BAB II PERENCANAAN KINERJA
E. Capaian Diluar Kegiatan Utama yang dilaksanakan Badan Ketahanan
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, dibutuhkan pendanaan yang sangat besar. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari APBN, tetapi perlu ditunjang dari sumber pendanaan lain seperti APBD prov/kab/kota, dukungan lintas sektor Kementerian/Lembaga, keterlibatan swasta, perbankan, serta dari swadaya masyarakat. Selain itu, tidak menutup kemungkinan adanya pendanaan yang bersumber dari kerjasama internasional. Dukungan pendanaan dibutuhkan untuk memfasilitasi program/kegiatan, koordinasi, supervisi, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program/kegiatan.
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Capaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan tahun 2021 menggunakan sasaran program dan indikator hasil revisi Renstra Tahun 2021. Metode yang digunakan untuk menghitung keberhasilan pencapaian kinerja adalah dengan membandingkan realisasi indikator dengan target indikator sesuai dengan PMK 22 Tahun 2021 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Kriteria keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja dalam laporan ini diindikasikan dengan nilai pencapaian sebagai berikut:
1. Sangat Berhasil : jika capaian kinerja > 90%
2. Berhasil : > 80 - 90%
3. Cukup Berhasil : > 60 - 80%
4. Kurang Berhasil : > 50 - 60%
5. Sangat Kurang Berhasil : ≤ 50%
Keberhasilan pencapaian indikator kinerja Badan Ketahanan Pangan diukur melalui 2 (dua) jenis target, yaitu maximize target dan minimize target. Maximize target adalah apabila hasil yang dicapai jika dibandingkan dengan target, semakin besar maka semakin baik kinerjanya. Sedangkan yang dimaksud dengan minimize target adalah apabila hasil yang dicapai jika dibandingkan dengan target, semakin kecil maka semakin baik kinerjanya. Indikator Kinerja sebagai berikut:
1. Persentase peningkatan volume bahan pangan yang didistribusikan/ disalurkan melalui PMT/TTIC dan TMT/TTI;
2. Persentase penurunan daerah rentan rawan pangan;
3. Persentase PSAT yang memenuhi syarat keamanan dan mutu pangan;
4. Jumlah konsumsi sayur dan buah;
5. Jumlah konsumsi daging;
6. Jumlah konsumsi protein asal ternak;
7. Nilai PMPRB Badan Ketahanan Pangan;
8. Nilai Kinerja Anggaran Badan Ketahanan Pangan.
Rumus penghitungan keberhasilan pencapaian indikator kinerja Badan Ketahanan Pangan untuk maximize dan minimize target adalah sebagai berikut :
1. Maximize target : Indeks Capaian IKU = RealisasiTarget × 100%
2. Minimize target : Indeks Capaian IKU = �1 + �1 −RealisasiTarget �� × 100%
Pengukuran kinerja didasarkan pada indikator kinerja yang terstandarisasi untuk memperoleh hasil evaluasi kinerja yang relevan dan handal sebagai bahan pertimbangan perencanaan selanjutnya. Hasil pengukuran menjadi dasar menyimpulkan kemajuan kinerja, mengambil tindakan dalam rangka mencapai target kinerja yang ditetapkan dan menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pencapaian Indikator Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2021
No. Sasaran Program Indikator Kinerja Volume Target Realisasi 1 Meningkatnya bahan
pangan yang
3 Meningkatnya pangan segar yang memenuhi
4 Tingkat konsumsi sayur dan buah 5 Tingkat konsumsi daging Jumlah konsumsi daging kg/kap/thn 13,8 11,9 atau
86,23%
(berhasil)
6 Tingkat konsumsi protein asal ternak 7 Terwujudnya Birokrasi
Kementerian Pertanian yang efektif, efisien, dan berorientasi pada layanan
8 Terkelolanya anggaran Kementerian Pertanian
Sumber : Badan Ketahanan Pangan 2021
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa sebagian besar indikator kinerja Badan Ketahanan Pangan tercapai, namun masih terdapat indikator di bawah target yaitu indikator jumlah konsumsi sayur dan buah serta jumlah konsumsi daging, sesuai PMK 22 Tahun 2021 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Kriteria keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja nilai pencapaian sebagian besar sangat berhasil. Penjelasan dari masing-masing capaian sebagai berikut.
1. Persentase peningkatan volume bahan pangan yang didistribusikan/
disalurkan melalui PMT/TTIC dan TMT/TTI
Pada tahun 2021, telah dilakukan Kegiatan Fasilitasi Distribusi Pangan melalui PMT/TTIC dan TMT/TTI sebagai upaya untuk stabilisasi harga dan pasokan pangan dengan memberikan insentif berupa penggantian biaya distribusi (transportasi dan kemasan) kepada pemasok PMT/TTIC untuk komoditas pangan, khususnya 10 (sepuluh) pangan pokok dan strategis. Dalam hal ini, PMT/TTIC memiliki peran sentral dalam mempengaruhi efek psikologis pasar dalam rangka pengendalian pasokan dan harga pangan dengan menjual komoditas pangan yaitu: beras, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, cabai rawit merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, minyak goreng, gula pasir dan/atau komoditas pangan lainnya. Realisasi penyaluran sampai dengan akhir tahun 2021 sebagaimana pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Dilihat dari volume tonase yang didistribusikan/disalurkan telah melebihi tonase yang ditargetkan, namun jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2020 terjadi penurunan volume bahan pangan yang didistribusikan/disalurkan. Penurunan volume ini dikarenakan adanya refocusing anggaran di BKP, sehingga terjadi penyesuaian untuk target volume bahan pangan yang didistribusikan/
disalurkan.
Berdasarkan DIPA Awal, target volume sebesar 40.000 ton mengalami refocusing s.d DIPA Revisi 4 sebesar 13.435 ton, sehingga realisasi volume bahan pangan yang didistribusikan/disalurkan melalui PMT/TTIC dan TMT/TTI tahun 2021 sebesar 14.795,02 ton dari target 13.435 ton atau 110,12%.
Berdasarkan realisasi volume ini, persentase peningkatan volume bahan
pangan yang didistribusikan/disalurkan melalui PMT/TTIC dan TMT/TTI sebesar 10,12% dari target 0,22% (kategori sangat berhasil).
Gambar 4. Realisasi penyaluran bahan pangan kegiatan fasilitasi distribusi pangan di PMT/TTIC/TMT/TTI
Gambar 5. Realisasi penyaluran bahan pangan kegiatan fasilitasi distribusi pangan di PMT/TTIC/TMT/TTI per provinsi
2. Persentase Daerah Rentan Rawan Pangan
Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2020-2024 dan Rencana Strategis BKP 2020-2024, daerah rentan rawan pangan ditargetkan turun dari 18% menjadi 10% pada tahun 2024. BKP menyusun Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) atau Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan untuk mengevaluasi pencapaian target ketahanan pangan. FSVA kabupaten disusun dengan menggunakan sembilan indikator yang mewakili tiga aspek ketahanan
Target (ton) : 13.435,00 ton Realisasi (Ton) : 14.795,02 ton Realisasi FDP : 110,09%
pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan, sedangkan FSVA kota disusun dengan menggunakan delapan indikator yang mewakili aspek akses dan pemanfaatan pangan, mengingat ketersediaan pangan di tingkat perkotaan secara umum tidak dipengaruhi oleh produksi yang berasal dari wilayah sendiri tetapi berasal dari perdagangan antar wilayah.
Akurasi peta terus ditingkatkan dengan mendetailkan pemetaan sampai tingkat desa, agar permasalahan dan tantangan yang menyebabkan terjadinya masalah pangan, kemiskinan dan stunting dapat dilakukan intervensi program/kegiatan secara lebih tepat sasaran, efektif, dan efisien.
Target Indeks Kinerja (SP2) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2021 adalah persentase penurunan daerah rentan rawan pangan sebesar 2%. Hasil analisis FSVA menunjukkan bahwa daerah rentan rawan pangan tahun 2021 sebesar 14,4% atau sebanyak 74 kabupaten/kota, melebihi target tahun 2020 sebesar 18%. Dengan demikian terjadi penurunan persentase daerah rentan rawan pangan sebesar 3,6% (kategori sangat berhasil).
Percepatan penurunan daerah rentan rawan pangan di Indonesia menghadapi kendala Pandemi Covid-19 yang berdampak pada peningkatan persentase penduduk miskin, peningkatan rasio konsumsi per kapita terhadap ketersediaan bersih per kapita, serta balita stunting. Jumlah kabupaten surplus menurun dari 62,74% tahun 2020 menjadi 60,34% tahun 2021 (18 kabupaten). Persentase penduduk miskin Indonesia mengalami peningkatan dari 9,41% (2020) menjadi 9,78% (2021). Jumlah kab/kota dengan persentase penduduk miskin di atas 20% meningkat dari 59 kab/kota (11,48%) pada tahun 2020 menjadi 60 kab/kota (11,67%) pada tahun 2021. Kabupaten dengan rumah tangga yang tidak memiliki akses listrik diatas 30% meningkat dari 10 kabupaten (1,95%) di tahun 2020 menjadi 15 Kabupaten (2,92%) di 2021. Angka stunting tahun 2021 masih tinggi yaitu sebesar 26,9%. Angka Prevalence of Undernourishment (PoU) yang menggambarkan prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan juga mengalami peningkatan sebesar 0,15%.
Situasi ketahanan pangan nasional juga sejalan pula penurunan situasi ketahanan pangan global. Skor Global Food Security Indeks (GFSI) Indonesia
yang mengalami penurunan dari 59,5 pada tahun 2020 menjadi 59,2 (turun 0,3 poin) pada tahun 2021.
Jumlah daerah rentan rawan pangan ini akan semakin besar jika sektor pertanian tidak berperan sebagai penyangga ekonomi nasional pada masa pandemi Covid-19. Sektor pertanian sekali lagi terbukti mampu menjadi sektor yang tumbuh positif di masa sulit, melalui penyediaan kesempatan kerja di pedesaan dan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk. Upaya meningkatkan ketangguhan sektor pertanian perlu terus dilakukan agar apabila pandemi ini masih terus berlanjut, kondisi ketahanan dan kerentanan terhadap rawan pangan tidak ikut memburuk.
Kondisi kerentanan pangan dan gizi di suatu wilayah disebabkan oleh permasalahan yang bersifat multi-sektor dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan (pemerintah, pemerintah daerah, lembaga legislatif, pelaku usaha, filantrofi, LSM, media, akademisi dan lembaga pengkajian serta komunitas madani di pusat dan daerah) yang bersinergi dalam bentuk program yang koheren di tingkat lapangan.
Program aksi yang telah dilakukan oleh BKP dalam rangka pengentasan daerah rentan rawan pangan, yaitu: (1) Pengentasan Daerah Rentan Rawan Pangan/
Pertanian Keluarga; (2) Pekarangan Pangan Lestari; (3) Pengembangan Cadangan Pangan Pemerintah dan Masyarakat; (4) Pengembangan Koorporasi Usahatani; dan (5) Diversifikasi Pangan.
Pemerintah daerah diharapkan menindaklanjuti upaya-upaya pengentasan daerah rentan rawan pangan dengan melibatkan partisipasi aktif swasta/BUMN, akademisi, dan seluruh komponen masyarakat. Upaya-upaya tersebut dilakukan agar program pengentasan daerah rentan rawan pangan dapat dilakukan secara masif dan terarah sampai tingkat administrasi terendah. Sinergi tersebut juga dapat meningkatkan efisiensi anggaran dan tenaga kerja serta mempercepat pencapaian tujuan akhir program pembangunan ketahanan pangan dan gizi guna pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TBP) atau Sustainable Development Goals (SDGs), terutama tujuan 1 (Tanpa Kemiskinan) dan tujuan 2 (Tanpa Kelaparan). Pemerintah daerah diharapkan menindaklanjuti
upaya-upaya pengentasan daerah rentan rawan pangan dengan melibatkan partisipasi aktif swasta/BUMN, akademisi, dan seluruh komponen masyarakat.
Gambar 6. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) 2021
3. Persentase PSAT Yang Memenuhi Syarat Keamanan dan Mutu Pangan Salah satu sasaran pengembangan di bidang pangan adalah terjaminnya pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari cemaran pada pangan yang dapat membahayakan kesehatan. Selama tahun 2021, BKP melakukan kegiatan pengawasan keamanan pangan segar melalui pengambilan contoh dan pengujian PSAT di laboratorium ataupun uji cepat menggunakan rapid test kit, sebagaimana Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Monitoring Pengawasan Keamanan PSAT Tahun 2021
No. Parameter Jumlah Contoh
Hasil Uji Memenuhi
Syarat
Tidak Memenuhi Syarat 1 Residu Pestisida 1.143 contoh 1.142 (99,91%) 1 (0,09%)
2 Cemaran Logam Berat 454 contoh 448 (98,7%) 6 (1,3%)
3 Cemaran Mikrobiologi 173 contoh 151 (87,3%) 22 (12,7%)
4 Cemaran Aflatoksin 295 contoh 281 (95,3%) 14 (4,7%)
Jumlah 2.065 contoh 2.022 (97,92%) 43 (2,08%) Sumber: Badan Ketahanan Pangan 2021
Berdasarkan data monitoring keamanan pangan segar asal tumbuhan di atas, bahwa pangan segar yang beredar sebagian besar memenuhi kesesuaian terhadap persyaratan keamanan pangan. Hasil pengujian di laboratorium
menunjukkan bahwa pangan yang memenuhi persyaratan terhadap parameter residu pestisida, logam berat, mikrobiologi dan aflatoksin mencapai 97,92% atau 115,20% dari target 85% (kategori sangat berhasil), dan capaian ini lebih besar dari capaian 2020 yaitu 91,35% dari target 85% sebagaimana tercantum pada Gambar 7. Sedangkan untuk 2,08% lainnya menunjukkan tidak memenuhi persyaratan. Tindak lanjut yang dilakukan diantaranya melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada pengusaha pangan yang tidak memenuhi persyaratan tentang syarat-syarat keamanan pangan.
Gambar 7. Hasil Pengawasan Post Market
Gambar 8. Kelembagaan OKKP-D Provinsi
Gambar 9. Hasil Pengawasan Pre Market
Gambar 10. Pelayanan OKKPD
Gambar 11. Kompetensi SDM Bidang Keamanan Pangan Segar
Capaian tersebut didukung dengan program peningkatan keamanan pangan segar yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan. Pengawasan keamanan pangan segar dilaksanakan dalam bentuk pengawasan pre market dan pengawasan post market oleh Badan Ketahanan Pangan atau Dinas Pangan selaku Otoritas Kompeten Keamanan Pangan. Pengawasan keamanan pangan pre market dilakukan dalam bentuk pemberian sertifikat/registrasi kepada pelaku usaha yang telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, yaitu Sertifikasi Prima, registrasi PSAT, registrasi rumah pengemasan, Health Certificate dan sertifikat keamanan pangan lainnya.
Sertifikasi keamanan PSAT atau Sertifikasi Prima merupakan jaminan pemenuhan persyaratan keamanan pangan di tingkat proses produksi (on Farm). Sertifikasi Prima dibedakan menjadi sertifikasi Prima 1, Prima 2 dan Prima 3. Sertifikasi Prima 3 diberikan untuk produk pertanian yang memenuhi persyaratan keamanan pangan khususnya dari aspek residu pestisida; Prima 2 diberikan untuk produk pertanian yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan; sedangkan Prima 1 diberikan untuk produk pertanian yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan serta sosial dan lingkungan. Capaian Sertifikasi Prima sepanjang tahun 2021 ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Capaian Sertifikasi Prima Tahun 2021
No Jenis Sertifikat Jumlah
1 Prima 1 0
2 Prima 2 4
3 Prima 3 331
Selain Sertifikasi Prima, OKKP melaksanakan pula sertifikasi kesehatan PSAT tujuan ekspor (health certificate/HC). HC diberikan bagi PSAT tujuan ekspor yang dinyatakan memenuhi ketentuan keamanan pangan tertentu di negara tujuan ekspor. Penerbitan HC dilakukan melalui mekanisme pengambilan contoh dan pengujian di laboratorium yang diakui. Untuk saat ini penerbitan HC masih terfokus bagi produk pala yang diekspor ke Uni Eropa, meskipun ada beberapa komoditas lain yang mengajukan permohonan penerbitan HC untuk memenuhi ketentuan di negara tujuan ekspor. Sepanjang tahun 2021, OKKP telah menerbitkan HC sejumlah 4764 sertifikat (data sementara).
Selain sertifikasi keamanan PSAT seperti di atas, pengawasan keamanan PSAT dilakukan juga melalui kegiatan pendaftaran/registrasi baik pendaftaran PSAT maupun pendaftaran rumah pengemasan (packing house). Pendaftaran PSAT dilakukan melalui mekanisme inspeksi sarana produksi dan distribusi, proses produksi dan distribusi serta pengujian produk terkait parameter keamanan pangan. Nomor pendaftaran PSAT diberikan kepada produk PSAT yang dinyatakan memenuhi persyaratan keamanan PSAT baik dalam proses maupun produk itu sendiri. Sedangkan pendaftaran rumah kemas dilakukan melalui penilaian secara simultan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GMP) pada unit yang melakukan pengemasan PSAT.
Secara khusus pendaftaran rumah pengemasan merupakan respon terhadap kecenderungan peningkatan kebutuhan dan permintaan konsumen global terhadap PSAT yang aman dan bermutu. Pemenuhan standar dan kriteria penilaian rumah kemas secara konsisten oleh pelaku usaha/eksportir PSAT diharapkan dapat mengurangi resiko penolakan dan notifikasi produk PSAT dari negara tujuan ekspor. Sepanjang tahun 2021 diperoleh capaian pendaftaran/
registrasi PSAT maupun rumah pengemasan sebagaimana pada Tabel 10.
Tabel 10. Capaian Pendaftaran/Registrasi PSAT dan Rumah Kemas Tahun 2021
No Jenis Pendaftaran Jumlah
1 Pendaftaran PSAT PL (pangan asal impor) 512
2 Pendaftaran PSAT PD (pangan asal domestik) 3.254 3 Pendaftaran PSAT PD UK (pangan asal domestik Usaha
Mikro Kecil)
1.442
4 Pendaftaran Rumah Kemas 21
5 Health Certificate 610
Selain melakukan pengawasan keamanan pangan segar melalui mekanisme penilaian kesesuaian tersebut di atas, BKP juga melakukan penghimpunan data dan informasi jumlah kasus keracunan dari media massa dan elektronik nasional, dari sekian banyak kasus pangan, tidak ada kasus keracunan pangan pada tahun 2021 yang disebabkan oleh PSAT.
4. Konsumsi Sayur dan Buah
Konsumsi sayur dan buah tahun 2021 sebesar 226,2 gram/kapita/hari atau 82,79% (kategori berhasil), masih lebih rendah dibandingkan target konsumsi
yaitu 273,2 gram/kapita/hari. Capaian tahun 2021 untuk indikator jumlah konsumsi sayur dan buah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya sebagaimana disajikan pada Gambar 12. Penurunan ini disebabkan adanya perubahan pola makan masyarakat kearah makanan siap saji dan menurunnya daya beli masyarakat akibat pandemi covid-19 yang sudah berjalan tahun ke-3.
Untuk meningkatkan konsumsi sayur dan buah Badan Ketahanan Pangan terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan anak-anak mengkunsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA).
Gambar 12. Konsumsi Sayur dan Buah Tahun 2017-2021
Kelompok sayur dan buah sangat penting peranannya dalam pencapaian kualitas sumberdaya manusia. Masih rendahnya konsumsi sayur dan buah tersebut lebih disebabkan karena faktor kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber vitamin dan mineral serta serat masih kurang. Disisi lain, biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sayur dan buah sesuai anjuran ternyata tidaklah murah. Konsumsi sayur dan buah masyarakat berkaitan erat juga dengan distribusi sayur dan buah antara wilayah sentra produksi dan di luar sentra produksi yang berpengaruh terhadap harga komoditas tersebut. Untuk itu, dibutuhkan edukasi agar masyarakat sadar akan pentingnya mengkonsumsi sayur dan buah. Badan Ketahanan Pangan sudah melaksanakan kegiatan Pekarangan Pangan Lestari untuk meningkatkan aksesibilitas dan konsumsi sayur dan buah. Namun demikian, hal ini menunjukkan masih dibutuhkan upaya edukasi kepada masyarakat akan
224,80 248,10 244,30 231,77 226,20
0 50 100 150 200 250 300
2017 2018 2019 2020 2021
pentingnya konsumsi sayur dan buah yang melibatkan dukungan dari berbagai lintas sektor.
5. Konsumsi Daging
Konsumsi daging untuk tahun 2021 tercapai 11,9 gram/kapita/hari atau 86,23%
(kategori berhasil) dari target 13,8 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging tahun 2021 sedikit mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2020, dari 11,61 kg/kap/tahun menjadi 11,9 kg/kap/tahun sebagaimana disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Konsumsi Daging Tahun 2017-2021
Upaya meningkatkan konsumsi daging telah dilakukan melalui sosialisasi konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat. Konsumsi daging penduduk Indonesia berasal dari konsumsi daging ruminansia dan daging unggas. Dari hasil analisis konsumsi daging unggas lebih dominan daripada konsumsi daging ruminansia, yang dipengaruhi oleh tingkat daya beli dan pendapatan masyarakat. Konsumsi daging merupakan kebutuhan penting untuk memperoleh asupan protein hewani sebagai zat pembangun tubuh, produksi antibodi dalam sistem kekebalan tubuh, dan membantu tubuh untuk meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Belum tercapainya konsumsi daging masyarakat Indonesia dipengaruhi berbagai faktor antara lain daya beli masyarakat, dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi daging. Pandemi Covid-19 dalam 2 tahun terakhir sangat berngaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat.
10,76
12,26
11,28 11,61 11,90
0 2 4 6 8 10 12 14
2017 2018 2019 2020 2021
6. Konsumsi Protein Asal Ternak (gram/kapita/hari)
Capaian konsumsi protein asal ternak tercapai 11,28 gram/kapita/hari atau 104,93% (kategori sangat berhasil) dari target 10,75 gram/kapita/hari. Konsumsi protein asal ternak selama 5 (lima) tahun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagaimana disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Konsumsi Protein Asal Ternak Tahun 2017-2021
Konsumsi protein asal ternak merupakan sumber protein hewani yang sangat esensial bagi tubuh. Salah satu keunggulan protein hewani adalah memiliki komposisi asam amino esensial yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati.
Protein hewani juga memiliki kandungan nutrisi yang lebih beragam, seperti vitamin B12, vitamin D, zat besi, dan asam lemak omega-3. Asupan protein hewani menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan untuk orang-orang yang ingin menerapkan pola makan sehat, untuk itu perlu upaya untuk peningkatan produksi dan konsumsi produk pangan hewani bagi penduduk. Kualitas konsumsi pangan penduduk yang beragam sangat penting untuk membangun sumber daya manusia yang sehat dan produktif.
Pada umumnya permintaan dan konsumsi produk pangan hewani responsif terhadap perubahan pendapatan dan harga terutama bagi konsumen berpendapatan rendah dan sedang. Daging, telur dan susu merupakan komoditas pangan yang berprotein tinggi yang umumnya memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibanding komoditas pangan lainnya. Dengan demikian, konsumsi atau permintaan produk ternak sangat berkaitan erat dengan
10,03 10,44 10,94 11,18 11,28
0 3 6 9 12 15
2017 2018 2019 2020 2021
kemampuan atau daya beli konsumen atau dapat dikatakan bahwa daging, telur dan susu merupakan produk-produk yang elastis terhadap pendapatan.
7. Nilai PMPRB Badan Ketahanan Pangan
Capaian nilai PMPRB Badan Ketahanan Pangan berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal mendapat nilai 35,36 dari target nilai 34,32 atau 103,03% (kriteria sangat berhasil). Capaian Nilai PMPRB ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu yang mendapat nilai 35,13. Capaian ini didukung dari kinerja eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan yang telah dituangkan dalam Lembar Kerja Evaluasi (LKE). Nilai ini merepresentasikan hasil pelaksanaan RB Badan Ketahanan Pangan yang mencakup 8 (delapan) area perubahan. Pencapaian nilai yang melebihi target tersebut tidak lepas dari upaya yang dilakukan secara sistematis dan komprehensif oleh Badan Ketahanan Pangan dengan melibatkan semua komponen di internal Badan Ketahanan Pangan sehingga kedelapan area perubahan meliputi: (1) manajemen perubahan; (2) penataan peraturan perundang-undangan; (3) penataan dan penguatan organisasi; (4) penataan tatalaksana; (5) penataan sistem manajemen SDM; (6) penguatan akuntabilitas; (7) penguatan pengawasan; serta (8) peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilaksanakan dengan baik, didukung oleh regulasi atau pun SOP dari setiap butir pekerjaan yang ada di Badan Ketahanan Pangan.
8. Nilai Kinerja Anggaran (NKA) Badan Ketahanan Pangan
Nilai Kinerja Anggaran (NKA) dihitung berdasarkan PMK 22 tahun 2021 yang merupakan perubahan dari PMK 214 tahun 2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Realisasi NKA Badan Ketahanan Pangan tahun 2021 mencapai nilai 90,86 dari target 89,45 atau 101,54% (kriteria sangat berhasil). NKA ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan NKA tahun 2020 yaitu sebesar 63,12. Hal ini dilihat dari beberapa aspek penilaian dari aplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Kinerja Terpadu (SMART) yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan, yang meliputi: (1) capaian keluaran program; (2)
penyerapan anggaran; (3) konsistensi penyerapan anggaran terhadap perencanaan; (4) efisiensi; (5) capaian sasaran program, dan (6) rata-rata nilai satker.
B. Capaian Kinerja Lainnya 1. Skor Pola Pangan (PPH)
Capaian skor Pola Pangan Harapan tahun 2021 sebesar 87,2 atau 95,19% dari target 91,6. Hasil penghitungan skor PPH menjadi indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian kualitas konsumsi pangan. Skor PPH Konsumsi didefinisikan sebagai proporsi kelompok pangan yang menggambarkan keragaman dan keseimbangan pangan dalam kondisi konsumsi pangan. Skor PPH Konsumsi dihitung dengan cara mengalikan persentase Angka Kecukupan Energi (AKE) tingkat konsumsi dengan bobot setiap kelompok pangan yang sudah ditetapkan. Pola konsumsi pangan yang ideal digambarkan dengan skor PPH 100. Capaian PPH Tahun 2021 sebagaimana terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkembangan Skor PPH 2020 – 2021
Uraian
2020 2021*)
T R T R
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 90,8 86,3 91,6 87,2 Sumber : Susenas 2021, diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP Ket : Target berdasarkan Renstra BKP 2020-2024
Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa kualitas konsumsi pangan masyarakat semakin baik walaupun belum mencapai target yang ditetapkan dalam Renstra BKP. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan Skor PPH, telah dialokasikan kegiatan kedalam dukungan program/kegiatan tahun 2021 dengan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan diversifikasi pangan, pengembagan pangan lestari, pertanian keluarga, serta sosialisasi kepada masyarakat untuk konsumsi pangan beragam bergizi seimbang dan aman (B2SA).
Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa kualitas konsumsi pangan masyarakat semakin baik walaupun belum mencapai target yang ditetapkan dalam Renstra BKP. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan Skor PPH, telah dialokasikan kegiatan kedalam dukungan program/kegiatan tahun 2021 dengan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan diversifikasi pangan, pengembagan pangan lestari, pertanian keluarga, serta sosialisasi kepada masyarakat untuk konsumsi pangan beragam bergizi seimbang dan aman (B2SA).