• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya padi sehat di lokasi penelitian meliputi pengolahan laha, pembibitan, penanaman, pemipukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, serta panen.

5.3.1. Pengolahan Lahan

Kegiatan pengolahan lahan dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan struktur tanah yang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, untuk menstabilkan kondisi tanah dengan memperbaiki sifat fisik tanah dan memperbaiki drainase (pengairan) sehingga diharapkan memperoleh hasil yang maksimal. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan lahan padi sehat terdiri dari babad jerami, pembajakan, pembuatan saluran air, perataan tanah, dan memopok.

Babad jerami atau membersihkan sisa-sisa jerami yang ada di areal persawahan adalah proses awal dalam pengolahan tanah. Hal ini dilakukan karena pada umumnya setelah panen masih terdapat sisa-sisa tanaman dari musim

sebelumnya. Pembersihan jerami tersebut dilakukan dengan cara membenamkan jerami ke dalam tanah. Hal tersebut dilakukan agar jerami cepat mmbusuk dan merubah menjadi kompos sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Proses selanjutnya adalah pembajakan yang dapat dilakukan secara manual (dicangkul) dan dibajak baik menggunakan binatang (kerbau) maupun menggunakan traktor. Petani responden di daerah penelitian lebih banyak yang menggunakan bajak traktor. Akan tetapi untuk lahan yang jauh dari jalan dan sulit dijangkau oleh traktor, petani responden menggunakan tenaga kerja hewan yaitu kerbau untuk membajak lahannya, meskipun membutuhkan waktu lebih dari 1 hari untuk mengerjakannya.

Kegiatan pembajakan dilanjutkan dengan kegiatan perataan tanah atau dikenal dengan istilah ngegaru, yaitu kegiatan menghaluskan struktur tanah hasil pembajakan yang masih berupa bongkahan-bongkahan tanah. Karena pembajakan tanah biasanya tidak mampu mencapai sudut sawah, sehingga dicangkul untuk menyelesaikan tanah yang tidak terbajak tersebut. Petani juga biasanya merapikan pematang sawah dengan cara dikikis dengan cangkul kemudian dilempar ke lahan, lalu ditambal lagi dengan tanah berlumpur hingga rata (memopok). Setelah itu, kemudian di lahan diberakan selama beberapa minggu. Lamanya waktu pemberaan tanah tergantung pada umur bibit semai.

Penyemaian benih (pembibitan) untuk usahatani padi sehat memerlukan waktu sekitar 22 hari setelah disemai. Setelah bibit siap dipindah ke lahan, tanah kembali dibajak dengan kerbau atau traktor. Pembajakan ini dilakukan guna mengembalikan kondisi tanah setelah beberapa waktu diberakan (diistirahatkan). Setelah ini lahan diratakan dengan garok (papan perata) hingga permukaan lahan relatif rata.

5.3.2. Pembibitan/Penyemaian

Sebelum penyemaian dilakukan, lahan dipersiapkan terlebih dulu untuk tempat penyemaian. Persiapan lahan untuk penyemaian biasanya dilakukan setelah lahan selesai dibajak atau saat waktu pemberaan lahan setelah dibajak. Lahan tersebut dibuat menjadi beberapa petakan. Kemudian petakan tersebut dibuat lebih tinggi dari permukaan lahan sekitarnya, lalu diratakan

permukaannnya. Luas lahan yang digunakan tergantung jumlah benih, namun tidak ada anjuran tertentu untuk luasan lahan semai atau pembibitan.

Lahan yang telah dipersiapkan kemudian ditaburi dengan kompos lalu ditimpa dengan tanah. Benih kemudian disebar diatas permukaan lahan tersebut. Benih yang dianjurkan untuk satu hektar lahan adalah 25 kilogram, akan tetapi petani responden di lokasi penelitian pada umumnya menggunakan benih rata-rata sebanyak 45,3 kilogram per hektar.

Sebelum benih siap disebar, dilakukan perendaman benih terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh secara optimal di lahan persemaian. Perendaman benih ini dilakukan selama 24 jam, setelah ini benih dicuci sambil dipisahkan antara benih yang bernas dengan benih hampa dan kotoran lainnya. Sebelum ditanam, benih didiamkan selama 12 jam.

5.3.3. Penanaman (Tandur)

Bibit yang siap ditanam adalah ketika mencapai umur yang optimal untuk dipindah ke lahan. Hal ini terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama perkembangan anakan setelah ditanam. Selain itu, faktor yang berpengaruh dalam menentukan umur bibit yaitu musim tanam. Bibit umur muda akan menghasilkan anakan yang banyak karena masih dalam masa pertumbuhan generatif yang tinggi. Tanaman padi menggunakan bibit yang telah berumur 20 hari setelah disemai. Bibit berumur 20 hari setelah disemai digunakan untuk penanaman musim kemarau dan bibit yang berumur 25 hari satelah disemai digunakan untuk musim hujan. Umur yang relatif lebih tua ini digunakan dengan alasan bahwa tingkat serangan penyakit dan hama pada musim paceklik lebih tinggi, dan bibit tua ini relatif lebih tahan terhadap serangan penyakit.

Sebelum penanaman bibit, lahan terlebih dahulu dibuat pola dengan meksud membuat jarak tanam dengan menggunakan alat caplakan. Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali dengan arah berlawanan (vertikal-horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang telah ditentukan pada alat

caplakan tersebut. Jarak tanam yang digunakan yaitu 22 x 22 cm sampai 25 x 25 cm. Jika jarak tanam antar tanaman lebih luas maka akan memberikan banyak

ruang bagi tanaman untuk memperoleh oksigen dan unsur hara, sehingga tanaman akan tumbuh lebih optimal dengna jumlah anakan yang maksimal juga. Bibit yang ditanam minimal lima bibit per rumpun dan ujung akarnya tidak terlalu dalam atau masih berada dipermukaan tanah.

5.3.4. Penyiangan

Penyiangan dilakukan bertujuan untuk membersihkan atau mengurangi tanaman selain tanaman pokok yang ditanam (padi) atau bisa disebut dengan tanaman gulma. Penyiangan ini bertujuan untuk mengurangi populasi gulma yang dapat menjadi pesaing dalam penyerapan unsur hara dan untuk mencegah serangan hama seperti tikus. Gulma-gulma tersebut dicabut secara manual dengan menggunakan tangan, yang bikenal dengan sebutan ngarambet. Kegiatan ini dilakukan disekitar rumpun padi, kemudian dibenamkan ke lumpur atau dibuang ke pematang sawah.

Sebelum melakukan kegiatan ngarambet, biasanya para petani mengurangi gulma dengan cara ngagarok. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengerok permukaan tanah dengan menggunakan alat garokan. Alat garokan ini pada umumnya dibuat sendiri oleh petani. Kegiatan penyiangan ini pada umumnya dilakukan dua kali, yaitu ketika tanaman berumur 15 HST (Hari Setelah Tanam) dan umur tanaman 30 HST. Akan tetapi kegiatan ini bersifat kondisional, dapat dissuaikan dengan kondisi pertumbuhan gulma dilahan. Pada penyiangan kedua, kegiatan ngagaroktidak dilakukan karena pertumbuhan gulma sudah berkurang.

5.3.5. Pemupukan

Penggunaan pupuk organik maupun pupuk anorganik (kimia) diperlukan tanah untuk menambah kebutuhan hara tanah dari luar. Hal ini dikarenakan kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan tanaman yang ketersediannya terbatas. Kegiatan pemupukan ini pada umumnya dilakukan 2 kali pemupukan dalam satu musim tanam baik untuk pupuk organik maupun pupuk anorganik. Menurut rekomendasi pemerintah, pemupukan sebaiknya dilakukan tiga kali untuk pupuk Urea, sementara ini untuk pupuk TSP dan KCL digunakan sekaligus saat pemupukan

pertama. Dosis yang dianjurkan untuk pemupukan per hektar adalah 200-300 kg Urea, 100 kg TSP, dan 50 kg KCL. Sementara penggunaan pupuk kimia untuk usahatani padi sehat di lokasi penelitian rata-rata per hektar adalah 200 kilogram untuk Urea, 93 kilogram untuk TSP, 1 kilogram untuk KCL, 20 kilogram untuk Phonska, dan 2 kilogram untuk NPK.

Selain penggunaan pupuk anorganik, petani responden di lokasi penelitian pada umumnya menggunakan juga pupuk organik, seperti pupuk kompos dan pupuk kandang. Penggunaan pupuk kompos di lokasi penelitian rata-rata digunakan sebanyak 2 ton per hektar, sedangkan penggunaan pupuk kandang rata- rata sebanyak 497 kilogram per hektar. Pupuk kompos yang digunakan adalah pupuk dengan merek “OFER” yang merupakan singkatan dari Organic Fertilizer. Pupuk ini diproduksi oleh koperasi kelompok tani yang ada di lokasi penelitian. Pupuk kompos ini berasal dari limbah pertanian, seperti jerami kering, arangsekan, dan dedak halus, serta kotoran sapi yang relatif sudah matang. Bahan- bahan tersebut, ditambahkan larutan kultur bakteri seperti larutan bioaktivator, molase, dan air yang kemudian di fermentasi dengan suhu 40-45˚C. Kotoran hewan yang terkandung dalam pupuk kompos ini mengandung unsur hara seperti yang terdapat pada pupuk kimia anorganik.

Pupuk kompos ini dapat diaplikasikan dengan dua cara, yaitu disebar langsung sepanjang jalur antara rumpun padi, atau dengan cara menempatkan pupuk kompos pada tiap rumpun padi. Pemberian pupuk yang pertama dialkukan saat umur tanaman 15 HST atau setelah ngarambet dilakukan. Pemberian pupuk dapat dilakukan kembali apabila perkembangan tanaman disarankan belum optimal. Pemupukan kedua dapat dilakukan setelah tanaman berumur 30 HST.

Selain pupuk organik dan pupuk kimia, pemupukan juga diberikan dengan pupuk cair. Namun tidak semua petani responden menggunakan pupuk cair ini. Pupuk cair yang digunakan petani responden, pada umumnya dibuat sendiri. Pupuk ini berasal dari ikan asin, keong, urin kelinci, gula, dan tambahan kotoran hewan yang kemudian di fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Pupuk cair ini dikenal dengan naman LOF (Liquid Organik Fertilizer). Pupuk cair ini diberikan sebanyak tiga kali, yaitu ketika tanaman berumur 14 HST, 28 HST, dan 45 HST.

5.3.6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pemberantasan hama dan penyakit sangat penting dilakukan agar hasil produksi tidak turun. Dalam pemberantasa hama dan penyakit, budidaya padi sehat tidak boleh menggunakan pestisida kimia, namun menggunakan pestisida alami. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh terhadap kualitas beras sehat yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk pengendalian hama dan penyakitnya, dilakukan pengendalian dengan cara mekanik, yaitu dengan cara mencabut gulma yang berada di lahan dan pamatang sawah. Hal ini dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma-gulma tersebut yang biasanya dijadikan tempat bersemayam oleh hama dan penyakit.

Pestisida yang biasa digunakan dalam pemberantasan hama dan penyakit ini dikenal dengan sebutan pestisida nabati. Pestisida ini berasal dari beberapa dedaunan yang dapat diperoleh dari lingkungan sekitar, seperti daun mimba, tefrosia (kacang babi), tuba, daun picung, dan sedikit sabun colek. Bahan tersebut ditumbuk sampai halus, kemudian ditambahkan air secukupnya dan dibiarkan selama dua hari. Setelah itu, larutan disaring dengan kain halus. Hasil saringan tersebut disemprotkan ke tanaman yang terserang hama. Ramuan ini biasanya digunakan untuk memberantas hama wereng.

5.3.7. Panen

Hasil panen yang diperoleh petani dapat menentukan tingkat keberhasilah dari suatu budidaya. Pemanenan padi harus dilakukan pada waktu yang tepat, tidak boleh terlalu cepat atau terlalu lambat. Pemanenan yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas gabah menjadi rendah, karena banyak butir gabah yang masih hijau atau butir berkapur. Sedangkan pemanenan yang terlalu lambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus. Padi siap panen pada umumnya adalah padi ketika butir gabah yang menguning sudah mencapai sekitar 80 persen dan tangkai sudah menunduk. Sekitar sepuluh hari sebelum pemanenan dilakukan, sawah harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan bertujuan untuk memudahkan petani disaat pemanenan berlangsung.

Teknologi yang digunakan untuk pemanenan ini terbilang sederhana, yaitu dengan menggunakan pisau khusus dan biasanya bergerigi atau sabit. Proses kegiatannya diawali dengan memotong padi dengan pisau tersebut, kemudian padi dikumpulkan pada satu rempat yang luas untuk mempermudah kegiatan perontokan. Cara perontokan padi ini adalah dengan dipukul ke papan kayu atau hamparan kayu yang telah disiapkan, kegiatan ini dilakukan di lahan. Setelah gabah diperoleh dari hasil perontokkan, gabah dibersihkan dari sisa-sisa daun dan kotoran lain dengan cara diangin-anginkan, kemudian setelah itu gabah-gabah tersebut dikemas ke dalam karung berukuran 85 kilogram. Rata-rata hasil produksi petani di lokasi penelitian ini adalah sekitar 5 ton per hektar.

Dokumen terkait