Bab 3. Biologi dan Domestikasi Taxus
3.1 Biologi Taxus
3.1.1 Pembungaan dan Pembuahan
H
ampir semua jenis Taxus berumah dua, namun T.canadensis merupakan tumbuhan berumah satu (Wilson et
al., 1996). Bunga berukuran kecil dan soliter yang tumbuh
dari tunas aksila. Kuncup bunga betina terdiri atas ovul
tunggal yang dikelilingi oleh lima kelopak bunga (Difazio
et al., 1996). Anthesis diindikasikan dengan terdapatnya
mikropolar pada ovul yang terbuka, yang selanjutnya akan
berkembang menjadi satu benih (Allison et al., 2008; Difozio
et al., 1996). Kuncup bunga jantan biasanya mengelompok
di sepanjang bagian bawah percabangan (Difazio et al.,
1996). Bunga jantan memiliki 14 stamen (penghasil gamet jantan), masing-masing dengan 5–9 mikrosporangia atau kantong polen. Polen tersebar pada bulan Februari–Mei dengan butir-butir polen berwarna kuning dan berdiameter
sekitar 19–26 m (Maguchi & Fukuda, 2001). Buah masak
pada akhir musim panas sampai musim gugur; susunan luar buah berdaging dengan aril berbentuk seperti cangkir, tumbuh tunggal, keras, berbentuk oval dengan panjang
mencapai lebih dari 6 mm (Wilson et al., 2006). Biji yang
matang memiliki lapisan luar berwarna cokelat keabuan
BAB
sampai cokelat dan terisi dengan jaringan megagametofit putih (kaya lemak).
Informasi mengenai frekuensi pemanenan benih berkualitas baik hanya sedikit. Pembungaan dan produksi buah akan dihasilkan pada pohon yang telah berumur 30– 35 (Thompson & Teoranto, 2014). Namun, terdapat indikasi
bahwa hampir seluruh jenis Taxus memproduksi benih
hampir setiap tahun, dengan jumlah benih/pohon yang sangat bervariasi. Benih yang ditemukan pada lapisan atas tanah tetap utuh dan memiliki viabilitas baik, meskipun
sudah jatuh bertahun-tahun (Minore et al., 1996).
Jumlah benih Taxus per kilogram sangat bervariasi
menurut jenis. Tabel 1 menunjukkan data jumlah benih
beberapa jenis Taxus.
Tabel 1. Data produksi benih
Jenis Lokasi pengumpulan
Produksi benih (buah)
Jumlah contoh Jumlah/kg
Rata-rata/kg
T. baccata Eropa Barat 13.900-18.000 17.000 14
Amerika Serikat 13.200-15.000 14.100 3
T. brevifolia Carson & Skamania 32.400-36.200 33.100 2
South Cascade 23.800-25.900 24.950 10 Central Cascade 26.330-39.950 31.077 4
T. canadensis Upper Midwest 33.000-62.400 46.300 4
Minesota & Wincosin 35.700-38.460 37.000 4
T. cuspidata Jepang 24.700-43.000 31.300 7
Amerika Serikat 14.840-19300 16.300 3
Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa data T. sumatrana tidak ada. Hal ini berarti, T. sumatrana belum
dipelajari dengan baik tentang keberadaan dan
pemanfaatannya secara luas di Indonesia. Jumlah benih per
kilogramnya termasuk banyak sehingga benih-benih Taxus
termasuk kelompok benih berukuran sedang.
3.1.2 Pengumpulan Buah
Pematangan buah dan pemasakan aril (bentuk biji penuh dengan warna aril merah–oranye) berlangsung selama berbulan-bulan. Selama periode tersebut, peluang hilangnya buah karena dimakan satwa mamalia cukup tinggi, yaitu mencapai 75% hanya dalam beberapa hari
(Wilson et al., 1996; Sharma & Uniyal, 2010). Untuk
menghindari kehilangan akibat hama, pemetikan buah harus dilakukan teratur dan dimulai saat satu per satu buah tersebut mulai matang. Untuk menjamin terkumpul-nya benih pada satu areal khusus, pemasangan kantong plastik pada percabangan-percabangan yang berbuah cukup efektif sehingga buah tidak jatuh akibat pergerakan tupai atau hama lainnya. Jika pengunduhan buah secara individual tersebut untuk setiap pohon dianggap tidak praktis, pemanenan dapat dilakukan dengan
membentang-kan membentang-kantong plastik di bawah percabangan (Difazio et al.,
1996). Biasanya, pemasangan dimulai pada bulan Juli dan pengecekan dilakukan pada akhir musim gugur.
Fenologi T. sumatrana hingga saat sekarang belum
terdokumentasikan dengan baik, apalagi Taxus pada
mendapatkan pohon terisolasi dan tidak berbuah akan
sangat besar. Fenologi T. sumatrana harus diketahui dengan
baik agar dapat mengembangkan strategi perbanyakannya. Teknik perbanyakan secara vegetatif untuk klon-klon unggul merupakan salah satu teknik dalam pengadaan benih.
3.1.3 Ekstraksi dan Pembersihan
Benih harus segera diekstraksi dari daging buah setelah dipanen (Thompson & Teoranto, 2014). Penyimpan-an dengPenyimpan-an daging buah akPenyimpan-an mengundPenyimpan-ang infeksi jamur. Ekstraksi benih dilakukan dengan maserasi aril segar di
dalam air (Jaziri et al., 1996). Benih yang dimasukkan dalam
mesin pembersih berkecepatan rendah merupakan metode pemisahan aril yang cukup praktis tanpa merusak benih. Setelah ekstraksi selesai, benih harus dikeringkan. Langkah selanjutnya setelah benih kering, antara lain penimbangan berat benih, penyemaian langsung, stratifikasi, ataupun
penyimpanan dingin (cold storage). Kemurnian lot benih
biasanya berkisar 96–100% dan tingkat kesehatan 78–99% (Vance & Rudolp, 2000).
Teknik ekstraksi benih T. sumatrana juga belum
banyak ditulis. Teknik ekstraksi basah akan lebih menjamin
persentase kesehatan benih yang lebih baik karena Taxus
mempunyai struktur daging buah yang mudah terkelupas jika difermentasi terlebih dahulu.
3.1.4 Penyimpanan
Benih Taxus termasuk dalam kelompok benih
ortodoks sehingga memiliki daya simpan yang cukup lama. Penyimpanan pada suhu rendah dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan viabilitas pada angka rata-rata 50– 70% (Thompson & Teoranto, 2014). Untuk menjaga agar viabilitas benih tetap tinggi pada periode penyimpanan jangka panjang sampai 5–6 tahun, benih tersebut harus segera dikeringanginkan selama 2 minggu sesaat setelah diekstraksi dan dibersihkan, selanjutnya disimpan dalam
wadah tertutup dengan suhu 1–2oC (Rudolf, 1974). Pada
kondisi benih dikeringkan sampai kadar air 2–3% dengan kelembaban realtif 12–25%, viabilitas benih sebesar 90% dapat dipertahankan selama berminggu-minggu pada
penyimpanan suhu ruangan 25oC. Cara lain untuk
mempertahankan viabilitas benih yang cukup praktis dan sederhana adalah dengan menyimpan benih tersebut pada media pasir yang lembab dan gembur pada suhu rendah. Dengan teknik sederhana seperti ini, benih dapat disimpan selama 4 tahun (Thompson & Teoranto, 2014).
Teknik penyimpanan benih pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang masa hidup atau viabilitas benih agar ketika dikecambahkan akan memiliki persentase
tumbuh yang tinggi. Berbagai teknik penyimpanan benih T.
3.1.5 Perlakuan Praperkecambahan
Secara umum, benih Taxus sangat lambat
berkecam-bah (Foster, 1993; Hartzell, 1991; Windels & Flaspohler, 2011). Perkecambahan alami biasanya tidak terjadi pada satu tahun setelah benih jatuh, namun benih akan
berkecambah pada 2–4 tahun berikutnya (Minore et al.,
1996; Thompson & Teoranto, 2014). Benih yang masih viable
dapat ditemukan pada lapisan permukaan atas tanah/ serasah, meskipun benih tersebut sudah jatuh
bertahun-tahun sebelumnya. Data yang dilaporkan Minore et al.
(1996) menyebutkan bahwa 59% perkecambahan Taxus
secara alami terjadi dengan dipicu oleh kondisi kebakaran yang menyebar dan 41% sisanya akan terjadi setelah tersimpan lebih dari 3 tahun dalam lantai hutan. Mamalia
atau burung pemakan benih Taxus tidak akan membuat
benih tersebut cepat berkecambah, tetapi peran mereka hanya sebatas dalam penyebaran benih (Linares, 2012). Hal ini pun porsinya menjadi sedikit karena sebagian besar buah yang dikonsumsi akan dimakan dan dicerna oleh
satwa tersebut. Sebagai contoh pada Taxus cuspidata,
mamalia dan burung mampu mengonsumsi 90% benih jenis ini dan hanya menyisakan 10% benih yang jatuh ke
tanah dan tersebar (Minore et al., 1996).
Benih Taxus sangat kuat dengan masa dormansi yang
bervariasi dan umumnya pematahan dormansi dilakukan dengan skarifikasi panas-dingin. Prosedur pematahan
dormansi untuk jenis Taxus yang direkomendasikan oleh
International Seed Testing Association (ISTA) berupa
Tabel 2 menggambarkan perlakuan skarifikasi untuk
beberapa jenis Taxus yang pernah dilakukan.
Tabel 2. Periode skarifikasi dan kondisi uji perkecambahan
Jenis
Kondisi perkecambahan Kemampuan berkecambah
rata-rata Stratifikasi (hari) Suhu (oC)
Panas Dingin Siang Malam
T. baccata - - 16 10 67
T. baccata 120 365 10–16 10–16 47
T. brevifolia - - 30 20 55
T. cuspidata 120 365 10–16 10–16 68
Sumber: Vance & Rudolp (2000)
Cara lain yang dilakukan oleh Zhiri et al., (1994)
untuk memecah masa dormansi adalah melakukan pencucian dan perendaman selama 7 hari dan perlakuan
perkecambahan secara in vitro pada media MS (Murashige
dan Skoog) atau H (Heller) yang dimodikasi. Dengan metode ini, benih akan berkecambah 100% dalam waktu 7 hari setelah penaburan. Perlakuan tersebut memberikan kemungkinan bahwa dormansi kulit merupakan problem utama sehingga penyerapan air secara imbibisi berjalan sangat lambat dan membutuhkan nitrogen dari larutan MS.
3.1.6 Perkecambahan dan Uji Viabilitas Benih
Tipe perkecambahan benih Taxus adalah epigeal.
Perkecambahan jenis ini berlangsung secara sporadis (tidak seragam) dalam beberapa tahap selama bertahun-tahun
(Thompson & Teoranto, 2014; Minore et al., 1996). Salah satu penyebab hal ini adalah adanya dormansi yang sangat tinggi. Persentase perkecambahan pada tahun pertama tidak secara otomatis dapat mengindikasikan potensi perkecambahan benih karena perkecambahan masih akan
berlangsung pada tahun-tahun berikutnya (Minore et al.,
1996). Teknik perkecambahan Taxus yang lebih cepat
memerlukan perlakuan awal (skarifikasi dan stratifikasi) untuk melakukan pematahan dormansi, baik dormansi fisik, fisiologis maupun embrio.
Uji perkecambahan benih untuk jenis-jenis Taxus
yang direkomendasikan sebagai pilihan pertama adalah
pewarnaan dengan tetrazolium. Berikutnya, uji dilanjutkan
dengan perkecambahan dalam media pasir pada suhu
lingkungan 30oC selama 28 hari setelah dilakukan
stratifikasi selama 270 hari (ISTA, 1993). Uji pemotongan benih juga direkomendasikan sebagai teknik yang cepat untuk mengecek viabilitas benih. Setelah benih dipotong dengan pisau tajam menjadi dua bagian, pengujian dapat dilakukan terhadap embrio dan megagametofit. Jika embrio berkembang dan tidak berwarna (bening/ transparan) dengan kuncup kotiledon terlihat dan megagametofit berwarna putih, benih dapat
dikelompok-kan sebagai benih dewasa dan viable. Uji viabilitas dengan
metode pewarnaan selama 24–28 jam, yang selanjutnya diteruskan dengan pemotongan embrio, akan memberikan
hasil benih viable jika semua bagian embrio dan