• Tidak ada hasil yang ditemukan

From The Word to The Sword

Dalam dokumen Belajar Dari Sang Murabbi Rahmat Abdullah (Halaman 125-130)

Oleh KH. Rahmat Abdullah

Hamia‟l wathis, perang telah berkobar! Ya, perang telah berkobar, di pusat-pusat propaganda perdamaian dan kampanye hak asasi manusia, di halaman koran-koran yang huruf-hurufnya menyala, di layar kaca yang penyiarnya dengan enteng menyematkan gelar teroris bagi siapa saja yang tak sepikiran dengan Bush, Sharon, dan sejenisnya

Kekalahan telah menimpa sebagian umat ini, karena mereka percaya sebagian dari mereka teroris, yang karenanya mereka harus selalu memikul dosa kolektif. Kata imperialis dan kolonialis tak lagi populer, walaupun stigma teror, jahat dan barbar, pemaksaan hutang luar negeri, dikte negara-negara donor, sebenarnya telah menjadi ciri utama imperialisme dan kolonialisme baru. Mereka telah takluk kepada kata, jauh sebelum takluk kepada senjata.

Ada sebagian orang terkesiap dengan jargon masyarakat madani, demokrasi dan hak asasi, lalu lupa kepada hakikat perang abadi antara haq dan bathil, antara tauhid dan syirik, antara ikhlas dan nifaq. Mereka merasa betul-betul barbar dan taak beradab, padahal guru sejati ilmu itu adalah barat sendiri, yang menghajar kuba diteluk babi, membumihanguskan Vietnam, meluluhlantahkan Afghanistan, bahkan menyerbu Indonesia paska bertekuk lututnya Nippon di akhir PD II, untuk melancarkan kembalinya Kolonialis Belanda. Yang mengajar rezim Hafez Assad meratakan Hamah dengan tanah, mengajarkan rezim Faruq dan Nasser membuat jagal-jagal manusia sungguhan di Liman Thurrah dan Sijn Askar. Yang mengajarkan Soekarno berkonfrontasi dengan sesama Melayu (Malaysia),

126 | P a g e

dan Soeharto membantai di Tanjung Priok, Lampung, Aceh, dan Haur Koneng. Barat modern sama dengan para pendahulu mereka, kaum kolonial yang memandang pribumi sebagai ekstrimis dan teroris. Apa bukan dari Mahellan rezim-rezim timur merampasi tanah rakyat, seperti sang guru merampasi tanah-tanah bangsa Maharlika (Philipina) dengan siasat licik Yang Punya Surat Tanah ialah Pemilik Tanah. Bedanya Timur lama memandang Muhammad Toha di Bandung Selatan, Diponegoro, Imam Bonjol, Hasanudin, dan lain-lain; sebagai pahlawan dan Timur baru memandang Ahmad Yasin, Muhammad bin Dirah, dan Khaled Misy‘al sebagai biang kerok.

Sejumlah Ormas Islam, mengawal perayaan keagamaan segelintir umat beragama lain yang sukses mengemas isyu dan merekayasa opini. Mereka kerahkan para pemuda Islam dengan sukarela dan yakin diri yang dipaksakan seakan mereka adalah kekuatan Khilafah yang kuat dan adil, yang karenanya harus menjadi rahmatan lil „alamin. Padahal sampai hari ini umat tak pernah merasa aman dari pembakaran masjid, pesantren, dan rumah milik oleh sesama umat. Bahkan mereka tidak aman dari fatwa untuk tidak berbelanja di toko sesama saudara Muslim yang berbeda Ormas. Mereka telah terasuki dosa, perasaan berdosa bangsa Jerman modern yang setiap tahun harus menangis-nangis merayakan hari penyesalan mereka atas tindakan yang dilakukan rezim masa lalu, Hitler dan Partai Nazi-nya terhadap kaum (tidak hanya) Yahudi lebih dari setengah abad silam. Semoga semua usaha ini bertujuan mulia, melindungi umat yang tak henti-hentinya didera fitnah bom di berbagai tempat dan di bantai di Maluku, Poso, dan Nangroe Aceh.

Menjadi “Fanatikus” yang Madani atau “Ashri” yang Salafi.

Untuk menang, orang perlu kekuatan diri, modal informasi lapangan, data gerak dan makar lawan serta berbagai kelengkapan. Bila itu semua belum di tangan, pertolongan dan keajaiban masih dapat diraih. Instuisi berbanding lurus dengan kecanggihan senjata lawan. Ini kerap dilupakan. Banyak perjuangan bermodalkan fanatismeyang diejek dan dinaifkan,

127 | P a g e

namun justru membawa keberuntungan. Bukankah Barat begitu gencar memproduksi istilah, stigmatisasi, dan jargon terhadap dunia Islam, tak lain sebabnya karena takut realita umat ini. Mereka bekerja keras agar tubuh umat Islam ini tidak berjalan ke arah yang mereka cemaskan. Mereka boleh jadi metafor tubuh singa dan harimau, namun jangan diberi kesempatan berkepala singa dan harimau. Rekayasa agar kepala itu kepala tikus atau kelinci bahkan ditransplantasikan dengan kepala kecoak. Transplantasi moral telah berjalan jauh lebih dulu daripada kemajuan transplantasi dan bedah plastik!

Siapa gerangan petarung yang tak bermoral fanatisme, hari ini dan sepanjang sejarah! Bahkan orang yang begitu bangga tidak fanatik, sesungguhnya sangat fanatik dengan ketidakfanatikannya. Ini bukan teror logika, karena sejarah sekulerisme dan kaum sekuler membuktikan hal tersebut. Dari Kemal sampai Bush, semua terlibat dalam sensor, penggusuran agama dengan dalih reformasi, anti terorisme, penyebaran fitnah dan stigma-stigma. Apa ini bukan fanatisme?

Kita diperintahkan untuk membangun keputusan di atas fakta-fakta, bayyinah dan burhan serta dilarang membangunnya di atas waham, informasi sumir kaum fasiq, su‘uzhan dan kebencian. Tetapi kita juga dibekali intuisi iman yang jernih, tajam dan penuh cinta.

Rasulullah Shalallahu ‗Alaihi wa Sallam sangat fair ketika menyebut Najasyi sebagai raja yang tidak membiarkan seorangpun dizhalimi di depan matanya, bahkan menyuruh para sahabatnya untuk berhijrah ke Ethiopia, negeri Sang Raja. Namun beliau juga sangat kritis dan sensitif ketika Ummu Salamah menceritakan lukisan dan gambar para santo dan santi di gereja-gereja mereka: “Mereka makhluk paling buruk di sisi Allah!” karena sikap kultus dan pendewaan kepada orang-orang shalih, simbol-simbol umat untuk memproduk dusta-dusta publik.

128 | P a g e

Bukan hanya doktrin dan postulat keagamaan, bahkan pengalaman dan fakta sejarah telah memberikan pelajaran berharga, bahwa musuh agama dan umat itu benar-benar ada, permanen dan berpengalaman. Keberhasilan paling besar mereka ketika berhasil menghilangkan kesadaran bermusuh dari ingatan Muslimin. Umat didekatkan dengan musuh agar mudah ditikam tanpa rasa curiga. Kenyataannya mereka lebih nyaman dan aman berdekatan dengan musuh dan waswas terhadap saudara sendiri. Sebenarnya kesadaran bermusuh tidak harus melenyapkan kelebutan dan kasih sayang, semangat positif bagi teraihnya hidayah, bahkan oleh musuh paling keras. Sebaliknya kelembutan dan kasih sayang tidak boleh melarutkan kewaspadaan terhadap permusuhan permanen yang mengancam setiap saat. Dalam momen-momen khusus Allah selalu memberikan bimbingan bagaimana musuh selalu menginginkan kalian lengah terhadap senjata dan logistikmu (QS An Nisa‟:102), sebagaimana serangan permanen terus berlangsung sepanjang tahun, sepanjang bulan, pekan, hari, menit dan detik. “Dan mereka terus menerus akan memerangimu sampai berhasil mengembalikan (memurtadkan)-mu dari agamamu seandainya mereka mampu…” (QS Al Baqarah:217).

Sudah saatnya semangat nahi munkar umat ditimbang secara adil dan didudukkan secara proporsional. Kalau tidak nahi munkar akan berubah menjadi permusuhan internal, dakwah berubah menjadi sumpah serapah dan kebencian. Dan musuh terus melenggang tenang. Soal umat memang perkara musykil,apakah mereka telah keluar dari islam atau belum masuk ke dalam islam. Semoga Allah merahmati Ustadz Hasan Hudhaibi, Salim Bahnasawi, Musthafa Hilmi, DR. Qardhawi dan yang seperti mereka seputar ulasan tuntas mereka perkara pengkafiran sesama Muslim. Penyikapan yang benar lahir dari aqidah yang benar. ―Barang siapa yang menyembah Allah hanya dengan cinta maka ia adalah Zindiq. Barang siapa menyembah Allah hanya dengan harapan maka ia adalah Murji‘ah. Barang siapa menyembah Allah hanya dengan khauf (takut) maka ia adalah Haruri(Khawarij),‖ demikian pesan Ibnu Taimiyah.

129 | P a g e

Sumber :

130 | P a g e

Tulisan Sang Murabbi :

Dalam dokumen Belajar Dari Sang Murabbi Rahmat Abdullah (Halaman 125-130)