• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skema II.1 Siklus kekerasan

HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

IV. C.3 Data Wawancara

Sari akan dijodohkan dengan seorang pria oleh ibunya tapi Sari menolak dengan alasan masih terlalu muda untuk menikah karena saat itu usianya masih 13 tahun. Selain itu, Sari juga sudah punya pacar dan berjanji akan menikahinya. Hubungan Sari dengan pacarnya berjalan baik dalam hubungan pacaran yang sewajarnya. Tidak jadi dijodohkan oleh ibunya, lalu Sari pergi dari rumah dengan tujuan mencari pekerjaan. Lalu Sari diterima kerja di sebuah restoran. Malang bagi Sari karena setelah 6 bulan dia bekerja direstoran, Sari mengalami pemerkosaan yang dilakukan oleh anak pemilik restoran ketika Sari sedang tidur.

”...aku pigi kerja restoran-restoran...lagi motok-montoknya lah namanya masih gadis ya kan...6 bulan ada anak yang punya...restoran...tidur aku nyenyak kali...tidur mati, sama tidur mati, terakhir diperkosa pun gak tahu aku”

(P3.W1/k.176-184/hal.6)

Setelah peristiwa tersebut, Sari merasa dunia kiamat, harapannya hancur, dan takut bertemu dengan pacar apalagi dengan orang tuanya. Perilaku Sari juga berubah menjadi perokok dan mengalami stress. Sari juga takut dirinya hamil

sehingga Sari memaksa dirinya meminum obat yang disarankan oleh temannya untuk mencegah kehamilan.

”Hah...gak tahulah...!! Kiamat dunia kayaknya harapan awak udah hancurlah...terakhir sama cowok aku pun takut, sama orang tua gak berani. Semua serba salah. Terakhir nanggung sendiri!!”

(P3.W1/k.189-192/hal.7)

”Terakhir duduk...aku. dari situlah pandai merokok hem...sampai-sampai stress aku...suntuk awak...”

(P3.W1/k.202-204/hal.7)

”Itulah terakhir, itulah...pigi ketempat kawanlah. Memang sekali gitu ya kan tapi namanya kita gak tahu gak ngerti sakit kali...abis itu kan nunggu bulan-bulan halangan lagi, gak mens, hamil...lah aku ini. Terakhir kan itulah dikasih orang itu minum jamu apa...ya? Disuruh minum itu panasnya naujubillah!! Orang dulu bukan hamil awak, baru...baru...habis di itu tadi ya takut hamil, bantailah minum jamu”

(P3.W1/k.194-202/hal.7)

Sari sebenarnya ingin mengadukan kejadian yang dialaminya kepada orangtua pelaku tetapi Sari takut dan malu karena orang tuanya tidak akan percaya dengan apa yang dikatakannya. Sari takut justru orangtua pelaku akan menyalahkan Sari atas peristiwa tersebut. Akibatnya, Sari hanya diam saja menghadapi kenyataan.

”Mau nuntut...karena gini udah dipancing mamaknya, memang Ibu itu baek, baek kali cuman anaknya ini orangnya dingin, kalo ibarat air itu tenang kali, ibarat air itu tenaaaang! kayak orang gak berdosa... sama orang tua baee...ek naujubillah!! Apanya...ini... hem...pokonya sama orang tua itu kayak macam... kalo dia berbuat salah, kita gak percaya”

(P3.W1/k.206-212/hal.7)

”Hem...awak pula yang disalahkan, diam ajalah!!” (P3.W1/k.241/hal.8)

Dampak pemerkosaan tersebut adalah adanya rasa sakit pada bagian kelamin Sari dan pendarahan. Sari mengalami frustasi, patah hati, merasa tidak punya harapan lagi dan merasa tidak pantas untuk bertemu pacar apalagi menikah

merasa dirinya tidak suci lagi sehingga tidak akan ada orang yang mau menikahinya.

”Apa yang enak!! sakit kok...mana ada enaknya... orang sakit, awak jalan ngangkang, terakhir orang... ih...aku...! namanya main paksa. Ini kayak asli dresss...mungkin sekaligus koyak betul!! Apa gak sakit betul...! hah terakhir jadi...rasanya...ada...patah hati, frustasi gitu, ada ya kan, jadi...jadi...pikiran udah gak ada lagi gak ada harapan lagi. Sama cowok aku tadi gak berani ngomong, gak mungkin aku kawin sama dia apalagi jaman dulu kalo gak gadis katanya hah...”

(P3.W1/k.243-252/hal.8-9)

Sejak saat itu pula Sari mulai merokok, bandel, suka melawan, jarang pulang kerumah dan selalu tidur dirumah teman. Padahal selama ini Sari tidak pernah berperilaku seperti itu.

”Udah...udah...udah gak suci lagi ya kan, rasanya udah...udah...udah habis kali, udah terenggut itu tadi, udah gak ada lagi harapan awak...dari situlah putus asa aku, merokok, nanti aku bandellah, melawan, jarang pulang, tidur nanti tempat-tempat kawan tidur”

(P3.W1/k.296-301/hal.10)

Kondisi ini memotivasi Sari untuk mencari status ke Arab. Sari bermaksud pergi ke Arab dan menikah dengan orang Arab karena orang Arab tidak tahu bahwa dirinya tidak perawan lagi. Setelah setahun menikah, Sari akan meminta cerai dan kembali ke Indonesia dengan status janda sehingga Sari bisa menikah lagi dengan pacarnya.

”Dari situlah...terakhir itulah ee...mamak kami disuruh ke Arab Saudi mau disuruh ngambil haji. Pikir aku dulunya mau kesana aku mau kawin sama orang Arab mau cari status, kalo disanakan gak tahu orang kalo udah bolong. Pikiran awak namanya pikiran-pikiran-pikiran rendah kali gak ada...ini...gak ada...”

(P3.W1/k.263-269/hal.9)

”Jadi...dari situ pigi aja aku ke Arab, kawin sama orang sana, nanti kalo udah cerai kan statusku janda, bisa...pikiranku gitulah dulu. Jadi...berangkatlah aku. Itu cowokku masih nunggu juga itu”

”Aku pun berangkat ke Arab. Jadi janjilah kami nanti Sari setahun pulang ya Sari, he’eh kubilang, nanti aku tunggu ya...he’eh. ini aku mau cari status maksud aku ke Arab sana he...he...Mir...”

(P3.W1/k.292-296/hal.10)

Setibanya di Arab, Sari tinggal bersama kakak tirinya dan kakak tirinya berniat menikahkan Sari dengan orang Arab tapi Sari menolak karena merasa masih sangat muda. Sari merasa susah beradaptasi dengan lingkungan barunya karena Sari tidak mampu berbahasa Arab sehingga Sari hanya menggunakan gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu.

”Iya, namanya bahasa Arab disanakan...kita kan belum dapat cepat, mau belanja-belanja awak...gak tahu...ngomong gini-gini orang bisu!!”

(P3.W1/k.356-359/hal.12)

Sari sempat menangis dan berpikir untuk pulang dan melanjutkan sekolah lagi tapi kakaknya justru menyuruhnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada sebuah rumah mewah. Sari merasa senang dengan pekerjaannya dan menganggap ini adalah pengalaman yang menarik.

”Sampe setahun disana nangis-nangis aku Mir? Mau pulang!!” (P3.W1/k.353-354/hal.12)

”Jadi terakhir mau pulanglah aku ma Kakakku, pulang aku lah, nangis- nangisnya mau minta sekolah lagi memang, terakhir dibawa Kakakku lah pigi kerja sama orang Arab”

(P3.W1/k.364-367/hal.12)

”Hem...banyak senangnya, tadi ada lucu-lucunya” (P3.W1/k.401/hal.13)

Selama di Arab, Sari masih merasa dirinya tidak mungkin diterima oleh orang lain karena ketidakperawanannya. Namun, Sari tetap berusaha mempercantik dirinya untuk menarik perhatian pria Arab. Sari mulai menjalin hubungan pacaran lagi dengan seorang pria tapi kakaknya tidak setuju. Sehingga

Sari terlibat pertengkaran dengan kakaknya. Kakaknya memukulinya dan mengusir Sari dari rumah.

”Itulah terakhir kakakku ngamuk! Dipukulin aku, sampe ditamparinya aku ma kakakku, trus sampe putus kalung, koyak-koyak bajuku diusir aku jam 2 malam”

(P3.W1/k.500-503/hal.16)

Sari keluar dari rumah kakaknya dan tidur di Mesjid layaknya gelandangan selama kurang lebih setengah bulan. Sebenarnya Sari ingin pulang ke Indonesia tapi tidak punya biaya. Saat itu, Sari merasa sangat sedih karena tidak punya uang, bahasa Arab tidak tahu dan kakak tidak peduli dengan keadaan Sari.

”Huh...gak tahu rasanya...kek mana, punya duit gak? Bahasa Arab gak ngerti? Kakak gak ada nyari-nyari ya kan? Jadi pokoknya itulah sedih kali, punya uang gak ada, makan diatas...nanti keluar aku tengah malam jam 3 malam dari Mesjid itu kan ada orang Arab-Arab itu ngasih roti, sedekah- sedekah roti itu, situlah aku makan, minta aku roti, makan, minum air Zam-zam itu, kalo nanti malam itu didalam-dalam disitu ada orang makan- makan kurma ya kan, dikasih orang itu nanti, awak duduk...sambil baca Quran itulah ya kan, Tawaf, sembahyang, ya...yang aku kerjakan ibadah lah ibaratnya disitu walaupun aku sengsara aku, tapi ibaratnya ibadah ya kan, ada aja yang ngasih kurma itu, dikasih kurma kuambil, minum air Zam-zam, kenyang!! ya, itulah berkah juga ya kan, terakhir itulah kerjalah aku. Pinginlah aku ah...biar punya duit, cari kerja!”

(P3.W1/k.531-547/hal.17-18)

Selanjutnya, Sari termotivasi untuk mencari pekerjaan demi memperbaiki hidupnya. Sari menerima tawaran kerja menjadi pembantu rumah tangga. Akan tetapi, Sari tidak mampu bertahan lama bekerja pada majikannya karena majikannya keras dan kejam. Sari mengundurkan diri dengan alasan tidak sanggup bekerja.

Kemudian Sari bertemu dengan seorang wanita asal Indonesia yang menjanjikannya pekerjaan untuk Sari. Lama kelamaan Sari tahu bahwa pekerjaan

yang ditawarkan oleh wanita tersebut adalah sebagai pekerja seks komersil (PSK) sedangkan Sari tidak mau bekerja sebagai PSK.

”Gak lama aku jumpalah ada perempuan, jadi pikir orang kita Indonesia, ya sama-sama orang Indonesia ya menolong. Mbak-mbak katanya, Mbak gak pulang? Gak, aku lari dari rumah Kakakku. Udah kerumah aja, dirumahku gak ada orang, aku sendirian, katanya. Ehm...iya jugalah pigilah aku ikut-ikut dia tadi, rupanya germo, germo juga disana ada orang kita, orang Madura. Trus aku diajaknya kerumah, rupanya dia pun, sebentar-sebentar ada jantan lain-lain datang, aku diam aja namanya...mau dipromosikan dialah aku, ibaratnya masih muda ya kan”

(P3.W1/k.585-597/hal.19)

Wanita asal Indonesia tersebut marah dan mengajak Sari pindah ketempat lain. Lalu Sari berkenalan dengan seorang pria (suami I) yang saat itu berstatus duda. Pria ini sudah mapan secara finansial sehingga dia bisa mencukupi semua kebutuhan Sari dan Sari merasa senang.

”...Kenallan sama Bapak ND itu, Bapak anakku itu, kenal sama dia, diapun udah ada bininya, bininya tapi pulang ke Indonesia ya kan”

(P3.W1/k.624-626/hal.20)

”Hem...waktu itu duit segini-segini, banyak kali, aku pun terikut jugalah, mau beli jajan, mau beli jajan, mau beli apa dikasih dia tapi gak tahu, ibaratnya ada maunya gitu gak tahu”

(P3.W1/k.630-635/hal.21)

Saat itu, pria ini mengajak Sari menikah tapi Sari menolak karena jarak usia mereka yang jauh berbeda. Usia suami I-nya jauh lebih tua dari usia Sari. Suatu ketika wanita asal Indonesia tadi menyuruh Sari dan seorang temannya pergi ke suatu tempat dengan maksud sebenarnya untuk menjual Sari. Sari mengalami percobaan perkosaan ditempat tersebut. Sari berusaha melarikan diri sambil menangis dan memanggil temannya. Sari sadar bahwa dirinya akan dijual. Sari marah dan minta bantuan pada suami I-nya untuk diantar pulang.

”Malam, sekitar jam 4 pagi, aku udah dikangkanginya!!! Macam si ini Jay macam si Mandra juga he...he...dikangkangi udah gini, terkejut aku!! apa

kau!!! kubilang, mau ngapain aku?! sambil meraba cari lampu ini aku, terus dia lari gak nampak orangnya, gak tahu siapa orangnya cuman aku terus laaari aku!! jalan, ngejar, sambil nangis-nangis ini, nggedor rumah satpam itu, Romlah! Romlah! Kugedor-gedorlah ntah orang itu lagi ngambil gak tahulah, aku nangis-nangis belum sempat diapa-apain, memang udah di ini’in. Ada apa? Yok pulang aku gak mau disini, kau mau jual aku ya? Aku mau diperkosa, kubilang gitulah, kau pikir aku lonte apa? Kalian bagus-bagus sama aku!! merepet aku habis-habisan aku...jadi, aku mau pulang sekarang, jadi naik apa kita pulang nantilah tunggu pagi. Gak mau!! udah telepon si M kubilang, Bapak ND, memang ya dia baik juga, kek manapun jahatnya aku sama dia. Jadi aku minta tolonglah sama dia, teleponlah dia, M...M...aku mau pulang, iya...ya... nanti aku jemput. Dijemputlah jam 4 pagi, jadi aku udah nangis mataku bengkak ini udah, yang mau memperkosa aku ini tadi…”

(P3.W1/k.703-725/hal.23)

Sari sadar bahwa lingkungan tempatnya tinggal tidak aman lagi baginya karena lama-kelamaan bisa membuatnya menjadi PSK. Sari memutuskan untuk menikah dengan suami I-nya. Akhirnya, Sari menikah dengan suami I-nya, yang saat itu berstatus duda, pada tahun 1999. Motivasi Sari menikah saat itu tetap untuk mencari status seperti motivasi awal. Kehidupan setelah menikah lumayan membaik dan Sari bekerja sebagai pedagang sama seperti suaminya. Sekitar tahun 1995, Sari kembali ke Indonesia tepatnya ke Medan yaitu rumah mertuanya. Sari pulang dengan membawa banyak uang sebagai modal usaha dan bermacam- macam barang khas Arab. Sari merasa kehidupannya lumayan baik setelah pulang dari Arab.

”Masih kerja disana, 6 bulan sekali dia pulang, jadi Mamakku pulang ke BJ, aku pulang ke Medan, sampe di Jakarta aku dijemput adek iparku. Jadi aku pulang ke Medan. Aku pulang maksudku mau bikin rumah, buka usaha, mau jahit baju, bikin-bikin manis-manisan, dulu ceritanya ya, bawa duit aku 10 juta, uang dolar 1500 dolar, iya...banyak juga dulu, emas london kubawa 130 gram, ha...banyak Jay...”

(P3.W1/k.892-899/hal.29)

”Itulah jadi aku pulang, penuhlah pokoknya lumayanlah, sampe Jakarta aku masih hepi-hepi, jalan-jalanlah, keliling-keliling sama adek iparku. Pulang ke Medan, udah aman, sampe sini aku udah punya rumah sendiri

ya kan, beli kereta aku disini tapi...hepi aku berakhir, itu...lakiku ngulah lagi, kawin lagi”

(P3.W1/k.901-907/hal.29)

Sari sangat terkejut mendengar kabar bahwa suaminya menikah lagi. Sari merasa sangat kecewa karena selama ini dia sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik tapi semua itu dirasakan sia-sia saja. Sari marah melihat perilaku suami, Sari sering menangis, dan memaki-maki suaminya.

“Kagetlah. Jadi si M kawin lagi? Iya, katanya, ini aku disini keadaan jadi istri baeeek kali disini walaupun suamiku disana, aku disini baek, ngurus anak, anak tiri satu yan kuurus”

(P3.W1/k.927-930/hal.30)

“Istrinya...semua lima, tapi yang dipake satu abis satu, satu gitu, dicerikannya, gitu, gak dipake semua, ngamuklah aku nangis-nangis!!! Aku baik-baik, aku pakai telekung, aku pake baju tangan panjang dulu, iya...ingat kali aku gak kayak sekarang ini. Baik kali aku, dirumah aja aku nanti, terakhir itulah dibilangnya nangis aku dimuka pintu saking sedihnya, Anjinglah...!!! hikz...hikz...hikz...gitulah kubilang kayak macam anak-anak. Aku baek-baek sama kalian, aku tercampak ke Medan, aku gak dikasih pulang ke BJ aku, rupanya dia kawin lagi...”

(P3.W1/k.942-952/hal.30)

Keadaan Sari yang stress karena tidak bisa pulang ke kampung halamannya membuat perilaku Sari juga berubah. Sari mulai suka bepergian ketempat teman-temannya, membuka jilbab dan berpenampilan lebih terbuka. ”Jadi terakhir, betul juga aku pikir, bodoh kali aku, dari situlah aku mulai

melalak, bukalah jilbab, bukalah, pakelah baju pendek, dari situ terbukalah semua, terus stresslah aku udah kayak orang gila, pulang gak bisa pulang!! Terakhir selama hampir itu...kujalanilah hampir setahun lebih aku... memang pulang dia pulang tapi udah gak ku open ya kan. 6 bulan cuman ngirim duit aja, duit ngirim terus itu, tiap bulan 900 ribu, tahun 95 belum krismon itu, krismon tahun...?”

(P3.W1/k.958-968/hal.31)

Sari mulai hidup berfoya-foya dan menghabiskan harta yang dia punya hanya untuk belanja, jalan-jalan bersama teman-temannya dan dibagi-bagikan

pada mertua dan adik iparnya. Akibatnya Sari bangkrut dan mulai bingung bagaimana mendapatkan uang lagi karena selama ini dia tidak bekerja tetapi hanya mengharapkan uang dan harta yang dia bawa dari Arab. Disisi lain adik ipar dan mertuanya mulai meninggalkan Sari disaat Sari mulai bangkrut. Sari sedih sekali karena selama ini dia sudah berusaha bersikap baik terhadap keluarga suami tapi mertuanya tidak pernah menganggap Sari sebagai bagian dari keluarga mereka. Sari merasa bahwa mertua dan adik iparnya hanya mengharapkan hartanya saja, ketika harta habis Sari pun ditinggalkan.

”...ih...sedih kali aku!! kok kayak ginilah, tapi karena aku orangnya gak perhitungan udahlah gak apa-apa. Tahan aku hari raya, belikan anakku kubelikan baju yang harga 20.000 rupiah, anak tiri aku yang harga 45.000 rupiah, kubedakan, itulah demi ambil hati sama keluarga orang itu tapi gak ada bisa aku masuk ke keluarga orang itu, ibaratnya gak pernah dianggap aku, karena aku gak ada...gak ada keluarga, satu pun gak ada, jadi rasaku itu, keluarga orang itu kuanggap bukan mertuaku tapi kayak orang tuaku sendiri, aku itu nganggap kayak gitu”

(P3.W1/k.1005-1016/hal.32)

Keadaan bertambah berat karena Sari tidak bisa pulang ke kampung halamannya. Suaminya selalu menjanjikan untuk segera memulangkannya tapi tidak pernah terlaksana. Sari menjadi semakin frustasi, putus asa dan hancur.

”...Jadi dari situlah kupikir udahlah habislah hartaku, terakhir aku gak punya apa pun gak apa-apa. Jadi dari situ main-main, ini dalam keadaan udah frustasi, rasanya awak putus asa, semuanya hancur-hancuran!! Pulang pun aku gak mungkin pulang lagi, aku pulang jadi anjinglah!!!” (P3.W1/k.1084-1090/hal.35)

Dalam keadaan frustasi ini Sari kemudian bertemu dengan seorang pria yang saat ini menjadi suami II-nya. Sari berkenalan lalu pacaran dengan suami II yang ternyata adalah seorang pemabuk. Setelah terjadi pertengkaran hebat antara Sari dan mertuanya akhirnya Sari memutuskan untuk lari dari rumah dan mencari

tempat tinggal sendiri. Tak lama kemudian suami I mengetahui bahwa sari pacaran dengan calon suami II. Setelah terjadi diskusi yang disertai pertengkaran, suami I memutuskan untuk menikahkan Sari dengan suami II. Motivasi Sari menikah hanya sebagai pelarian karena karena sakit hati melihat suami I-nya menikah lagi. Sari menikah dengan suami II tanpa ada rasa cinta yang tulus dan waktu kenalan yang sangat singkat hanya sebulan.

”Pelarian karena lakiku kawin lagi ya kan, sakit hati gitu, jadi karena trauma punya mertua, dengar dia gak punya Mamak gak punya Bapak jadi rasanya merdeka gitu, ha…jadi ah pikirku bisalah jadi laki karena rasanya bebas gitu, makanya aku mau”

(P3.W2/k.11-15/hal.1)

”Cinta dulu memang ya…ada cinta itu…cinta itu ada tapi cinta itu gak tulus gitu, gak tulus itu macam mana ya…itulah tadi mau coba-coba ya kayak gitu jadinya, jadi ya mau kawin, kawinnya pun bukan kawin kayak mana gitu, gara-garanya karena…udah pacaran ketahuan laki pertama, ketahuan, trus dikawinkan kami, itulah makanya gak sampe sebulan” (P3.W2/k.17-23/hal.1)

Sari tidak memikirkan bagaimana masa depannya jika menikah dengan suami II yang seorang pemabuk dan tidak punya pekerjaan. Sari hanya berharap suatu saat keluarga dari pihak suaminya dapat membantu suaminya untuk mencari pekerjaan.

”Itulah maksud aku kawin tadi karena kawin gak… kawin karena pelarian gak kupikirkan itu pekerjaan dia, memang aku tahu keluarganya orang senang semua, pikirku ah…mungkin nanti…karena dia pun ngomong ah…aku pun kalo untuk kerja gampang kerja, karena keluargaku orang…ada banyak yang bisa diandalkanlah sama dia, tapi ternyata keluarganya semua membiarkan gitu aja, hidup mandiri sendirilah kami, itulah aku sabar, maaa…bok!! tiap hari sama kawannya...”

(P3.W2/k.47-56/hal.2)

Setelah menikah dengan suami II, Sari selalu diperlakukan tidak adil. Suaminya selalu menghabiskan uang untuk mabuk-mabukan dan pesta bersama

teman-temannya. Suami II juga tidak punya pekerjaan sehingga dia tidak pernah memberikan nafkah untuk Sari dan anak-anaknya. Sari merasa sangat sedih dengan kondisinya ini dimana uang habis, barang-barang berharga juga habis terjual sedangkan suami tidak bekerja tapi hanya mabuk-mabukan.

“Duit aku udah habis, habis duit aku!! Barang aku habis, orang dia gak ngasih makan aku, mabuk aja, terakhir macam kayak di film-film di Indosiar itu kubilang aku, Iyalah!! Sedih...kali aku...!! aku ngurus sendiri anakku ya kan, pulang malam jam 2 malam itu mabuk, pigi pagi, abis melek pigi lagi dia ha...pulang jam 3 kadang mabuk diantar sama kadang pulang sendiri...”

(P3.W1/k.1361-1368/hal.43)

Meskipun Sari merasa sangat tertekan dengan perlakuan suaminya II-nya tapi suami I-nya masih sangat memperhatikan Sari dan membantu Sari dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Akan tetapi, setelah suami I meninggal dunia perlakuan suami II semakin kasar terhadap Sari. Awalnya suami II tidak pernah melakukan kekerasan fisik tapi sejak suami I meninggal, suami II mulai berani melakukan kekerasan fisik terhadap Sari.

”Gak ada musuhan, jadi dia tetap ngontrol aku, dibilangnya walaupun kita udah pisah, kau bukan orang lain, kau adik aku, masih tanggung jawab aku, dibilangnya gitu. Itulah makanya sekarang ini, dia kayak gini karena udah meninggal, Bapak ND, maka berani nyiksa aku, kalo masih hidup dia gak akan berani dia mukul-mukul aku, gak pernah mukul dulu, sesudah meninggal ha...dari situlah...”

(P3.W1/k.1445-1452/hal.46)

Tidak berapa lama kemudian Sari pindah rumah karena sangat tidak nyaman dan sering terjadi perang antar pemuda setempat. Suaminya juga termasuk salah satu dari orang-orang yang sering ikut perang. Ditempat yang baru, suami II-nya masih sering mabuk-mabukan, membatasi kebebasan Sari,

Dokumen terkait