Bab 4. Kandungan Senyawa Aktif
4.2 Produksi Taxane
4.2.4 Kultur Sel/Kalus
Cara lain yang dikembangkan untuk mendapatkan
paclitaxel dan turunannya adalah dengan kultur sel. Cara ini merupakan sebuah metode alternatif yang dinilai banyak pihak lebih ramah lingkungan dan tidak tergantung musim. Teknik kultur sel telah terbukti menjadi
alternatif penting untuk mendapatkan paclitaxel dari
berbagai genus Taxus secara in vitro. Kultur sejenis ini
dapat diperbesar sampai pada tingkat produksi paclitaxel
secara komersial. Kultur sel semakin menjadi alternatif
yang banyak dipilih dalam memproduksi paclitaxel
sehubungan dengan kenyataan bahwa populasi alamiah
Taxus spp. yang tumbuh secara alami memiliki banyak
variasi dalam kandungan paclitaxel-nya. Hal ini
dipengaruhi beberapa faktor, seperti iklim, musim, dan variasi epigenetik. Dengan menggunakan kultur sel yang kondisinya benar-benar tetap dan terkontrol, produksi
paclitaxel lebih mudah dikendalikan dengan kontinuitas suplai dan kualitas produk yang lebih terjamin.
Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan
dilakukannya kultur sel terhadap jenis pohon Taxus spp.
(Vongpaseuth & Roberts, 2007) adalah sebagai berikut.
1) Kultur sel mampu meniadakan kebutuhan berbagai jenis
pohon Taxus spp. sebagai bahan baku paclitaxel yang
keberadaannya di alam mulai langka.
2) Kultur sel dapat menghasilkan keragaman genetik tinggi
selama proses pencarian varian yang memiliki
kandungan paclitaxel tinggi.
3) Kultur sel dapat menghasilkan satu atau beberapa
varian yang memiliki karakter super atau elite untuk studi manipulasi genetik atau studi lainnya.
4) Kultur sel dapat digunakan sebagai bahan penelitian
didapat teknik manipulasi khusus yang tepat dalam
meningkatkan kandungan paclitaxel.
Sampai saat ini, penggunaan media padat B5
(Gamborg et al.,1968), MS (Murashige & Skoog, 1962), SH
(Schenk & Hildebrandt, 1972), atau Woody Plant
Media/WPM (McCown & Lloyd, 1981) dengan penambahan
2,4 D (2,4-dichlorophenoxyacetic acid) atau NAA (
1-naphthaleneacetic acid), PVP (polyvinylpyrrolidone), TDZ (Thidizuron), IAA (3-indoleacetic acid), BAP
(6-benzylaminopurine), IBA (indole-3-butyric acid), KIN (kinetin),
karbon aktif, sukrosa, LH (luitenizing hormone), dan
berbagai vitamin lainnya dengan konsentrasi yang berbeda
pada Taxus mairei, T. baccata, T. chinensis, dan T. cuspidata
telah terbukti mampu menginduksi pembentukan kalus
dan menghasilkan paclitaxel (Kulkarni, 2000; Zhang et al.,
2000; Jianfeng & Zhigang, 2006; Gong & Yuan, 2006; Wang
et al., 2003; Khoroushahi et al., 2006). Selanjutnya, tabel berikut ini menunjukkan perkembangan dari beberapa penelitian kultur sel yang dilakukan untuk menghasilkan
Orientasi penelitian pada berbagai Taxus dengan menggunakan teknik kultur sel tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembentukan kalus. Kalus selanjutnya
harus diekstraksi dengan tujuan menghasilkan paclitaxel.
Kini, kultur sel lebih mengarah pada teknik untuk
peningkatan kandungan paclitaxel. Berbagai teknik telah
dilakukan untuk mendapatkan kandungan paclitaxel yang
lebih tinggi, antara lain 1) Penggunaan inhibitor dan elicitor
dalam jalur biosintesis paclitaxel dan baccatin III pada T.
baccata (Cusido et al., 2007); 2) Aktivasi extracelullar signal-regulated kinase-like (ERK-like, 46 kDa) yang memegang
peranan penting dari proliferasi dan imobilisasi sel pada T.
cuspidata (Cheng et al., 2006); 3) Pemberian bahan yang
meningkatkan adaptabilitas terhadap stress chitosan pada T.
chinensis (Zhang et al., 2007); 4) Induksi methyl jasmonat
terhadap biosintesis Baccatin III pada T. cuspidata (Jianfeng
& Zhigang, 2006); 5) Pengayaan medium B5 dengan berbagai macam induktor pertumbuhan biomassa (vanadil sulfat, perak sitrat, kobal klorida, sukrosa, dan amonia
nitrat) dan penambahan campuran elicitor berupa methyl
jasmonat dan asam salisilat (Khoroushahi et al., 2006).
Perkembangan terkini produksi paclitaxel dilakukan
dengan teknik fermentasi sel tanaman atau plant cell
fermentation (PCF). Tahapan fermentasi sel seperti ini
memperbanyak kalus-kalus dari galur-galur Taxus tertentu
dengan menggunakan media cair di dalam wadah fermentasi dengan kondisi lingkungan yang sangat terkontrol, baik suhu maupun tekanannya. Cadangan makanan untuk pertumbuhan sel dalam media yang terdiri atas nutrisi: gula, asam amino, vitamin dan hara-hara
mikro. Selanjutnya, paclitaxel yang didapat akan diekstraksi dari sel tanaman yang terbentuk dan dimurnikan dengan teknik kromatografi, serta diisolasi dengan teknik kristalisasi. Kultur sel yang menggantikan daun dan batang
tanaman Taxus sebagai sumber paclitaxel memiliki beberapa
keuntungan, seperti menjamin keberlanjutan dan
kontinuitas produksi paclitaxel, pemanenan paclitaxel yang
dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa henti, dan lebih ramah lingkungan, baik terhadap kelestarian jenis maupun dalam hal buangan/sampah padat berbahaya hasil kerja selama di laboratorium. Dibandingkan dengan proses semisintesis, PCF tidak melalui proses transformasi kimia sehingga penggunaan bahan kimia berbahaya dan bahan lainnya dapat dihindari, serta penggunaan energi yang lebih hemat.
Untuk tujuan skala aplikasi industri, beberapa
bioreaktor seperti stirred, airlift, dan wave bioreaktor dapat
digunakan untuk memproduksi paclitaxel melalui teknik
kultur sel/PCF (Bentebibel et al., 2005). Kandungan
paclitaxel (43,43 mg/L) dan baccatin III (5,06 mg/L) dalam
immobilized cell yang diproduksi dalam stirred bioreaktor
lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa immobilized cell
pada hari ke 16 dan 8. Pada airlift bioreaktor, kandungan
paclitaxel (12,03 mg/L) lebih tinggi dibandingkan tanpa
immobilized cell (6,94 mg/L) pada hari ke 24. Begitu pula
halnya dengan kandungan paclitaxel (20,79 mg/L) dan
baccatin III (7,78 mg/L) yang diperoleh dari immobile cell
yang diproduksi pada wave bioreaktor. Produksi paclitaxel
menggunakan stirred bioreaktor menunjukkan hasil yang
laporan tentang produksi paclitaxel menggunakan
bioreaktor pada skala laboratorium (Bentebibel et al., 2005).
Produksi paclitaxel dengan bioreaktor dengan
kapasitas 880.000 liter per tahun (600 kg esktrak kotor atau
setara dengan 300 kg paclitaxel) dilakukan oleh Phyton
Biotech (Jerman) (http://www.phytonbiotech.com/images /6169-Phyton_FINAL.jpg, diakses 6 Maret 2014), untuk
menyuplai kebutuhan Taxol® pada Bristol-Myers Squibb.
Produksi paclitaxel juga dilakukan oleh ESCAgenetic (CA,
USA), Samyang Genex (Taejon, Korea), Phyton (NY, USA)
(Frense, 2007). Namun demikian, kultur sel pada skala besar masih memiliki keterbatasan karena rendemen yang dihasilkan masih rendah, biaya produksi yang masih
mahal, dan stabilitas sel yang rendah (Yuan et al., 2006;
Malik et al., 2011). Sementara itu, Tabel 5 menunjukkan
bahwa kultur sel untuk T. sumatrana belum dikerjakan dan
sebagian besar menggunakan hormon NAA dan 2,4 D untuk memproduksi kalus sebagai bahan dasar kultur sel.