• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bukit Cahaya

Dalam dokumen Belajar Dari Sang Murabbi Rahmat Abdullah (Halaman 130-139)

Oleh. KH. Rahmat Abdullah

Ketika ia diturunkan pertama kali kebanyakan pendukungnya adalah orang-orang yang tak dikenal, para budak,dan orang-orang miskin. Ia mendobrak kebiasaan lama, saat sejarah hanya peduli pada orang-orang ningrat, raja-raja, dan anak-anak raja. Nabinya ummi; buta huruf, untuk suatu hikmah yang dijelaskannya sendiri. (QS. Al Ankabut : 48).

Namun dengan ketulusannya yang luar biasa, kesabarannya yang di atas rata-rata dan optimismenya yang melampaui batas-batas harapan orang biasa, ia menjadi akhlaknya, seperti jawaban Ummul Mu‟minin Aisyah Radhiyallohu‟anha, Akhlaknya adalah Al Qur‟an.

Beberapa orang kaya dengan pengalaman perjalanan mancanegara, kebiasaan berdagang dalam suasana merdeka dan pikiran jernih asli dalam kemasan fitrah, telah menjadi pendukung, pendana, bahkan pelaksana langsung bagi dakwah yang diberkati ini. Sejak pertama ia telah bersentuhan dengan politik, walau tak seorang pun di antara mereka mengambisikan kekuasaan atau sombong ketika musuh bertekuk lutut di bawah kilatan pedang kebenaran. Para budak yang lama disiksa dan tumbuh dalam penderitaan, kelak menjadi wali negeri dan gubernur. Mereka sama sekali tak terhanyutkan dendam kemiskinan maupun dendam penindasan yang kerap menghinggapi begitu banyak pemburu kekuasaan. Makhluk yang terakhir ini jarang menjadi mangsa-mangsa baru seperti para pendahulu yang mereka jatuhkan.

131 | P a g e

Di bawah naungannya tak ada lagi orang yang merasa hina karena kemiskinan, sombong karena kekayaan atau gentar menghadapi kematian. Hidup di bawah naungan Al Qur‟an adalah nikmat, tak ada yang mengetahuinya kecuali yang telah merasakannya sendiri. Nikmat yang memberkahi, menyucikan dan mengembangkan umur.(Sayid Quthb). Hawa nafsu dan syaithan telah menjadi hal yang paling dihindari, setelah pengenalan kepada Allah menjadi landasan utama kehambaan. Alangkah indahnya kemiskinan yang membuat pemiliknya bersabar. Alangkah nikmatnya kekayaan yang membuat pemiliknya bersyukur. Alangkah menyenangkannya kekuasaan yang membuat penyandangnya berlaku adil.

Allah telah mengangkat dengan Al Qur‘an sebagai manusia dan Ia jatuhkan dengannya sebagian lainnya. Tak pernah Ia memberi miskin kepada seseorang karena berzakat. Atau memberikan kematian karena berpuasa, bahkan tak pernah memberi kematian kepada yang terbunuh di jalan-Nya. Atau memberikan keterbelakangan karena bertakwa. Allah tak pernah kehilangan kasih sayang, sekalipun mereka lemah dan bernoda. Tak pernah kehilangan ketegasan walaupun mereka cantik, tampan pintar dan kaya. Tak pernah mundur dan absen berapapun jumlah musuh-Nya dan sendirian-Nya Ia berikan peluang setiap hamba untuk mengutuhkan kehambaannya dengan sukarela. Sebagaimana alam raya telah ia pilihkan sikap sukarela itu (QS. Fushilat:11). Ia berikan kepada air sifat mengalir, kepada udara sifat berhembus, kepada api sifat menjulang lidah dan kepada galaksi sifat keseimbangan.

Dalam akal yang ia berikan mereka bebas memilih benar dan baik. Dengan nafsu yang Ia tanamkan, mereka nikmati hidup. Di antara banyak pilihan mereka berjuang. Ada yang tumbang dan ada yang menang. Bagi mereka yang mengandalkan indera dan berjalan mengekor nafsu, onak, dan duri bertaburan sepanjang jalan ke surga dan wangi terhampar sepanjang jalan ke neraka.

132 | P a g e

Tak ada efek tarbiyah sedalam tarbiyah generasi Al Qur‘an. Ia perkenalkan kata Saraab (fatamorgana, QS. An Nur: 39), gunung-gunung yang berarak seperti awan (QS. Al Baqarah : 88) dan mata‟ul ghurur (benda-benda yang menipu, QS. Ali Imran : 185) sebagai koreksi total pandangan materialistik. Ia pindahkan poros kehidupan dari gelas khamr, perempuan, musik, kuda dan pundi-pundi emas, menuju kerja besar membangun dunia, persaudaraan yang adil,penghormatan akan hak laki-laki dan perempuan dan membangun dengan etos akhirat. Ia cintakan agama ke hati umat manusia setelah rahbaniyah (kerahiban) memadamkan gairah hidup dan menjauhkannya dari nilai-nilai keimanan dan menjadikan keshalihan sebagai hal yang tak tersentuh.

Hidup membujang menjadi pendekatan diri (taqarrub) kepada Tuhan dan pelakunya menduduki kasta tinggi dan memperoleh hak-hak istimewa. Ia dorong rakyat menuntut haknya dengan berani dan ia ajarkan kepada para pemimpin, bahwa mereka pelayan rakyat dan pemimpin dalam pengabdian kepada Allah dan penegakan syari‘ah-Nya. Ia ajarkan kemuliaan perempuan yang begitu besar karena pengorbanan mereka sejak hamil sampai membesarkan generasi, menjadi mitra penenteram kehidupan laki-laki dari kegalauan dan kegelisahannya. Madrasah utama sebelum bangunan-bangunan tak bernyawa menjadi strata lanjut pendidikan mereka.

Dalam penghancuran ketenteraman rumah tangga hari ini para istri meneriakkan seruan klise perempuan seberang pengidap dendam kepada kekasih gelap yang berselingkuh; Fight! Fight!Fight! Lawan para suami dan tolak hak reproduksi, seakan suami itu adalah musuh yang harus diperangi.

Dalam pembantaian sesama, mereka rela bekerja sama dengan musuh-musuh umat, dan lupa akan pesan Muslim saudara muslim, ia tak boleh menghianatinya, membiarkannya (dizalimi) atau menyerahkannya (kepada musuh).

Di Bukit Cahaya itu, Rasulullah Al Musthafa menerima malam Qadar yang mengungguli bahkan beribu bulan, menggemakan Iqra‟ menjadi titik tonggak perubahan

133 | P a g e

peradaban manusia dan menyemai kata adil , setara, taat, merdeka, hak asasi dan seterusnya, dalam kamus kemanusiaan yang kerontang. Tahun demi tahun malam itu senantiasa datang untuk untuk mereka yang ingin menjadikannya nuzul selalu dalam dirinya.

Kini terurai aurat kepalsuan dan makar Zionis Yahudi, Nasrani, kaum pemuja benda dan akan picik yang bersekutu dalam koalisi Ahzab dan menggelegar. Adakah malam Qadar kembali lagi dan fajar membala salam?

Marhaban Ramadhan datang Di pucuk dikau kuletak damba Datangnya menyibak kelam Melenyap duka sengsara.

Sumber :

134 | P a g e

Tulisan Sang Murabbi :

Indhibath (Keteguhan Atas Konsistensi)

Oleh KH. Rahmat Abdullah

Ada dua orang yang melihat semut sebagai hewan kecil yang rakus, hanya karena sangat aktif mengumpulkan bahan makanan jauh lebih banyak dari panjang usia yang mungkin di jalaninya. Bahwa nama semut menjadi sebutan bagi salah satu dari 114 surat Al-Qur‘an, memang tidak menjadi jaminan mereka tercela atau tidak, berbeda dari semisal Al-Munafiqun dan Al-Kafirun atau nama-nama lain seperti anjing (Qs Al-A‘raf: 176), kera dan babi (Qs. Al-Maidah:60). Tetapi kalau bukan untuk tujuan terpuji, untuk apa nama itu disebut dalam kitab suci, seperti surat An Naml dan An Nahl?

Konon bila ada seekor semut berjalan berputar-putar atau zigzag, maka artinya ia memang sedang bertugas mencari bahan makanan bagi kaumya. Bila menemukan sepotong daging kembang gula atau objek lainnya, di jamin ia tak akan menghabiskannya atau mengangkatnya sendirian. Ia akan berputar-putar sejenak untuk mengukur dan menghitung berapa pasukan semut yang diperlukan. Pulang ke sarang ia berjalan lurus dengan melepaskan asam melalui ekornya yang akan menjadi garis navigasi bagi para pekerja yang akan melaluinya dengan disiplin. Coba-cobalah meletakkan sekeping cokelat atau gula di tepi garis asam semut itu, mereka tetap takkan tergoda. Demikian akurat semut menggunakan institusinya yang mengajarkan manusia kapan musim hujan dan kapan musim kemarau akan datang, demikian pula disiplin mereka. Menimbun logistik untuk musim yang lebih panjang dari usia mereka, tetapi bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan kaum dan bangsa.

135 | P a g e

Jangan coba-coba menaburkan gula atau kue manis dekat-dekat garis itu. Karena pasukan semut takkan terangsang oleh provokasi atau jebakan itu. Ghayah dan ahdaf (tujuan dan sasaran) mereka jelas. Amal jama‘i mereka kompak. Disiplin mereka tinggi. Entah dari mana datangnya dan bagaimana ia mengintai, seekor semut eksekutor telah siap dengan kepala dan taring yang besar untuk memenggal kepala semut yang terangsang mengambil makanan di luar garis navigasi. Betapa mahalnya harga yang yang harus dibayar akibat tindakan liar sebagian pasukan artileri yang ditempatkan Rasulullah Shalallahu ‗alaihi wa sallam di bukit pada Perang Uhud itu. Mereka dipesan untuk jangan meninggalkan front tanpa komando, baik pasukan kita kalah atau menang. Tak pernah sepedih itu duka dan gundah yang dirasakan kanjeng Nabi Shalallahu ‗alaihi wa sallam. Bila jenis serangga ada yang bersuara, itulah nahl lebah yang di perintahkan Allah untuk membangun hunian di gunung-gunung, di pohon-pohon, dan rumah-rumah manusia (Qs An Nahl :68). Mereka disuruh memakan yang baik-baik dan memproduksi yang baik-baik yang sangat berguna bagi kesehatan dan penyembuhan. Mereka berdengung di sarang seperti pasukan mujahid Muslim di zaman Rasulullah Shalallahu ‗alaihi wa sallam, mendengungkan dzikir di malam hari setelah sepanjang siang dengan penuh semangat dan kesungguhan berjihad membela kebenaran. Mereka tidak suka mengganggu siapapun, namun jangan coba-coba melempari sarang lebah, mereka akan datang full team membalas setiap agresor. Muslim yang tak bersengat bekerja seperti semut, dan yang sudah bersengat berjuang bagaikan lebah. Perumpamaan seorang Muslim seperti Lebah, tak makan kecuali yang baik dan tak keluar pula dari perutnya kecuali yang baik.

Mentalitas Rendah

Seorang manusia sejati tidak akan terkesiap hanya oleh kemilau benda-benda, daya tarik alam semesta dan segala hal yang fana, kecuali ia menisbahkan semua itu kepada sang Pencipta. Ia wujud sejati dan ia selalu jadi tujuan. Sementara manusia yang bermental

136 | P a g e

anjing, jika ia setia, ia setia kepada sepotong tulang, bukan pada pemberi tulang. Ia menggonggong dengan suara lengkingan yang jauh lebih nyaring dari tuannya. Jangan tanya komitmen, ia takkan mengerti. Itulah sebabnya tak ada tuah pada pribadi, tutur, dan tindakan mereka yang menggadaikan hidup dan ilmunya untuk kepentingan materi sesaat. Mereka tak bisa mengenali dan tak waspada ataupun ngeri apakah rezki yang mereka dapat dengan penyelewengan itu menjadi karunia atau istidraj (uluran).

Namun masih ada jenis anjing yang membuat kita ingat akan betapa tinggi nilai ilmu. Bila engkau melepas anjingmu, dengan bismilah, lalu ia membunuh buruannya, lihatlah apakah ia melukai buruanmu di tempat yang tepat atau mencabik dan memakan daging hewan itu. Yang pertama berburu untuk tuannya, karenanya buruan itu sembelihan yang halal di makan dan yang kedua berburu untuk dirinya, karena itu buruan itu bangkai yang haram dimakan. Catat hari kelahiran seekor babi jantan, tunggu sampai usianya layak kawin. Lihatlah betapa dengan ringan ia gauli ibunya di depan kesaksian bapak kandungnya yang asyik melahap makanannya termasuk kotorannya sendiri. Jangan tanya hewan itu Apa bapak tidak cemburu? Ia takkan buka kamus untuk mencari arti cemburu, karena entri itu memang tak pernah ada dalam kamus mereka atau mereka memang tak punya kamus.

Disiplin, Pahit tetapi sehat.

Syaikh Amin Syinqithy membuktikan betapa Allah memberikan keberkahan bagi umur kita. Ketika murid-muridnya terheran-heran, apa mungkin orang bisa menghatamkan Al-Qur‘an dalam sekali salat malam, ia membuktikannya. Betapa rapi bacaannya. Betapa merdu suaranya, betapa nikmat salat bersamanya. Selebihnya, cukup waktu untuk bekerja. Pada ashar hari kamis di akhir pekan, seorang kader dakwah seperti dituturkan Imam Hasan Al-Banna keluar dari bengkel tempat ia bekerja. Malamnya ia sudah memberikan ceramah di sebuah pertemuan beberapa puluh kilometer dari tempatnya. Esok Jum‘atnya ia

137 | P a g e

berkhutbah dengan bagus di tempat lain yang cukup jauh. Asharnya ia memberikan pengarahan pada sebuah Mukhoyam (camping) yang diikuti oleh ratusan pemuda da‘i berbagai penjuru. Lepas Isya, ia menyampaikan arahan pada sebuah dauroh besar. Ratusan kilometer dalam 30 Jam ditempuhnya, suatu perjalanan yang melelahkan. Namun esoknya, dengan wajah cerah cemerlang dan hati yang tenang, ia telah tiba di tempat kerjanya lebih cepat, tanpa ribut-ribut mengisahkan kerja besar yang baru diselesaikannya.

Sembilan tahun agresi pasukan musyrikin Quraisy dan yang lainnya ke Madinah telah menyibukkan Rasulullah dengan 27 kali (pertemuan yang beliau pimpin langsung) dan 35 kali sariyah (yang di pimpin para sahabat). Serbuan yang bertubi-tubi ini potensial membuat lemah fisik dan mental, dan masuk akal bila beliau dan para sahabat memanfaatkan waktu jeda yang rata-rata sebulan atau sebulan setengah untuk berleha-leha. Namun ternyata justru waktu itu diisi dengan banyak kegiatan, dari mendidik para politisi, panglima perang, hakim, diplomat sampai merangkak dengan anak-anak di punggungnya atau dalam beberapa riwayat dan momentum yang berbeda, berpacu jalan dengan keluarga atau beramahtamah dengan rakyat jelata. Ia pemimpin besar yang menggetarkan banyak bibir kekaguman. Ia panglima besar yang akurat dalam memimpin setiap pertempuran. Ia guru yang melahirkan kader handal. Ia suami yang membuat istrinya kebingungan saat ditanya momen-momen apa yang paling mengesankan semasa hidup bersamanya. Momen mana yang tidak mengagumkan, (ayyu amrihi lam yakun ajaba?!), jawab Aisyah, ummul mu‟minin radhiyallahu „anha.

Kemapanan; Ancaman titik Balik

Penduduk asli kota-kota besar yang datang beberapa generasi sebelum ini, bagaikan pendaki gunung yang kelelahan dan tak bernafsu lagi untuk berprestasi. Dengarlah jawaban tiga anak-anak tanggung dari tiga kelompok, ketika masing-masing ditanya kemana Ayah mereka. Yang pertama menjawab: kerja, karena etnik ini lebih pas

138 | P a g e

menjadi birokrat. Yang kedua menjawab cari uang, karena lebih sreg dengan berdagang. Yang ketiga, penduduk asli tersebut menjawab: tidak ada, yang justru karena itu sang tamu bertanya. Mampukah abi-ummi, sebutan bagi sebuah generasi baru menyelamatkan anak-anak mereka menjadi ikhwan akhwat setelah dari masyarakat sekuler mereka berhasil hijrah ke alam baru. Anak- anak mereka tidak merasakan pedih perihnya keterasingan dan pahitnya kebencian. Mereka hanya tahu di rumah mereka ada telah ada televisi, video, VCD dan perangkat hiburan lainnya. Sebagian telah menikmati taraf hidup lebih baik. Sebagian lagi malah telah memasukin dunia jetset dan orang tua yang selebritis.

Jawabnya sangat tergantung kepada komitmen dan integritas masing-masing, sesudah yang terpenting hidayah Allah. Derita dingin malam dan lapar siang, tetap selalu dapat dirasakan oleh si kaya dan si miskin. Rasa sepenanggungan masih tetap dihayati oleh veteran-veteran ghuraba yang kini berdasi dan bermersi. Namun dendam kemiskinan kerap menghinggapi mereka yang tak siap. Dendam itu bisa mengambil bentuk sikap snob, arogan, norak, kufur nikmat dan lupa kacang akan kulitnya. Manusia tetaplah manusia, apapun posisi mereka sebelumnya. Hajjaj bin Yusuf At Tsaqafi adalah seorang guru dan hafiz Al-Qur‘an, penyair dan panglima yang ulung sebelum menjadi penjagal ulama dan mujahidin, bagi kepentingan dinasti Bani Ummayah. Qarun berasal dari kaum Nabi Musa yang mendapat suara Bani Israil untuk mewakili perjuangan mereka, sebelum akhirnya ia menjadi antek setia Fir‘aun dan menghianati konstituennya. Wallahu „alam bisshawab.

Sumber :

139 | P a g e

Tulisan Sang Murabbi :

Dalam dokumen Belajar Dari Sang Murabbi Rahmat Abdullah (Halaman 130-139)