• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISTILAH

2. METODOLOGI UMUM

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep, pada bulan Agustus 2012 sampai Juni 2013. Lokasi penelitian disajikan pada gambar berikut ini:

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Secara administasi lokasi penelitian mencakup 6 kecamatan di wilayah pesisir meliputi Kecamatan Mandalle, Sigeri, Ma’rang, Labakkang, Bungoro dan Pangkajene. Sedangkan 2 kecamatan di wilayah pulau-pulau kecil mencakup Kecamatan Liukang Tupabbiring dan Tupabbiring Utara. Sementara itu berdasarkan lokasi penelitian merupakan satu kesatuan yang memiliki kesamaan karakteristik wilayah baik dari segi ekologi, fisika, dan kimia oseanografi sehingga merupakan suatu wilayah yang tak terpisahkan. Dengan demikian lokasi penelitian yang ditetapkan bersifat homogen, tidak ada perbedaan karakter antara kecamatan yang satu dengan kecamatan yang lainnya.

Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian, mengacu pada setiap aktifitas nelayan rajungan di kecamatan pesisir dan pulau-pulau kecil. Permasalahan utama yang terjadi dalam pemanfaatan perikanan rajungan di perairan kecamatan pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep adalah destruktif fishing, tertangkapnya rajungan yang berukuran kecil, penggunaan mini trawl, penangkapan rajungan bertelur, adanya gejala ukuran rajungan semakin kecil, ketidakseimbangan jumlah alat dan dengan potensi yang tersedia, kerusakan ekosistem dan lemahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pemanfaatan

sumberdaya perikanan rajungan yang berkelanjutan. Persoalan lain adalah fase- fase siklus hidup rajungan sangat rentang dari kematian massal karena terjebak pada alat tangkap yang dipasang secara pasif di sekitar perairan pantai, oleh karena alat tangkap memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil, sehingga rajungan yang tertangkap masih sangat kecil dan belum ada nilai jualnya.

Permasalahan tersebut diharapkan tidak berlanjut, maka perlu dimanfaatkan secara baik dan benar yang didasarkan atas kondisi biogeofisik sumberdaya alam saat kini (existing condition), kesesuaian daya dukung potensi sumberdaya, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan serta memperhatikan aspirasi, kondisi riil sosial dan ekonomi masyarakat setempat serta menyusun suatu kebijakan dan strategi yang tidak hanya berpihak pada sumberdaya dan lingkungan tetapi juga berpihak kepada masyarakat.

Kegiatan lain dalam penelitian ini adalah penentuan distribusi rajungan (P. pelagicus) berdasarkan spasial, kesesuaian kualitas perairan, penetapan zona perlindungan dan zona pemanfaatan rajungan (P. pelagicus) melalui analisis kesesuaian, terhadap siklus hidup rajungan yang terdiri dari: fase zoea, megalopa dan rajungan muda dan fase rajungan dewasa. Penentuan musim dan daerah penangkapan, efektifitas waktu penangkapan rajungan berdasarkan pasang surut dengan menggunakan kriteria 4 fase bulan, serta aspek biologi yang meliputi pertumbuhan, hubungan panjang berat. Selanjutnya dilakukan analisis A’WOT untuk menentukan kebijakan dan strategi pemanfaatan yang terintegrasi, oleh karena itu maka keluaran yang diharapkan adalah menghasilkan pemanfaatan perikanan tangkap rajungan, yang berkelanjutan di perairan Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan.

Bahan dan alat penelitian

Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari daftar kuisioner, rajungan (P. pelagicus) dan peta lokasi penelitian. Alat penelitian yang digunakan adalah perahu, alat tangkap rajungan (gillnet rajungan, bubu lipat, dan mini trawl), kamera digital, thermometer, GPS (global positioning system), salinometer, plankton net, mistar geser, pisau, timbangan elektrik, gunting/pisau pemotong, label, alat tulis menulis, DO meter, botol sampel, cold box, dan perekam suara, serta form isian pengamatan.

Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data menggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan melalui lapang (visual recall) terhadap potret kondisi sumberdaya rajungan (P. pelagicus), biogeofisik perairan dan lingkungannya, melakukan sampling siklus hidup rajungan (P. pelagicus) untuk menentukan distribusi dan sebaran rajungan (P. pelagicus) dengan menetapkan titik sampling menggunakan [GPS] global positioning system. Melakukan pencatatan jumlah hasil tangkapan setiap tripnya, kordinat lokasi penangkapan nelayan serta melakukan wawancara langsung dengan nelayan setempat untuk mengumpulkan data sosial, dan ekonomi. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari instansi terkait sesuai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian. Data sekunder dikumpulkan melalui

10

berbagai pustaka yang ada, dengan berbagai laporan institusi terkait sesuai tujuan penelitian yang akan dicapai. Data sekunder yang dikumpulkan berupa data geofisik (iklim, fisiografi, topografi), data tabular dan data keruangan dalam bentuk peta.

Tabel 1 Kategori, jenis dan metode yang digunakan dalam penelitian

Kategori Jenis data Metode

Biofisik

Fisika oseanografi Kecepatan, pasang surut, arus, dan suhu

primer dan sekunder Kimia oseanografi Salinitas, oksigen dan pH primer dan

sekunder Biologi Panjang, lebar, berat rajungan, dan

jenis makanan yang dimakan setiap siklus rajungan (zoea, megalopa, rajungan muda dan rajungan dewasa)

primer dan sekunder

Alat tangkap Jenis dan jumlah alat menangkap rajungan dan lain-lain

sekunder dan primer Daerah

penangkapan rajungan

Kordinat (lokasi) pengoperasian setiap jenis alat tangkap, jenis dan ukuran rajungan yang tertangkap, produksi setiap alat tangkap, kualitas perairan (fisika dan kimia osenaografi)

data primer dan sekunder

Ekonomi

Aktivitas ekonomi Perikanan tangkap secara umum dan perikanan rajungan, industri

pengolahan, pendapatan dan tingkat kesejahteraan

sekunder dan primer

Potensi

sumberdaya hayati

Produksi sumberdaya rajungan selama 5 tahun

primer dan sekunder Infrastruktur Pelabuhan, industri pengolahan,

pendaratan ikan, pasar

sekunder

Sosial dan budaya Kebijakan

pemerintah Kabupaten

Undang-Undang, Peraturan Menteri dan aturan lainnya serta kebijakan Pemerintah Kabupaten Pangkep, dokumen perencanaan (RZWP3K) dan lain-lainnya

primer/sekunder

Hukum Pelanggaran hukum di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, upaya-upaya penanganan masalah hukum, konflik nelayan dan lain-lain

primer/sekunder

Pengumpulan data sekunder lainnya dilakukan melalui studi kepustakaan seperti laporan-laporan hasil survei, jurnal ilmiah dan publikasi-publikasi lainnya serta peta-peta yang tersedia.

 Peta kabupaten skala 1: 250.000 tahun terbaru, citra alos dan peta-peta thematik lainnya (skala 1: 50.000).

 Peta RZWP3K Kabupaten Pangkep kala 1:50.000

 Peta rupa bumi skala 1: 50.000 Badan Informasi Geospasial [BIG].  Peta bathymetri skala 1: 50.000 Badan Informasi Geospasial [BIG].

 Peta Lingkungan Pantai Indonesia skala 1: 500.000 dari [BIG] Badan Informasi Geospasial.

(2) Data tabular dalam bentuk laporan tahunan

 Laporan tahunan instansi atau kantor dinas-dinas terkait kabupaten

 Kabupaten Pangkep dalam angka tahun 2012

 Data kelembagaan terkait dengan pesisir: meliputi struktur pemerintahan mulai tingkat kabupaten sampai kelurahan, lembaga-lembaga masyarakat, koperasi, dan lain-lain.

 Kebijakan dan instansional terkait dengan pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi :

a. Laporan-laporan kebijakan dari instansi terkait.

b. Data-data instansional Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) II Kabupaten Pangkep

Metode pemilihan responden

Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling yakni pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah pelaku memahami dengan baik persoalan yang dikaji antara lain pemerintah, swasta, masyarakat dan nelayan yang dapat memberikan informasi secara akurat, pengambil kebijakan dan sebagai pelaku. Dalam pengumpulan data, melakukan kegiatan wawancara menggunakan daftar kuesioner terhadap responden dari pejabat instansi dan lembaga pemerintah yang terkait atau responden yang memiliki keahlian khusus (pakar) dan responden yang merupakan tokoh kunci (key person) dan dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan perikanan tangkap rajungan, responden tersebut antara lain: Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan, perguruan tinggi, badan statistik kabupaten, industry pengolahan, pengusaha atau pelaku bisnis rajungan, kelompok swadaya masyarakat dan lain-lain.

Responden yang dipilih untuk mewakili rumah tangga nelayan akan diambil di seluruh kecamatan pesisir, dan 2 kecamatan kepulauan yakni Liukang Tupabbiring dan Liukang Tupabiring Utara. Penentuan jumlah responden dari populasi rumah tangga nelayan ditentukan dengan persamaan yang dikemukakan oleh Slovin (1960); Sevilla et al., (1993) dengan kesalahan penelitian deskriptif sebesar 10 %, Ihsan (2000) yakni sebagai berikut:

n = N/1 + N . ( e2 ) dimana, n : ukuran sampel

N : ukuran populasi rumah tangga nelayan

e : persentase ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh Berdasarkan persamaan di atas, maka dari jumlah rumah tangga (KK) yang akan diambil tergantung jumlah responden yang akan dijadikan target wawancara sesuai dengan hasil analisis formulasi yang digunakan. Untuk kepentingan

12

penentuan prioritas kebijakan, disamping dilakukan berdasarkan pengamatan peneliti juga diambil beberapa responden pelaku perikanan juga responden yang mewakili pemerintah daerah, dinas terkait (kelautan dan perikanan), perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM)), tokoh masyarakat, dan para pengusaha yang terkait yang disesuaikan dengan jumlah responden yang tersedia di lokasi penelitian.

Tahapan penelitian

Dalam rangka pemanfaatan sumberdaya rajungan (P. pelagicus) di perairan Kabupaten Pangkep di perlukan informasi potensi lestari rajungan. Rajungan memiliki siklus hidup sebelum mencapai rajungan dewasa. Secara umum ada 4 fase siklus hidup rajungan diantaranya zoea, megalopa, rajungan muda dan rajungan dewasa.

Keempat fase-fase tersebut, terdapat fase yang sangat rentang dari kematian sehingga perlu di lakukan proteksi untuk menyelamatkan rajungan dari kepunahan. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk memberikan proteksi atau perlindungan rajungan pada fase zoea, megalopa dan rajungan muda adalah zonasi. Odum, (1989) mengatakan bahwa rencana zonasi merupakan implikasi spasial (keruangan) untuk kebijakan-kebijakan rencana strategis. Penyusunan zonasi ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan spasial, artinya suatu kawasan pesisir dan lautan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi kawasan pembangunan, namun juga menyediakan lahan bagi zona preservasi dan konservasi. Untuk fase rajungan dewasa perlu dilakukan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, pemanfaatan rajungan perlu disesuaikan dengan jumlah potensi yang tersedia. Untuk mengetahui tahapan analisis dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut:

Gambar 3 Tahapan analisis penelitian

Analisis biofisik

Rajungan dewasa Zoea, megalopa dan

rajungan muda

Analisis potensi

Sumberadaya Produksi rajungan

Analisis daya dukung rajungan

Analisis alat tangkap ramah lingkungan

Daerah penangkapan rajungan Analisis parameter

fisik dan kimia oseanografi

Siklus hidup rajungan

Kebijakan dan strategi pengelolaan

Pemanfaatan sumberdaya periakanan rajungan secara berkelanjutan

Analisis zonasi Rekruitman Rajungan dewasa A’WOT Potensi Sumberdaya rajungan

Analisis Data

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian pemanfaatan sumberdaya rajungan (P. pelagicus) secara berkelanjutan di perairan Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan, dilakukan analisis data antara lain:

Analisis pendugaan potensi rajungan

Pendugaan potensi sumberdaya rajungan dilakukan dengan cara mengolah data hasil tangkapan utama dari 3 jenis alat tangkap yang dioperasikan dan upaya penangkapan. Parameter biologi digunakan untuk menduga konstanta-konstanta persamaan “surplus produksi”. Dari keempat metode tersebut diambil yang paling dapat diandalkan dan merupakan “best fit” dari pendekatan yang lain. Untuk menduga mengenai dinamika sumberdaya rajungan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan “model surplus produksi”. Data yang digunakan berupa data hasil tangkap (cacth) dan upaya penangkapan (effort) dan pengolahan data melalui pendekatan Schaefer Ihsan (2000); Gigentika (2012). Perhitungan upaya penangkapan optimum, digunakan persamaan adalah sebagai berikut: a

f opt =

2 b

Sedangkan perhitungan nilai MSY ditempuh digunakan persamaan berikut ini: a2

MSY = 4 b

Analisis Biologi Rajungan a Hubungan panjang berat

Hubungan panjang (L) dan berat (W) rajungan (P. pelagicus) dilakukan dengan mengacu perhitungan hubungan panjang dan berat mengacu pada formulasi Effendie (1997); Fafioye and Oluajo (2005); Kalayci et al., (2007) yaitu: W = a Lb dimana: W = berat tubuh (g) L = panjang cagak (cm) a dan b = konstanta

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara panjang dan berat rajungan (P. pelagicus). Besaran b pada hubungan panjang dan berat rajungan merupakan indikator bentuk tubuh rajungan (ramping, isometrik atau montok). Nilai b = 3 berarti pertumbuhannya isometrik yaitu pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat. Nilai b > 3 atau b < 3 berarti pertumbuhannya allometrik atau pertambahan panjang lebih lambat atau lebih cepat dari pertambahan berat, jika nilai b < 3 allometrik negatif (kecil) dan b > 3 allometrik positif (besar).

14

Untuk menguji nilai b = 3 dilakukan uji t (t-test) pada α = 5 % (Sparre dan Venema 1999) dengan rumus:

di mana b adalah nilai hitung perbandingan panjang dan berat rajungan (P. pelagicus), S adalah standar deviasi, n adalah jumlah sampel. Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel (95 % = nyata), maka nilai b tersebut adalah tidak sama dengan 3 atau hubungan panjang dan berat rajungan (P. pelagicus) adalah allometrik positif ( b > 3) dan allometrik negative (b < 3). Namun jika t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka nilai tersebut adalah sama dengan 3 atau hubungan panjang dan berat rajungan simetris.

Untuk menguji nilai koefisien b pada masing-masing zona dilakukan dengan membandingkan nilai selang kepercayaan (b±sd) tersebut. Jika nilai selang kepercayaan (b±sd) masing-masing zona tidak saling bersinggungan maka nilai koefisien b berbeda dan jika nilai selang kepercayaan (b±sd) masing- masing zona saling bersinggungan maka nilai koefisien b tidak berbeda. b Komposisi ukuran

Komposisi ukuran sampel rajungan yang tertangkap di perairan Kabupaten Pangkep terlebih dahulu dianalisis dengan uji-t satu sampel untuk menguji apakah sampel adalah representasi dari populasi, kemudian dibuat kelas panjang untuk menentukan frekuensi ukuran. Selanjutnya dibuat grafik dengan menggunakan program microsoft exel 2007.

c Analisis parameter pertumbuhan

Untuk menduga pertumbuhan rajungan (P. pelagicus) terlebih dahulu ditentukan frekuensi panjang rajungan. Selanjutnya ditentukan kelompok umur rajungan dengan metode Tanaka. Hasil pengelompokan “cohort” terhadap data frekuensi panjang diperoleh panjang rata-rata dari tiap kelompok umur. Nilai panjang rata-rata tersebut kemudian di plot terhadap umur sehingga diperoleh bentuk kurva pertumbuhannya.

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinity (L∞) diperoleh berdasarkan pada metode Forl-Walford (Sparre dan Venema, 1999), yaitu dengan cara meregresikan panjang rajungan pada umur t - (Lt) dengan panjang rajungan pada umur t+1 (Lt+1), sehingga didapat persamaan parameter pertumbuhan K = -Ln b dan L∞ = a/(1-b), kemudian untuk menghitung nilai t0 yang merupakan umur teoritis rajungan digunakan rumus

empiris Pauly (1983) yaitu:

Log (-to)

Setelah mengetahui nilai-nilai K, L∞ dan t0 dapat ditentukan model pertumbuhan serta hubungan umur dan panjang rajungan (P. pelagicus) dari perairan Kabupaten Pangkep dengan memasukkan nilai-nilai parameter pertumbuhan tersebut ke dalam model pertumbuhan Von Bertalanffy sebagai berikut:

Keterangan:

Lt : panjang umur rajungan pada saat umur t L∞ : panjang infinity

K : koefisien pertumbuhan t : waktu

t0 : umur pada saat panjangnya sama dengan nol d Ukuran layak tangkap

Ukuran rajungan layak tangkap adalah ukuran rajungan (P. pelagicus) yang lebih besar dari ukuran panjang rajungan saat pertama kali matang gonad (length at first maturity = Lm). Untuk memperoleh nilai Lm dilakukan dengan cara membuat kurva sigmoid antara nilai tengah kelas dengan proporsi (%) rajungan contoh yang mature. Perpotongan antara F50 dengan kurva sigmoid adalah nilai Lm (Claereboudt et al., 2004 dalam Jafar, 2011).

Analisis pola musim dan daerah penangkapan

Berdasarkan potensi lestari (MSY) dan aspek biologi populasi yang telah di analisis, diperlukan adanya informasi pola musim dan daerah penangkapan rajungan yang ditetapkan. Syahrir (2011) mengatakan bahwa informasi mengenai pola musim penangkapan digunakan untuk menentukan waktu operasi penangkapan rajungan agar memperkecil resiko kerugian. Perhitungan pola musim penangkapan digunakan data hasil tangkapan perupaya penangkapan atau catch perunit effort (CPUE) setiap bulan. Data CPUE yang diperoleh dari lapangan memiliki peluang yang tidak sama besar dengan distribusi normal, maka digunakan metode rata-rata bergerak sehingga diperoleh data yang mendekati ideal.

Pola musim penangkapan ditentukan dengan menggunakan teknik analisis deret waktu (time series) terhadap hasil tangkapan per-satuan upaya penangkapan rajungan selama enam tahun terakhir. Penentuannya menggunakan metode rata- rata bergerak (moving average), sebagaimana diutarakan oleh Wiyono (2001) dalam Syahrir (2011). Selanjutnya Wiyono (2010) mengemukakan bahwa musim penangkapan rajungan dinyatakan dalam indek musim. Jika indek musim penangkapan rajungan pada bulan m dinyatakan SIm, k = {0,1,2…, K-1} K

adalah ordo periode musiman (12 bulan), Xj+12k adalah nilai hasil tangkapan atau

CPUE, serta Tj+12k adalah rata-rata 12 bulan terpusat, maka dengan menggunakan

metode Decomposition moving average procedure (Makridakis et al, 1983), musim penangkapan rajungan dengan formulasi sebagai berikut:

Kriteria-kriteria:

Penentuan musim ikan (rajungan) ialah jika indeks musim lebih dari 1 (lebih dari 100 %) atau di atas rata-rata, dan bukan musim jika indeks musim kurang dari 1 (kurang dari 100 %). Apabila IM = 1 (100 %), nilai ini sama dengan harga rata-rata bulanan sehingga dapat dikatakan dalam keadaan normal atau berimbang.

Selanjutnya analisis penetapan daerah penangkapan rajungan pada suatu perairan dengan mengadopsi beberapa ketentuan hasil penelitian yang dilakukan

%

100

1

1 0 12 12

    K k m k k m

T

x

K

SI

m

16

oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pangkep (2008) antara lain sebagai berikut:

1) Potensi lestari sumberdaya rajungan (MSY) melimpah

Ketersedian potensi lestari sumberdaya rajungan (P. pelagicus) suatu perairan sangat menentukan daerah penangkapan rajungan terutama jumlah potensi yang tersedia (MSY) dengan upaya penangkapannya belum berimbang. 2) Layak untuk mengoperasikan alat tangkap rajungan

Perairan laut sangat luas tetapi tidak semua lokasi perairan tersebut layak untuk mengoperasikan alat tangkap rajungan, terdapat daerah-daerah yang tidak layak mengoperasikan alat tangkap ikan seperti daerah pembuangan ranjau, besar gelombang dan arusnya kencang sehingga membahayakan keselamatan nelayan dan ukuran rajungan zoea, megalopa dan rajungan muda.

3) Layak dari segi ekonomi mengoperasikan alat tangkap

Setiap nelayan yang berangkat ke laut menangkap ikan tentu mengharapkan hasil tangkapan yang banyak, dengan biaya operasi yang sedikit. Dengan demikian daerah penangkapan rajungan yang baik adalah dekat dari pangkalan pendaratan ikan sehingga biaya tidak terlalu besar yang dikeluarkan untuk menangkap rajungan.

4) Lama musim penangkapan rajungan

Daerah penangkapan rajungan yang baik adalah daerah penangkapan rajungan yang mempunyai musim penangkapan yang lama, artinya rajungan yang menjadi sasaran penangkapan adalah rajungan dewasa.

5) Jenis rajungan yang tertangkap di perairan tersebut bernilai ekonomis

Setiap nelayan mengharapkan jenis rajungan adalah jenis rajungan ekonomis (rajungan dewasa), sehingga hasil penjualan rajungan lebih banyak. Suatu perairan yang akan dijadikan pengembangan daerah penangkapan rajungan diharapkan memiliki potensi sumberdaya rajungan melimpah dan nilai ekonomis penting.

6) Armada penangkapan mendukung untuk operasi di perairan tersebut.

Walaupun daerah penangkapan rajungan tersebut melimpah, jika tidak ditunjang oleh sarana dan prasarana penangkapan rajungan yang memadai tentu tidak dapat dilakukan penangkapan rajungan dengan baik. Jadi pengembangan daerah penangkapan rajungan harus diikuti dengan peningkatan armada penangkapan.

7) Bukan alur pelayaran

Daerah penangkapan rajungan yang akan dikembangkan sebaiknya perairan tersebut bukan alur pelayaran, baik yang berlayar maupun yang sementara menangkap rajungan.

8) Bukan kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan

Untuk menentukan daerah penangkapan rajungan secara spasial dilakukan analisis data yang diperoleh di lapangan antara lain: 1) pencatatan kordinat lokasi penangkapan ketiga alat tangkap yang dioperasikan nelayan yang diikuti; 2) hasil wawancara dengan nelayan; dan 3) hasil analisis spasial kualitas perairan yang diukur selama penelitian yang meliputi suhu, salinitas, oksigen dan pH. Selanjutnya ketiga hasil analisis data ini di overlay sehingga terpetakan daerah penangkapan rajungan di perairan Kabupaten Pangkep. Pola musim dan daerah penangkapan rajungan yang telah di peroleh dari hasil

analisis tersebut, perlu di tindaklanjuti dengan analisis efektifitas waktu penangkapan rajungan.

Analisis efektifitas waktu penangkapan rajungan

Untuk menentukan waktu penangkapan rajungan yang efektif berdasarkan pasang surut dengan menggunakan indikator analisis pasang surut berdasarkan fase bulan diantaranya 1) fase bulan mati (gelap); 2) fase bulan purnama (terang); 3) fase bulan ¼ awal dan 4) fase bulan ¼ akhir. Keempat fase bulan tersebut di lakukan pencatatan jumlah hasil tangkapan (kg) nelayan untuk semua alat tangkap (gillnet, bubu dan mini trawl). Untuk menentukan waktu penangkapan rajungan yang efektif terkait dengan pasang surut yang dikelompok berdasarkan fase bulan yang dioperasikan oleh nelayan, menggunakan uji analysis of variance (ANOVA. Adapun hipotesis ANOVA yang digunakan antara lain:

 H0μ 1 = 2 = 3 = ... = n, tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung dari n kelompok.

 H1μ 1 ≠ 2 ≠ 3 ≠ ... ≠ n, ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung dari n kelompok.

Analisis pemilihan alat yang dapat dikembangkan

Analisis kelayakan usaha penangkapan ikan bertujuan untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaan (performance) yang baik ditinjau dari aspek biologi, teknis, ekonomi dan sosial sehingga merupakan alat tangkap yang cocok untuk dikembangkan. Haluan dan Nurani (1988) dalam Sultan (2004) mengemukakan bahwa untuk melakukan determinasi unit usaha perikanan tangkap digunakan metode skoring yang meliputi:

1) Analisis aspek biologi yakni ditetapkan beberapa kriteria: lama waktu musim penangkapan dan lama waktu musim dengan melihat jumlah, bulan musim ikan (rajungan) yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan, dan selektifitas alat tangkap.

2) Analisis aspek teknis mencakup: produksi pertahun, produksi per-trip, produksi perjam operasi, produksi pertenaga kerja dan produksi pertenaga penggerak kapal. Penilaian terhadap kriteria aspek teknis dilakukan dengan melihat jumlah produksi pada setiap kriteria dari setiap unit penangkapan. 3) Analisis aspek ekonomi dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi dan

finansial. Aspek ekonomi meliputi: penerimaan kotor pertahun, penerimaan kotor per-trip, penerimaan kotor perjam operasi, penerimaan kotor pertenaga kerja dan penerimaan kotor pertenaga penggerak kapal. Penilaian terhadap kriteria efisiensi usaha dilakukan dengan melihat penerimaan pada setiap kriteria dari setiap unit penangkapan. Sedangkan kriteria finansial meliputi nilai BC-ratio, tingkat keuntungan dan lain-lain.

4) Analisis aspek sosial meliputi : penyerapan tenaga kerja perunit penangkapan atau jumlah tenaga kerja perunit penangkapan, penerimaan nelayan perunit penangkapan atau penerimaan nelayan yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu hasil bagi antara sistem bagi hasil dengan jumlah nelayan perunit penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit penangkapan ikan oleh nelayan yang diperoleh dari penerimaan nelayan pertahun dibagi investasi dari setiap unit penangkapan.

18

Metode skoring dapat digunakan untuk penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda. Skoring diberikan kepada nilai terendah sampai nilai tertinggi. Untuk menilai semua kriteria atau aspek digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standardisasi yang sama. Unit usaha yang memperoleh nilai tertinggi berarti lebih baik daripada yang lain demikian pula sebaliknya. Untuk menghindari pertukaran yang terlalu banyak, maka digunakan fungsi nilai yang menggambarkan preferensi pengambil keputusan dalam menghadapi kriteria majemuk. Standardisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan formulasi rumus dari Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) dalam Sultan (2004) sebagai berikut: