• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masalah Disiplin

8. Cara Mendisiplinkan Anak

Hurlock (1978: 93) mengemukakan tiga cara mendisiplinkan anak, yaitu cara otoriter, cara bebas, dan cara demokratis. Cara otoriter dilaksanakan dengan menentukan aturan-aturan dan batasan mutlak yang harus ditaati anak-anak. Mereka harus patuh dan tunduk pada aturan itu dan tidak ada pilihan lain. Sikap

otoriter seringkali ditambah dengan sikap menghukum dan mengancam dengan keras. Cara otoriter memang membuat anak patuh kepada guru atau orang tua. Akan tetapi, di belakang mereka anak akan memperlihatkan reaksi negatif misalnya menantang atau melawan. Reaksi ini muncul karena pada dasarnya anak tidak mau dipaksa. Cara otoriter memang bisa diterapkan pada permulaan usaha menanamkan disiplin, tetapi tidak untuk selamanya.

Cara bebas dilakukan dengan memberikan pengawasan secara longgar. Anak diberi kesempatan untuk mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik. Cara ini biasanya terdapat pada keluarga-keluarga yang kedua orang tuanya bekerja; mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti sebaik-baiknya. Orang tua telah mempercayakan masalah pendidikan anak kepada guru.

Cara demokratis dilaksanakan dengan jalan memperhatikan dan menghargai kebebasan anak namun pada saat yang sama tetap memberikan bimbingan. Sikap demokratis menjadi cara yang bisa menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri, dan bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan yang ada.

Reisman dan Payne (dalam E. Mulyasa, 2003) mengemukakan sejumlah strategi umum dalam merancang penanaman disiplin siswa. Strategi tersebut meliputi: konsep diri, ketrampilan berkomunikasi, konsekuensi logis-alami, klarifikasi nilai, analisa transaksional, terapi realitas, dan modifikasi perilaku. Perilaku disiplin bisa dilakukan dengan mengembangkan konsep diri siswa. Hal ini bisa ditempuh dengan bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka. Guru

yang terampil berkomunikasi sangat membantu siswa menerima perasaan dan mengembangkan sikap kepatuhan. Teknik konsekuensi logis diterapkan dengan cara menunjukan secara tepat perilaku yang salah dan konsekuensi yang dialami. Cara ini membantu siswa menyadari akibat-akibat perilakunya sehingga dia tidak akan mengulang tindakan-tindakan yang tidak tepat. Penanaman disiplin melalui klarifikasi nilai ditempuh dengan cara membantu siswa menjawab pertanyaannya sendiri mengenai nilai-nilai. Melalui proses ini diharapkan siswa mampu membentuk sistem nilainya sendiri.

Sementara itu analisa transaksional diterapkan melalui tindakan guru yang belajar sebagai orang dewasa dalam membantu siswa menghadapi permasalahannya. Pendekatan terapi realitas berusaha mendisiplinkan siswa dengan jalan mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap positif dan bertanggung jawab. Sedang disiplin terintegrasi mendisiplinkan siswa melalui pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. Dan penanaman disiplin dengan modifikasi perilaku berlangsung dengan jalan menciptakan lingkungan yang kondusif. Dalam mendisiplinkan siswa guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas. Pendekatan ini mengamsusikan bahwa peserta didik akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi sebagai pemimpin.

Elissiti (2004: 150-151) mengajukan sejumlah cara mendorong anak memiliki sikap disiplin. Pertama, orang tua menerapkan aturan yang jelas dan

tegas. Terlalu banyak aturan, tetapi tidak memiliki konsistensi akan sia-sia. Lebih baik sedikit aturan namun tegas dan tidak bisa dinegosiasikan. Aturan ini terutama menyangkut hal yang penting, seperti tentang narkoba atau alkohol. Kedua, orang tua memberikan anak sedikit kekuasaan. Ajaklah anak menentukan peraturan yang tidak mengikat. Misalnya, merapikan kamar atau penggunaan telepon. Ia akan lebih mudah menerima peraturan tersebut, karena ikut terlibat di dalamnya. Ketiga, orang tua memberikan hukuman sesuai kesalahan. Hukuman harus sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Hukuman tidak boleh diberikan secara berlebihan. Hal yang terpenting adalah adanya konsistensi agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Keempat, orang tua jangan bersikap otoriter. Sikap otoriter membuat anak lebih menentang. Lebih baik orang tua menjelaskan alasan mengapa anak tidak diizinkan melakukan perbuatan tertentu. Kelima, orang tua mendorong anak melakukan solusi. Strategi ini akan membantu anak mempersiapkan diri menghadapi dunia luar.

Ia akan belajar menemukan solusi masalah dengan usahanya sendiri. Keenam, orang tua memusatkan pada hal-hal positif. Tujuan penting disiplin adalah agar anak mengetahui bahwa yang dilakukan adalah benar. Bukan karena rasa takut.

Linda dan Richard Eyre (1995: 71-75) mengungkapkan beberapa metode mendisiplinkan anak usia sekolah dasar. Berikut ini adalah beberapa metode yang disampaikan:

a. Penghargaan Bekerja Sebelum Bermain

Berikan pengakuan dan penghargaan atas disiplin yang anak tunjukan. Hendaknya juga memberikan penghargaan inisiatif untuk mendorong anak-anak mencari apa saja yang dapat mereka kerjakan tanpa diminta. b. Ganjaran yang Ditunda

Bantu anak-anak memahami disiplin, dan merasakan nikmatnya menunggu sesuatu yang kalau datang pasti lebih membahagiakan. Salah satu kecenderungan yang sangat berlawanan dengan disiplin adalah kebiasaan memberi terlalu banyak dan terlalu mudahnya anak mendapatkan yang mereka inginkan. Misalnya memberikan anak hadiah berupa uang, namun mereka harus menabung dan menunggu hingga jumlah tertentu untuk membeli sesuatu yang diinginkannya. Dalam menunggu akan membuahkan hasil yang jauh lebih berkesan.

c. Bank Keluarga

Bank Keluarga (dengan kotak uang yang dilengkapi gembok) dapat menjadi cara yang baik untuk mengajarkan semangat berhemat dan disiplin.

d. Permainan ”Memilih BAC, JS, atau TB”

Permainan ini mengajarkan kenyataan bahwa ada hal-hal yang boleh asal cukup (BAC) tetapi buruk akibatnya bila berlebihan. Sementara ada hal-hal yang jangan sama sekali (JS) karena dalam jumlah sedikit dan dalam bentuk apapun pasti berakibat buruk. Kemudian ada hal yang boleh dilakukan dengan tanpa batas (TB). Contohnya adalah: Makan (BAC),

Obat bius (JS), Membaca (TB), Olah raga (BAC), Menonton TV (BAC), Menyanyangi orang lain (TB), Minum alkohol (JS), Tersenyum (TB) e. Menghafal

Tanamkan konsep disiplin dan tahu batas lebih dalam kedalam bawah sadar anak-anak dengan menyuruh mereka menghafalkan beberapa kata. Kata-kata ini berkaitan dengan kedisplinan dan harus diingat terus selama bulan ”disiplin”.

f. Pelajaran Musik

Pelajaran musik menawarkan tantangan yang jelas dalam hal disiplin diri. Ini bukan cara mudah untuk mengajarkan disiplin, tetapi bisa sangat efektif.

g. Mengajarkan Cara Menetapkan Sasaran dan Mencapainya

Dapat dilakukan misalnya pada hari Minggu pertama setiap bulan, ajak anak-anak menetapkan sasaran untuk sebulan mendatang. Sasaran mingguan juga dapat dibuat.

h. Pujian

Pujian dapat membantu menekankan dan melanggengkan nilai disiplin. Berilah mereka pujian yang tulus dan hangat setiap kali mereka melaksanakan aturan yang telah disepakati. Setiap kesempatan untuk mengungkapkan pujian yang tulus merupakan investasi yang sangat berharga.

Erickson dan Piaget (dalam buku Mendisiplinkan Anak Dengan Cerita 2009: 8-9), menemukan bahwa usia anak sekolah dasar, antara 6 (enam) sampai

11 (sebelas) tahun adalah saat pembuktian sukses atau tidaknya anak melewati tahap inisiatif (pra-Operasioanal). Erickson menyebutkan tahap industri (rajin). Sedangkan Piaget menanamkannya Operasional Konkret. Anak yang berhasil dalam masa inisiatif, akan termotivasi untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Cerita-cerita yang membentuk mental, spiritual, dan karakter mereka sejak kecil akan menjadi nilai yang hidup dalam diri mereka. Kedekatan emosi (emotional bonding) dengan orangtua adalah pagar yang penting bagi anak untuk menjaga diri mereka sendiri.

Dari berbagai cara tersebut, cara menanamkan disiplin yang paling efektif dan realistik pada anak-anak adalah cara yang diungkapkan oleh Elissiti (2004: 150-151) yaitu, pertama orang tua menerapkan aturan jelas dan tegas. Kedua, orang tua memberikan anak sedikit kekuasan. Ketiga, orang tua memberikan hukuman sesuai kesalahan secara konsisten. Keempat, orang tua jangan bersikap otoriter. Kelima, orang tua mendorong anak melakukan solusi. Keenam, orang tua memusatkan pada hal-hal positif. Cara ini dipandang efektif karena penetapan aturan dilakukan oleh orang tua dengan melibatkan anak-anak. Dalam memberikan hukuman juga sesuai dengan kesalahan, sehingga tidak membuat anak merasa trauma dan takut dengan orang tuanya.

Dokumen terkait