• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA DAN LINGKUNGAN ORGANISASI PROGRAM KONSERVASI KELAUTAN WWF-INDONESIA

Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan suatu ciri khas dari sebuah organisasi. Setiap organisasi akan memiliki budaya yang berbeda-beda. Budaya dapat dilihat dari nilai- nilai yang tertanam oleh anggota dan sejauh mana melekat serta mempengaruhi perilaku dari organisasi maupun anggota. Budaya organisasi memiliki beberapa indikator yang dapat menentukan tinggi rendahnya budaya pada suatu organisasi, diantaranya adalah nilai organisasi yang menunjukkan bagaimana anggota organisasi memahami seluruh nilai-nilai, tujuan hingga visi misi organisasi untuk dapat diaplikasikan pada saat berorganisasi. Iklim organisasi, memperlihatkan bagaimana kondisi, situasi serta atmosfer yang terbentuk dalam suatu organisasi. Terakhir adalah komitmen terhadap kerja, menunjukkan bagaimana komitmen anggota pada saat berorganisasi. Tingkatan budaya organisasi pada program kelautan WWF-Indonesia ditunjukkan dalam Tabel 4 Tabel 4 Distribusi staf berdasarkan tingkat budaya organisasi WWF-Indonesia

Tingkat Jumlah Presentase(%)

Tinggi 8 26,7

Sedang 14 46,7

Rendah 8 26,7

Total 30 100

Budaya organisasi pada WWF-Indonesia tergolong berkembang cukup baik karena hampir seluruh staf WWF-Indonesia memiliki pemahaman yang cukup baik terhadap nilai-nilai organisasi yang ditunjukkan melalui visi misi organisasi. Selain itu, suasana yang terbentuk dalam WWF-Indonesia cenderung kekeluargaan, tidak ada paksaan untuk membantu konservasi di wilayah Indonesia, atasan dengan staf memiliki hubungan dekat, tidak ada strata yang mana yang tinggi karena semua melebur menjadi satu. WWF-Indonesia juga tidak menuntut staf harus menggunakan pakaian formal ketika bekerja di kantor, hal terpenting adalah sopan dalam berbusana. Tidak pula harus datang ke kantor setiap hari jam kerja, kapan saja selama pekerjaan yang diberikan selesai pada waktunya. Disimpulkan suasana kerja yang tercipta nyaman dan atmosfer bersahabat, komitmen yang dimiliki masing-masing staf pada saat bekerja juga baik, hal tersebut mempengaruhi perkembangan budaya organisasi program konservasi kelautan. Delapan responden berpendapat budaya organisasi program konservasi kelautan berkembang dengan baik karena mereka memiliki masa kerja yang sudah lama di WWF-Indonesia, sehingga sudah mengenal baik budaya yang tercipta dan memahami nilai yang terbentuk pada organisasi.

Delapan responden lain berpendapat bahwa budaya organisasi program konservasi dan kelautan WWF-Indonesia kurang berkembang dengan baik dalam organisasi . Hal tersebut terjadi karena responden memiliki masa kerja di bawah dua tahun untuk WWF-Indonesia sehingga belum merasakan perkembangan budaya yang signifikan dalam program konservasi kelautan WWF-Indonesia. Selain itu, responden juga ada yang termasuk staf lapang yang bekerja di wilayah program konservasi kelautan WWF-Indonesia, staf tersebut memiliki interaksi yang rendah terhadap stafflain yang kebanyakan bekerja di kantor. Adapula beberapa staf yang berpendapat

demikian adalah staf yang berstatus temporer bukan tetap, sehingga belum cukup mampu memahami nilai dan budaya dengan baik. Maka mereka akan berpendapat budaya organisasi WWF-Indonesia berkembang kurang baik.

Menurut Robins (2006), Budaya organisasi membentuk sejumlah fungsi dalam suatu organisasi, yaitu budaya mempunyai suatu peranan dalam menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain, budaya membawa suatu rasa indentitas bagi anggota organisasi, budaya mempermudah timbulnya komitmen pada area yang lebih luas daripada kepentingan individu seseorang, budaya dapat meningkatkan kemantapan sistem,dan budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Kelima peran tersebut sudah berkembang dan nampak pada program konservasi kelautan WWF-Indonesia.

Budaya organisasi WWF-Indonesia termasuk kategori tinggi jika dilihat dari tiga unsurnya. Distribusi staf mengenai budaya organisasi berdasarkan unsur-unsurnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Distribusi staf berdasarkan tingkat budaya organisasi sesuai unsurnya Unsur Budaya Organisasi Tingkat Budaya Organisasi

Rendah(%) Sedang(%) Tinggi(%) Nilai Organisasi 3 (10) 13 (43,3) 14 (46,7) Iklim Organisasi 5 (16,7) 15 (50) 10 (33,3)

Komitmen Kerja 6 (20) 18 (60) 6 (20)

Tingkat budaya organisasi staf program kelautan WWF-Indonesia paling tinggi terdapat pada nilai organisasi, hal tersebut disebabkan karena nilai-nilai organisasi seperti visi-misi, tujuan organisasi dan hal-hal yang membentuk nilai suatu organisasi sudah dipahami oleh hampir seluruh staf. Iklim organisasi dan komitmen kerja berhubungan dengan periode kerja staf, staf yang berpendapat bahwa iklim organisasi berkembang cukup baik dan memiliki komitmen kerja cukup baik adalah staf yang memiliki periode kerja kurang dari satu tahun setengah. Karena WWF-Indonesia program konservasi keluatan memiliki staf yang masih berstatus honorer dan temporer.

Nilai Organisasi

Nilai organisasi dikatakan sebagai sebagai suatu kemampuan anggota atau staf memahami tanggung jawab serta visi misi yang dibawa oleh organisasi WWF Indonesia Program Konservasi Kelautan. Nilai organisasi terdiri atas lima indikator yang dijabarkan pada Tabel 6

Tabel 6 Distribusi staf berdasarkan indikator nilai organisasi

Indikator Jumlah staff (orang) dan presentase (%)

SS S TS STS

Memahami tujuan organisasi WWF Indonesia 21 (70.0) 9 (30.0) 0 (0.0) 0 (0.0) Memahami visi dan misi organisasi

WWF Indonesia 19 (63.3) 11 (36.7) 0 (0.0) 0 (0.0) Memahami tanggung jawab WWF

sebagai organisasi pelestarian lingkungan

19 (63.3) 11 (36.7) 0 (0.0) 0 (0.0) Memahami tujuan program Konservasi

Kelautan WWF 25 (83.3) 5 (16.7) 0 (0.0) 0 (0.0)

27

Memahami setiap kegiatan yang dilakukan oleh program Konservasi Kelautan 14 (46.7) 13 (43,3) 3 (10.0) 0 (0.0)

Keterangan: SS = Sangat Setuju ; S = Setuju ; TS = Tidak Setuju ; STS = Sangat Tidak Setuju

Hampir seluruh staf program konservasi kelautan WWF-Indonesia memiliki pemahaman yang baik terhadap nilai yang dibawa oleh WWF-Indonesia sebagai organisasi non-profit lingkungan. Pemahaman tersebut ditunjukkan dengan perilaku staf ketika sedang atau tidak bekerja, staf melalui account social media seperti twitter dan facebook mem-posting informasi mengenai kelautan. Mulai dari spesies yang ada di laut, keindahan laut, masalah-masalah kelautan yang timbul serta diprediksi akan timbul dan alternatif penyelesaian masalah yang timbul.

Gaya hidup staf pun mengikuti apa yang telah ditanam oleh organisasi WWF- Indonesia, seperti memiliki botol minum sendiri untuk minum, membawa paper bag atau tas tersendiri untuk berbelanja demi mengurangi penggunaan plastik, melakukan printing bolak-balik dan menggunakan kertas bekas. Selain itu juga karena program kelautan, maka hampir semua staf memiliki kemampuan untuk menyelam (diving). Meskipun ada staf yang sudah resign tetapi perhatian terhadap WWF-Indonesia program konservasi kelautan masih terus diberikan.

Nilai organisasi merupakan elemen dari terbentuknya budaya suatu organisasi, karena budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota- anggota organisasi, dan merupakan suatu sistem makna bersama (Robbins 2006). Sehingga kesamaan makna antara seluruh staf dengan manajerial lain harus dicapai dengan pemahaman yang baik terhadap visi misi dan tujuan organisasi. Staf atau manajerial lain dikatakan memahami nilai organisasi dengan baik apabila dalam keseharian menunjukkan prilaku yang mencerminkan visi misi atau nilai organisasi tersebut.

Iklim Organisasi

Iklim organisasi merupakan suasana yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan staf WWF Indonesia ketika menjalankan dan berada dalam organisasi. Staf akan memberikan penilaian terhadap suasana organisasi yang tercipta. Iklim organisasi terdiri atas enam indikator yang dijabarkan pada Tabel 7

Tabel 7 Distribusi staf berdasarkan indikator iklim organisasi

Indikator Jumlah staf (orang) dan presentase (%)

SS S TS STS

Bebas menyampaikan pendapat 15

(50.0) 15 (50.0) 0 (0.0) 0 (0.0)

Bebas memberikan saran 11

(36.7) 19 (63.3) 0 (0.0) 0 (0.0) Memiliki panggilan bebas kepada staff

lain 12 (60.0) 9 (30.0) 9 (30.0) 0 (0.0) Perasaan betah berkumpul bersama

seluruh staff 14 (46.7) 16 (53,3) 0 (0.0) 0 (0.0) Perasaan senang berkontribusi terhadap

program Konservasi Kelautan

23 (76.7) 7 (23,3) 0 (0.0) 0 (0.0) Perasaan bahwa program Konservasi

Kelautan adalah bagian dari hidup

14 (46.7) 13 (43.3) 3 (10.0) 0 (0.0)

Iklim yang tercipta dalam organisasi non profit WWF-Indonesia baik, sebagian lebih staf berpendapat iklim yang tercipta baik. Staf merasa bekerja untuk WWF- Indonesia bukan suatu keterpaksaan hingga berujung kepada stress, karena sesama staf sudah dianggap sebagai keluarga sehingga staf akan mampu menyelesaikan pekerjaan dalam kondisi nyaman. Kenyamanan didapat ketika berkumpul bersama seluruh staf program kelautan, acara formal maupun non formal. Diantara staf, memiliki panggilan tersendiri untuk staf lain, tidak terbatas oleh umur atau jabatan di program konservasi kelautan WWF-Indonesia. Salah satu contoh adalah HZ, staf WWF-Indonesia yang berumur 27 tahun dan menjabat sebagai bycatch coordinator memiliki julukan

sekepet. Julukan tersebut diberikan oleh TL yang berumur di bawah HZ serta memiliki posisi jabatan lebih rendah dibanding HZ.

Alur saran yang diberikan oleh staf kepada atasan atau pihak terkait juga sangat baik, mereka langsung mengutarakan masukan untuk suatu kegiatan, agenda dan hal apapun terkait program keluatan tanpa ada rasa malu atau ketakutan bahwa saran akan ditolak mentah-mentah. Pada rapat bulanan, peneliti diajak untuk ikut mengamati suasana rapat dan terlihat sangat jelas tidak ada batasan untuk memberikan saran selama hal tersebut tidak berbau SARA dan tetap pada koridor pembahasan rapat.

Staf yang berpendapat iklim organisasi WWF-Indonesia yang tercipta cukup baik merupakan staff yang bekerja pada wilayah konservasi WWF-Indonesia, sehingga interaksi antar staf jarang dirasakan oleh staf lapang. Staf lapang memiliki interaksi khusus yang lebih tinggi terhadap warga sekitar wilayah konservasi, bukan kepada staf lain yang bekerja di kantor. Selain itu ada staf yang memiliki masa kerja di bawah satu setengah tahun berpendapat iklim organisasi cukup baik, karena periode kerja yang belum lama sehingga staf belum cukup merasakan kenyamanan dan atmosfer yang bersahabat dibandingkan staf yang sudah bekerja lebih lama.

Program konservasi kelautan, menurut dimensi budaya organisasi yang dipaparkan oleh Harrison dan Stokes (1992) termasuk kategori orientasi pada dukungan. Pada orientasi ini, iklim organisasi sangat menentukan karena yang dibutuhkan adalah iklim saling percaya antara anggota, ada kehangatan dan kenyamanan yang mendorong staf untuk semangat dalam menyelesaikan tugas dan masuk ke kantor. Selain itu, arus komunikasi ke atas yang tercipta pada program konservasi kelautan dinilai berfungsi dengan baik, atasan mengetahui kesiapan bawahan untuk menerima informasi dari atasan dan pemahaman mereka terhadap penyampaian informasi tersebut, masukan yang berharga untuk organisasi juga mudah untuk disampaikan kepada atasan, adanya feedback terhadap apresiasi yang diberikan atasan kepada staf yang loyal serta penguatan arah pengendalian atas keterlibatan staf dalam setiap permasalahan organisasi.

Selain itu, arus komunikasi ke bawah dan ke samping menjadi faktor penentu program konservasi kelautan WWF-Indonesia memiliki iklim organisasi yang baik. Keterbukaan dari atasan terhdap staf membuat arus komunikasi ke bawah berjalan dengan lancar, komunikasi antara sesama tingkat hierarkinya berjalan dengan baik melalui pertemuan formal seperti rapat bulanan dan informal seperti saling berbagi cerita, ngobrol melalui grup di aplikasi chatting whatssapp dan lainnya.

Komitmen Kerja

Komitmen kerja merupakan kondisi staf program kelautan WWF-Indonesia yang memiliki keinginan kuat disertai dengan upaya besar untuk menjalankan tugas dengan maksimal, sehingga tujuan program keluatan WWF-Indonesia dapat tercapai.

29 Masing-masing staff akan memiliki tingkat komitmen yang berbeda dalam bekerja untuk program kelautan WWF-Indonesia. Indikator komitmen kerja terdiri atas enam indikator yang dijabarkan pada Tabel 8

Tabel 8 Distribusi staf berdasarkan indikator komitmen kerja

Indikator Jumlah staf (orang) dan presentase (%)

SS S TS STS

Mengetahui tugas di program konservasi kelautan 18 (60.0) 11 (36.7) 1 (3.3) 0 (0.0)

Perasaan senang mengerjakan tugas 15

(50.0) 12 (40.0) 3 (30.0) 0 (0.0)

Antusias dengan tugas baru 8

(27.7) 21 (70.0) 1 (3.3) 0 (0.0) Berusaha menyelesaikan tugas tepat

waktu 13 (43.3) 17 (56.7) 0 (0.0) 0 (0.0) Berupaya maksimal agar program

berlanjut 19 (63.3) 11 (36.7) 0 (0.0) 0 (0.0) Bersedia dipindah tempat tugas untuk

WWF-Indonesia 14 (46.7) 6 (20) 10 (33.3) 0 (0.0)

Keterangan: SS = Sangat Setuju ; S = Setuju ; TS = Tidak Setuju ; STS = Sangat Tidak Setuju

Komitmen kerja yang dimiliki staf program kelautan WWF-Indonesia adalah tinggi. Staf yang memiliki komitmen kerja sedang, merupakan staf yang bekerja di kantor bukan di lapang serta yang bekerja sebagai staf temporer. Sehingga, ketika ditawarkan untuk pindah ke lapang maka staf tersebut akan menolak. Lain dengan staf lapang yang lokasi kerja dapat berubah-ubah, namun tidak ada penolakan dari staf lapang. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan tugas yang mereka kerjakan dan sudah terasa nyaman, maka untuk dipindah tempat hanya staf lapang yang bersedia untuk direlokasi.

Hampir semua staf akan berusaha mengerjakan tugas sebaik-baiknya dan secara maksimal. Peneliti pernah berada di kantor hingga pukul tujuh malam, situasi kantor masih ramai karena hampir seluruh staf ingin menyelesaikan tugas tepat waktu tanpa menunda. Staf rela pulang lebih larut untuk terselesaikannya tugas yang telah menjadi mandat untuknya. Namun, ada satu staf yang tidak mengetahui tugasnya di program kelautan karena staf tersebut baru pindah posisi dan memiliki background pendidikan sebagai magister hukum.

Komitmen kerja yang dimiliki staf program konservasi kelautan WWF-Indonesia dipengaruhi oleh iklim yang dirasakan oleh masing-masing staf. Jika dikatakan bahwa program konservasi kelautan memiliki dimensi orientasi pada dukungan, maka komitmen terhadap kerja tinggi. Loyalitas dimiliki oleh hampir seluruh staf yang bekerja untuk program konservasi kelautan WWF-Indonesia. Karena bagi mereka, pekerjaannya saat ini tidak hanya yang mereka sukai, tetapi karena lingkungan tempat bekerja sangat mendukung untuk memiliki komitmen tinggi terhadap kerja.

Lingkungan Organisasi

Lingkungan organisasi memiliki pengaruh kuat terhadap keberadaan suatu organisasi. Lingkungan dibedakan atas sumbernya, lingkungan luar organisasi dan lingkungan dalam organisasi. Lingkungan luar organisasi misalnya adalah publik, baik

masyarakat sekitar, pemerintah, organisasi yang memiliki visi misi senada atau rekan fundrising. Sementara lingkungan organisasi dalam adalah seluruh staf program kelautan WWF-Indonesia juga seluruh program yang ada diWWF-Indonesia dikatakan sebagai lingkungan dalam. Baik atau buruknya pengaruh yang berasal dari luar dan dalam organisasi, akan mempengaruhi stabilitas organisasi dalam mencapai tujuan. Lingkungan organisasi memiliki dua variabel berupa ancaman organisasi dan perubahan organisasi. Ancaman cenderung pengaruh negatif berasal dari luar dan dalam, perubahan cenderung ke arah positif tetapi ada pula yang negatif berasal dari dalam dan luar. Tingkatan lingkungan organisasi program kelautan WWF-Indonesia yang dijabarkan pada Tabel 9

Tabel 9 Distribusi staf berdasarkan tingkat lingkungan organisasi WWF-Indonesia

Tingkat Jumlah Presentase(%)

Tinggi 3 10

Sedang 14 43,3

Rendah 13 46,7

Total 30 100

Lingkungan organisasi program kelautan WWF-Indonesia memiliki selisih yang tidak jauh antara sedang dengan rendah. Karena, pengaruh yang berasal dari dalam dan luar organisasi tidak memberikan pengaruh yang sangat berarti kepada keberlangsungan program konservasi kelautan WWF-Indonesia. Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama program kelautan memiliki tim kuat yakni public relations yang mampu menjaga stabilitas organisasi dari pengaruh yang diberikan oleh dalam dan luar organisasi. Kedua adalah mental yang dimiliki staf program kelautan WWF-Indonesia untuk menghadapi ancaman yang bernilai negatif menjadi hal positif, seperti banyaknya penolakan yang diberikan oleh masyarakat ketika menerapkan program konservasi, tidak menjadikan staf mundur dari program tetapi semakin tertantang mencari jalan keluar. Selain itu, mental mau menerima perubahan dan tidak menjadikan perubahan sebagai suatu yang aneh dan menghambat kerja.

Lingkungan organisasi WWF-Indonesia termasuk sedang jika dilihat dari dua unsurnya. Distribusi staf mengenai lingkungan organisasi berdasarkan unsur-unsurnya dapat dilihat pada Tabel 10

Tabel 10 Distribusi staf berdasarkan tingkat lingkungan organisasi sesuai unsurnya Unsur Budaya Organisasi Tingkat Lingkungan Organisasi

Rendah(%) Sedang(%) Tinggi(%) Ancaman Organisasi 7 (23,3) 18 (60) 5 (16,7) Perubahan Organisasi 11 (36,7) 15 (50) 4 (13,3)

Berdasarkan Tabel 10, pada program konservasi kelautan tidak terdapat ancaman yang akan menggangu stabilitas organisasi begitupun dengan perubahan, tidak terdapat perubahan yang signifikan dan berpengaruh nyata yang terlihat oleh seluruh staf program konservasi kelautan WWF-Indonesia

Ancaman Organisasi

Ancaman organisasi merupakan suatu keadaan dan kondisi yang mempengaruhi organisasi ke arah negatif, ditandai dengan terhambatnya pencapaian tujuan organisasi

31 dan kerja anggota organisasi. Ancaman berasal dari dalam dan luar organisasi. Organisasi non profit seperti WWF-Indonesia diasumsikan memiliki ancaman yang rendah dikarenakan hal yang dibawa dalam mendirikan sebuah organisasi adalah untuk kesejahteraan masyarakat dan tidak mengambil keuntungan dari masyarakat. Ancaman organisasi memiliki enam indikator dijabarkan pada Tabel 11

Ancaman yang berasal dari dalam organisasi seperti konflik antar staf tidak terjadi dalam program konservasi kelautan WWF-Indonesia, karena faktor budaya yang tercipta yaitu cenderung kekeluargaan sehingga candaan atau ejekan sesama staf bukan pemicu konflik terjadi, pun tidak teridentifikasi oleh peneliti pemicu konflik antar staf\program kelautan. Staf masih terus dilibatkan dalam perencanaan program hingga evaluasi program, sehingga setiap program yang ada seluruh staf mengetahui dan beberapa paham mengenai prosedur yang lain mendukung dengan caranya sendiri. Atasan menganggap bahwa opini seluruh staf merupakan hal yang sangat penting untuk keberlanjutan program konservasi keluatan di WWF-Indonesia ini. Staf tidak merasakan adanya hambatan informasi. Beberapa staf menyatakan informasi terhambat disebabkan oleh sifat staf tersebut, yaitu mobilitas yang tinggi berada di wilayah konservasi minim sinyal sehingga menjadi orang penerima informasi terakhir.

Tabel 11 Distribusi staf berdasarkan indikator ancaman organisasi

Indikator Jumlah staff (orang) dan presentase (%)

SS S TS STS

Masyarakat kurang tertarik terhadap program konservasi kelautan

1 (3.3) 13 (43.3) 12 (40.0) 4 (13.3) Jumlah dukungan pihak swasta berkurang 0

(0.0) 2 (6.7) 24 (80.0) 4 (13.3)

Konflik antar staff 0

(0.0) 2 (6.7) 19 (63.3) 9 (30.0)

Staff tidak dilibatkan oleh atasan 0

(0.0) 0 (0.0) 19 (63.3) 11 (36.7) Informasi terhambat 0 (0.0) 10 (33.3) 17 (56.7) 3 (10.0)

Pendaan program berkurang 0

(0.0) 2 (6.7) 19 (63.3) 9 (30.0)

Keterangan: SS = Sangat Setuju ; S = Setuju ; TS = Tidak Setuju ; STS = Sangat Tidak Setuju Ancaman yang berasal dari luar seperti masyarakat menolak program konservasi dinyatakan oleh beberapa staf terjadi penolakan adapula yang menyatakan tidak terjadi. Staf yang menyatakan terjadi penolakan adalah staf yang berada di lapang, berinteraksi langsung dengan masyarakat wilayah konservasi sehingga tahu betul kondisi masyarakat sesungguhnya, berbeda dengan staf yang berada di kantor, mereka tidak mengetahui secara langsung kondisi masyarakat. Staf tersebut hanya menilai melalui satu sisi tanpa adanya konfirmasi langsung terhadap staf lapang.

Secara keseluruhan, ancaman yang terdapat dalam program konservasi kelautan tidak tergolong tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu organisasi non profit yang memiliki hakikat tidak mengambil keuntungan dalam menjalankan organisasinya sehingga ancaman organisasi akan cenderung rendah, atau ada ancaman tetapi tidak mengganggu stabilitas dan keberadaan organisasi, berbeda dengan organisasi profit yang sangat rentan dengan ancaman. Faktor kedua adalah keberadaan public relations yang telah membuat formulasi yang baik untuk meredam ancaman organisasi datang.

Perubahan Organisasi

Perubahan memiliki sifat yang dinamis, artinya tidak ada yang pernah tahu kapan perubahan itu terjadi, pada saat kapan dan kapan perubahan itu terjadi. Cukup sulit untuk menentukan rentang waktu suatu perubahan pada organisasi. Peneliti menggunakan kata “sekarang” sebagai indikator pembeda dan melihat adakah perubahan yang teradi pada suatu organisasi. Perubahan bersifat positif dan negatif, ada yang membawa organisasi pada keadaan yang lebih baik, adapula yang sebaliknya yaitu menjatuhkan organisasi kepada keterpurukan. Menurut asalnya, perubahan bisa dipengaruhi oleh luar dan dalam organisasi. Perubahan organisasi memiliki tujuh indikator dijabarkan pada Tabel 12

Tabel 12 Distribusi staf berdasarkan indikator perubahan organisasi

Indikator Jumlah staf (orang) dan presentase (%)

SS S TS STS

Sekarang informasi terbaru cepat 4

(13.3) 22 (73.3) 4 (13.3) 0 (0.0)

Sekarang dukungan bertambah 6

(20.0) 23 (76.7) 1 (3.3) 0 (0.0)

Sekarang sikap masyarakat positif 7

(23.3) 23 (76.7) 0 (0.0) 0 (0.0) Sekarang sulit berkomunikasi dengan

atasan 0 (0.0) 0 (0.0) 22 (73.3) 8 (26.7)

Sekarang staff tidak dilibatkan 0

(0.0) 0 (0.0) 22 (73.3) 8 (26.7) Sekarang mengambil keputusan bersama 3

(10.0) 27 (90.0) 0 (0.0) 0 (0.0)

Sekarang alokasi dan bertambah 4

(13.3) 26 (36.7) 0 (0.0) 0 (0.0)

Keterangan: SS = Sangat Setuju ; S = Setuju ; TS = Tidak Setuju ; STS = Sangat Tidak Setuju

Perubahan pada program kelautan WWF-Indonesia yang bersifat positif ditunjukkan oleh cepatnya informasi yang diterima oleh seluruh staf, masing-masing staf memiliki smartphone yang memudahkan mereka semua untuk mengakses informasi, menyebarkan dan mencari informasi terkait program. Dukungan dari pihak luar baik bersifat materi maupun non materi bertambah, dukungan dari pihak swasta akan membantu program secara materi. Pada saat peneliti melakukan penelitian, dukungan datang dari “planet surf untuk program kampanye Save Our Sharks (#SOSharks). Dukungan non materi datang dari artis-artis yang menjadi champion kampanye, untuk kampanye #SOSharks sendiri didukung oleh 23 public figure yang menjadi champion dan membantu program untuk stop konsumsi dan pembantaian hiu. Sikap masyarakat yang tadinya negatif dengan tidak mau mengikuti program, sekarang menjadi mau mengikuti program di beberapa wilayah konservasi.

Pengambilan keputusan program konservasi tetap dilakukan secara bersama oleh atasan dan staf, serta alokasi dana untuk program kelautan bertambah. Ditunjukkan oleh banyaknya kegiatan yang dilakukan dalam waktu bersamaan dan juga menghabiskan banyak cost untuk kegiatan tersebut. Sementara, perubahan bersifat negatif tidak teridentifikasi di program kelautan WWF-Indonesia. Atasan masih mudah untuk diajak berkomunikasi dan juga staf terus dilibatkan dalam pelaksanaan hingga evaluasi program. Secara keseluruhan perubahan organisasi yang diberikan dari luar dan dalam bersifat positif untuk pencapaian tujuan program kelautan WWF-Indonesia.

33

PERAN PUBLIC RELATIONS PROGRAM KELAUTAN

Dokumen terkait