan sebagian berpangkalan di Kabupaten Maros dan beroperasi pada jarak 1-2 mil dari pantai. Di perairan tersebut terlindung dari pulau-pulau sehingga memungkinkan untuk mengoperasikan alat tangkap

April - Mei - Juni - Juli -

Oktober - November

 Periode bulan ini, di perairan pantai Barat Selat Makassar termasuk wilayah perairan Kabupaten Pangkep adalah musim ikan dan musim penangkapan untuk semua alat penangkapan ikan.

 Hasil tangkapan rajungan pada bulan ini tinggi, untuk semua alat tangkap bubu lipat, gillnet dan mini trawl.

Agustus - September

 Pada periode bulan ini, merupakan musim pancaroba, beberapa hari setiap bulan angin bertiup kencang dan disertai gelombang yang besar, akibatnya nelayan tidak dapat melakukan operasi penangkapan setiap hari.

 Penangkapan dapat dilakukan oleh nelayan dengan memperhatikan kondisi cuaca yang sewaktu-waktu berubah.

 Produksi tangkapan rajungan pada bulan ini juga mengalami penurunan khsusnya pada bulan Agustus karena frekwensi penangkapan yang dilakukan oleh nelayan kurang. Nelayan takut melakukan operasi penangkapan karena besar gelombang

 Produksi rajungan mulai kembali normal sekitar akhir minggu pertama bulan September

Upaya Penangkapan (Effort)

Alat penangkapan rajungan, yang di gunakan 5 (lima) tahun terakhir oleh nelayan di Kabupaten Pangkep terdiri dari 3 (tiga) jenis alat tangkap antara lain 1) bubu lipat, 2) gillnet dan 3) mini trawl. Alat penangkapan rajungan sebelumnya, menggunakan trammel net untuk menangkap rajungan. Pertimbangan efesiensi dan efektifitas usaha, maka trammel net tidak lagi digunakan oleh nelayan karena menurut nelayan terlalu merepotkan dalam pemeliharaan. Upaya penangkapan rajungan dengan alat tangkap bubu, dan gillnet untuk setiap trip penangkapan dilakukan dengan lama pengoperasian alat tangkap selama 24 jam, sedangkan untuk bubu sebagian trip penangkapannya dilakukan 2 kali dalam 24 jam. Upaya penangkapan rajungan dengan alat tangkap mini trawl dilakukan selama 12 jam setiap trip penangkapan termasuk berangkat dan kembali dari daerah penangkapan rajungan.

Berdasarkan hasil perhitungan jumlah trip masing-masing alat tangkap rajungan di perairan Kabupaten Pangkep, disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 13 Jumlah trip upaya penangkapan rajungan selama 5 tahun (2008-2012)

Tahun Effort (Trip)

Bubu lipat Gillnet Mini trawl

2008 46.492 37.194 9.298 2009 41.657 33.325 8.331 2010 49.495 39.596 9.899 2011 61.121 48.897 12.224 2012 90.519 72.415 18.103

Sumber: Diolah berdasarkan hasil pengukuran di Lapangan, 2013

Pada tabel diatas menunjukan adanya peningkatan upaya penangkapan rajungan selama 5 tahun (2008-2012), hal terlihat dari jumlah trip penangkapan rajungan untuk ketiga alat tangkap meningkat mulai pada tahun 2008 - 2012. Jumlah trip tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebanyak 145.400 trip dan terendah pada tahun 2008 dengan jumlah 83.314 trip. Sedangkan perbandingan jumlah upaya penangkapan yang dilakukan untuk ketiga jenis alat tangkap tersebut, terbanyak jumlah tripnya adalah bubu dasar, di susul gillnet dan terkecil adalah mini trawl.

Jumlah trip bubu terbanyak pada tahun 2012 yakni sebesar 90.519 trip dan jumlah trip yang terendah pada tahun 2009 sebanyak 41.657 trip. Untuk gillnet jumlah tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebanyak 72.415 trip dan jumlah trip terendah pada tahun 2009 sebanyak 33.325 trip. Peningkatan jumlah produksi pada gillnet. Sedangkan untuk mini trawl jumlah trip tertinggi terjadi pada tahun 2012 yakni sebanyak 18.103 trip dan terendah terjadi pada tahun juga pada tahun 2009 yakni sebesar 8.331 trip. Jika dibandingkan antara produksi dengan jumlah trip tahun 2008-2012 untuk ketiga alat tangkap tersebut menunjukan adanya peningkatan jumlah produksi yang tidak konsisten atau tidak sejalan dengan jumlah trip, hal ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak memungkinkan untuk melakukan penangkapan rajungan.

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa upaya penangkapan (effort) rajungan, mengalami peningkatan sepanjang tahun 2008-2012, dan banyaknya upaya penangkapan sangat berpengaruh pada kenaikan produksi hasil penangkapan rajungan, walaupun kenaikan tersebut tidak akan terjadi sepanjang

40

waktu karena adanya keterbatasan potensi rajungan yang semakin lama semakin menurun jika dilakukan terus menerus. Adapun alat tangkap sangat menonjol dalam peningkatan jumlah trip yakni bubu. Berdasarkan kondisi dilapangan menunjukan bahwa sebagian kecil nelayan bubu melakukan operasi penangkapan setiap pagi dan sore hari, untuk meningkatkan jumlah hasil tangkapannya. Untuk alat tangkap gillnet hanya sekali dalam 24 jam yakni umumnya melakukan hauling pada pagi hari, walaupun beberapa nelayan melakukan hauling sore hari itu karena sifatnya kondisional seperti cuaca dan lain-lain. Sedangkan pada alat tangkap mini trawl sebagian beroperasi pada malam hari, dan sebagian lainnya operasi siang harinya. Jika melakukan operasi pada malam hari maka mereka tidak lagi beroperasi siang hari demikian juga sebaliknya.

Firman (2008) mengatakan bahwa hubungan antara effort dengan produksi aktual menunjukkan bahwa semakin tinggi effort maka produksi aktual juga semakin meningkat sampai pada tingkat optimal dan selanjutnya produksi akan turun kembali. Berbeda dengan kondisi produksi lestari bahwa peningkatan effort akan menyebabkan produksi lestari semakin turun dan bahkan sampai pada tingkat negatif. Selanjutnya mengatakan bahwa selama periode tahun 1995 sampai dengan 2006, rata-rata effort dari masing-masing alat tangkap adalah 323,350 trip per tahun. Untuk rata-rata produksi aktual 584,510 kg per tahun, sedangkan rata- rata produksi lestari -415721.1654 kg per tahun. Berdasarkan data pada tabel diatas menunjukan bahwa peningkatan effort hanya akan meningkatkan produksi untuk jangka pendek, dan apabila effort terus ditingkatkan melebihi tingkat optimal maka akan menyebabkan tingkat produksi akan turun kembali. Oleh karena itu untuk memperoleh tingkat produksi yang optimal, maka pengendalian produksi dapat dilakukan dengan penentapan tingkat effort pada kondisi yang optimal pula. Selain itu dapat pula dilakukan pengaturan jumlah unit alat penangkapan rajungan pada kondisi optimal. Langkah ini dapat dilakukan dengan mengalihkan usaha penangkapan ke jenis komoditas lain atau dengan pengaturan penggiliran pengoperasian alat tangkap. Pada gambar berikut disajikan diagram jumlah trip ketiga jenis alat tangkap rajungan di perairan Kabupaten Pangkep sebagai berikut:

Gambar 7 Diagram jumlah trip upaya penangkapan rajungan selama 5 tahun (2008-2012) - 10.000,00 20.000,00 30.000,00 40.000,00 50.000,00 60.000,00 70.000,00 80.000,00 90.000,00 100.000,00 1 2 3 4 5 pr oduk si tahun 2008-2012

Pada gambar diatas terlihat bahwa pada tahun 2008-2012 laju produksi sejalan dengan peningkatan jumlah trip. Walaupun pada tahun 2009 terjadi penurunan produksi yang dipengaruhi oleh harga dan pengalihan aktifitas nelayan ke usaha lain seperti usaha rumput laut, karamba jaring apung sehingga produksi mengalami penurunan.

Catch Perunit Effort (CPUE)

Hasil tangkapan perunit usaha atau Catch Perunit Effort standar (CPUE standar) usaha perikanan tangkap rajungan di perairan Kabupaten Pangkep dari tiga unit alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan, menunjukan CPUE standar bubu tertinggi terjadi pada tahun 2009 (2,72 kg), gillnet tahun 2010 (6,91 kg) dan mini trawl (5,37 kg). Sedangkan CPUE terendah masing-masing alat antara lain bubu tahun 2011 (1,92 kg), gillnet tahun 2012 (3,94 kg) dan mini trawl tahun 2010 (1,87 kg).

Perbandingan antara hasil tangkapan perunit usaha atau CPUE standar semua ala tangkap rajungan diperoleh nilai tertinggi adalah gillnet. Hal ini sejalan