BAB II KAJIAN TEORI
D. Teori Bruner
1. Belajar Menurut Aliran Teori Kognitif
Menurut Meece teori kogitif adalah menekankan pada bagaimana seseorang menyusun pemahaman mereka terhadap diri mereka dan pemahaman dunia terhadap mereka. Artinya bahwa proses belajar seseorang sangat tergantung pada bagaimana mereka memahami sesuatu dengan didasarkan pada pengetahuan-pengetahuan dasar yang telah dimiliki sebelumnya.
Belajar menurut aliran kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang terjadi pada masing-masing individu. Belajar merupakan suatu proses internal dalam diri individu yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain. Konsep dasar belajar menurut aliran kognitif ialah proses terbentuknya suatu perubahan dari dalam diri individual setelah merespon stimulus yang diterimanya dengan cara menyesuaikan atau mengolah informasi yang ada berdasarkan struktur kognitif dengan didasarkan pada pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
Aliran kognitif menganggap bahwa pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi berkesinambungan dengan lingkungan. Berdasarkan teori ini maka proses pembelajaran yang berlangsung pada peserta didik akan menghasilkan persepsi dan pemahaman yang berbeda terhadap masing-masing pembelajaran tergantung pada pengetahuan dasar yang mereka miliki (Wardoyo, 2013). Beberapa tokoh dibalik lahirnya teori belajar kognitif, diantaranya adalah Jean Piaget, Lev Vygotsky, Robert Gagne, Jerome Bruner, dan David Ausubel. Pada penelitian ini peneliti hanya akan menggunakan teori belajar menurut Bruner.
2. Kontribusi Bruner Dalam Dunia Pendidikan
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dari
psikologi belajar kognitif yang memberikan dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan mentransformasikan pengetahuan. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat oleh anak.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian, dalam belajar siswa haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur dalam materi yang sedang dibicarakan. Dengan demikian materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami oleh anak (Sujadi, dkk, 2017 : 71-72).
Lebih lanjut lagi Bruner mengemukakan proses belajar lebih ditentukan oleh bagaimana cara siswa mengatur dan mengolah materi pelajaran bukan ditentukan oleh umur. Teori belajar bruner memunculkan aplikasi dalam dunia pendidikan dalam bentuk discovery learning. Menurut Bruner perkembangan kogitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu tersebut. Hal ini disebabkan teori ini menuntut adanya pengulangan-pengulangan untuk memperkuat asimilasi dan akomodasi pengetahuan baru (Irham dan Novan, 2014 : 173 - 175) .
Dalam bukunya Bruner mengemukakan empat tema pendidikan, yakni : tema pertama, pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak memiliki hubungan, dapat dihubungkan satu dengan lainnya, dan pada informasi yang telah mereka miliki.
Tema kedua ialah tentang kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner, kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi.
Tema yang ketiga menekankan Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi yang dimaksud ialah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi tentatif tanpa mengetahui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi itu merupakan kesimpulan yang salah atau tidak.
Tema keempat ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar cara-cara yang tersedia pada para guru untuk meransang motivasi itu. Pengalaman-pengalaman pendidikan yang meransang motivasi ialah pengalaman dimana para siswa berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya (Dahar, 2006 : 74).
3. Belajar Sebagai Proses Kognitif
Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang
berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah : (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan pengetahuan. Dalam belajar informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain. Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya dan (2) model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan.
Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang menurut Bruner adalah sebagai berikut.
a. Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam hal ini ada kalanya seorang anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang berubah-ubah, atau belajar mengubah responnya dalam lingkungan stimulus yang tidak berubah. Melalui pertumbuhan, seseorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah stimulus sebelum respons.
b. Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi yang diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat ramalan-ramalan, dan ektrapolasi-ekstrapolasi dari model alam yang disimpannya.
c. Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa yang dilakukan (Sujadi, dkk, 2017 : 72-73).
4. Tahapan Belajar Teori Bruner
Menurut Bruner, mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak. Cara mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi siswa ialah dengan mengkoordinasikan mode penyajian bahan dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan siswa. Tingkat kemajuan siswa berawal dari tingkat representasi sensory (enactive) ke representasi konkret (iconic) dan akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak atau symbolic (Dalyono, 2009 : 42).
Lebih lanjut Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Tahap enaktif
Tahap ini adalah tahap dimana seseorang dalam memahami sesuatu (lingkungannya) dilakukan dengan cara melakukan aktivitas atau tindakan secara konkret. Tahap enaktif lebih mendasar kepada faktor pengalaman yang dilakukan oleh individu dalam upaya belajar sesuatu (Wardoyo,2013).
Menurut Isrok’atun dan Amelia (2018:14) pada tahap ini siswa melakukan pembelajaran matematika, dengan langsung melibatkan benda-benda konkret yang dapat dioperasikan. Tahap ini siswa berusaha untuk memahami pengoperasian benda konkret sebagai dasar untuk melanjutkan pada tahap berikutnya. Sehubungan dengan itu, salah satu contoh penerapan pada tahap ini yaitu proses
pembelajaran matematika menggunakan benda nyata seperti makanan dan kertas untuk mempelajari konsep pecahan.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi, cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian masa lampau melalui respon-respon motorik. Dengan cara ini dilakukan satu set kegiatan untuk mencapai hasil tertentu (Dahar, 2006 :78).
b. Tahap ikonik
Tahapan ini adalah mendasarkan pada rangsang visual seseorang terhadap sesuatu yang dapat dipelajarinya, artinya bahwa pada tahapan ikonik, seseorang belajar melalui rangkaian gambar-gambar visual yang mengarah pada suatu materi belajar yang kemudian ditangkap oleh indra mata pembelajar, sehingga materi tersebut dapat dipahami sebagai suatu konsep yang utuh (Wardoyo,2013).
Menurut Isrok’atun dan Amelia (2018:15) pada tahap ikonik, pembelajaran tidak lagi menggunakan benda-benda konkret, tetapi dapat merepresentasikan benda-benda konkret dalam bentuk gambar hasil perwujudan dari tahap enaktif. Benda konkret yang digunakan pada penelitian ini direpresentasikan ke dalam gambar yang menyerupainya. Representasi gambar tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep hasil dari tahap enaktif. Gambar-gambar membantu siswa dalam menerangkan dan menjelaskan bagaimana konsep matematika.
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan belajar dengan memanipulasi benda konkret, yang kemudian dibentuk dalam pikiran bayangan mental dari benda tersebut. Siswa tidak memanipulasi langsung objek itu seperti tahap enaktif, melainkan sudah dapat memanipulasi langsung dengan menggunakan gambaran dari objek. Gambaran itu dapat berupa gambar, patung, atau maniatur yang mewakili benda atau peristiwa tertentu. Siswa dapat
mempresentasikan dalam pikiran, peristiwa / benda yang dikenal atau dialami pada level enaktif, ini berarti siswa menggunakan model semi konkret atau semi abstrak. (Mandasari, 2018)
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefenisikan sepenuhnya konsep itu. Penyajian enaktif didasarkan pada belajar tentang respon dan bentuk-bentuk kebiasaan (Dahar, 2006 :78).
c. Tahap simbolik
Tahapan ini adalah tahapan dimana seseorang telah memiliki gagasan-gagasan abstrak yang dipengaruhi oleh faktor bahasa dan logika. Pada tahapan ini seseorang telah mampu menemukan sesuatu didasarkan pada kemampuan bahasa dan logika yang ada (Wardoyo,2013).
Menurut Isrok’atun dan Amelia (2018:15) tahap simbolik merupakan tahap terakhir ketika siswa dapat menuliskan simbol-simbol matematika abstrak, hasil dari pemahaman pada tahap enaktif dan ikonik. Representasi gambar yang terdapat selama tahap simbolik dituliskan ke dalam simbol matematika, yang berkaitan seperti bilangan pecahan, nilai uang dan lain-lain. Kegiatan ini mengarahkan siswa untuk berpikir formal. Pada tahap ini juga siswa berusaha memahami suatu presentasi matematika.
Cara penyajian simbolik didasarkan pada penggunaan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang yang lebih memerhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep, memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara yang bersifat kombinasi (Dahar, 2006 :79).
5. Dalil-Dalil yang Mendukung Terbentuknya Tahapan Belajar Teori Bruner
Dalam Suherman (2013) Bruner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari hasil pengamatannya itu diperoleh beberapa kesimpulan yang melahirkan dalil-dalil. Di antara dalil-dalil tersebut adalah :
a. Dalil penyusunan (konstruksi)
Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya, anak harus dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan ide atau defInisi tertentu dalam pikiran, anak anak harus menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannya sendiri. Dengan demikian jika anak aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak akan lebih memahaminya.
Apabila dalam proses perumusan dan penyusunan ide ide tersebut anak disertai dengan bantuan benda benda konkrit, maka mereka akan lebih mudah mengingat ide-ide yang dipelajari itu. Siswa akan lebih mudah menerapkan ide dalam situasi riil secara tepat. Dalam tahap ini anak memperoleh penguatan yang diakibatkan interaksinya dengan benda benda konkret yang dimanipulasinya. Memori seperti ini bukan sebagai akibat penguatan. Dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya, dalam tahap awal pemahaman konsep diperlukan aktivitas-aktivitas konkret yang mengantar anak kepada pengertian konsep.
Anak yang mempelajari konsep perkalian yang didasarkan pada prinsip penjumlahan berulang, akan lebih memahami konsep tersebut. Jika anak tersebut mencoba sendiri menggunakan garis bilangan untuk memperlihatkan proses perkalian tersebut. Sebagai contoh untuk memperlihatkan perkalian, kita ambil 3×5, ini berarti pada garis bilangan meloncat 3 kali dengan dengan loncatan sejauh 5 satuan,
hasil loncatan tersebut kita periksa, ternyata hasilnya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan seperti ini, anak akan benar-benar memahami dengan pengertian yang dalam, bahwa perkalian pada dasarnya merupakan penjumlahan berulang.
b. Dalil notasi
Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep, notasi memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak, ini berarti untuk menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasi harus dapat dipahami anak, tidak rumit dan mudah dimengerti. Sebagai contoh notasi untuk menyatakan “himpunan bilangan asli real antara 4 dan 10” adalah { | }.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian seperti itu dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks. Notasi yang terakhir, yang mungkin belum dikenal sebelumnya oleh anak, umumnya merupakan notasi yang akan banyak digunakan dan diperlukan dalam pembangunan konsep matematika lanjutan.
c. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman
Dalam dalil ini dinyatakan bahwa pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Anak perlu diberi contoh yang memenuhi rumusan atau teorema yang diberikan. Selain itu mereka perlu juga diberi contoh-contoh yang tidak memenuhi rumusan, sifat atau teorema, sehingga diharapkan
anak tidak mengalami salah pengertian terhadap konsep yang sedang dipelajari.
Konsep yang diterangkan dengan contoh dan bukan contoh adalah salah satu cara pengontrasan. Melalui cara ini anak akan mudah memahami arti karakteristik konsep yang diberikan tersebut. Sebagai contoh, untuk menjelaskan pengertian persegi panjang anak harus diberikan contoh bujursangkar, belahketupat, jajargenjang, dan segiempat yang diberikan padanya termasuk persegi atau tidak.
Keanekaragaman juga membantu anak dalam memahami konsep yang disajikan karena dapat memberikan belajar bermakna bagi anak. Misalnya untuk memperjelas pengertian bilangan prima anak perlu diberikan contoh yang banyak, yang sifatnya beranekaragam. Pada anak harus diperlihatkan bahwa tidak semua bilangan ganjil termasuk bilangan pima, sebab bilangan tersebut habis dibagi oleh bilangan lain selain oleh bilangan itu sendiri dan oleh satu.
d. Dalil pengaitan (konektivitas)
Dalil ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya. Misalnya konsep persamaan linear satu variabel diperlukan untuk menentukan penyelesaian persamaan kuadrat.
Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan rumus yang digunakan, sama-sama dapat digunakan dalam bidang aplikasi atau dalam hal-hal lainnya. Melalui cara ini anak akan mengetahui pentingnya konsep yang sedang dipelajari dan memahami bagaimana kedudukan rumus atau ide yang sedang dipelajarinya itu dalam matematika. Anak perlu menyadari
bagaimana hubungan tersebut, karena antara sebuah bahasan dengan bahasan matematika lainnya saling berkaitan.
6. Aplikasi Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran Matematika
a. Menemukan Konsep Volume Kubus
Pada pengaplikasian Teori Bruner peneliti mengambil contoh menemukan konsep volume kubus yang dikembangkan oleh Siti Hawa (2010).
1) Tahap Enaktif
Kegiatan yang dilakukan pada tahap enaktif agar siswa memperoleh pengetahuan konseptual tentang volume kubus, dengan tujuan agar siswa dapat menentukan volume kubus dengan menggunakan benda-benda konkret (kubus-kubus satuan). Kegiatan dilakukan seperti berikut :
a) Siswa diberikan kubus-kubus satuan seperti berikut ini
Gambar 2.2 tahap enaktif (kumpulan kubus-kubus satuan) b) Siswa mengamati dan memanipulasi alat peraga (model
kubus transparan yang akan diisi dengan kubus-kubus satuan).
Gambar 2.3 tahap enaktif (manipulasi alat peraga)
c) Guru meminta siswa untuk mengisi kubus-kubus transparan A, B, C dan D dengan kubus satuan sampai penuh sambil
membilang satu persatu banyaknya kubus satuan yang mengisi penuh kubus-kubus transparan.
d) Masing-masing siswa diminta untuk melaporkan hasil pengukurannya yaitu banyaknya kubus satuan yang mengisi penuh kubus-kubus transparan tersebut.
e) Siswa diminta mengamati semua kubus yang telah diisi penuh dengan kubus satuan untuk melihat keteraturan atau ide-ide yang tekait pada susunan kubus satuan yang membentuk konsep volume kubus itu.
f) Siswa diminta mengungkapkan hasil pengamatannya, kemudian guru menegaskan kembali ungkapan siswa agar sesuai dengan yang diharapkan.
2) Tahap Ikonik
Penyajian pada tahap ini menggunakan gambar-gambar kubus yang telah diisi dengan kubus satuan (pada tahap enaktif) dan gambar-gambar tersebut dapat dilihat berikut ini:
Gambar 2.4 tahap enaktif volume kubus
Siswa dengan memperhatikan gambar tersebut mencoba mengisi kolom-kolom yang sudah disediakan, sehingga dari
bentuk di atas siswa akan mengeneralisasikan untuk menemukan rumus volum kubus.
3) Tahap Simbolik
Pada tahap ini guru mengarahkan siswa unruk memantapkan pengetahuan konseptual dan pengetahuan proseduralnya tentang rumus volume kubus. Dari generalisasi pada tahap ikonik, dengan mensimbolkan ukuran rusuk ( R ) dan Volume kubus ( V ) dapat disimbolkan untuk Rumus Volum Kubus, V = R x R x R. Untuk memperdalam pengetahuan anak tentang volume kubus ini maka guru dapat memberikan soal-soal latihan dengan menggunakan rumus tersebut.
b. Menemukan Konsep Penjumlahan Dan Pengurangan Pecahan
Konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan ternyata memiliki hasil yang lebih baik jika dikerjakan dengan menggunakan tahapan belajar teori bruner, berikut langkah-langkah pengaplikasian teori bruner pada materi penjumlahan dan pengurangan teori bruner menurut Fitriani (2014) :
1) Tahapan enaktif
Dalam tahap enaktif penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek dalam tahap ini peneliti memberikan alat peraga yang telah disediakan yaitu karton putih dengan plastik bening atau plastik bening dengan plastik bening. Namun, objek yang digunakan peneliti adalah karton putih dengan plastik bening. Misalkan: untuk melakukan operasi penjumlahan pecahan = ..., dapat menggunakan plastik bening dengan karton putih.
Untuk merepresentasikan pecahan diambil karton putih kemudian karton tersebut dibagi menjadi tiga bagian yang sama
besar secara vertikal atau horizontal selanjutnya bagiannya diarsir yang menunjukkan pecahan
Gambar 2.5. tahap enaktif (Karton putih yang menunjukkan pecahan )
Untuk merepresentasikan pecahan menggunakan plastik bening kemudian plastik tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama besar secara horizontal atau vertikal selanjutnya salah satu bagiannya diarsir yang menunjukkan pecahan .
Gambar 2.6. tahap enaktif (Plastik bening yang menunjukkan pecahan )
2) Tahap ikonik
Dalam tahap ikonik, kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya . Berdasarkan soal di atas dapat digambarkan:
Gambar 2.7. tahap ikonik (Proses penumpukan)
Perhatikan Gambar 2.6 a dan 2.6 b, untuk mencari pecahan senilainya maka dilakukan proses penumpukan seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 tahap ikonik (penumpukan) Setelah ditumpuk diperoleh Gambar 2.9
Gambar 2.9. Hasil tumpukan yang menunjukkan pecahan dan
Setelah ditumpuk diperoleh Gambar 2.8 ( dan ). Kemudian jumlahkanlah petak yang terarsir sebagai pembilang sedangkan petak yang terbentuk sebagai penyebut yaitu
3) Tahap simbolik
Tahap Simbolik, yaitu suatu pengetahuan yang direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Berdasarkan soal di atas, maka diperoleh: .