• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Landasan Teori

3. Brand Equity (Ekuitas Merek)

Ekuitas merek adalah seperangkat asosiasi dan perilaku yang dimiliki oleh pelanggan merek, anggota saluran distribusi, dan perusahaan yang memungkinkan suatu merek mendapatkan kekuatan, daya tahan, dan keunggulan yang membedakan dengan para pesaing (Aaker, 2013:204).

b. Peranan Ekuitas Merek

Ekuitas merek berperan dalam menciptakan nilai bagi pelanggan maupun perusahaan, yaitu:

1) Nilai bagi pelanggan

a) Aset ekuitas merek membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek.

b) Ekuitas merek memberi rasa percaya diri kepada konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam karakteristiknya.

c) Persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan konsumen dengan pengalaman menggunakannya.

2) Nilai bagi perusahaan

a) Ekuitas merek bisa menguatkan program memikat para konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama.

b) Kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan asset-aset merek lainnya mampu menguatkan loyalitas merek, yaitu bisa memberikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan penggunaan.

c) Ekuitas merek biasanya akan memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan memungkinkan harga optimum (pre-mium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi.

d) Ekuitas merek memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan merek

e) Ekuitas merek bisa memberi dorongan dalam saluran distribusi

f) Aset-aset ekuitas merek memberikan keuntungan kompetitif yang seringkali menghadirkan rintangan nyata terhadap para kompetitor.

c. Adapun elemen-elemen ekuitas merek adalah sebagai berikut:

Menurut Aaker (1991) (dikutip dalam Tjiptono 2005:40) mengklasifikasikan elemen-elemen ekuitas merek, kedalam lima kategori: kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas,

loyalitas merek dan aset merek lainnya. Definisi dan elemen ekuitas merek versi Aaker (dikutip dalam Tjiptono 2005) ini mengintegrasikan dimensi sikap dan perilaku, sementara kebanyakan operasionalisasi brand equity cenderung hanya berfokus pada salah satu diantara dimensi persepsi konsumen.

1) Kesadaran merek (Brand Awareness)

Menurut Durianto dkk (2001:54) kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek merupakan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Peran kesadaran merek dalam ekuitas merek tergantung pada sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek.

Dimensi kesadaran merek (brand awareness) mencakup empat tingkat yaitu Unaware of Brand (Tidak Menyadari Merek), Brand Recognition (Pengenalan Merek), Brand Recall (Pengingatan Kembali Terhadap Merek), Top of Mind (Puncak Pikiran) menurut Aaker dalam Durianto (2001:57)

a. Unaware of Brand (Tidak Menyadari Merek)

Unaware of Brand adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.

b. Brand Recognition (Pengenalan Merek)

Brand Recognition adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).

c. Brand Recall (Pengingatan Kembali Terhadap Merek) Brand Recall adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided recall) karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak dibantu untuk memunculkan merek tersebut.

d. Top of Mind (Puncak Pikiran)

Top of Mind adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.

2) Asosiasi Merek (Brand Association)

Menurut Durianto dkk (2001:69) asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul dibenak yang terkait dengan

ingatannya mengenai suatu merek. Atau dengan kata lain, segala kesan yang muncul di benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asosiasi merek merupakan segala hal atau kesan yang ada dibenak seseorang yang berkaitan dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi atau menggunakan suatu merek atau dengan seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain.

Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna.

Pada umumya, asosiasi merek (terutama yang membentuk brand-image-nya) menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut.

Dalam prakteknya didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan varian dari asosiasi merek yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna.

Menurut Durianto dkk (2001:69) dalam asosiasi merek terdapat lima keuntungan yaitu sebagai berikut:

a. Membantu proses penyusunan informasi

Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek dapat membantu mengiktisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.

b. Membedakan

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan satu merek dengan merek yang lain.

c. Alasan membeli

Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak

d. Menciptakan sikap atau perasaan positif

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan

e. Landasan untuk perluasan

Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan produk baru.

3) Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Aaker (dikutip dalam Tjiptono 2005), persepi kualitas adalah penilaian pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk. Simamora (2001) menyatakan bahwa persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang ditinjau dari fungsinya secara relatif dengan produk-produk lain. Sedangkan menurut Durianto dkk (2001), persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggannya.

Persepsi kualitas mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk. Mengacu kepada pendapat Garvin (dalam Durianto dkk, 2001), dimensi persepsi kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu :

a. Kinerja, yakni melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.

b. Pelayanan, yakni mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.

c. Ketahanan, yakni mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.

d. Keandalan, yakni konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.

e. Karakteristik produk, yakni bagian-bagian tambahan dari produk (feature). Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama.

f. Kesesuaian dengan spesifikasi, merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan diuji.

g. Hasil, yakni mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik, maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas yang penting.

4) Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Menurut Rangkuty (2002), loyalitas merek adalah satu ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Sedangkan menurut Durianto dkk (dikutip dalam Kartono 2007), loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterikatan seorang pelanggan kepada sebuah merek. Berdasarkan definisi dapat disimpulkan bahwa loyalitas merupakan ukuran kesetiaan, kedekatan atau keterikatan pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini mampu

memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut dihadapi adanya perubahan, baik menyangkut harga maupun atribut lainnya.

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatannya menunjukan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan.

Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut menurut Aaker (dikutip dalam Durianto dkk 2004), adalah sebagai berikut:

a. Switcher (berpindah-pindah)

Switcher adalah tingkatan loyalitas paling dasar.

Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa merek tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling tampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang membeli merk tersebut.

b. Habitual buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan)

Habitual buyer adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk.

Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain untuk berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya atau pengorbanan lain. Jadi pembeli ini dalam membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.

c. Satisfied buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Satisfied buyer adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Namun pembeli ini dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost), seperti waktu, biaya atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.

d. Likes the Brand (menyukai merek)

Likes the Brand adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi dan mereka menganggap merek sebagai sahabat.

e. Comitted buyer (Pembeli yang berkomitmen)

Comitted buyer adalah kategori pembeli yang setia.

Pembeli ini mempunyai kebanggan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan dan mempromosikan merek yang digunakannya kepada orang lain.

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Ukuran loyalitas konsumen ini dapat memberikan gambaran mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain, terutama jika merek tersebut mengalami perubahan baik yang menyangkut harga maupun atribut lain. Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur loyalitas pelanggan terhadap suatu merek produk yaitu:

a. Komitmen pelanggan, meliputi kemungkinan pelanggan untuk terus menggunakan merek tersebut tanpa terpengaruh oleh promosi yang dilakukan merek pesaing.

b. Rekomendasi pelanggan kepada pihak lain agar ikut menggunakan merek tersebut.

c. Harga optimum, meliputi kemungkinan pelanggan untuk bersedia membeli suatu merek produk dengan harga yang lebih tinggi dari merek yang lain.

Dokumen terkait